SIMPULAN
1. Lilin aromaterapi dengan pemanfaatan kulit rambutan (Nephelium lappaceum L) sebagai penolak serangga yang paling banyak disukai masyarakat adalah lilin aromaterapi dengan perlakuan AB3 yaitu lilin dengan perbandingan 100 : 10.
2. Lilin aromaterapi yang ditambahkan minyak atsiri dari kulit rambutan (Nephelium lappaceum L) efektif mengusir serangga berdasar uji repelensi terhadap semut .
SARAN
1. Perlu dilakukan upaya untuk menyebarluaskan pada masyarakat tentang lilin aromaterapi yang menggunakan bahan baku palmwax
INISIASI Volume 6 Edisi 1 Juni 2017 27 dengan penambahan kulit rambutan
melalui organisasi yang ada di masyarakat.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu meneliti daya simpan lilin aromaterapi dengan penambahan kulit rambutan DAFTAR PUSTAKA
Bacadatacom. 2015, Manfaat Lilin Aromaterapi Berdasarkan Jenis Aromanya
http://www.bacadata.com/2015/03/m anfaat-lilin-aromaterapi-berdasarkan-manfaatnya.html (diunduh, Senin, 31 Oktober 2016, pukul 12.00)
Fredikurniawan, 2012, klasifikasi-dan-morfologi-tanaman-rambutan,
http://fredikurni- awancom/klasifikasi-dan-morfologi-tanaman-rambutan (diunduh Kamis, 28 April 2016, pukul 23.00)
Gusti Reza, 2013, Pengertian destilasi dan macam-macam destilasi, web:http//gustireza2906.blogspot.co m/2013/10/pengertian-destilasi-dan-macam-macam.html.(diunduh Senin, 31 Oktober 2016, pukul 12.00) Kartika, Apa itu serangga,
http://kartika.xyz/biologi-klas-x/apa-serangga/(diunduh, 28April 2016:
pukul 12.00).
INISIASI Volume 6 Edisi 1 Juni 2017 28 Formulasi Pembuatan Nata De Bligo
Nadiah Lukita Sari
Brubuh RT 01 RW 01 Ngadirojo Lor, Ngadirojo, Wonogiri Email : [email protected]
ABSTRACT
This study aimed to identify the best formula of nata de bligo, determined by crude fiber content, based on carbon-to-nitrogen ratio (C:N) and the duration of fermentation. This study was completely randomized design entailed with two-factors and 3 levels. The first factor was the concentration of C:N source (5%:0,25%, 10%:0,5%; 20%:1%) and the second factor was the duration of fermentation (12 days, 14 days, and 16 days). Nine samples of nata de bligo were analysed using crude fiber analysis. The data were descriptively analyzed. The optimum amount of crude fiber was found in samples which had 10% of Carbon to 0,5% of Nitrogen ratio at all fermentation duration variances. The samples which had 5%:0,25% of Carbon to Nitrogen ratio had the lowest crude fiber content, except those which fermented for 16 days. The-16 days fermented-nata which had 10% of Carbon to 0,5% of Nitrogen ratio was considered as the best formula with the most optimal result.
Key words: carbon to nitrogen source ratio, duration of fermentation, nata de bligo PENDAHULUAN
Salah satu sumber serat pangan organik selain sayur, buah, dan biji-bijian adalah Nata de Coco yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Nata de Coco memiliki kandungan selulosa dalam jumlah tinggi, rendah lemak dan rendah kalori serta tidak mengandung kolesterol (Pambayun, 2002), sehingga diklaim dapat mengontrol berat badan, melawan penyakit divertikuler dan kanker kolon serta rektum (Mesomya et al., 2005).
Nata de Coco dapat dibuat dalam skala rumah tangga dengan teknologi yang sederhana dengan memanfaatkan air kelapa dan bakteri Acetobacter xylinum. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan nata adalah rasio sumber karbon dan nitrogen (Pambayun, 2002; Mohamed, 2010), suhu, pH, kondisi statis/agitasi, dan konsentrasi zat gizi (Mohamed, 2010). Lama waktu fermentasi untuk produksi selulosa (nata) yang efektif menurut Awang cit.
Majesty (2015) yakni selama 2-4 minggu.
Selain itu, berdasarkan ketentuan dalam SNI 1996, produk nata komersial harus memiliki kandungan serat maksimal 4,5%.
Prospek pengembangan produk nata semakin baik dilihat dari banyaknya jumlah
dan varian produk Nata de Coco yang beredar di pasaran. Selain air kelapa, salah satu bahan yang memungkinkan digunakan sebagai bahan baku pembuatan nata adalah buah bligo. Secara khusus di Wonogiri, bligo telah dikenal luas oleh masyarakat namun hanya dimanfaatkannya secara terbatas sebagai pakan ternak atau sebagai sayur. Buah bligo memiliki kekurangan yakni rasa yang hambar dan aroma yang agak langu. Adanya keterbatasan sensoris tersebut, menjadikan bligo mentah memiliki nilai ekonomi yang rendah sehingga perlu adanya pengolahan lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah. Pemanfaatan buah bligo dalam skala industri besar telah dilakukan dengan menjadikannya sebagai campuran bahan kosmetik.
Penerapan pengolahan lanjut buah bligo dalam skala rumah tangga oleh masyarakat belum banyak dilakukan, sehingga ide untuk mengolah bligo menjadi nata dinilai tepat untuk dilakukan. Ditunjang dengan keberadaan buah bligo yang mudah dijumpai, dari segi nilai gizi buah bligo juga kaya akan kandungan vitamin dan mineral.
Secara lebih spesifik bligo memiliki pH 4,9 (Kapaleshwar, 2010) yang mirip dengan pH air kelapa yakni 4.6-5.6 (Yong et al., 2009).
Mengacu pada data-data tersebut, maka
INISIASI Volume 6 Edisi 1 Juni 2017 29 perlu dilakukan penelitian mengenai
formulasi media baru pembuatan nata dari buah bligo dengan memperhatikan penambahan sumber karbon dan nitrogen dan durasi fermentasi. Keuntungan yang diharapkan adalah terciptanya media/lingkungan yang efektif dan efisien untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui formula Nata de Bligo terbaik ditinjau dari kadar serat berdasarkan variasi konsentrasi sumber karbon dan nitrogen serta lama fermentasi.
METODE
Bahan utama yang digunakan berupa buah bligo yang didapatkan dari Ngadirojo, Wonogiri dan starter bakteri Acetobacter xylinum (Agrotekno Lab) didapatkan dari Mitra Agrobisnis, Yogyakarta. Bahan tambahan lain yang digunakan adalah urea, gula pasir (merk GULAKU), asam cuka (Dixi, produksi PT Sidola, Sumedang).
Rancangan Percobaan
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap-faktorial dengan 2 faktorial. Faktor pertama adalah variasi kadar sumber karbon berupa sukrosa (C) dan kadar sumber nitrogen berupa urea (N) berturut-turut 5%:0,25%; 10%:0,5%; dan 20%:1% dan faktor kedua adalah lama fermentasi 12, 14, dan 16 hari sehingga dihasilkan sembilan varian sampel nata de bligo.
Pembuatan Nata de Bligo
Metode pembuatan Nata de Bligo mengacu pada Arsatmojo (1996) dengan modifikasi. Pembuatan Nata de Bligo dilakukan pada skala rumah tangga di dusun Brubuh RT 01 RW I Ngadirojo, Wonogiri pada bulan September-Oktober 2016. Pada pembuatan Nata de Bligo, bahan baku (tempat memperoleh, tingkat kematangan, kondisi penyimpanan sebelum digunakan), proses pembuatan, pH (4-6), suhu fermentasi (suhu ruang), kadar asam cuka yang ditambahkan (1% dari media; v/v) dan jumlah starter bakteri (10% dari volume media ; v/v) dalam pembuatan Nata de Bligo dikontrol sedemikian rupa agar homogen.
Proses pembuatan diawali dengan pencucian pengupasan, pemotongan dan pengukusan buah bligo selama 5 menit.
Setelah itu dilakukan pemblenderan buah bligo, lalu penyaringan sari buah yang dihasilkan. Setelah ditambahkan sukrosa, urea, dan asam cuka dilakukan perebusan hingga mendidih, setelah itu dituangkan dalam loyang kemudian segera ditutup dengan kertas koran yang telah dijemur di bawah sinar matahari. Setelah dingin, ditambahkan bibit nata sebanyak 10% lalu difermentasi selama 12, 14, dan 16 hari.
Pemanenan Nata
Nata yang terbentuk setelah proses fermentasi selesai, dipisahkan dari media yang tersisa atau yang terkena kontaminasi jamur menggunakan wadah yang berbeda.
Nata yang berkualitas baik berwarna putih kekuningan dan tidak terdapat kontaminasi berupa jamur maupun noda, media hampir tak tersisa, dan permukaan yang sempurna.
Lapisan tipis pada lembaran nata dibersihkan dengan mengerok atau menggosok (Salim, 2015). Nata yang sudah bersih kemudian direndam dalam air bersih selama 24 jam kemudian direbus lalu disimpan dalam air bersih pada wadah/drum tertutup. Nata harus terendam secara keseluruhan agar tidak terkena kontaminasi jamur, selain itu air untuk merendam nata juga harus sering diganti.
Pengujian Kadar Serat Kasar Nata de Bligo
Analisis kadar serat nata de bligo dilakukan di Laboratorium Kimia, Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) Universitas Gadjah Mada. Pada penelitian ini untuk menentukan kadar serat kasar dibutuhkan kurang lebih 50 gram sampel basah. Data hasil uji kadar serat kasar yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar serat yang dianalisis pada penelitian ini adalah kadar serat kasar.
Pengujian dilakukan pada sembilan sampel Nata de Bligo dengan dua kali pengulangan.. Selanjutnya rata-rata kadar serat kasar disajikan pada Gambar 1.
INISIASI Volume 6 Edisi 1 Juni 2017 30 Gambar 1. Diagram rata-rata kadar serat Nata de Bligo berdasarkan perlakuan
Berdasarkan hasil uji laboratorium, kadar serat kasar tertinggi pada nata dengan perbandingan sumber C dan N sebesar 10%:0,5% baik pada lama fermentasi 12, 14, maupun 16 hari dengan kadar serat yang paling tinggi pada lama fermentasi 16 hari yakni sebesar 1,09%. Sementara yang terendah adalah pada nata dengan perbandingan sumber C dan N 5% dan 0,25%.
Tingginya kadar serat pada nata dengan perbandingan sumber C dan N sebesar 10:5% diduga karena bakteri Acetobacter xylinum optimum dalam memanfaatkan substrat sehingga sintesis selulosa, yang merupakan komponen serat, cukup tinggi. Sementara kadar serat yang rendah menunjukkan keadaan yang sebaliknya. Hal tesebut terjadi diduga dipengaruhi terutama oleh komponen substrat seperti kadar C dan N yang merupakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum dan faktor-faktor pendukung lain seperti pH.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Pambayun (2002) bahwa pada kondisi substrat yang mengandung gula dan nitrogen serta pH yang sesuai, Acetobacter xylinum akan mengeluarkan enzim ekstraseluler yang mempolimerisasi zat gula menjadi ribuan rantai hompolimer serta atau selulosa yang
disebut nata. Didukung oleh Chawla (2009), komponen media seperti sumber karbon, nitrogen, efek prekursor, penambahan polisakarida larut air dan lignosufonat, kondisi lingkungan seperti suhu, pH, oksigen dan pembentukan byproduct akan mempengaruhi produksi nata.
Studi yang dilakukan Jagannath et al. (2008), mengungkapkan bahwa Acetobacter xylinum dapat secara efektif menggunakan sukrosa sebagai sumber karbon satu-satunya pada media air kelapa dan produksi selulosa lebih tergantung pada pH dibandingkan konsentrasi sukrosa atau ammonium sulfat. Pada penelitian ini penambahan asam cuka maupun tingkat kematangan buah diusahakan seragam, namun masih ada peluang terjadinya perbedaan pH antar-media terkait adanya heterogenitas komoditi pertanian sehingga dapat mempengaruhi produksi nata/selulosa.
Tingginya kadar serat pada nata dengan lama fermentasi 16 hari menunjukkan bahwa durasi tersebut merupakan durasi yang paling optimum pada pembuatan Nata de Bligo. Awang cit.
Majesty et al. (2015) mengemukakan bahwa lama fermentasi yang pada umumnya 2-4 minggu berpengaruh terhadap pembentukan selulosa nata yang dicerminkan dengan ketebalan produk. Penggunakan lama
INISIASI Volume 6 Edisi 1 Juni 2017 31 fermentasi yang kurang tepat akan
menyebabkan produk yang dihasilkan tidak optimal dalam menghasilkan selulosa.
Penelitian Majesty et al. (2015) mengungkapkan bahwa untuk produksi nata de pinna membutuhkan lama fermentasi optimal 15 hari fermentasi dengan hasil kadar serat tertinggi sebesar 1,77%.
SIMPULAN DAN SARAN
Kadar serat tertinggi pada nata de bligo adalah 1,09% yakni pada nata yang menggunakan formula gula pasir/sukrosa 10% dan urea 0,5% dengan lama fermentasi 16 hari, yang dipertimbangkan sebagai formula terbaik. Secara keseluruhan kadar serat Nata de Bligo sesuai dengan SNI 1996 (tidak lebih 4,5%). Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan formula yang tepat guna pengembangan Nata de Bligo agar kualitas sensoris, fisik maupun kimia memenuhi standar SNI yang berlaku.
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Kabupaten Wonogiri melalui Kantor Litbang Iptek yang telah mendanai penelitian ini.