• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Daur tebang tegakan A. mangium untuk kualitas kayu pertukangan di BKPH Parung Panjang dengan kondisi pengelolaan yang sekarang adalah 8 tahun. 2. Peresentase kayu hilang masih 29.73 % untuk tanaman umur 8 tahun atau

31.25 % untuk tanaman umur 9 tahun.

3. Belum optimalnya pemeliharaan hutan dapat berakibat tinggi persentase kayu hilang dengan akibat makin pendeknya daur tebang. sebaliknya jika rencana dan praktek pemeliharaan taat azas dapat dilakukan maka daur tebang dapat menjadi lebih dari 8 tahun.

4 FUNGI PELAPUK KAYUTERAS PADA

Acacia mangium Willd

A. Pendahuluan

Fungi pelapuk kayu termasuk pelapuk kayuteras, oleh para pakar dilaporkan tergolong ke dalam kelas Basidiomycetes (Rayner dan Boddy, 1988; Bakshi, 1976; Boyce, 1961). Secara lebih sempit kelompok fungi tersebut tergolong ke dalam ordo Aphyllophorales. Kelompok fungi ordo ini mempunyai tubuh buah yang bersifat mudah diamati (makroskopis). Selanjutnya kelompok fungi tersebut terbagi lagi berdasarkan himenofor ke dalam suku Thelephoraceae dengan himenofor yang datar, Clavariaceae dengan himenofor berbentuk gada, Hydnaceae – himenofor berbentuk seperti gigi dan Polyporaceae dengan himenofor berbentuk tabung-tabung dan/atau menyerupai insang (lamellate).

Satu ciri paling penting fungi kelas Basidiomycetes, terletak pada struktur yang dikenal sebagai sambungan-apit (atau cukup ditulis clamp saja). Struktur clamp-connexion/clamp-connection/clamp-cell ini terdapat pada miselium sekunder dikariotik. Tentang sambungan apit ini yang unik ialah bahwa dalam kondisi kekurangan oksigen, struktur ini tidak terbentuk walaupun hifanya binukleat tetapi tetap soenositik. Perilaku inti yang demikian dan terjadi pada kelas Basidiomycetes ini dikenal dengan istilah astatosoenositik (astatocoenocytic) (Boidin, diacu Petersen,1971 dalam Kirk dkk, 2001).

Hal yang pernah dan tampaknya hingga kini masih menjadi persoalan adalah berkenaan dengan teknik identifikasi fungi pelapuk kayu. Khususnya bagi fungi pelapuk kayuteras menjadi lebih sulit oleh karena pada umumnya tidak selalu dapat diperoleh tubuh buah fungi tersebut. Bahkan teknik untuk mendapatkan fungi yang dimaksud (teknik isolasi) sering masih menjadi masalah. Dari banyak hasil studi pustaka tentang teknik dan isolat yang diperoleh yang digunakan oleh para pakar dalam bidang ini masih diragukan validitasnya (Rayner dan Boddy, 1988). Hal tersebut antara lain karena ada perbedaan antara fungi pelapuk kayugubal dengan fungi pelapuk kayuteras.

40 Faktor lain yang ikut mempersulit studi tentang fungi pelapuk kayu adalah berhubungan dengan ukuran struktur–struktur kunci yang diperlukan untuk kepentingan identifikasinya. Ukuran spora dan hifa berbagai jenis fungi tersebut relatif lebih kecil dibandingkan dengan spora atau hifa fungi kelompok Basidiomycetes yang lain. Berbagai hal tersebut di atas telah dibahas oleh Rayner dan Boddy (1988).

Sebagai akibat tidak tersedianya tubuh buah fungi pelapuk kayuteras, maka upaya identifikasi yang masih digunakan oleh para pakar di bidang ini adalah melalui diagnosis biakan. Untuk keperluan ini, yang paling kritis adalah penyusunan kode, baik itu berupa huruf ataupun angka. Upaya ke arah ini telah dilakukan oleh Campbell dan Vaughan (1942) diacu Rayner dan Boddy, 1988, Nobles (1948), Boidin (1966) diacu Rayner dan Boddy, 1988, Bakshi dkk., 1969 dan Stalpers, 1978 diacu Rayner dan Boddy, 1988.

Tampaknya cara atau kode berupa angka dari dua yang terakhir inilah yang masih sering digunakan, utamanya yang dibuat oleh Stalpers, 1978. Hal ini mudah dimengerti, sebab selain jumlah jenis fungi yang telah dicakup dalam metode ini yakni sebanyak 550 jenis dan terdiri atas 1500 galur, juga karakter yang digunakan sebagai parameter berjumlah lebih dari seratus. Walaupun demikian, jumlah ini menurut Rayner dan Boddy (1988) masih terlalu sedikit dibandingkan dengan jenis fungi pelapuk atau kelompok fungi pelapuk yang mungkin terdapat di alam. Makin banyak jumlah galur yang tersedia atau yang digunakan dalam pengujian untuk masing-masing jenis ini, akan makin mantap hasil identifikasinya.

Parameter yang Diamati

Parameter yang digunakan oleh Nobles,1948 yang kemudian digunakan secara utuh oleh Bakshi dkk, 1969 demikian pula yang dikembangkan oleh Stalpers, 1978, secara garis besar dapat dibedakan ke dalam beberapa kelompok: a. Kelompok inang yakni apakah inang termasuk pohon daun jarum atau

pohon daun lebar (Nobles, 1948 dan Bakshi dkk, 1969),

b. Pertumbuhan fungi dalam medium malt ekstrak agar selama satu minggu atau 7 hari ( Nobles,1948; Bakshi dkk, 1969 dan juga Stalpers, 1978),

41 c. Warna dan tekstur koloni biakan selama pengamatan (oleh semua penulis di

atas ),

d. Reaksi biokemis yang dapat diamati dalam medium yang ditambahkan bahan kima tertentu terutama dalam minggu pertama pengamatan (Nobles, 1948; Bakshi dkk,1969 juga Stalpers, 1978),

e. Karakter mikroskopis fungi (semua penulis), dan

f. Sistem tipe perjodohan (mating system): homotalus, heterotalus bipolar atau tetrapolar (Stalpers, 1978).

Karakter-karakter seperti telah diuraikan di atas tersebut terdiri atas angka-angka atau merupakan kode yang terdefinisikan dengan jelas. Demikianlah metode Nobles, 1948 dan Bakshi dkk, 1969 yang terdiri atas sebelas entri atau parameter, sedang metode Stalpers, 1978 (dengan penyesuaian oleh Rayner dan Boddy, 1988) terdiri atas 96 parameter. Kode-kode tersebut di atas tersusun sedemikian rupa dan membentuk rumus yang mengacu langsung ke jenis fungi pelapuk kayu. Khusus mengenai metode Bakshi dkk, 1969 termuat dalam Jurnal Indian Forest Records No. 9 vol. 2 dan No. 11 vol. 3. Cultural Diagnosis of Indian Polyporaceae. Laporan Bakshi dkk, 1969 dalam Jurnal ini diharapkan mewakili keanekaragaman fungi pelapuk kayu daerah tropis sementara laporan Stalpers,1978 demikian pula dengan Nobles, 1948 mewakili keanekaragaman fungi pelapuk kayu daerah subtropis.

Fungi Pelapuk Kayuteras pada A. mangium

Jenis-jenis fungi pelapuk kayuteras yang telah dilaporkan berasosiasi dengan A. mangium oleh berbagai pihak antara lain adalah : Phellinus pachyphloeus dan Trametes palustris di India (Mehrotra dkk, 1996); P. noxius, Tinctoporellus epimiltinus dan Rigidoporus hypobrunneus di Semenanjung Malaysia dan Kalimantan Timur dan Oxyporus cf. latemarginatus di Semenanjung Malaysia (Lee dan Noraini Sikin, 1999).

Akhir-akhir ini, Glen, Potter dan Sulistyawati (2006) melaporkan hasil temuan mereka mengenai fungi yang berasosiasi dengan lapuk kayuteras pada A. mangium atas berbagai daerah di Indonesia yakni : Oudemansiella aff. canariensis, Pycnoporus aff. sanguineus/cinabariensis, dan Trametes sp.

42 Berbagai jenis fungi ini diidentifikasi dengan menggunakan teknik biologi molekuler. Ditambahkan oleh mereka bahwa ke-tiga jenis fungi tersebut di atas diduga mempunyai peran sebagai pelapuk kayuteras pada tanaman A. mangium oleh karena pengujian enzimatis memberikan hasil yang positif adanya enzim laccase dan tyrosinase.

B. Metodologi

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Kayu Fakultas Kehutanan serta Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Zoologi dan Laboratorium Morfologi dan Anatomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Bogor.

1. Isolasi fungi pelapuk kayuteras

Untuk mendapatkan isolat yang dimaksud maka material kayu sebagai sumber inokulum berupa kayuteras A. mangium yang masih segar. Hal ini berarti bahwa pada kayuteras tersebut terlihat adanya indikasi lapuk dengan daerah transisi pada tingkat awal dan tingkat lanjut.

Oleh karena konstruksi dan ukuran batang pohon yang relatif besar, sementara posisi kayuteras berada di pusat batang, maka jaringan kayuteras lapuk seperti dimaksud, dipastikan masih berada dalam kondisi terbebas dari pengaruh lingkungan luar (khususnya terbebas dari kontaminan).

Satu teori mengenai cara masuknya fungi pelapuk kayuteras ke dalam jaringan kayuteras adalah melalui suksesi. Itu berarti kayuteras yang sudah mengalami lapuk tingkat lanjut, dikuatirkan dan biasanya memang demikian, fungi pelapuk kayuteras tersebut telah terkontaminasi oleh mikroba pioner lainnya (Manion, 1981). Sama seperti ketika mengisolasi mikroba dari jaringan tumbuhan lainnya, maka isolasi telah dilakukan dalam kondisi yang aseptik. Artinya lingkungan, bahan dan alat dikerjakan dalam kondisi aseptik. Agar inokulum (inokula) tetap dalam kondisi aseptik, batang A. mangium yang mengandung kayuteras lapuk tersebut disiapkan

43 dalam bentuk dan ukuran tertentu demikian rupa, agar mudah dikerjakan pada saat mengambil jaringan kayu lapuk (inokulum).

Calon inokulum diambil dari daerah transisi yakni di daerah jaringan kayuteras dengan tingkat lapuk awal. Inokulum tersebut ditanam ke dalam cawan petri yang telah disiapkan sebelumnya dan telah mengandung medium malt extract agar seperti ditunjukkan pada Gambar 7.

Dengan teknik isolasi ini (yaitu yang dikembangkan di Laboratory of Biological Sciences, Forest Research Institute, Dehra Dun, India) dalam tiap cawan petri ditanam sepuluh inokula seperti pada Gambar 7. Setelah beberapa hari jika koloni tumbuh seragam baik tekstur, warna dan kecepatan tumbuh, maka fungi yang dimaksud berada pada jalur kerja yang benar. Tahap berikutnya dilakukan pengamatan mikroskopis. Pengamatan ini dilakukan untuk memastikan bahwa isolat tersebut adalah jenis fungi kelas Basidiomycetes.

Gambar 7 Skema yang memperlihatkan urutan proses isolasi dari batang A. mangium yang kayuterasnya telah lapuk hingga menghasilkan isolat yang diduga merupakan jenis fungi pelapuk kayuteras

Demikianlah disajikan urutan langkah demi langkah aktual proses isolasi fungi pelapuk kayuteras pada batang A. mangium yang masih segar

Isolat

Potongan batang dengan kayuteras lapuk Inokula yang ditanam pada medium MEA standar dalam cawan petri

Tahap berikutnya adalah pengamatan di bawah mikroskop. Terdapat sambungan apit (clamp connection) sebagai ciri Basidiomycetes, walau tidak selalu demikian. Tidak terdapat konidia dalam pertumbuhan 2 atau 3 hari. Pertumbuhan koloni di atas 3 hari, 4 atau 5 atau bahkan lebih.

44 tetapi telah lapuk. Pada Gambar 8 A diperlihatkan potongan batang A. mangium yang kayuterasnya lapuk dan berwarna putih yang menjadi ciri tipe lapuk putih. Pada Gambar 8 A itu pula diperlihatkan jaringan kayu yang menjadi sumber inokulum yang diperlihatkan dengan anak panah.

Gambar 8 B adalah sebagian serpihan kayuteras lapuk pada Gambar 8 A

yang menjadi sumber inokulum dan terlihat miselium berwarna putih. Serpihan demikian harus sesering mungkin dibuat demi tetap terjaminnya jaringan yang bebas dari kontaminan.

Gambar 8 Skema yang memperlihatkan urut-urutan proses isolasi A. Potongan batang A. mangium yang kayuterasnya lapuk dengan ciri lapuk putih. B. Serpihan kayuteras dari A dengan permukaan memperlihatkan miselium berwarna putih.

2. Identifikasi Fungi Pelapuk Kayuteras

Untuk mengetahui jenis fungi penyebab lapuk kayuteras A. mangium, maka dilakukan identifikasi melalui serangkaian pengujian secara morfologis dan fisiologis / biokemis. Pengujian fisiologis dilakukan dengan diagnosis biakan murni menurut metode Nobles, 1948 dan Bakshi, 1969 kemudian ditunjang dengan metode Stalpers, 1978.

a. Sebanyak 30 ml Malt Extract Agar (MEA) 1.5 %, dengan komposisi : malt ekstrak 15 gr, 20 gr agar, air distilata untuk memperoleh larutan 1.000 ml, diaduk hingga merata dan dalam pH = 6, serta dipanaskan sampai mendidih. Larutan media kemudian diotoklaf pada tekanan 15 psi, pada suhu 121 0C, kemudian dituang ke dalam sebuah cawan petri steril.

45 b. Secara aseptik, biakan fungi yang sudah dimurnikan diambil dari

bagian biakan yang masih aktif yakni di daerah advancing zone dengan menggunakan cork borer diameter 5 mm. Kemudian biakan dipindahkan atau diletakkan di bagian tepi cawan petri yang berisi malt ekstrak agar yang sudah memadat. Inokulum diletakkan dengan permukaan miselia langsung kontak dengan media.

c. Setelah itu cawan petri dibungkus dalam lembar plastik secara aseptik dan biakan tersebut diinkubasi pada 24-260C. Diupayakan agar biakan terkena cahaya, hanya pada saat dilakukan pengamatan.

d. Pengamatan dilakukan dalam 6 minggu, dengan selang waktu pengamatan makroskopik dan mikroskopik satu minggu.

e. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi biakan fungi LKT, mengacu pada buku Cultural Diagnosis of Indian Polyporaceae (Bakshi dkk, 1969 dan Stalpers, 1978).

Pengujian biokimia, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

a. Media malt ekstrak agar disiapkan dalam gelas erlenmeyer 1.000 ml, dengan komposisi media : Difco powder malt 5 gr, Bacto agar 10 gr, dan air distilata 850 ml. Setelah itu, air distilata sebanyak 150 ml diisikan ke dalam gelas erlenmeyer. Untuk kegiatan tersebut dibuat dua ulangan. Kemudian semuanya disterilkan di dalam otoklaf pada 1210C dengan tekanan 15 psi selama 15 menit.

b. Setelah disterilkan di dalam otoklaf, 5 gr asam galat (Gallic Acid) dimasukkan ke dalam 150 ml air distilata steril tersebut dan diaduk, sampai asam galat larut. Kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam malt ekstrak agar yang sudah disterilkan dan kegiatan di atas diulangi dengan menggunakan asam tanat (Tannic Acid) dan bahan asam galat sebanyak 5 gr. Kegiatan ini dikerjakan di dalam Laminar Air Flow Station dan dilakukan ketika medium masih cukup hangat tetapi belum terlalu dingin sehingga terjamin proses pencampuran yang merata.

46 c. Malt agar ditambah asam galat (yang sudah tercampur) tadi, kemudian

dituangkan ke dalam cawan petri steril. Secara aseptik, biakan fungi yang sudah dimurnikan, dipindahkan ke media tersebut. Inokulum diletakkan di tengah-tengah media tumbuh. Kegiatan yang sama dilakukan dengan menggunakan media malt ekstrak agar ditambah asam tanat (Tannic Acid) (yang sudah tercampur).

d. Setelah cawan petri yang diberi isolat ditutup dengan bungkus plastik secara aspetik, biakan diinkubasi pada 24 – 260C dan dihindarkan dari cahaya, sampai pengamatan secara makroskopik dilakukan, yaitu setelah 1 minggu. Ciri-ciri yang ditetapkan sebagai nilai untuk identifikasi jenis fungi pelapuk kayu disesuaikan dengan daftar pola yang dipublikasikan oleh Nobles (1948). Terdapat 11 ciri yang ditetapkan dalam bentuk lajur, dengan variasi tiap setnya. Tiap pola kunci jenis berikut adalah sesuai dengan deskripsi biakan yang ada dan nomor (skor) tiap lajur mengindikasikan ciri yang terdapat pada daftar.

Lajur pertama – Inang (Host)

1. Terdapat pada jenis pohon daun lebar

2. Terdapat pada jenis pohon daun jarum (konifer) Lajur kedua – Warna lapisan miselia (mat)

1. Mat memperlihatkan warna putih atau kuning pucat atau merah pucat setelah 6 minggu

2. Mat berwarna kuning atau coklat, setidaknya saat matang (mature)

Lajur ketiga – Reaksi media yang mengandung agar asam galat atau asam tanat.

1. Terdapat zona difusi (diffusion zone) 2. Tidak adanya zona difusi (diffusion zone) Lajur keempat – Septa atau hifa

1. Umumnya terdapat sambungan apit (clamp connection) di seluruh bagian lapisan miselia (mat).

47 3. Terdapat septa yang sederhana pada hifa di daerah pertumbuhan

fungi (advancing zone)

4. Terdapat sambungan apit (clamp connection) ganda, setidaknya pada daerah pertumbuan (advancing zone)

Lajur kelima – Struktur khusus 1. s/d 7. Adanya struktur khusus

1. Contorted incrusted hyphae (ujung hifa bercabang dan tidak beraturan dan mengandung bahan kristal)

2. Setae (struktur transparan, diproduksi pada bagian atas miselium) berdinding tebal berwarna cokelat gelap

3. Cuticular cell (sel-sel yang membesar)

4. Hyphae with numerous interlocking projections (hifa yang membentuk lapisan pseudoparenchymatous)

5. Swelling on hyphae (pembengkakan pada hifa)

6. Staghorn hyphae (cabang-cabang hifa seperti bentuk rumpun (clump) dan cabang tersebut biasanya di lajur)

7. Acanthophyses (Akantofisis) 8. Tidak ada struktur khusus Lajur keenam – Khlamidospora

1. Terdapat khlamidospora 2. Tidak terdapat khlamidospora Lajur ketujuh – Konidia

1. Terdapat konidia 2. Tidak ada konidia Lajur kedelapan – Oidia

1. Terdapat oidia 2. Tidak ada oidia

Lajur kesembilan – Kecepatan pertumbuhan dalam satu minggu 1. Pertumbuhannya cepat, > 3 cm

2. Pertumbuhannya sedang cepat, 2,1 – 3 cm 3. Pertumbuhannya lambat, 1,1 – 2 cm 4. Pertumbuhannya sangat lambat, 1 cm

48 Lajur kesepuluh – Tubuh buah

1. Terdapat tubuh buah dalam waktu tidak sampai 6 minggu 2. Tidak terdapat tubuh buah (dalam waktu 6 minggu) Lajur kesebelas – Pengaruh pada agar

1. Terjadi perubahan menjadi warna coklat, setidaknya pada beberapa bagian, dalam waktu tidak sampai 6 minggu

2. Tidak terjadi perubahan, atau tidak lebih gelap dari warna kuning madu dalam waktu 6 minggu

3. Terjadi perubahan menjadi keputihan, setidaknya pada beberapa bagian, dalam waktu tidak sampai 6 minggu.

Bagan alir uji fisiologis dan uji biokimia isolat fungi pelapuk kayuteras

Bagan alir kerja identifikasi jenis dan sifat fisiologis fungi pelapuk kayuteras pada A. mangium dapat dilihat pada Gambar 9.

49

Gambar 9 Bagan alir identifikasi fungi pelapuk kayuteras

Di samping metode Bakshi dkk,1969, metode Stalpers pun digunakan sesuai kebutuhan. Bila kedua metode tersebut digabungkan maka secara keseluruhan dapat diperlihatkan pada Gambar 10.

Identifikasi

Nobles, 1948, Bakshi dkk., 1969 Stalpers, 1978

Uji Fisiologis/Pertumbuhan fungi pada medium Malt Agar

Asam galat Asam tanat

Pengamatan karakter biakan (Bakshi dkk, 1969) Kecepatan pertumbuhan per minggu

Deskripsi hifa pada advancing zone, aerial mycelium

dansubmerged mycelium serta tekstur lapisan miselia (mat)

Deskripsi struktur makroskopik dan mikroskopik Intensitas reaksi media asam galat dan asam tanat terhadap fungi

dan

Jenis fungi penyebab lapuk kayuteras

Isolat

Peremajaan

50

Gambar 10 Bagan pengujian biokemis dan pengamatan mikroskopis fungi pelapuk kayuteras menurut Bakshi dkk,1969 dan Stalpers, 1978

Metode uji enzim dengan Metode Stalpers, 1978

Phenoloxidase : Uji Bavendamm : 0.5 % asam tanat atau asam galat di- tambahkan 2 % agar ditambah 1.5 % malt ekstrak ditambahkan aquades sampai mengisi volume 1000 ml. Hasil pengujian memberikan reaksi positif dengan adanya zona difusi (zona baur) terlihat dari adanya warna cokelat dilihat dari bagian bawah cawan petri.

1. Laccase : 0.1 M Z-napthol (1.44 gr) dalam 96 % ethanol (100 ml) hasilnya ungu (purple) setelah 4-24 jam.

2. Tyrosinase : 0.1 % p-Cresol (1.08 gr) dalam 100 ml ethanol (96 %)- hasil oranye-coklat (orange-brown) setelah 4-48 jam.

3. Peroxidase: 0.4 % H2O2 ditambah 1 % Pyrogallol dalam air dalam perbandingan yang sama – hasilnya positif bila terjadi warna pada lapisan miselium kuning-coklat setelah 4-48 jam.

Laju pertumbuhan > 70 mm dalam 7 hari Miselium udara absen setelah 2 minggu Miselium udara “downy”

Miselium udara farinaseus atau granulosa Miselium udara ”floccose”

Miselium udara seperti perak Warna setelah penambahan KOH Uji Biokimia dan Sifat-sifat Mikroskopik Fungi

Nobles, 1948; Bakshi, Sehgal dan Singh, 1969

Stalpers, 1978

Sel miselium sekunder binukleat Sel miselium sekunder multi nukleat 95 96 Kode 1 2 3 4 5 16 17 18 19 20 . . . Peroxidase (Pyrogallol +H2O2) Karakteristik Laccase ( -naphthol) Tyrosinase ( -cresol) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 3 3 3 4 4 4 5 6 7 8

Ttiap kombinasi nomor kolom dan nomor kode terdefinisikan dengan jelas

10 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Kode 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3

51

4. Penambahan larutan KOH 0.1 M positif bila terjadi perubahan warna

Untuk uji enzim no 1 - 4 ke dalam koloni ditambahkan 1 tetes bahan larutan seperti diuraikan di atas.

C. Hasil

Berdasarkan berbagai diagnosis biakan terhadap isolat-isolat yang berhasil diperoleh, berikut disajikan karakteristik fungi dalam Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik fungi hasil diagnosis biakan

Rumus / pola kunci (Bakshi dkk.,1969) Nama fungi No isolat

dan ciri

Kolom 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1/kode ciri 1 1 1 2 4 2 2 2 3(4) 2 2 F. connatus

3/kode ciri 1 1 1 1 8 2 2 2 2 (1)2 2 T. gibbosa

Rumus / pola kunci (Stalpers, 1978)

2/kode ciri 1 3 19 21 22 24 25 39 50 84 85 88 B. adusta

4/kode ciri 1 3 4 21 22 26 35 48 67 75 P. conchatus

Keterangan tabel: Bakshi dkk., 1969 memuat sebelas parameter yang dibagi ke dalam 11 kolom

Isolat no 1

Isolat diperoleh dari inang pohon daun lebar (A.mangium), lapisan miselium tetap berwarna putih selama enam minggu pengamatan, tidak diamati adanya zona difusi, septa sederhana, ditemukan sel kutikular, tidak terdapat khlamidospora, tidak terdapat konidia, tidak terdapat oidia, laju pertumbuhan koloni dalam satu minggu lambat, tidak atau belum membentuk tubuh buah dalam cawan dalam enam minggu pengamatan, reaksi medium dengan koloni dilihat dari bagian bawah cawan tidak berubah.

Pola kunci/ Rumus: 1 1 1 2 4 2 2 2 3(4) 2 2 (Bakshi, 1969) Artinya: 1 isolat dari inang pohon berdaun lebar

1 mat tetap putih selama enam minggu 1 tidak terdapat zona difusi (zona baur) 2 septa sederhana

4 terdapat sel kutikular

2 tidak terdapat khlamidospora 2 tidak terdapat conidia

2 tidak terdapat oidia

52 2 tubuh buah tidak terbentuk dalam kurun enam minggu 2 tidak terjadi perubahan reaksi pada agar.

Dengan pola kunci seperti ini maka identifikasi fungi pelapuk kayuteras yang paling mendekati adalah Fomes connatus Gambar 11.

Gambar 11 Kantong plastik (A) berisi medium yang diperkaya dengan

berbagai bahan standar (Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Antar Universitas, IPB) (a) dan tubuh buah fungi Fomes connatus (b). Himenofor F. connatus(B) memperlihatkan tabung-tabung (a) dan mulut tabung atau pori (b)

a b

A. Medium standar Lab.Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Antar Universitas IPB Serbuk gergaji sengon (1 kantong ± 500 g) Dedak 15 % Kapur CaCO31 % Air ± 50 % 1 cm

a

b

1 cm

B

A

53

Gambar 12 Hifa yang membesar dan berkelok-kelok ditunjukkan oleh anak panah (A), Sel kutikuler ditunjukkan oleh anak panah (B)

Karakter biakan:

Karakter pertumbuhan

Pertumbuhan lambat, jari-jari koloni 1.6-1.7 cm dalam 7 hari Gambar 13, bagian kultur terdepan hialin, rata dan apres. Mat (lapisan miselium) hialin hingga putih, kotoni hingga kotoni yang longgar, apres, pada tempat tertentu dan wol-kotoni pada daerah-daerah yang terisolasi. Warna medium pada bagian bawah cawan petri tidak berubah Gambar 13 (a). Koloni tidak berbau.

A

54

Gambar 13 Biakan fungi pelapuk kayuteras: a.Fomes connatus’ b. Bjerkandera

adusta, c. Trametes gibbosa dan d Phellinus (Fomes) conchatus

(umur biakan 6 minggu)

Uji enzim ekstraselular oksidase lemah bahkan negatif; tidak terdapat zona difusi baik pada medium yang ditambahkan asam tanat maupun yang ditambahkan asam galat Gambar 14Aa.

a b c d

55

Gambar 14 A. Fenoloxidase : Uji Bavendamm

a. F. connatus; b.B. adusta; c. T. gibbosa; d.P. (F) conchatus:

B. Uji enzim : 1.laccase; 2.tyrosinase; 3. peroxidase 4. terjadi perubahan warna akibat pemberian KOH

Asam tanat

a

b c d

Asam galat

b

a

A

1

2

3

2

3

1

1

2

3

3 2

1

d

c

4

B

1 cm 1 cm

56

Karakter hifa

Zona terdepan: hifa hialin, berdinding tipis, bercabang, septa sederhana. Miselum udara: hifa seperti pada zona terdepan, sedikit berdinding tebal, banyak yang membengkak; sel kutikuler hialin, tipis hingga sedikit menebal

Tubuh buah pada media kultur mulanya berwarna putih kemudian berubah agak keabu-abuan Gambar 11Ab. Terlihat jelas tabung Gambar 11Ba dan pori-pori pada lapisan himenofor yang menjadi ciri khas suku Polyporaceae.

Isolat no 2

Terdapat reaksi laccase (dengan pemberian - naphthol), terdapat reaksi peroksidase (dengan penambahan pyrogallol dan H2O2), terdapat zona reaksi pada uji Bavendamm, terdapat sambungan apit, percabangan hifa tidak seimbang, terdapat oidia, terdapat khlamidospora, tubuh buah terbentuk dalam waktu enam minggu

Pola kunci : 1 3 19 21 22 24 25 39 50 84 85 88 (Stalpers,1978) Artinya: 1 terdapat reaksi laccase (dengan pemberian - naphthol)

3 terdapat reaksi peroksidase ( + pyrogallol + H2O2) 19 miselium udara flokos

21 miselium udara kotoni 22 miselium udara seperti wol

24 miselium udara pelikuler atau subfelti 25 miselium udara felti

39 terdapat sambungan-apit (clamp) Gambar 17B2, 18B2

50 percabangan hifa tidak seimbang 84 terdapat oidia

85 terdapat khlamidospora

88 tubuh buah terbentuk dalam kurun waktu enam minggu

Gambar 13b

Dengan pola kunci ini identifikasi fungi pelapuk kayuteras mengacu ke

57

Reaksi biokemis

Terdapat reaksi yang menunjukkan adanya zona reaksi Gambar 14 Abbaik dengan pemberian asan tanat dengan skor 1 maupun dengan asam galat dengan skor 1, terdapat enzim laccase Gambar 14 Bbdan 17 A1dan enzim peroxidase Gambar 17 A3, terdapat kutikuler sel Gambar 17 B1,

sambunganapit 17 B2dan 22B2,terdapat oidia Gambar 17 B3 dan terapat hifa dengan percabangan yang tidak seimbang. Tubuh buah semusim, warna himenofor abu-abu dan bagian atas tubuh buah tampak berwarna agak kekuning-kuningan dan setelah tua berwarna abu-abu. Gambar 15. Pada

Dokumen terkait