• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simpulan

Luas lahan yang berpotensi untuk pengembangan tanaman ubi jalar di Distrik Agropolitan Cilimus terdapat pada 9 kecamatan dengan total luasan 10.290 ha atau 39,59% dari luas distrik ini. Penggunaan lahan yang berpotensi untuk pengembangan tanaman ubi jalar lahan basah (sawah irigasi dan tadah hujan) seluas 8.230 ha, dengan estimasi produksi ubi jalar dapat mencapai 166.950 per musim tanam. Sedangkan lahan kering yang potensial adalah belukar seluas 2.080 ha dan ladang seluas 1.640 ha, dengan estimasi produksi ubi jalar dapat mencapai 80.032 per musim tanam. Saat ini produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan mencapai 104.833 ton/tahun dan permintaan pasar mencapai 131.000 ton/tahun. Estimasi produksi ini dapat dijadikan acuan untuk menutupi kekurangan produksi (minus) ubi jalar sebesar 26.000 ton/tahun

Komoditas ubi jalar merupakan komoditas secara finansial layak untuk diusahakan, ditunjukkan oleh nilai Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) dan B/C Ratio sebesar 2.84 dan 1.84 (pada lahan S1). Nilai titik impas (BEP) harga usahatani ubi jalar pada lahan S (sesuai) sebesar Rp.353. Berdasarkan nilai ROI sebesar 184%, berarti setiap Rp.100 modal yang diinvestasikan, usahatani ubi jalar akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp.184. Nilai–nilai tersebut secara umum menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar relatif sangat menguntungkan dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya. Keuntungan akan semakin berlipat ganda jika harga ubi jalar semakin tinggi dan stabil.

Margin share yang diterima petani belum sebanding dengan resiko biaya dan tenaga yang telah dikeluarkan petani. Ini menunjukkan kalau rantai tata niaga ubi jalar di kawasan agropolitan Distrik Cilimus belum efisien, karena pada umumnya masih dikuasai pedagang pengumpul dan pedagang besar. Dengan telah berkembangnya dan bertambahnya industri pengolahan ubi jalar di Distrik Cilimus, petani ubi jalar memiliki pilihan dalam memasarkan komoditas ubi jalar. Petani dapat menjual ubi jalar ke industri pengolahan selain dijual ke pedagang pengumpul dan pedagang besar. Keadaan ini dapat membuat posisi tawar (bargaining position) petani dalam tata niaga ubi jalar menjadi lebih baik.

Potensi pengembangan komoditas ubi jalar, ada 10 jenis produk turunan (derivatif) yang dapat dikembangkan dari ubi jalar, sebanyak 5 (lima) produk turunan ubi jalar telah dilakukan di Distrik Cilimus, baik skala rumah tangga,

industri kecil dan industri menengah. Produk turunan yang telah dikembangkan adalah ubi jalar untuk konsumsi rumah tangga, ubi jalar beku, tepung ubi jalar, pasta ubi jalar dan pati ubi jalar. Sedangkan potensi produk turunan ubi jalar yang potensial dapat dikembangkan menjadi industri adalah pengolahan pati menjadi dekstrim, asam cuka (asam asetat), alkohol, gula fruktosa dan pakan ternak.

Meski proses pengolahan ubi jalar berpotensi memberikan nilai tambah yang lebih besar kepada petani ubi jalar, tetapi dari hasil analisis AHP (Analytical Hierachy Proccess), menunjukkan pendapat stakeholder yang menjadi responden dalam penelitian, pada saat ini pilihan terbaik adalah menjual langsung ubi jalar dalam bentuk segar daripada dilakukan proses pengolahan pada komoditas ubi jalar. Pilihan ini diduga dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, diantaranya pada saat harga ubi jalar tinggi, pengolahan ubi jalar menjadi tidak efisien selain memerlukan waktu, biaya proses pengolahan ubi jalar cukup tinggi, apalagi di saat adanya kenaikan BBM (bahan bakar minyak) sehingga memerlukan modal yang cukup besar. Ini menunjukkan dari sudut pandang petani, kegiatan pengolahan ubi jalar (off farm) masih dipandang beresiko tinggi.

Hasil uji statistik t–student menunjukkan adanya perbedaan nyata antara rata–rata pendapatan petani ubi jalar monokultur dengan petani ubi jalar tumpang sari. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar mempunyai pengaruh cukup besar dalam meningkatkan pendapatan petani secara umum.

Untuk melihat perkembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus dalam 2 tahun terakhir (tahun 2007–2008), indikator perkembangan ekonomi lokal yang bersifat lebih makro perhitungannya, dapat dilihat dari indeks kemampuan daya beli (komponen dari indeks IPM) yang cenderung meningkat dari tahun 2006 ke tahun 2007. Pada periode Tahun 2005–2006, indeks kemampuan daya beli meningkat 0.52. Sedangkan pada periode Tahun 2006–2007 indeks kemampuan daya beli meningkat 0.65. Meskipun peningkatan indeksnya hanya 0.13 poin, tapi itu sudah cukup signifikan mengingat komponen ini yang sangat sensitif terhadap kebijakan makro ekonomi semisal kenaikan harga kebutuhan pokok, indeks harga konsumen (IHK) dan juga kenaikan bahan bakar minyak (BBM).

Berdasarkan hasil penelitian, maka dalam pengembangan distrik agropolitan Cilimus Kabupaten kuningan, perlu dilakukan sebagai berikut :

1. Pola penggunaan lahan untuk komoditas ubi jalar dan penataan ruang kawasan agropolitan Distrik Cilimus secara umum, perlu memperhatikan kesesuaian lahan yang ada, agar tidak terjadi degradasi lahan serta untuk menjaga kualitas lahan dalam jangka panjang.

2. Perlu dilakukan perbaikan–perbaikan dalam masalah pasca panen komoditas ubi jalar, baik di bidang pengolahan maupun pemasaran, agar kualitas dan kuantitas komoditas ubi jalar semakin meningkat.

3. Karena kegiatan pengolahan ubi jalar (off farm) masih dianggap memiliki resiko tinggi, pemerintah daerah dapat membuat program–program untuk menekan resiko tersebut diantaranya melalui kegiatan pendampingan, penyuluhan, pelatihan, memberikan insentif dan jaminan usaha.

4. Untuk mendorong tumbuhnya industri pengolahan ubi jalar, perlu adanya insentif dari pemerintah daerah yang berupa akses terhadap teknologi budidaya, ketersediaan sarana produksi, permodalan, pasar dan teknologi pengolahan pasca panen ubi jalar.

5. Untuk mendukung dan memperlancar tata niaga komoditas ubi jalar di kawasan agropolitan Distrik Cilimus, perlu segera dibangun fasilitas dan infrastruktur STA (sub terminal agribisnis). Hal ini untuk memudahkan petani, pedagang pengumpul dan pedagang besar melakukan transaksi jual beli, pembersihan, sortasi dan pengepakan komoditas ubi jalar sebelum dijual ke konsumen atau industri.

6. Pengelolaan pabrik pengolahan chip/tepung milik pemerintah Kabupaten Kuningan yang dikelola oleh kelompok tani dan kelompok IKM, perlu dilakukan pembenahan dan perbaikan dalam manajemen pengelolaannya agar menjadi lebih efektif dan efisien sehingga keberadaannya dapat mendukung pengembangan agribisnis (agroindustri) ubi jalar di Kabupaten Kuningan.

Dokumen terkait