• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Potensi Pengembangan Kawasan Agropolitan Distrik Cilimus Berbasis Agribisnis Komoditas Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Potensi Pengembangan Kawasan Agropolitan Distrik Cilimus Berbasis Agribisnis Komoditas Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN

KAWASAN AGROPOLITAN DISTRIK CILIMUS BERBASIS

AGRIBISNIS KOMODITAS UBI JALAR

DI KABUPATEN KUNINGAN

YATI MARYATI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Analisis Potensi Pengembangan Kawasan Agropolitan Berbasis Agribisnis Komoditas Ubi Jalar di Distrik Cilimus Kabupaten Kuningan” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2009

(3)

ABSTRACT

YATI MARYATI. Analysis of Potensial Development Agropolitan Cilimus District Based on Sweet Potato Agribussiness in Kuningan Regency. Under direction of ERNAN RUSTIADI and DARMAWAN.

Kuningan Regency has a great potency in agricultural sector. The dominant commodity which developed by the community in Cilimus District is sweet potato. The value added of whole products were very low because there were no agroindustries. So that the regency government will build the integrated agropolitan zone development based on sweet potato commodity in Cilimus District. The purposes of the research are: 1) to identify the land suitability and potential location, 2) to analyze financial feasibility, 3) to analyze efficiency and the prospect of market, (4 ) to identify potential agro-industry development and value added sweet potato commodity, 5) to identify choice of the public opinion about type of agro-industry developmentand 6) to identify effect of development agropolitan district Cilimus to local economic development. The research was conducted in Cilimus District in Kuningan Regency. This study used land suitability analysis, financial analysis, chain of marketing and industrial tree, analytical hierarchy process (AHP). The result showed that there are two types of potential lands (wet land and dry land); prospective products are flour sweet potato, sauce sweet potato, fructose, frozen sweet potato. There are 3 levels of collecting traders from village, district until sending trader, and the sending trader enjoyed the biggest profit. The direction of development based on location, chosen product, the actor and the market prospect. All the activities are designed in a District Cilimus which including many stakeholders participation.

(4)

RINGKASAN

YATI MARYATI. Analisis Potensi Pengembangan Kawasan Agropolitan Distrik Cilimus Berbasis Agribisnis Komoditi Ubi Jalar Di Kabupaten Kuningan. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI and DARMAWAN.

Masterplan Agropolitan Kabupaten Kuningan Tahun 2005, mengidentifikasi bahwa Distrik Cilimus sebagai distrik prioritas pengembangan dengan salah satu komoditi unggulan utamanya adalah komoditi ubi jalar dengan tingkat produksi mencapai 100 ribu ton/tahun. Distrik adalah istilah dalam agropolitan, yang menunjukkan suatu pengembangan kawasan yang tidak dibatasi oleh batas administrasi. Distrik Cilimus meliputi 9 kecamatan, yaitu Cilimus, Pancalang, Mandirancan, Cigandamekar, Cipicung, Japara, Jalaksana, Cipicung dan Karamatmulya.

Di samping lokasi yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, aspek keuntungan finansial merupakan suatu keharusan dalam pengusahaan suatu komoditi. Aspek pasar merupakan aspek yang menentukan bagi keberhasilan budidaya ubi jalar. Petani tidak kesulitan menjual komoditi ubi jalar karena banyak pedagang pengumpul yang akan membeli. Namun yang menjadi masalah apakah rantai pemasaran ubi jalar telah efisien, jika dilihat dari margin share yang diterima petani. Keberhasilan pengembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus sangat ditentukan oleh adanya keterlibatan stakeholder. Untuk itu perlu diketahui bagaimana preferensi stakeholder dalam memilih jenis pengembangan agribisnis komoditas ubi jalar yang paling tepat dan diharapkan dapat mendukung perkembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus. Selanjutnya apakah pengembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus mempunyai dampak terhadap kesejahteraan petani secara umum.

Tujuan Penelitian ini yaitu (1) Mengetahui lokasi dan luas lahan potensial yang dapat dijadikan acuan untuk estimasi produksi komoditas ubi jalar; (2) Menganalisis kelayakan finansial usahatani tanaman ubi jalar pada tiap kelas kesesuaian lahan; (3) Menganalisis efisiensi kelembagaan pemasaran ubi jalar; (4) Menganalisis potensi pengembangan agribisnis dan nilai tambah dari komoditas ubi jalar; (5) Mengetahui pilihan stakeholder terhadap jenis pengembangan agribisnis komoditas ubi jalar; (6) Mengetahui dampak pengembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus yang berbasis komoditas ubi jalar terhadap perkembangan ekonomi lokal.

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara maupun pengamatan langsung terutama untuk memperoleh data sosial ekonomi. Data sekunder yang digunakan adalah luas panen, luas tanam, produktivitas komoditi ubi jalar, data analisa ekonomi usahatani pertanian, data curah hujan, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), peta tanah, peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), peta administrasi dan peta pengunaan lahan eksisting (land-use).

(5)

lahan basah (sawah irigasi dan tadah hujan) adalah seluas 8.230 ha, dengan estimasi produksi ubi jalar mencapai 166.950 per musim tanam. Sedangkan lahan kering yang potensial adalah belukar seluas 2.080 ha dan ladang seluas 1.640 ha, dengan estimasi produksi ubi jalar dapat mencapai 80.032 per musim tanam. Saat ini produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan mencapai 104.833 ton/tahun dan permintaan pasar mencapai 131.000 ton/tahun. Estimasi produksi ini dapat dijadikan acuan untuk menutupi kekurangan produksi (minus) ubi jalar sebesar 26.000 ton/tahun

Komoditas ubi jalar merupakan komoditas secara finansial layak untuk diusahakan, ditunjukkan oleh nilai Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) dan B/C Ratio sebesar 2.84 dan 1.84 (pada lahan S1). Nilai titik impas (BEP) harga usahatani ubi jalar pada lahan S (sesuai) sebesar Rp.353. Berdasarkan nilai ROI sebesar 184%, berarti setiap Rp.100 modal yang diinvestasikan, usahatani ubi jalar akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp.184. Nilai–nilai tersebut secara umum menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar relatif sangat menguntungkan dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya.

Margin share yang diterima petani belum sebanding dengan resiko biaya dan tenaga yang telah dikeluarkan petani. Ini menunjukkan kalau rantai tata niaga ubi jalar di kawasan agropolitan Distrik Cilimus belum efisien, karena pada umumnya masih dikuasai pedagang pengumpul dan pedagang besar. Dengan telah berkembangnya dan bertambahnya industri pengolahan ubi jalar di Distrik Cilimus, petani ubi jalar memiliki pilihan dalam memasarkan komoditas ubi jalar. Petani dapat menjual ubi jalar ke industri pengolahan selain dijual ke pedagang pengumpul dan pedagang besar. Keadaan ini dapat membuat posisi tawar (bargaining position) petani dalam tata niaga ubi jalar menjadi lebih baik.

Potensi pengembangan komoditas ubi jalar, ada 10 jenis produk turunan (derivatif) yang dapat dikembangkan dari ubi jalar, sebanyak 5 (lima) produk turunan ubi jalar telah dilakukan di Distrik Cilimus, baik skala rumah tangga, industri kecil dan industri menengah. Produk turunan yang telah dikembangkan adalah ubi jalar untuk konsumsi rumah tangga, ubi jalar beku, tepung ubi jalar, pasta ubi jalar dan pati ubi jalar. Sedangkan potensi produk turunan ubi jalar yang potensial dapat dikembangkan menjadi industri adalah pati menjadi dekstrim, asam cuka (asam asetat), alkohol, gula fruktosa dan pakan ternak.

Analisis AHP (Analytical Hierachy Proccess) menunjukkan pendapat stakeholder yang menjadi responden dalam penelitian. Pada saat ini pilihan terbaik adalah menjual langsung ubi jalar dalam bentuk segar daripada dilakukan proses pengolahan pada komoditas ubi jalar. Pilihan ini diduga dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, diantaranya pada saat harga ubi jalar tinggi, pengolahan ubi jalar menjadi tidak efisien selain memerlukan waktu, biaya proses pengolahan ubi jalar cukup tinggi, apalagi di saat adanya kenaikan BBM (bahan bakar minyak) sehingga memerlukan modal yang cukup besar.

Hasil uji statistik t–student menunjukkan adanya perbedaan nyata antara rata–rata pendapatan petani ubi jalar monokultur dengan petani ubi jalar tumpang sari. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar mempunyai pengaruh cukup besar dalam meningkatkan pendapatan petani secara umum.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang – Undang :

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN

KAWASAN AGROPOLITAN DISTRIK CILIMUS

BERBASIS AGRIBISNIS KOMODITAS UBI JALAR

DI KABUPATEN KUNINGAN

YATI MARYATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Penelitian : Analisis Potensi Pengembangan Kawasan Agropolitan Distrik Cilimus Berbasis Agribisnis Komoditas Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan

Nama : Yati Maryati

NRP : A 156070154

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Darmawan, M.Sc. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan hidayah-Nya sehingga karya tulis ilmiah ini berhasil diselesaikan pada waktunya. Tema yang dipilih dalam karya tulis ini adalah ”Analisis Potensi Pengembangan Kawasan Agropolitan Distrik Cilimus Berbasis Agribisnis Komoditas Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr. Ir. Darmawan, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing dan Ir. Fredian Tony, M.Sc. selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan masukan. Selain itu penulis juga sampaikan terima kasih kepada Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan dan kepada Pemerintah Kabupaten Kuningan yang telah memberikan ijin belajar. Kepada seluruh staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB, penulis sampaikan ucapan terima kasih atas bekal ilmu dan wawasan serta bantuan atas kelancaran administrasi selama melaksanakan studi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada petani dan stakeholder yang telah bersedia menjadi narasumber untuk bahan dalam penyusunan karya tulis ini. Tak lupa ucapan terima kasih untuk teman–teman PWL Khusus dan Reguler angkatan 2007, atas bantuan, kerjasama dan dorongan yang tiada henti dalam proses penyelesaian karya tulis ini. Terakhir dan terpenting, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh keluarga besar yang berada di Kuningan, Bandung dan Jakarta, atas pengertian, do’a dan kasih sayang yang tiada henti.

Ibarat kata pepatah ’tak ada gading yang tak retak’, meskipun dalam karya tulis ini masih banyak ditemui kekurangan dan keterbatasan, namun semoga tetap dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 24 Mei 1971 dari pasangan Jacub Supardiaman dan Tuti Sumartini. Kemudian dibesarkan dan menyelesaikan pendidikan Taman Kanak–Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sumedang. Setelah itu menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Bandung.

Tahun 1990 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk IPB), dan selama pendidikan penulis mengambil jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 1995.

(11)

DAFTAR ISI

hal

DAFTAR TABEL……… iii

DAFTAR GAMBAR………... v

DAFTAR LAMPIRAN………..…………..……… vi

PENDAHULUAN………..……….... 1

Latar Belakang……….………... 1

Perumusan Masalah………..…… 3

Tujuan.………... 8

Manfaat Penelitian.……….……... 8

TINJAUAN PUSTAKA………..……….………….. 9

Komoditas Ubi Jalar.………..……… 9

Pengembangan Wilayah………..………. 10

Keterkaitan Antar Wilayah…………...……..………... 12

Pengembangan Kawasan Agropolitan... 12

Pengembangan Agropolitan di Kuningan... 15

Evaluasi Kesesuaian Lahan...………... 17

Kelayakan Finansial... 19

Marjin Pemasaran... 20

Aspek Produksi Pertanian... 20

Sistem Agribisnis,Agroindustri dan Nilai Tambah... 21

Pohon Industri...………... 24

Analytical Hierachy Process…………...………... 24

METODE PENELITIAN…………..………... 27

Kerangka Pemikiran... 27

Lokasi dan Waktu Penelitian... 30

Pengumpulan Data... 31

Metode Wawancara... 31

Analisis Kelas Kesesuaian Lahan... 34

Analisis Kelayakan Finansial... 34

Analisis Margin Tata Niaga... 36

Analisis Pohon Industri... 36

Analisis Preferensi Masyarakat... 37

(12)

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN... 41

Kabupaten Kuningan... 41

Penggunaan Lahan... 45

Kawasan Agropolitan Distrik Cilimus... 47

HASIL DAN PEMBAHASAN... 52

Keragaan Usahatani Ubi Jalar... 52

Identifikasi Kelas Kesesuaian Lahan... 54

Kesesuaian Lahan Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan... 55

Kesesuaian Lahan Ubi Jalar di Distrik Cilimus... 57

Persebaran Lokasi Lahan Potensial Tanaman Ubi Jalar di Distrik Cilimus... 59 Kelayakan Finansial Tanaman Ubi Jalar... 62

Pola Tata Niaga Komoditas Ubi Jalar... 64

Margin Tata Niaga Komoditas Ubi Jalar... 69

Potensi Produksi dan Pasar untuk Komoditas Ubi Jalar... 73

Potensi Pengembangan Agroindustri Komoditas Ubi Jalar... 77

Keragaman Produk Turunan dari Komoditas Ubi Jalar... 81

Preferensi Masyarakat... 83

Skenario Pengembangan Industri... 89

Peningkatan Kinerja Usahatani Ubi Jalar... 90

Perkembangan Kawasan Agropolitan Distrik Cilimus... 93

SIMPULAN DAN SARAN... 98

Simpulan... 98

Saran... 99

DAFTAR PUSTAKA... 100

(13)

DAFTAR TABEL

Hal

1 Produksi Tanaman Palawija di 4 Distrik Agropolitan... 2

2 Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Dibandingkan dengan Ubi Kayu, Kedelai dan Jagung... 4 3 Negara Importir Utama Ubi Jalar Dunia Tahun 2003–2003... 6

4 Sistem Urutan (Rangking) Saaty... 25

5 Tujuan, Metode Analisis, Data, Sumber Data dan Output... 32

6 Jenis dan Luas Tanah di Kabupaten Kuningan... 42

7 Penggunaan Lahan Eksisting di Kabupaten Kuningan... 44

8 Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Kuningan... 45

9 Pembagian Distrik Pengembangan Kawasan Agropolitan... 48

10 Perkembangan Produksi Tanaman Pangan di Distrik Cilimus Tahun 2004–2007... 49 11 Kesesuaian Lahan Tanaman Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan... 55

12 Kesesuaian Lahan Tanaman Ubi Jalar di Distrik Cilimus... 57

13 Kesesuaian Lahan Berdasarkan Penggunaan Lahan Eksisting ... 59

14 Lahan Potensial Berdasarkan Peruntukan Lahan dalam RTRW... 60

15 Hasil Analisis Finansial untuk Komoditas Ubi Jalar... 63

16 Perbandingan Nilai R/C Ratio dan B/C Ratio antara Ubi Jalar dengan Komoditas Palawija Lainnya... 64 17 Marjin Tata Niaga Ubi Jalar di Distrik Cilimus Kabupaten Kuningan 1.. 69

18 Marjin Tata Niaga Ubi Jalar di Distrik Cilimus Kabupaten Kuningan 2.. 70

19 Perkiraan Neraca Produksi dan Permintaan Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan... 72 20 Estimasi Potensi Produksi Ubi Jalar di Lahan Basah... 73

21 Estimasi Potensi Produksi Ubi Jalar di Lahan Kering... 74

(14)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1 Keterkaitan Perkotaan dan Perdesaan dalam Agropolitan... 14

2 Mata Rantai Kegiatan Agribisnis... 21

3 Kerangka Pikir Penelitian... 30

4 Peta Administrasi Kabupaten Kuningan... 33

5 Diagram Alur Penelitian... 40

6 Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kabupaten Kuningan... 46

7 Peta Distrik Agropolitan Kabupaten Kuningan... 50

8 Tanaman Ubi Jalar di Distrik Cilimus Kabupaten Kuningan... 53

9 Peta Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan... 56 10 Peta Kelas Kesesuaian Tanaman Ubi Jalar di Distrik Cilimus... 58

11 Peta Lahan Potensial Tanaman Ubi Jalar di Distrik Cilimus... 61

12 Pola Tata Niaga Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan... 65

13 Teknologi Pengolahan Sementara Ubi Jalar... 79

14 Pohon Industri Pengolahan Ubi Jalar... 82

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1 Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Ubi Jalar (lpomoea batatas)...

105

2 Hasil Percobaan Pemupukan Ubi Jalar pada 3 Jenis Tanah... 106

3 Luas Tanam, Luas Panen, dan Produksi Komoditas Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan Tahun 2004–2006... 107 4 Data Peta Satuan Lahan Evaluasi di Distrik Cilimus Kabupaten Kuningan... 108 5 Kesesuaian Lahan Evaluasi di Distrik Cilimus Kabupaten Kuningan... 114 6 Analisis Kelayakan Usahatani Komoditas Ubi Jalar... 120

7 Analisis Kelayakan Usahatani Komoditas Padi... 121

8 Analisis Kelayakan Usahatani Komoditas Jagung... 122

9 Analisis Kelayakan Usahatani Komoditas Kedelai... 123

10 Kuesioner Analisis Usahatani... 124

11 Kuesioner Marjin Pemasaran... 126

12 Kuesioner Preferensi Masyarakat... 129

13 Jenis dan Sumber Data Penelitian... 133

14 Data Pendapatan Petani Ubi jalar Monokultur dan Tumpang Sari... 134

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secara umum peran sektor pertanian masih besar baik dalam skala nasional maupun regional. Sektor ini masih mampu memberi kontribusi yang cukup signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional pada Tahun 2007 sebesar 12%. Karena sektor pertanian mempunyai keterkaitan erat dengan sektor industri yang menjadi subsistem hilirnya sehingga berpotensi meningkatkan nilai tambah. Dengan keterkaitan ini, sektor pertanian diharapkan dapat mengatasi permasalahan ketenegakerjaan, pangan dan pertumbuhan perekonomian regional. Peran penting lain sektor pertanian adalah sebagai basis pengembangan ekonomi regional termasuk di wilayah perdesaan sehingga berperan dalam pengembangan wilayah dan dapat mengurangi kesenjangan pembangunan.

Sebagai daerah agraris yang mayoritas penduduknya bertani, sektor pertanian memegang kendali utama perekonomian di Kabupaten Kuningan. Pada tahun 2007, sektor pertanian menyumbang 33,18 persen dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kuningan. Dominasi sektor pertanian didukung suburnya lahan pertanian di daerah ini. Di Kuningan bagian Timur yang sebagian besar dataran rendah lebih cocok untuk tanaman padi dan palawija. Sedangkan di Kuningan bagian Barat, yang merupakan dataran tinggi (kaki Gunung Ciremai) lebih cocok dengan tanaman hortikultura.

Dengan pertimbangan arahan kebijakan pengembangan wilayah pada tingkat makro serta arahan kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Kuningan sebagaimana dituangkan dalam Perda Kabupaten Kuningan No. 30 Tahun 2004 tentang Program Pembangunan Daerah (Propeda) dan kebijakan sektoral yang mengarah pada pengembangan kegiatan agribisnis dengan basis ekonomi pertanian yang mantap yang didukung oleh kegiatan industri yang berorientasi kepada agroindustri dan pengembangan sektor pariwisata, maka model pendekatan teoritis yang dapat diaplikasikan dalam proses penyusunan RTRW Kabupaten Kuningan adalah Konsep Agropolitan.

(17)

dengan penyusunan Masterplan Agropolitan yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 11 Tahun 2005. Dalam Masterplan tersebut telah ditetapkan menjadi 4 (empat) Distrik Pengembangan Agropolitan, yaitu : Distrik Kuningan, Distrik Cilimus, Distrik Ciawigebang, dan Distrik Luragung. Setiap distrik memiliki karakteristik yang berbeda ditinjau dari potensi sumber daya alam dan pemanfaatannya dalam bentuk kegiatan pertanian.

Dari perspektif pengembangan wilayah, maka pertimbangan penting yang biasa digunakan untuk melihat potensi komoditas suatu kawasan adalah komoditas tersebut dapat mencukupi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai ke kawasan lain serta komoditas tersebut memiliki daya saing pasar terhadap komoditas lainnya. Dalam hal ini, komoditas ubi jalar dijadikan sebagai basis komoditas unggulan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus, didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya dari data produksi 7 komoditas palawija utama di setiap distrik pengembangan agropolitan, menunjukkan bahwa produksi komoditas ubi jalar sebagian besar dihasilkan di Distrik Cilimus (Tabel 1).

Tabel 1 Produksi Tanaman Palawija Utama di 4 Distrik Agropolitan

Kecamatan

Kuningan 67.634 10.646 25 440 440 24.558 3.275

Luragung 94.851 9.959 808 1.303 1.303 9.864 407

Ciawigebang 68.558 584 60 2.110 2.110 8.230 3.731

Cilimus 89.170 1.754 12 920 920 4.089 86.199

320.213 22.943 905 4.773 4.773 46.741 93.594

Sumber : MasterPlan Agropolitan Kabupaten Kuningan (2005)

(18)

Selain itu berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya dalam Masterplan Agropolitan (2003), menunjukkan bahwa komoditas ubi jalar di Distrik Cilimus : (1) nilai LQ (Location Quetiont) >1, yang berarti bahwa terjadinya pemusatan produksi ubi jalar di kawasan Distrik Cilimus secara relatif dibandingkan dengan total produksi Kabupaten Kuningan, selain itu ditunjukkan dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai ke luar distrik; (2) nilai LI (Location Indeks) mendekati 1, yang berarti bahwa produksi ubi jalar cenderung berkembang memusat; (3) budidaya ubi jalar memiliki nilai R/C Ratio sebesar 2,94. Nilai R/C Ratio >1 menunjukkan bahwa secara finansial usahatani ubi jalar menguntungkan; (4) komoditas ubi jalar memiliki daya saing agribisnis yang baik dibandingkan komoditas lain, hal ini didukung dengan keberadaan beberapa industri pengolahan ubi jalar di Distrik Cilimus; (5) Komoditas ini dipilih karena dilihat dari perkembangan luas areal tanam yang mencapai 6.150 ha dan produktivitas yang semakin meningkat mencapai 18.8 ton/ha.

Namun untuk dapat mengembangkan komoditas ubi jalar di Distrik Cilimus dalam suatu sistem agribisnis diperlukan perencanaan yang komprehensif sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi petani, pengusaha, masyarakat, pemerintah dan stakeholder lainnya serta tidak saja bagi pengembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus tetapi juga bagi perkembangan ekonomi wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan.

Perumusan Masalah

Konsep agropolitan di Kabupaten Kuningan terdiri dari beberapa distrik dimana distrik-distrik agropolitan didefinisikan sebagai kawasan pertanian yang mayoritas penduduknya bekerja disektor pertanian dengan kecenderungan menggunakan pola pertanian modern. Pengembangan kawasan agropolitan dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan/kesejahteraan petani melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing tinggi, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan otonomi di kawasan agropolitan.

(19)

istilah dalam agropolitan, yang menunjukkan suatu pengembangan kawasan yang tidak dibatasi oleh batas administrasi. Distrik Cilimus meliputi 9 kecamatan, yaitu Cilimus, Pancalang, Mandirancan, Cigandamekar, Cipicung, Japara, Jalaksana, Cipicung dan Karamatmulya.

Ubi jalar merupakan tanaman yang relatif mudah dibudidayakan, tahan terhadap kekeringan dan air, cepat menghasilkan, mudah disimpan dan tahan lama dan mempunyai rasio produksi dan lahan yang cukup tinggi. Varietas lokal ubi jalar AC Putih dan AC Merah yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Kuningan. Setiap tahun produksi ubi jalar sekitar 100.000 ton, atau sekitar 30 persen dari total produksi Provinsi Jawa Barat. Varietas ubi jalar yang banyak ditanam di Kuningan adalah varietas lokal, yaitu varietas Anak Ciremai (AC), Bogor, Jakarta, Jitok, Ceret, dan Lempengan. Sentra ubi jalar di Distrik Cilimus berada di Kecamatan Cilimus, Cigandamekar, dan Jalaksana.

Meskipun usahatani ubi jalar relatif lebih menguntungkan dari sisi keuntungan finansial dibandingkan dengan tanaman palawija yang lainnya (seperti terlihat pada Tabel 2). Namun sejumlah permasalahan dihadapi, antara lain kuantitas dan kualitas ubi jalar yang dihasilkan masih belum merata untuk setiap petani. Pada umumnya transaksi jual beli sebagian besar masih dilakukan di lokasi panen turut melemahkan posisi tawar petani, sehingga petani tidak memiliki kesempatan untuk membandingkan harga. Sebagian besar penguasaan lahan petani pemilik berskala kecil, rata–rata kurang dari 0,5 hektar, hal ini menjadikan usahatani ubi jalar menjadi kurang efisien. Masalah lain yang dihadapi petani masih terbatasnya akses modal terhadap lembaga keuangan, sehingga sulit bagi petani untuk mengembangkan usahataninya.

Tabel 2 Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Dibandingkan dengan Ubi Kayu, Kedelai dan Jagung

Uraian Ubi Jalar Ubi Kayu Jagung

Produksi (kg/ha) 10.560 10.500 1.400

Harga Satuan (Rp/kg) 600 250 2.200

Penerimaan (Rp/ha) 6.336.000 2.625.000 3.080.000 Biaya Saprodi (Rp/ha) 1.560.000 1.080.000 677.500 Biaya Tenaga Kerja (Rp/ha) 2.275.000 1.275.000 1.615.000

Biaya Lainnya (Rp/ha) 250.000 150.000 450.000

Total Biaya Produksi (Rp/ha) 4.085.000 2.505.000 2.742.500

Umur Panen 4 9 3

(20)

Selain mudah dibudidayakan, umur tanam ubi jalar sekitar 4 bulan. Umur tersebut umumnya relatif lebih pendek dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang lain. Pada lahan basah (sawah) atau kering (ladang), ubi jalar dapat dibudidayakan melalui model tumpang sari, tetapi bisa juga ditanam sebagai komoditas utama. Karena keterbatasan pengetahuan petani mengenai kondisi lahan, pada saat ini petani di Distrik Cilimus cenderung menanam tanaman ubi jalar tanpa memperhatikan kesesuaian lahan dan tanpa pola tanam yang terencana. Untuk menghindari agar petani tidak dirugikan dengan menanam ubi jalar di lokasi yang tidak sesuai dengan kriteria tumbuh tanaman (biofisik) dan aspek spasial (tata ruang), maka diperlukan arahan bagi masyarakat untuk memilih lokasi yang potensial menghasilkan produksi ubi jalar yang tinggi. Lokasi potensial penting untuk diketahui, selain untuk melihat aspek kesesuaian lahan juga untuk melihat potensi produksi yang dapat dihasilkan dari areal tanam tersebut.

Selain lokasi areal tanam, faktor kelayakan usaha juga merupakan hal yang perlu diperhatikan. Aspek keuntungan finansial merupakan suatu keharusan dalam pengusahaan suatu komoditas. Ada kalanya skala usaha petani hanya mencapai break event point (BEP) dan tidak memperoleh keuntungan yang cukup memadai dari hasil tanaman ubi jalar. Ini kemungkinan terjadi, karena selama ini petani belum melakukan perhitungan aspek keuntungan finansial bagi usahatani tanaman ubi jalar. Agar petani tidak mengalami kerugian, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial pada tiap kelas kesesuaian lahan untuk tanaman ubi jalar.

(21)

Tabel 3 Negara Impotir Utama Ubi Jalar Dunia Tahun 2000–2003

No Negara Volume (Ton)

Tahun 2000 Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 1 Kanada 18.543.000 19.117.000 19.917.000 20.056.000 2 Italia 10.029.000 14.811.000 10.595.000 13.290.000 3 Inggris 6.145.000 7.431.000 9.604.000 11.578.000 4 Amerika Serikat 8.026.000 6.825.000 6.160.000 6.593.000 5 Malaysia 4.389.000 4.388.000 5.790.000 8.223.000 6 Perancis 4.859.000 5.367.000 5.121.000 6.479.000 7 Jepang 3.678.000 4.845.000 3.174.000 5.901.000 8 Singapura 3.001.000 3.621.000 3.056.000 4.173.000 9 Saudi Arabia 500.000 1.592.000 1.617.000 2.356.000 10 Lainnya 21.671.000 23.458.000 18.535.000 22.847.000 Dunia 18.543.000 91.455.000 83.569.000 101.496.000 Sumber : FAO (2004)

Aspek pasar merupakan aspek yang menentukan bagi keberhasilan budidaya ubi jalar. Pada saat ini petani tidak kesulitan menjual komoditas ubi jalar karena banyak pedagang pengumpul yang akan membeli. Namun yang menjadi masalah apakah rantai pemasaran ubi jalar telah efisien. Dalam arti apakah keuntungan yang didapat petani (margin share) cukup sebanding dan sesuai dengan korbanan petani dalam mengelola usahataninya. Bila belum efisien, faktor apa yang menyebabkannya dan apa alternatif pemecahan masalah tersebut sehinga rantai pemasaran ubi jalar menjadi lebih efisien.

Potensi pengembangan komoditas ubi jalar masih sangat luas, selain dikonsumsi langsung sebagai bahan pangan, produk olahannya berupa tepung dan pasta dibutuhkan oleh industri pangan, industri pakan ternak, dan industri kimia. Produk olahan yang dapat diperoleh dari ubi jalar di antaranya adalah tepung pati, pasta ubi jalar, keripik, selai, saus, sirup, gula fructosa dan alkohol. Selain itu, tepung ubi jalar dalam jumlah tertentu juga dapat menjadi substitusi tepung terigu dalam pemakaian sebagai bahan baku pengolahan makanan. Harus diakui, selama ini sebagian besar masyarakat Indonesia hanya mengolah ubi jalar secara tradisional yaitu dengan menggoreng, merebus ataupun dikukus. Tepung pati yang merupakan produk setengah jadi dari ubi jalar dapat digunakan sebagai salah satu bahan baku dalam pembuatan kembang gula, es krim, roti, kue dan beberapa minuman sirup.

(22)

jalar selain dikonsumsi sebagai bahan pangan juga digunakan sebagai bahan baku dalam industri lem, fermentasi, tekstil, farmasi dan kosmetik. Secara umum, ubi jalar sebenarnya menyimpan potensi sebagai pangan alternatif dan juga menguntungkan dari segi bisnis. Di Distrik Cilimus sudah ada industri pengolahan dengan bahan baku ubi jalar yang berbagai produk turunannya telah diekspor ke Jepang dan Korea. Dengan kapasitas produksi 80 ton ubi jalar segar per hari, pasokan bahan baku ubi jalar dari Kuningan masih belum mencukupi dan kekurangannya masih didatangkan dari daerah lain diantaranya dari Majalengka, Purwakarta, Purbalingga, Garut, Purwakarta, Purwekerto, Batang, Magelang dan Malang. Selain itu, untuk mendukung perkembangan agroindustri ubi jalar, pada saat ini telah dibangun industri pengolahan ubi jalar (untuk pembuatan chips, grates dan tepung ubi jalar) yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan, namun pada saat ini pengelolaan dan pemanfaatannya masih belum optimal.

Sebagian besar petani di Distrik Cilimus menjual ubi jalar dalam bentuk ubi jalar segar (mentah) langsung di on-farm (di lahan). Tata niaga seperti ini, selain membuat posisi tawar petani menjadi lemah dalam menentukan harga (karena petani tidak mempunyai kesempatan memilih jalur pemasaran lain) dan tidak ada nilai tambah yang dapat diperoleh petani. Nilai tambah pengolahan ubi jalar menjadi berbagi produk pangan cenderung dinikmati oleh pihak lain (industri pengolahan atau industri makanan). Meskipun ada beberapa petani yang telah melakukan pengolahan, namun masih terbatas pada pengolahan yang bersifat tradisional, seperti pembuatan penganan dan kue berbahan dasar ubi jalar.

Keberhasilan pengembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus sangat ditentukan oleh adanya keterlibatan stakeholder. Untuk itu perlu diketahui bagaimana preferensi stakeholder dalam memilih jenis pengembangan agribisnis komoditas ubi jalar yang paling tepat dan diharapkan dapat mendukung perkembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus. Selanjutnya apakah pengembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus mempunyai dampak terhadap kesejahteraan petani secara umum.

Dengan memperhatikan permasalahan dan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

(23)

2. Bagaimanakah kelayakan finasial pengusahaan tanaman ubi jalar pada tiap kelas kesesuaian lahan?

3. Bagaimana efisiensi kelembagaan pemasaran komoditas ubi jalar?

4. Bagaimana potensi pengembangan agribisnis dan nilai tambah dari komoditas ubi jalar?

5. Bagaimana preferensi stakeholder terhadap pilihan jenis pengembangan agribisnis komoditas ubi jalar?

6. Bagaimana dampak pengembangan kawasan agropolitan di Distrik Cilimus yang berbasis komoditas ubi jalar terhadap pendapatan keluarga petani dan kesejahteraan masyarakat lokal?

Tujuan

Dengan memperhatikan latar belakang dan permasalahan, dapat dirumuskan beberapa tujuan seperti di bawah ini :

1. Mengetahui lokasi dan luas lahan potensial yang dapat dijadikan acuan untuk estimasi produksi komoditas ubi jalar.

2. Menganalisis kelayakan finansial usahatani tanaman ubi jalar pada tiap kelas kesesuaian lahan.

3. Menganalisis efisiensi kelembagaan pemasaran ubi jalar.

4. Menganalisis potensi pengembangan agribisnis dan nilai tambah dari komoditas ubi jalar.

5. Mengetahui pilihan stakeholder terhadap jenis pengembangan agribisnis komoditas ubi jalar.

6. Mengetahui dampak pengembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus yang berbasis komoditas ubi jalar terhadap pendapatan keluarga petani dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam beberapa aspek, diantaranya :

1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Kuningan dalam mengembangkan wilayah, terutama wilayah yang menjadi kawasan pengembangan agropolitan Distrik Cilimus.

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Komoditas Ubi Jalar

Ubi jalar (lpomomea batatas L) adalah tanaman bahan pangan yang memiliki nutrisi tinggi dan mudah dibudidayakan, tahan terhadap kekeringan dan air, cepat menghasilkan, mudah disimpan dan tahan lama dan mempunyai rasio produksi dan lahan yang cukup tinggi. Menurut seorang ahli Botani Rusia, Nikolai Ivanovich Vavilov, tanaman ini berasal dari Amerika Tengah yang menyebar ke seluruh dunia terutama negara–negara yang beriklim tropis pada abad ke XVI sampai ke kawasan Asia terutama Filipina, Jepang dan Indonesia. Nama lokal tanaman ubi jalar sangat bervariasi, di Jawa Barat bernama Boled, di Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut Tela Rambat, di Jepang dikenal dengan nama Shoyu dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Sweet Potato.

Mazulla (1994) menyatakan bahwa 17% dari waktu tanam ubi jalar untuk masa pertumbuhan, 26 % untuk persiapan bibit/stek dan penanaman, 13 % untuk pembajakan dan pengolahan tanah, 28% untuk pembalikan tanah selama masa awal pertumbuhan, 16% untuk masa panen. Penggunaan tenaga kerja yang paling banyak adalah saat penanaman dan panen. Untuk menjaga kualitas komoditas ubi jalar, pada saat panen proses pencangkulan dan pemotongan ubi dari tangkainya adalah proses yang harus mendapat perhatian ekstra. Pada saat ini, ada dua metode yang bisa dilakukan untuk proses panen yaitu : (1). Secara konvensial, membongkar tanah dengan menggunakan tangan, dan memotong umbi dari tangkainya; (2). Secara mekanis, membongkar tanah dengan menggunakan mesin, pengumpulan dan sortir dilakukan dengan manual (tangan).

(25)

merupakan salah penyebab menurunnya kualitas ubi jalar. Keadaan tersebut dapat menyebabkab ubi jalar rentan terkena hama boleng (cylas). Kerusakan yang terjadi terutama diakibatkan karena buruknya cara menangani panen dan pasca panen. Buruknya kualitas komoditas ubi jalar yang dihasilkan selain akan menyebabkan memperpendek shelf-life ubi jalar juga akan menurunkan nilai komoditas ubi jalar di pasaran, bahkan dapat menghilangkan kesempatan mendapatkan keuntungan ekonomi yang lebih besar.

Menurut Fuglie (2004), permintaan komoditas ubi jalar masih sangat terbuka luas untuk pasar Asia. Meskipun konsumsi per kapita ubi jalar cenderung mengalami penurunan, tetapi permintaan ubi jalar dalam bentuk pati dan pakan ternak cenderung mengalami peningkatan yang cukup besar. Prospek perkembangan komoditas ubi jalar di pasar international sangat tergantung kepada daya saingnya terhadap produk sumber karbohidrat lainnya seperti pati jagung (maizena).

Chips ubi jalar dan sawut ubi jalar (grates) merupakan produk turunan dari ubi jalar yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Chips ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan dasar formulasi pakan ternak (Gerona and Sanchez, 1995; Yen, 1982) atau dapat diproses lebih lanjut menjadi tepung ubi jalar (CIATT, 1988; Tan and Orias, 1986; Tan, 1990). Sawut ubi jalar (dried grates) dapat dipakai sebagai bahan dasar pembuatan makanan tradisional (Truong, 1987) dan juga dapat diproses lebih lanjut menjadi tepung ubi jalar. Pengolahan ubi jalar segar menjadi dried chips dan grates diperlukan untuk mempertahankan kualitas produk untuk penyimpanan jangka panjang.

Pengembangan Wilayah

Konsep pengembangan wilayah dikembangkan dari kebutuhan suatu daerah untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Pengaruh globalisasi, pasar bebas dan regionalisasi menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika spasial, sosial, dan ekonomi antar negara, antar daerah (kota/kabupaten), kecamatan hingga perdesaan.

(26)

sosial dan pertumbuhan ekonomi akan berakibat semakin bertambahnya desa-desa tertinggal. Perubahan paradigma perlu dilakukan dalam menata kembali daerah-daerah yang dikatagorikan miskin dan lemah agar mampu meningkatkan daya saing, manajemen produksi dan teknologi tepat guna berbasis lokal yang mampu mempengaruhi daerah lainnya secara timbal balik. Secara sederhana konsep pengembangan wilayah perlu dilakukan dalam perencanaan perdesaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat masyarakat di lapisan bawah agar dapat mempengaruhi pasar secara berkelanjutan.

Terminologi wilayah (region) hingga kini belum ada kesepakatan diantara para pakar ekonomi, pembangunan, geografi maupun bidang lainnya (Richardson, 1975; Alkadri 2002). Sebagian ahli mendefinisikan wilayah merujuk pada tipe-tipe, fungsi wilayah atau kawasan dan korelasi unsur-unsur fisik dan non fisik dalam pembentukan suatu wilayah. Namun demikian, secara umum definisi wilayah dapat diartikan sebagai suatu unit geografis yang membentuk suatu kesatuan. Pengertian unit geografis merujuk pada ruang (spatial) yang mengandung aspek fisik dan non fisik seperti ekonomi, sosial, budaya, politik, lingkungan, biologi dan pendidikan. Dalam konteks pembangunan, penerapan ilmu kewilayahan berpijak pada empat pilar, yaitu: (1) sumber daya alam, (2) lokasi, (3) ekonomi dan (4) sosial-budaya (socio-culture).

Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah dan menjaga kelestarian hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat dibutuhkan untuk mengkaji kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik dan geografis secara terpadu yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

(27)

Keterkaitan Antar Wilayah

Salah satu faktor penyebab kemiskinan dan ketertinggalan pembangunan selama ini adalah terjadinya kecenderungan aliran bersih (transfer netto) sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara besar-besaran dengan disertai derasnya proses migrasi penduduk secara berlebihan dari wilayah perdesaan ke kawasan kota-kota besar. Perpindahan inipun memberikan dampak dimana di berbagai kota-kota utama mengalami urbanisasi berlebihan (over-urbanization) di lain pihak desapun kehilangan tenaga-tenaga produktif yang seharusnya sebagai bagian dari mata rantai roda kehidupan dan roda ekonomi perdesaan (Anwar dan Rustiadi, 1999).

Dari sisi peta kemiskinan kondisi tersebut di atas telah menimbulkan kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan dan menghasilkan kemiskinan di perdesaan, sehingga pendekatan pembangunan selama ini yang banyak mengakibatkan urban bias harus menjadi perhatian semua pihak. Apabila proses urbanisasi yang tidak terkendali semakin mendesak produktivitas pertanian dibiarkan akan mengancam ketahanan pangan nasional.

Pengembangan Kawasan Agropolitan

Pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif pembangunan perdesaan melalui keterkaitan desa dan kota (urban-rural linkages) untuk mencegah terjadinya urban bias. Pengembangan kawasan perdesaan dengan pendekatan “agro-based development” perlu terus ditingkatkan, sebagai satu kesatuan pengembangan wilayah berdasarkan keterkaitan ekonomi antara desa-kota (urban-rural linkages), dan mempunyai hubungan yang bersifat interdependensi/timbal balik yang dinamis. Sementara itu kawasan-kawasan yang mempunyai produk unggulan, perlu ditumbuhkembangkan menjadi kawasan agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan menyeluruh. Selain itu, image desa sebagai pemasok hasil produksi pertanian dalam bentuk produk-produk primer (belum diolah), harus didorong menjadi desa yang mampu menghasilkan bahan-bahan olahan atau industri hasil pertanian sehingga desa dapat menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi baru.

(28)

pertanian yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian dengan kecenderungan menggunakan pola pertanian modern. Ditinjau dari tata bahasa, agropolitan terdiri dari kata agro yang berarti pertanian dan politan yang berarti kota, dengan demikian agropolitan dapat diartikan sebagai kota pertanian atau kota di daerah lahan pertanian atau pertanian di daerah kota.

Dalam pedoman pengembangan kawasan agropolitan yang disusun oleh Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian pada tahun 2002. Agropolitan didefinisikan sebagai kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Dalam pengertian tersebut sistem agribisnis adalah suatu sistem yang terdiri dari (1) sub sistem pengadaan infrastruktur, sarana dan prasarana produksi pertanian, (2) sub sistem pengelolaan usaha budidaya pertanian, (3) sub sistem pengolahan hasil-hasil pertanian dan pemasaran, (4) sub sistem kelembagaan penunjang pengembangan agribisnis.

Meskipun termaksud banyak hal dalam pengembangan agropolitan, seperti redistribusi tanah, namun konsep ini pada dasarnya memberikan pelayanan perkotaan di kawasan perdesaan atau dengan istilah lain yang digunakan oleh Friedmann adalah “kota ladang”. Dengan demikian petani atau masyarakat desa tidak perlu harus pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan, baik dalam pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran maupun masalah yang berhubungan dengan kebutuhan sosial budaya dan kehidupan setiap hari. Pusat pelayanan diberikan pada setingkat desa, sehingga sangat dekat dengan permukiman petani, baik pelayanan mengenai teknik berbudidaya pertanian maupun kredit modal kerja dan informasi pasar.

Berdasarkan penjelasan ini, semakin tergambar bahwa tujuan dari pengembangan kawasan agropolitan adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan semakin mendorong berkembangnya sistem agribisnis berbasis kerakyatan, keberlanjutan dan terdesentralisasi di kawasan agropolitan.

(29)

sebagai fundamennya dan mampu mendorong pertumbuhan wilayah sekitarnya (desa-desa hinterland) di setiap sektor pembangunan.

Kawasan agropolitan yang sudah berkembang bercirikan; (1) pendapatan sebagian besar masyarakat bersumber dari sektor pertanian, (2) kegiatan masyarakat didominasi oleh kegiatan agribisnis, (3) hubungan antara kota dan daerah atau antar hinterland agropolitan dan kawasan agropolitan bersifat mandiri dan saling membutuhkan (interdependesi), dan (4) terdapat kemiripan kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan dengan suasana perkotaan (Masterplan Agropolitan, 2005).

Pertimbangan utama dalam menentukan kawasan agropolitan adalah faktor ekonomi, seperti skala ekonomi (economic of scale) atau lingkup ekonomi (economic of scope) tidak ditentukan oleh batasan administratif pemerintah. Faktor–faktor tersebut menjadi optimal dengan adanya kegiatan pusat agropolitan. Jadi peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di sekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan pemasaran antara lain berupa input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi, listrik, dan lain-lain), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi, dan lain-lain).

Pusat Pelayanan

Agribisnis

Urban Function Center Perdesaan

AGROPOLITAN

Sistem Permukiman Sistem Agribisnis

Perkotaan

Gambar 1 Keterkaitan Perkotaan dan Perdesaan dalam Agropolitan Sumber : Rustiadi et al. (2007)

(30)

Pengembangan agropolitan ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil–hasil pertanian, mendukung tumbuhnya industri agro–processing skala kecil–menengah dan mendorong keberagaman aktivitas ekonomi dari pusat pasar. Segala aktivitas harus diorganisasikan teruatama utnuk membangun keterkaitan antara perusahaan di kota dengan wilayah suplai di perdesaaan dan untuk menyediakan fasilitas, pelayanan, input produksi pertanian dan aksesibilitas yang mmapu memfasilitasi lokasi–lokasi pemukiman di perdesaan yang umumnya mempunyai tingkat kepadatan yang rendah dan lokasinya menyebar. Investasi dalam bentuk jalan yang dapat menghubungkan lokasi–lokasi pertanian denganpasar merupakan suatu hal penting yang diperlukan utnuk menghubungkan anatara wilayah perdesaan dengan pusat kota. (Rustiadi et al., 2007). Interaksi wilayah perkotaan dan perdesaan dalam pengembangan agropolitan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengembangan Agropolitan di Kabupaten Kuningan

Berdasarkan potensi wilayah Kabupaten Kuningan dan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat, maka Kabupaten Kuningan perlu mengembangkan 2 sektor unggulannya yaitu agribisnis dan pariwisata. Untuk itu diperlukan arahan dalam kegiatan pengelolaan sumber daya alam dan pemanfaatan ruang sehingga mampu untuk mewadahi dan menampung perkembangan Kabupaten Kuningan.

Dengan pertimbangan arahan kebijakan pengembangan wilayah pada tingkat makro serta arahan kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Kuningan sebagaimana dituangkan dalam Perda Kabupaten Kuningan No. 30 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Daerah (Propeda) 2001–2005 dan kebijakan sektoral yang mengarah pada pengembangan kegiatan agribisnis dengan basis ekonomi pertanian yang mantap yang didukung oleh kegiatan industri yang berorientasi kepada agroindustri dan pengembangan sektor pariwisata, maka model pendekatan teoritis yang dapat diaplikasikan dalam proses penyusunan RTRW Kabupaten Kuningan adalah Konsep Agropolitan.

(31)

pertumbuhan yang terjadi di wilayah hinterland yang dalam proses perkembangannya akan dilayani melalui pembagian sistem distrik.

Secara konseptual, model agropolitan merupakan pendekatan pembangunan yang komprehensif, terintegrasi dan berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara luas dan intensif melalui bottom-up planning. Dilakukan secara sinergis dengan melibatkan multi sektor dan program pembangunan yang secara langsung diarahkan pada peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas dan kualitas sumberdaya manusia dengan tetap mempertimbangkan aspek keserasian dan kelestarian daya dukung lahan.

Konsep ini pada dasarnya merupakan strategi pembangunan wilayah perdesaan yang dipercepat dengan berbasis pada kebutuhan masyarakat dengan tujuan agar proses percepatan pertumbuhan secara lebih merata dapat segera tercapai dan kesejahteraan masyarakat dapat lebih cepat terwujud. Hal ini mengandung pemahaman bahwa fokus model agropolitan diarahkan pada upaya pemberdayaan masyarakat yang pada intinya mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu pemberdayaan sosial kemasyarakatan; pemberdayaan ekonomi masyarakat; dan pendayagunaan prasarana dan sarana, sesuai dengan kondisi potensi dan peluang yang dimiliki (RTRW Kuningan, 2003).

Pengelompokan kawasan pertumbuhan akan membentuk kawasan pertumbuhan suatu wilayah dengan demikian akan diketahui pula keunggulan-keunggulan yang berbasis local resource wilayah tersebut. Hal ini merupakan dasar untuk pengembangan kawasan agropolitan sehingga kawasan agropolitan yang dibentuk benar-benar tepat sasaran.

(32)

membangun usaha budidaya (on farm) dan juga usaha lain yang menunjang budidaya seperti pasca panen, penyediaan alat-alat/sarana, pertanian, pemasaran dan jasa penunjang lainnya (off farm).

Menurut hasil kajian dari P4W-IPB, 2004, ada beberapa masalah yang potensial terjadi dalam pelaksanaan agropolitan, yaitu : (1) aspek teknologi yaitu pengolahan hasil pertanian dan peralatannya; (2) aspek ekonomi yaitu modal dan pemasaran hasil produksi; dan (3) aspek sosial yaitu koordinasi antar stakeholder dan pemahaman mengenai konsep agropolitan.

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan dilakukan melalui evaluasi lahan setelah beberapa komoditas unggulan ditetapkan. Evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta untuk tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut. Kriteria kualitas lahan yang dijadikan parameter dalam penelitian ini berdasarkan kriteria LREP II Tahun 1994 dan PPT 2003 (Djaenudin et al., 2003) yang mencakup temperatur, ketersediaan air (meliputi bulan kering, curah hujan dan kelembaban) tanah, terrain (meliputi lereng dan topografi), batuan di permukaan dan di dalam tanah, singkapan batuan dan bahaya erosi.

Kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptibility) suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk satu penggunaan tertentu, seperti budidaya tanaman ubi jalar. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta–peta yang dapat menggambarkan kondisi biofisik lahan seperti peta tanah, peta topografi, peta geologi, peta iklim dan sebagainya, dalam kaitannya dengan kesesuaian tanaman ubi jalar dan tindakan pengelolaan yang diperlukan.

(33)

1) Kelas S1, kesesuaian tinggi (highly suitable). Lahan tidak memiliki pembatas penting pada aplikasi terus menerus dari penggunaan yang dinyatakan atau punya hambatan minor yang tidak mengurangi produktivitas atau keuntungan dan tidak menambah masukan melebihi yang dapat diterima. 2) Kelas S2, kesesuaian sedang (moderately suitable). Lahan mempunyai

pembatas secara gabungan pada tingkat sedang pada penerapan penggunaan yang diterapkan secara terus menerus, hambatan ini dapat mengurangi produktivitas atau keuntungan dan menambah kebutuhan masukan sejauh bahwa keuntungan akan diperoleh dari penggunaan, walaupun masih menarik, akan menurunkan nilai secara nyata dibanding lahan kelas S1.

3) Kelas S3, kesuaian marginal (marginally suitable). Lahan mempunyai pembatas secara gabungan cukup berat pada aplikasi terus menerus penggunaan yang diterapkan, sehingga dapat mengurangi produktivitas atau keuntungan, atau menambah masukan dan pengeluaran.

4) Kelas N, tidak sesuai (not suitable). Lahan dengan pembatas yang mungkin berat saat sekarang, akan tetapi tidak dapat diperbaiki dengan ilmu pengetahuan yang ada dengan biaya yang dapat diterima. Pembatas-pembatas tersebut demikian berat dan atau permanen yang membuat tidak mungkin penggunaan yang lestari dalam jangka panjang.

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), inti dari prosedur evaluasi lahan adalah mula-mula menentukan tipe penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaannya) yang akan diterapkan, kemudian menentukan persyaratan dan pembatas pertumbuhannya dan akhirnya membandingkan persyaratan penggunaan lahan (pertumbuhan tanaman) tersebut dengan kualitas lahan masing-masing satuan peta lahan (SPT), sehingga didapat kesesuaian lahannya secara fisik. Dalam evaluasi lahan ekonomi (kuantitatif) kegiatan dilanjutkan dengan analisis ekonomi (sosial dan lingkungan) sehingga didapatkan penggunaan lahan yang optimal dan berkelanjutan.

(34)

infrastuktur lainnya. Evaluasi lahan juga, dapat diintegrasikan dengan tujuan lain selain pertanian (tanaman), seperti kehutanan, budidaya perikanan, irigasi dan (infrastruktur). Evaluasi lahan memberikan informasi yang beguna untuk ahli ekonomi, hidrologi dan tehnik yang berhubungan dengan perencanaan. Penilaian ini menguji interaksi dari produktivitas, biaya produksi, biaya pembangunan lahan dan sifat dari interaksi yang menentukan kelas lahan.

Kelayakan Finansial

Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat. Dalam unit usaha, sumber-sumber-sumber-sumber yang digunakan tersebut dapat berupa barang-barang modal, bahan baku, tenaga kerja dan waktu. Sumber-sumber tersebut sebagian atau seluruhnya dapat dianggap sebagai barang konsumsi yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat (Gittinger, 1986).

Pengalokasian sumberdaya merupakan jembatan yang dapat menciptakan jalannya roda perekonomian yang lebih mengarah pada tujuan-tujuan yang paling mendasar dari pembangunan itu sendiri, misalnya pengentasan kemiskinan, semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang lebih sehat dan menurunnya tingkat ketidakmerataan pendapatan. Dalam segala keterbatasan yang dimiliki suatu wilayah, maka harusnya adanya proses memilih dari berbagai sumberdaya yang tersedia. Pilihan yang tepat harus dapat menjamin bahwa sumberdaya yang dialokasikan kepada alternatif pilihan yang paling baik.

Penyajian proses pemilihan alternatif tersebut, sering kita kenal dengan istilah analisis proyek. Pada prinsipnya dilakukan pengujian terhadap sejauhmana manfaat dan biaya dari suatu pilihan. Manfaat dan biaya dapat dipilah berdasarkan perbedaan analisisnya, yaitu berdasarkan analisis ekonomi atau analisis finansial.

(35)

usaha pertanian (farm) adalah untuk menentukan berapa banyak keluarga petani yang menggantungkan kehidupan mereka kepada usaha pertanian tersebut.

Indikator–indikator yang dapat digunakan untuk menilai kelayakan usaha dalam budidaya tanaman pangan (tanaman semusim) cukup beragam. Indikator– indikator yang dipergunakannya agak berbeda dengan kelayakan usahatani untuk tanaman tahunan. Tjiptoningsih (1996) menggunakan parameter Revenue/Cost Ratio, Benefit/Cost Ratio dan Break Event Point (BEP). Parameter ini cocok untuk mengetahui kelayakan finansial dalam pengelolaan budidaya tanaman semusim seperti tanaman padi, palawija dan sayuran.

Selain itu Juanda dan Cahyono (2000) mengemukakan bahwa selain instrumen Revenue/Cost Ratio, Benefit/Cost Ratio dan Break Event Point (BEP), Instrumen Return of Investment (ROI) juga dapat digunakan untuk menilai layak atau tidaknya usahatani ubi jalar. ROI digunakan dalam analisis untuk menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan modal berkaitan dengan keuntungan usahatani yang diperoleh. Besar kecilnya nilai ROI, ditentukan oleh besarnya keuntungan yang dicapai dan perputaran modal yang diinvestasikan.

Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran mempunyai dua pengertian (Tomek dan Robinson, 1982), yaitu: (1) Perbedaan harga antara dua lembaga pemasaran (seperti petani, pedagang, pengolah dan eksportir); dan (2) Biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa-jasa sepanjang saluran pemasaran. Hal ini terkait dengan peran pemasaran berupa waktu, tempat dan transformasi kepemilikan produk (Malian et al., 2004).

Aspek Produksi Pertanian

Dalam menunjang keberhasilan suatu sistem agribisnis, maka tersedianya bahan baku pertanian secara kontinu dalam jumlah yang tertentu sangat diperlukan. Tersedianya produksi ini akan sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya jenis komoditas, luas lahan, tenaga kerja, modal, manajemen usaha dan faktor sosial ekonomi (Soekartawi, 1993).

(36)

manajemen merupakan faktor produksi yang memegang peranan penting di antara faktor produksi yang lainnya.

Namun selain faktor–faktor tersebut, sering ditemukan kendala dalam proses peningkatan produksi komoditas pertanian. Menurut Gomez (dalam Soekartawi, 1980), beberapa kendala diklasifikasikan menjadi :

a. Kendala yang mempengaruhi terdiri dari variabel di luar kemampuan manusia, sehingga sulit dilakukan transfer teknologi yang disebabkan karena perbedaan agroklimat dan teknologi yang sulit diadopsi.

b. Kendala yang mempengaruhi terdiri dari variabel teknis biologis (bibit, pupuk, obat–obatan, lahan lainnya) dan variabel sosial– ekonomi (harga, resiko ketidakpastian, kredit bank, adat budaya dan lainnya).

Sistem Agribisnis, Agroindustri dan Nilai Tambah

Agribisnis sering diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Menurut Arsyad et al. (1985), yang dimaksud dengan agribisnis adalah :

”Suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu satau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemsaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud ’ada hubungannya dengan pertanian dalam artian yang luas’ adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.” Pernyataan tersebut dijelaskan seperti pada Gambar 2 berikut ini :

AGRIBISNIS

Gambar 2 Mata Rantai Kegiatan Agribisnis (Arsyad et al., 1985)

Hampir tidak ada daerah di Indonesia yang tidak tergantung pada sektor pertanian, mulai dari tanaman pangan sampai perikanan dan kehutanan.

(37)

Pembangunan ekonomi pada umumnya belum mengaitkan antara pembangunan pertanian dan industri kecuali agroindustri penggilingan padi. Pembangunan agroindustri yang berbasis sumberdaya lokal akan memperkokoh keterkaitan antara pembangunan pertanian dengan pembangunan industri. Diversifikasi produk pertanian, terutama pengembangan industri pengolahan, tidak saja meningkatkan nilai tambah, tetapi juga membuka kesempatan kerja non pertanian di wilayah perdesaan dan itu akan meredam arus urbanisasi.

Sementara itu, ahli yang lain (Soeharjo, 1991; Soekartawi 1991 dan Badan Agribisnis Deptan, 1995) menyebutkan bahwa agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usahatani, pengolahan hasil (agroindustri), pemasaran, sarana dan pembinaan.

Menurut Soekartawi (2005), agroindustri dapat diartikan sebagai dua hal. Pertama, agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Dalam konteks ini agroindustri adalah menekankan pada food processing management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan baku utamanya adalah produk. Menurut FAO (Hicks, 1996) suatu industri yang menggunakan bahan baku dari pertanian dengan jumlah minimal 20% dari jumlah bahan baku yang digunakan disebut agroindustri. Kedua, agroindustri bahwa agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahpan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunantersebut mencapai tahapan pembangunan industri.

Ada beberapa alasan mengapa agroindustri sangat penting untuk mendorong perkembangan perekonomian perdesaan (Soekartawi, 2005), yaitu :

a. Agroindustri mampu menyerap tenaga kerja yang tinggi, mengingat ciri agroindustri perdesaan yang bersifat padat karya dan bersifat massal; b. Sumber daya lokal bisa dipakai sehingga agroindustri bisa meningkatkan

nilai tambah dan selanjutnya meningkatkan keuntungan dan pendapatan. c. Produk agroindustri yang baik kualitasnya dan mampu bersaing, bisa

dipakai sebagai instrumen untuk meningkatkan devisa negara;

(38)

e. Karena agroindustri tidak bisa berkembang sendirian, maka akan muncul berkembangnya kegiatan lain yang menjadi komponen pendukung agroindustri tersebut.

Berbagai definisi dipakai untuk menjelaskan agroindustri. Austin (1981) misalnya mendefinisikan agroindustri sebagai usaha pengolahan bahan baku yang berasal dari komoditas pertanian termasuk didalamnya perkayuan dan peternakan. Berbagai tingkat pengolahan dapat dilakukan mulai dari kegiatan sederhana seperti, pemisahan (grading) sampai kegiatan yang lebih kompleks seperti penyosohan, pemasakan, pencampuran dan penyulingan.

Sejumlah manfaat akan diperoleh dari perubahan (transformasi) itu, antara lain (i) menciptakan nilai tambah produk, karena mengalami perubahan bentuk (form utility), misalnya dari kayu menjadi papan; (ii) memungkinkan penyimpanan yang lebih lama (time utility), yakni melalui proses pengawetan, misalnya dari bahan susu segar menjadi krim; (iii) memudahkan dalam pengangkutan (cost saving), misalnya yang diangkut bukan lagi dalam bentuk ubi jalar segar akan tetapi telah berupa tepung atau chip; dan (iv) mempertahankan nilai nutrisi yang terkandung dalam komoditas tersebut.

(39)

Pohon Industri

Pohon industri merupakan gambaran diversifikasi produk suatu komoditas dan turunannya secara skematis. Produk ubi jalar dalam dan turunannya diuraikan dalam suatu skema. Skema ini menggambarkan keragaman produk akhir yang dapat dikembangkan dari komoditas ubi jalar. Menurut Soenarjo (1984), salah satu produk akhir ubi jalar yang sudah berkembang dengan baik saat ini dan memiliki nilai tambah yang sangat tinggi adalah adalah gula cair fruktosa.

Analytical Hierarchy Process

Menurut Saaty (1984), asumsi-asumsi yang dipakai oleh AHP adalah sebagai berikut: pertama-tama harus terdapat sedikit (jumlah yang terbatas) kemungkinan tindakan, yakni, 1,2,....,n yang adalah tindakan positif, n adalah bilangan yang terbatas. Responden diharapkan akan memberikan nilai dalam angka yang terbatas untuk memberi tingkat urutan (skala) pentingnya atribut-atribut. Skala yang dipergunakan dapat apa saja, tergantung dari pandangan responden dan situasi yang relevan. Walaupun demikian, mengikuti perkembangan baku AHP dipergunakan metode skala Saaty mulai dari 1 yang menggambarkan ”sama penting” (jadi untuk atribut yang sama, skalanya selalu 1) sampai dengan 9 yang menggambarkan kasus atribut yang paling absolut dibandingkan dengan yang lain (urutan pemastian tertinggi yang mungkin). Pada Tabel 4 berikut menggambarkan tingkat urutan dan definisinya.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode AHP adalah :

1. Mengidentifikasi/menetapkan masalah yang muncul; 2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai;

3. Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan;

4. Menetapkan struktur hierarki;

(40)

5. Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelaku yang berkaitan dengan masalah, dan nilai masing– masing .

6. Membandingkan alternatif (comparatif judgement)

7. Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas (synthesis of priority) 8. Menentukan urutan alternatif dengan memperhatikan logical consistency.

Tabel 4 Sistem Urutan (Ranking) Saaty

Intensitas /

Pentingnya Definisi Penjelasan

1 Sama Pentingnya Dua aktifitas memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan

3 Perbedaan penting yang lemah antara satu dengan yang lain

Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu sedikit lebih disukai daripada yang lain

5 Sifat lebih pentingnya kuat

Pengalaman dan selera yang menyebabkan penilaian yang satu lebih daripada yang lain. Yang satu sangat lebih disukai daripada yang lain

7 Menunjukkan sifat sangat penting yang menonjol

Aktifitas yang satu sangat disukai dibandingkan yang lain;dominasinya tampak dalam kenyataan

9 Penting absolut

Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai.

2,4,6,8 Nilai tengah diantara nilai diatas/dibawahnya

Jika aktifitas i, dibandingkan dengan j, mendapat nilai bukan nol seperti tertera di kolom 1, maka j-bila dibandingkan dengan i-mempunyai nilai kebalikannya

Asumsi yang masuk akal

Rasional Rasio yang timbul dari skala

Jika konsistensi perlu dipaksanakan dengan

mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks.

(41)

AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Kemudian ditentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan (pairwise), menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif (Saaty, 1984).

(42)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Perencanaan pembangunan wilayah harus mengedepankan pemanfaatan

sumberdaya lokal yang diyakini akan lebih menghidupkan aktivitas ekonomi

daerah sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan akhirnya meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Untuk itu diperlukan data dan informasi yang akurat

tentang potensi sumberdaya suatu daerah untuk bisa digunakan dalam

penyusunan perencanaan pembangunan. Konsep pengembangan wilayah perlu

dilakukan dalam perencanaan perdesaan untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi lokal dan memperkuat masyarakat di lapisan bawah agar dapat

mempengaruhi pasar secara berkelanjutan.

Pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif pembangunan

perdesaan melalui keterkaitan desa dan kota (urban-rural linkages) untuk

mencegah terjadinya urban bias. Pengembangan kawasan perdesaan tersebut

dilakukan dengan pendekatan “agro-based development” perlu terus

ditingkatkan, sebagai satu kesatuan pengembangan wilayah berdasarkan

keterkaitan ekonomi antara desa-kota (urban-rural linkages), dan mempunyai

hubungan yang bersifat interdependensi/timbal balik yang dinamis. Sementara itu

kawasan-kawasan yang mempunyai komoditas unggulan, perlu

ditumbuhkembangkan menjadi kawasan agribisnis dalam suatu kesisteman yang

utuh dan menyeluruh. Selain itu, image desa sebagai pemasok hasil produksi

pertanian dalam bentuk produk-produk primer (belum diolah), harus didorong

menjadi desa yang mampu menghasilkan bahan-bahan olahan atau industri hasil

pertanian sehingga desa dapat menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi baru.

Pengembangan kawasan agropolitan, merupakan salah satu pendekatan

pengembangan wilayah sesuai dengan potensi wilayah. Sehingga perdesaan

tidak selalu identik dengan pertanian on farm dan agropolitan adalah kawasan

yang hierarki aktivitas pelayanannya lebih tinggi dari perdesaan pada umumnya

karena adanya urban function center, sehingga dimungkinkan adanya aglomerasi

kegiatan–kegiatan bernilai tambah tinggi yang tetap berbasis pertanian.

Pengembangan kawasan agropolitan di Distrik CIlimus bertujuan untuk

meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil–hasil pertanian,

(43)

mendorong keberagaman aktivitas ekonomi dari pusat pasar. Karena tanaman

ubi jalar merupakan komoditas unggulan yang telah ditetapkan sebagai

komoditas unggulan di kawasan agropolitan Distrik Cilimus, dengan

pertimbangan bahwa komoditas ubi jalar mempunyai potensi produksi yang

cukup tinggi dan mempunyai peluang pasar yang tinggi.

Dalam pengembangan tanaman ubi jalar, potensi sumberdaya fisik

merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan dalam rangka penentuan lahan

yang akan digunakan. Potensi sumberdaya fisik lahan dapat diketahui dengan

melakukan evaluasi lahan. Dengan mengetahui tingkat kesesuaian lahan maka

produktivitas optimal yang dihasilkan dapat diperkirakan. Selain potensi sumber

daya fisik lahan, dalam rangka pengembangan suatu komoditas, faktor

kelayakan finansial merupakan hal yang penting yang perlu diketahui. Setiap

wilayah memiliki karateristik yang berbeda seperti karakteristik sumber daya

alam, topografi, infrastruktur, sumberdaya manusia dan sumber daya apek

spatial. Perbedaan karakteristik tersebut dapat membuat terjadinya perbedaan

dalam pembiayaan dan pendapatan yang diterima petani dalam usahataninya.

Dalam rangka pengembangan tanaman ubi jalar di Distrik Cilimus, maka analisis

kelayakan finansial perlu dilakukan untuk melihat wilayah mana yang cocok

untuk dijadikan areal penanaman ubi jalar.

Selain analisis faktor finansial, faktor lain yang diduga dapat menentukan

kinerja pengusahaan tanaman ubi jalar adalah kelembagaan pemasaran.

Kelembagaan pemasaran petani umumnya lemah sehingga petani cenderung

sebagai penerima harga (price taker). Kurangnya informasi pasar dan mutu

produk yang rendah dapat menyebabkan rendahnya posisi tawar (bargaining

position) petani. Untuk melihat efisiensi rantai perdagangan komoditas ubi jalar

di Distrik Cilimus maka analisis margin tata niaga perlu dilakukan. Hal itu untuk

mengetahui efisien atau tidaknya kelembagaan pemasaran ubi jalar saat ini. Jika

belum maka perlu dibuat rekomendasi untuk memperbaiki keadaan tersebut.

Sejauhmana pembangunan dan pengembangan agribisnis (agroindustri)

komoditas ubi jalar telah mendorong pembangunan perdesaan dan pemerataan

pembangunan di distrik agropolitan Cilimus. Dari berbagai penelitian, diantaranya

White (1990) menjelaskan bahwa pada umumnya agroindustri adalah bersifat

netral dalam pembangunan perdesaan. Akan tetapi, semua lapisan masyarakat

akan memperoleh manfaat atas keberadaan agroindustri. Agroindustri dapat

(44)

berkembangnya ekonomi perdesaan. Daya dorong tersebut akan lebih

meningkat jika adanya (i) institusi pengolahan dan pemasaran serta, (ii) bentuk

kepemilikan dari unsur agroindustri dalam rantai produksi, pengolahan dan

pemasaran, melibatkan berbagai elemen masyarakat dimana agroindustri itu

berada. Pembangunan agroindustri yang berbasis sumberdaya lokal akan

memperkokoh keterkaitan antara pembangunan pertanian dengan pembangunan

industri. Diversifikasi produk pertanian, terutama pengembangan industri

pengolahan, tidak saja meningkatkan nilai tambah, tetapi juga membuka

kesempatan kerja non pertanian di wilayah perdesaan

Pohon industri merupakan gambaran diversifikasi produk suatu komoditas

dan turunannya secara skematis. Produk ubi jalar dalam dan turunannya

diuraikan dalam suatu skema. Skema ini menggambarkan keragaman produk

akhir yang dapat dikembangkan dari komoditas ubi jalar. Dari skema tersebut

dapat dilihat potensi pengembangan pengolahan ubi jalar segar menjadi

berbagai macam produk. Hal ini dapat dijadikan acuan untuk pengembangan

agroindustri komoditas ubi jalar di Distrik Cilimus. Sedangkan untuk melihat

preferensi stakeholder dalam membuat pilihan jenis pengembangan agribisnis

ubi jalar di Distrik Cilimus, dilakukan analisis dengan menggunakan metode

Gambar

Gambar 2   Mata Rantai Kegiatan Agribisnis (Arsyad et al., 1985)
Tabel  4   Sistem Urutan (Ranking) Saaty
Gambar 3   Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 5   Tujuan, Metode Analisis, Data, Sumber Data dan Output
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widajanto (2018) yang menyatakan bahwa nilai tukar US dolar terhadap Rupiah berpengaruh positif dan

© www.arithmetic4kids.com Sign up at: www.kizmath.com.

Sesuai dengan latar belakang yang telah penulis sampaikan di atas, maka oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan tersebut

Program acara berita yang mereka sampaikan tidak terlepas dari berita-berita yang juga menghibur, dan menarik audien untuk terus... Program berita ini menyajikan

Manfaat dari penelitian ini antara lain: (i) memberikan kemudahan tim dalam melakukan proses penilaian dan perangkingan hasil ujian, (ii) Pelamar dapat

bentuk penelitan yang peneliti gunakan adalah (Quasi Experimental ) Adapun rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian imi adalah nonequivalent control group

Setelah melakukan login, pengguna yang memiliki hak akses sebagai admin akan mengakses halaman utama admin berupa tampilan peta seperti halaman awal serta tombol

Dengan adanya penggunaan intellectual capital tersebut, diharapkan akan meningkatkan penjualan serta menggunakan sumber daya perusahaan secara efisien dan ekonomis yang