SIMPULAN
1. Dari evaluasi respon tanaman abaka terhadap infeksi Fusarium oxysporum
f.sp. cubense, diperoleh hasil bahwa metode inokulasi dengan cara melukai akar bibit abaka kemudian merendamnya dalam suspensi konidia Foc
dengan kerapatan 106 konidia/ml selama 2 jam merupakan metode yang efektif dapat menimbulkan gejala kelayuan, dengan demikian metode ini dapat digunakan untuk penapisan plasma nutfah abaka terhadap infeksi Foc. Berdasarkan nilai intensitas penyakit yang diamati, dari sepuluh genotipe abaka yang dievaluasi responnya terhadap infeksi Foc, 9 genotipe tergolong sangat rentan dan satu genotipe rentan.
2. Peningkatan keragaman genetika abaka, terutama ya ng membawa sifat ketahanan terhadap infeksi Foc perlu dilakukan dengan metode yang efektif. Karena abaka merupakan tanaman yang berkembangbiak secara vegetatif, induksi keragaman genetika melalui mutasi yang dikombinasikan dengan perbanyakan tanaman secara in vitro untuk menimbulkan variasi somaklonal merupakan alternatif cara yang dapat digunakan. Perlakuan mutagen EMS konsentrasi 0.3-0.6% (v/v) terhadap kalus embriogen abaka dapat menghambat proliferasi kalus atau tunas abaka dan meningkatkan tipe maupun frekuensi variasi somaklonal diantara bibit /tanaman abaka varian yang diregenerasikan dari kalus embriogen.
3. Tipe dan frekuensi varian lebih banyak dihasilkan dari perlakuan EMS dengan konsentrasi yang lebih tinggi, namun pada konsentrasi tinggi umumnya diperoleh varian yang bersifat negatif. Keberadaan sejumlah fenotipe varian diantara bibit abaka hasil perlakuan EMS pada kalus embriogen mengindikasikan meningkatnya keragaman genetika bibit abaka sehingga membuka peluang penggunaan kalus embriogen yang dikombinasikan dengan perlakuan 0.3-0.6% EMS untuk mendapatkan
karakter unggul tertentu misalnya ketahanan terhadap patogen.
4. Secara umum, karakter kualitatif dan kuantitatif varian yang diamati diantara populasi tanaman abaka hasil perlakuan EMS tidak menguntungkan, antara lain: daun variegata dan berbagai kelainan morfologi daun. Namun demikian diperoleh beberapa varian dengan kekuatan serat lebih baik dibandingkan populasi standar yaitu galur S1 38.7.0, S2 89.2.2, dan S3 64.1.1.
5. Induksi keragaman genetika melalui mutagenesis akan lebih berhasil dan terarah apabila dikombinasikan dengan seleksi in vitro menggunakan filtrat kultur Foc atau toksin yang dihasilkannya yaitu asam fusarat (AF). Dari seleksi in vitro kalus embriogen abaka klon Tangongon dan Sangihe-1, diperoleh hasil bahwa agens penyeleksi filtrat kultur Foc isolat Banyuwangi dan AF mampu menghambat proliferasi dan pertumbuhan kalus abaka yang diseleksi.
6. Konsentrasi sub- letal yaitu konsentrasi yang mempunyai daya hambat paling tinggi terhadap pertumbuhan dan proliferasi tunas abaka untuk FK Foc
isolat Banyuwangi adalah 40% dan untuk asam fusarat (AF) adalah 50 mg/l. Dengan demikian metode seleksi in vitro yang berhasil dikembangkan pada penelitian ini adalah perendaman kalus embriogen abaka dalam larutan 0.6% EMS (v/v) selama 2 jam kemudian dikulturkan dalam media selektif dengan penambahan 40% filtrat kultur Foc isolat yang paling virulen (dalam penelitian ini adalah Banyuwangi) atau 50 mg/l asam fusarat selama tiga periode pengulturan, masing- masing selama 2 bulan.
7. Dari hasil evaluasi varian yang insensitif terhadap FK Foc dengan teknik
detached leaf dual cultures, diperoleh 4 varian yang imun (Tg 3.2.1.1-Foc3, Tg 3.2.1.2-Foc3, Tg 70.2.3-Foc5, Tg 70.2.3-Foc7), 4 varian tahan (Tg 3.2.1.1-Foc2, Tg 3.2.1.1-Foc4, Sh 1.1.3-Foc4, Sh 1.1.3-Foc8) dan 3 varian agak tahan (Tg 3.2.1.2-Foc4, Tg 70.2.3-Foc1, Sh 17.2.1-Foc7) terhadap infeksi Foc. Sedangkan identifikasi terhadap bibit abaka hasil seleksi in vitro dengan asam fusarat yang insensitif terhadap AF diperoleh 2 bibit abaka (Tg 70.3.1.1-AF1 dan Tg 70.3.1.1-AF2) yang imun terhadap infeksi Foc. Metode seleksi in vitro
dengan menggunakan agens penyeleksi FK Foc lebih efektif dibandingkan dengan AF karena FK Foc mengandung toksin lain selain asam fusarat. Pada
seleksi in vitro dengan FK Foc dihasilkan varian yang tahan terhadap infeksi
Foc lebih banyak dibandingkan dengan AF.
8. Resistensi abaka dapat diinduksi dengan kombinasi antara mutagenesis dengan seleksi in vitro menggunakan FK Foc dan AF sebagai agens penyeleksi, dengan mutagenesis menggunakan EMS, serta melalui variasi somaklonal dari kultur jaringan. Tetapi klon abaka resisten terhadap infeksi
Foc Bw dapat diperoleh dengan frekuensi yang tinggi dari kalus embriogen abaka yang diberi perlakuan EMS dan diseleksi secara in vitro dalam media dengan penambahan FK Foc. Dengan prosedur yang dikembangkan berhasil diidentifikasi 8 bibit untuk abaka klon Tangongon (Tg 3.2.1.1-3, Tg 3.2.1.1-4, Tg 3.2.1.2-3, Tg 3.2.1.2-4, Tg 45.2.2.2-2, Tg 1, Tg 5, Tg 70.2.3-7) dan 8 bibit untuk abaka klon Sangihe-1 (Sh 1.1.3-6, Sh 1.1.3-7, Sh 1.1.3-9, Sh 1.1.3-10, Sh 10.1.1-2, Sh 10.1.1-3, Sh 17.2.1-4, Sh 17.2.1-7) yang meningkat resistensinya terhadap infeksi Foc isolat Banyuwangi.
SARAN
1. Klon-klon abaka hasil mutasi dan seleksi in vitro yang tahan terhadap Foc
sebaiknya diuji lebih lanjut untuk karakter kualitatif dan kuantitatif lainnya seperti: produksi dan kualitas serat. Sebaliknya klon-klon hasil mutagenesis yang memiliki produktivitas dan kualitas serat tinggi seharusnya diuji ketahanannya terhadap infeksi Foc.
2. Perlu dilakukan pengujian resistensi terhadap infeksi Foc klon-klon abaka yang diperoleh dari penelitian ini di berbagai daerah pengembangan abaka sehingga akan diperoleh klon yang tahan Foc untuk masing- masing daerah tersebut.
3. Klon-klon abaka yang tahan terhadap infeksi Foc dan yang memiliki karakter kualitatif atau kuantitatif lebih baik dibandingkan klon asalnya dari hasil penelitian ini, perlu dilestarikan sebagai tambahan koleksi plasma nutfah baru.
4. Sejalan dengan perkembangan patogen, penelitian untuk memperoleh klon yang resisten terhadap Foc perlu dilakukan secara terus- menerus karena
dalam kurun waktu tertentu ras Foc yang menyerang abaka akan mengalami perubahan (mutasi alami) untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 1997. Plant Pathology. San Diego: Academic Press, Inc.
Ahloowalia BS. 1986. Limitation to the use of somaclonal variation in crop improvement. Di dalam: Semal J, editor. Somaclonal Variation and Crop Improvement. New York: Martinus Nijhoff Pub. hlm. 14-27
Ahloowalia BS, Maluszynski M. 2001. Induced mutation - A new paradigm in plant breeding. Euphytica 118: 167-173.
Ahloowalia BS, Maluszynski M, Nichterlein K. 2004. Global impact of mutation-derived varieties. Euphytica 135:187-204.
Ahmed KZ, Mesterhazy A, Sagi F. 1991. In vitro techniques for selecting wheat (Triticum aestivum L.) for Fusarium-resistance. I. double- layer culture technique. Euphytica 57:251-257
Ahmed KZ, Mesterhazy A, Bartok T, Sagi F. 1996. In vitro techniques for selecting wheat (Triticum aestivum L.) for Fusarium-resistance II. Culture filtrate technique and inheritance of Fusarium-resistance in the somaclones.
Euphytica 91: 341-349
Aragon TC. 2000. Fiber crops programe area research planning and prioritization. Phillipine Institute for Development Studies. http://www.pids.gov.ph [28 Juni 2006]
Arumingtyas EL, Indriyani S. 2005. Induksi variabilitas genetik percabangan tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L.) dengan mutagen kimia Ethyl Methane Sulfonate (EMS). Natural Jurnal 8 (2): 24-28
Bacon CW, Porter JK, Norred WP, Leslie JF. 1996. Production of Fusaric acid by
Fusarium species. App. Env. Microbiol 62(11): 4039-4043.
Bastasa GN, Baliad AA. 2005. Biological control of Fusarium wilt of abaka (Fusarium oxysporum) with Trichoderma and yeast. Philippines J Crops Sci
30:29-37.
Basuki S. 2003. Identification of DNA markers and recombinations events in the vinicity of the Fusarium oxysporum f.sp. licopersici resistance gene I-3 of tomato (Lycopersicon esculentum) [Thesis]. Brisbane: School of Land & Food Sciences and School of Molecular & Microbiology Sciences, The University of Queensland.
Ben-Yephet Y, Reuven M, Zviebil A, Shtienberg D. 1996. Effects of initial inoculum and cultivar resistance on incidence of Fusarium wilt and population densities of Fusarium oxysporum F.sp. dianthi on carnation and in soil. Phytopathology 86:751-756.
Berger J. 1969. The world’s major fibres crops. Their cultivation and manuring. Zurich: Centre d’Etude de l’Azote.
BI. 2003. Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu perkebunan Pisang Abaka. http://www.bi.go.id/sipuk/lm/ind/pisang-ABACA [18 April 2003]
Bird RMcK, Neuffer MG. 1987. Induced mutation in maize. Plant breeding Reviews 5:139-180
Borras O, Santos R, Matos AP, Cabral RS, Arzola M. 2001. A first attempt to use a Fusarium subglutinans culture filtrate for the selection of pineapple cultivars resistant to fusariose disease. Plant Breeding 120: 435-438.
Bouizgarne B, Bouteau HE, Frankart C, Reboutier D, Madiona K, Pennarun AM, Monestiez M, Trouverie J, Amiar Z, Briand J, Brault M, Rona JP, Ouhdouch Y, Hadrami IE, Bouteau F. 2006. Early physiological responses of Arabidopsis thaliana cells to fusaric acid: toxic and signalling effects.
New Phytologist 169:209-218.
Burge Y, Katzir N, Tzuri G, Portnoy V, Saar U, Shriber S, Perl- Treves R, Cohen R. 2003. Variation in the resistance of melon genotypes to Fusarium oxysporum f.sp. melonis race 1 determine by inoculation tests and molecular markers. Plant Pathol 52:204-211.
Cachinero JM, Hervas A, Jimenez-Diaz RM, Tena M. 2002. Plant defence reactions against Fusarium wilt in chickpea ind uced by incopatible race 0 of
Fusarium oxysporum f.sp. ciceris and non- host isolates of F. Oxysporum.
Plant Pathol 51:765-776.
Cai T, Butler LG. 1996. Somaclonal variation in sorghum. Di dalam: Bajaj YPS, editor. Di dalam: Biotechnology in Agriculture and Forestry 36:Somaclonal variation in crop improvement II. Springer. hlm. 81-106.
Chen M, Choi Y, Voytas DF, Rodermel S. 2000. Mutations in the Arabidopsis
VAR2 locus cause leaf variegation due to the loss of chloroplast FtsH protease. The Plant Journal 22(4): 303-313
Damayanti F. 2002. Seleksi in vitro untuk ketahanan terhadap penyakit layu Fusarium pada tanaman abaka (Musa textilis Nee). [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Damayanti F. 2004. Seleksi in vitro tanaman abaka (Musa textilis Nee) dengan filtrat Fusarium oxysporum untuk ketahanan terhadap penyakit layu Fusarium. Bioscientiae 1(2):11-22.
Del-Rosario AG, Zamora AB. 1988. Plant tissue culture research in the Philippines. The Philippine Agric. Special Issue:43-61
Dempsey JM. 1963. Long vegetable fiber development in South Vietnam and other Asian Countries 1957-1962. Saigon: USOM.
Di Pietro A, Madrid MP, Caracuel Z, Delgado-Jarana J, Roncero MIG. 2003.
Fusarium oxysporum: exploring the molecular arsenal of a vascular wilt fungus. Mol Plant Pathol 4:315-325.
Djatnika I, Hermanto C, Eliza. 2003. Pengendalian hayati layu Fusarium pada tanaman pisang dengan Pseudomonas fluorescens dan Gliocladium sp. J Hort 13:205-211.
Durbin RD. 1983. Future Prospect in Toxin Research. Di dalam: Daly, Deverall, editor. Toxins and Plant Pathogenesis. Sydney: Academic Press. hlm 159-177.
Duryatmo S, Dasoeki R. 1999. Pisang abaca bahan baku penghasil uang. Trubus
30 (351):48-49.
Epp D. 1987. Somaclonal variation in banana: a case study with Fusarium wilt. Di dalam: Persley GJ, De Langhe EA, editor. Banana and Plantain Breeding Strategies. Canbera: ACIAR Publ, hlm140-150.
Fadel F, Wenzei G. 1993. In vitro selection for tolerance to Fusarium in F1 microspore populations of wheat. Plant Breeding 110: 89-95
Gichner T, Stavevra DA, van Breusegem F. 2001. O-Phenylenediamine- induced DNA damage and mutagenicity in tobacco seedlings is light-dependent.
Mutation Research 495: 117-125.
Gichner T. 2003. Differential genotoxicity of ethyl methanesulphonate, N-ethyl-N-nitrosourea and maleic hydrazide in tobacco seedlings based on data of the Comet assay and two recombination assay. Mutation Research 538: 171-179
Goodman RN, Kiraly Z, Wood KR. 1986. The biochemistry and physiology of plant disease. Missouri: The University of Missouri Press.
Gowda MVC, Nadaf HL, Sheshagiri R. 1996. The role of mutation in intraspecific differentiation of groundnut (Arachis hypogaea L). Euphytica 90:105-113
Hadipoentyanti E, Ratnadewi D, Solihat L. 2001. Variabilitas genetik berbagai varietas abaka (Musa textilis Nee) dan kerabat liar melalui analisis RAPD.
Zuriat 12:93-106.
Harborne JB. 1988. Introduction to ecological biochemistry. Edisi ke-tiga. London: Academic Press Limited. 356 hlm.
He CY, Hsiang T, Wolyn DJ. 2002. Induction of systemic disease resistance and pathogen defence responses in Asparagus officinalis inoculated with nonpathogenic strains of Fusarium oxysporum. Plant Pathol 51:225-230. Heliyanto B, Marjani. Setyo-Budi U, Sudjindro, Kangiden DI. 1995. Eksplorasi
plasma nutfah abaca di daerah Lampung Selatan. Bul. Tembakau dan Serat
4: 7-9
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Jakarta: Yayasan Sarana Warna Jaya.
Hidalgo OB, Santos R, Tussel RT, de Matos AP, Cabral RS, Arzola M, Perez MC. 1999. Phytotoxity of Fusarium subglutinans culture filtrates on in vitro
plantlets and calli of resistant and susceptible pineapple (Ananas comosus).
Plant Pathol. 48: 756-758.
Hilario A. 2006. The abaca republic. Philippines J. Crop Sci. 31(2): 01-02.
Hilman I, Toruan-Mathius N. 2001. Budi daya dan prospek pengembangan abaka. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hwang SC, Ko WH. 1987. Somaclonal variation of bananas and screening for resistance to Fusarium wilt. Di dalam: Persley GJ, De Langhe EA, editor.
Banana and plantain breeding strategies. Canberra: ACIAR. hlm 151-156. Hwang SC, Ko WH. 2004. Cavendish banana cultivars resistant to Fusarium wilt
acquired through somaclonal variation in Taiwan. Plant Disease 88(6): 580-588.
Hutagalung L. 2002. Status penyakit layu dan penyakit kerdil pisang di propinsi Lampung. Makalah Seminar Pengendalian Penyakit Layu Pisang. Padang, 22-23 Oktober 2002. 18 hlm.
Inayati A. 2003. Seleksi ketahanan in vitro plantlet vanili terhadap Fusarium oxysporum f.sp vanillae menggunakan teknik double layer, kultur filtrat dan asam fusarat. [Tesis]. Yogyakarta: Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada.
Ishak, Dwimahyani I. 2005. Evaluasi pertumbuhan dan ketahanan galur mutan pisang terhadap F. oxysporum fsp. Cubense (FOC). J Stigma 13:26-30.
Jayasankar S, Li Z, Gray DJ. 2000. In-vitro selection of Vitis vinifera
‘Chardonnay’ with Elsinoe ampelina culture filtrate is accompanied by fungal resistance and enhanced secretion of chitinase. Planta 211: 200-208. Jin H, Hartman GL, Huang YH, Nickell CD, Widholm JM. 1996. Regeneration of
soybean plants from embryogenic suspension cultures treated with toxic culture filtrate of Fusarium solani and screening of regenerants for resistance. Phytopathology 86 (7): 714-718.
Joseph R, Yeoh H-H, Loh C-S. 2004. Induced mutations in cassava using somatic embryos and the identification of mutant plants with altered starch yield and composition. Plant Cell Rep 23(1-2):91-98.
Karp A. 1995. Somaclonal variation as a tool for crop improvement. Euphytica
85:295-302.
Kumar PS, Matur, VL. 2004. Chromosomal instability in callus culture of Pisum sativum. Plant Cell Tiss. Org. Cult. 78: 267-271.
Leal MR, Maribona RH, Rutz A, Kornsva S, Canales E, Dinkova TD, Izquierdo F, Coro O, Rizo D. 1996. Somaclonal variation as a source of resistance to eyespot disease of sugarcane. Plant Breeding 115:37-42.
Li S, Hartman GL, Widholm JM. 1999. Viability staining of soybean suspension-cultured cells and a seedling stem cutting assay to evaluate phytotoxicity of
Fusarium solani f.sp. glycines culture filtrates. Plant Cell Rep. 18(5): 375-380.
Mak C, Ho YW, Liew KW, Asif JM. 2004a. Biotechnology and in vitro
mutagenesis for banana improvement. Di dalam: Jain SM, Swennen R, editor. Banana Improvement: Cellular, Molecular Biology, and Induced Mutations. Enfield: Sci Pub, Inc. hlm. 51-68.
Mak C, Mohamed AA, Liew KW, Ho YW. 2004b. Early screening technique for Fusarium wilt resistance in banana micropropagated plants. Di dalam: Jain SM, Swennen R, editor. Banana Improvement: Cellular, Molecular Biology, and Induced Mutations. Enfield: Sci Publ, Inc. hlm. 11-20
Maluszynski M, Ahloowalia BS, Sigurbjörnsson B. 1995. Application of in vivo
and in vitro mutation techniques for crop improvement. Euphytica 85: 303-315.
Mangal M, Sharma DR. 2002. In vitro mutagenesis and cell selection for the induction of black rot resistance in cauliflower. J. Hort Sci Biotech. 77 (3): 268-272.
Mante S, Tepper HB. 1983. Propagation of Musa textilis Nee plants from apical meristem slices in vitro. Plant Cell Tiss. Org. Cult. 2:151-159.
Mariska I, Sukmadjaja D. 2003. Perbanyakan bibit abaka melalui kultur jaringan. Bogor: Balitbiogen. 14 hlm.
Matsumoto K, Barbosa ML, Souza LAC, Teixeira. 1995. Race 1 fusarium wilt tolerance on banana plants selected by fusaric acid. Euphytica 84:67-71 Montgomery B. 1954. The leaf fibers. Di dalam Mauersberger HR, editor. Textile
fibers. Their physical, microscopic, and chemical properties. New York: John Willey & Sons Inc. hlm 360-391
Morpurgo R, Lopato SV, Afza R, Novak FJ. 1994. Selection parameters for resistance to Fusarium oxysporum f.sp cubense race 1 and 4 on diploid banana (Musa acuminata Colla). Euphytica 75:121-129
Murashige I, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassays with tobacco tissue culture. Physiol. Plant 159: 473-497
Nagatomi S. 1996. A new approach of radiation breeding toward improvement of disease resistance in crops. Proc. Seminar on Integrated Control on Main Diseases of Industrial Crops. Bogor, 13-14 March 1996. RISMC-JICA. hlm 16-24
Nasir N, Jumjunidang, Eliesti F, dab Meldia Y. 2003. Penyakit layu Panamapada pisang: observasi ras 4 Fusarium oxysporum f.sp. cubense di Jawa Barat. J. Hort 13:269-275.
Nasir N, Jumjunidang. 2003. Karakterisasi ras Fusarium oxysporum f.sp. cubense
dengan metode vegetative compatibility group test dan identifikasi kultivar pisang yang terserang. J. Hort. 13(4): 276-284.
Nur N. 1957. Observasi pada Musa textilis Nee. Bagian pertama: Catatan mengenai biologi bunga. Teknik Pertanian VI(11/12):391-473.
Orlando R, Magro P, Rugini E. 1997. Pectic enzymes as a selective pressure tool for in vitro recovery of strawberry plants with fungal disease resistance.
Plant Cell Rep. 16:272-276
Ploetz RC, Zentmyer GA, Nishujima WT, Rohrbach KG, Ohr HD. 1994.
Compendium of tropical fruit diseases. Minnesota: ADS Press.
Ploetz RC. 2000. Banana disease: a classic and destructive disease of banana.
www.plantmanagementnetwork.org. [23 Februari 2006].
Pratt RG. 1996. Screening for resistance to Sclerotinia trifoliarum in alfalfa by inoculation of excised leaf tissue. Phytopathology 86:923-928.
Purseglove JW. 1983. Tropical Crops Monocotyledons. Britain: ELBS and Longman Group Ltd. hlm 337-384.
Rademacher W. 1994. Gibberellin formation in microorganisms. Plant Growth Regul. 15: 303-314.
Rahajeng W. 2006. Interaksi genotipe klon-klon abaka (Musa textilis Nee) dengan beberapa komposisi media pada kultur in vitro. [Skripsi]. Malang: Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
Remotti PC. 1996. The role of fusaric acid in the Fusarium-Gladiolus interaction and its application in in vitro selection for resistance breeding [Disertasi]. Nijmegen: de Katholieke Universiteit Nijmegen.
Remotti PC, Loffler HJM. 1996. The involvement of fusaric acid in the bulb-rot of Gladiolus. J Phytopathol 144:405-411
Remotti PC, Loffler HJM, Loten-Doting LV. 1997. Selection of cell lines and regeneration of plants resistant to fusaric acid from Gladiolus x grandiflorus
c.v. ‘Peter Pear’. Euphytica 96:237-245.
Roux N, Toloza A, Dolezel J, Swennen R, Lepoivre P, Zapata-Arias FJ. 1999. Usefulness of embriogenic cell suspension for the induction and selection of mutants in Musa spp. Promusa 4:18-19
Roux NS. 2004. Mutation induction in Musa-review. Di dalam: Jain SM, Swennen R, editor. Banana Improvement: Cellular, Molecular Biology, and Induced Mutations. Enfield: Sci Pub, Inc. hlm. 21-29.
Sakamoto W, Tamura T, Hanba-Tomita Y, Sodmergen, Murata M. 2002. The VAR1 locus of Arabidopsis encodes a chloroplastic FtsH and is responsible for leaf variegation in mutant alleles. Genes to Cell 7:769-780.
Sakamoto JM, Gordon TR. 2006. Factors influencing infection of mechanical wounds by Fusarium cincinatum on Monterey pines (Pinus radiata). Plant Pathol 55:130-136.
Salerno MI, Gianinazzi S, Gianinazzi-Pearson V. 2000. Effects on growth and comparison of root tissue colonization pattern of Eucaliptus viminalis by pathogenic and non-pathogenic strains of Fusarium oxysporum. New Pythol.
146:317-324.
Scala A, Bettini P, Buiatti M, Bogani P, Pellegrini G, Tognoni F. 1985.
Tomato-Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici interaction: “in vitro” analysis of several possible pathogenic factors. Phytopath Z, 113:90-94.
Schierholt A, Rucker B, Becker HC. 2001. Inheritance of high oleic acid mutations in winter oilseed rape (Brasica napus L.). Crop Sci. 41: 1444-1449.
Semal J, Lepoivre P. 1990. Application of tissue culture variability to crop improvement. Di dalam: Bhojwani SS, editor. Developments in Crop Science 19. Plant Tissue Culture: Applications and Limitations. Amsterdam: Elsevier. hlm 301-315.
Semangun H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Ed ke-3. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Setyo-Budi U, Sudjindro, Purwati RD. 2001. Status plasma nutfah abaca: “Menyongsong program agribisnis abaca di Indonesia”. Di dalam: Kasno A
et al., editor. Kontribusi Pemuliaan dalam Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan. Malang, 28 Agustus 2001. Bandung: PERIPI. hlm 254-258. Skirvin RM, McPheeters KD, Norton M. 1994. Sources and frequency of
somaclonal variation. Hort. Sci. 29(11): 1232-1237
Spasibionek S. 2006. New mutants of winter rapeseed (Brasica napus L.) with changed fatty acid composition. Plant Breeding 125(3): 259-267
Strosse H, Van den Houwe I, Panis B. 2004. Banana cell and tissue culture-review. Di dalam: Jain SM, Swennen R, editor. Banana Improvement: Cellular, Molecular Biology, and Induced Mutations. Enfield: Sci Pub, Inc. hlm. 1-10.
Sudjindro. 1999. Pemanfaatan plasma nutfah dalam usaha pengembangan tanaman abaca untuk mendukung industri strategis. Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Peluang dan Potensi Serat Abaca sebagai Komoditi Ekspor Prospektif dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Jakarta: 15 September 1999.
Svabova L, Lebeda A. 2005. In vitro selection for improved plant resistance to toxin-producing pathogens. J Phytopathol 153:52-64.
Tabora PC, Carlos JT. 1978. Cultivation species and varieties and relatives. Intern Document Center on Abaca. Los Banos: UPLB Libr.
Thakur M, Sharma DR, Sharma SK. 2002. In vitro selection and regene ration of carnation (Dianthus caryophyllus L) plants resistant to culture filtrate of
Fusarium oxysporum f.sp. dianthi. Plant Cell Rep 20:825-828.
Thrane U. 2001. Developments in the taxonomy of Fusarium species based on secondary metabolites. Di dalam: Sumerell BA, Leslie JF, Backhouse D, Bryden WL, Burgess LW, editor. Fusarium Paul E. Nelson Memorial Symposium. Minnesota: APS Press. hlm 29-49.
Toyoda H, Tanaka N, Hirai T. 1984a. Effects of the culture filtrate of Fusarium oxysporum f.sp. Lycopersici on tomato callus growth and the selection of resistant callus cells to the filtrate. Ann. Phytopath Soc. Japan 50 (1): 53-62
Toyoda H, Hayashi H, Yamamoto K. 1984b. Selection of resistant tomato calli to fusaric acid. Ann. Phytopath Soc. Japan 50 (4): 538-540
Torssell KBG. 1983. Natural Product Chemistry. A mechanistic and biosynthetic approach to secondary metabolism. Chichester: John Willey & Son. 401 hlm.
Triyanto HS, Muliah, Edi M. 1982. Batang abaka (Musa textilis Nee) sebagai bahan baku kertas. Berita Selulosa 18:27.
van Harten AM. 1998. Mutation Breeding: theory and practical application. Cambridge: Cambridge University Press.
Villareal RL. 1988. Breeding of horticulural crops in the Philippines. The Philippine Agric. Special issue:21-35
Villordon AQ. 2003. The abaca, a Philippine native. http://www.Mozcom.com/
SCF/pv/abaca.html [18 April 2003]
Wardiyati T. 1999. Tanaman abaca sebagai alternatif pengembangan agroindustri di Indonesia. Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Peluang dan Potensi Serat Abaca sebagai Komoditi Ekspor Prospektif dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, 15 September 1999, Jakarta.
Wibowo A, Suryanti, Sumardiyono C. 2001. Patogenesis 6 isolat Fusarium oxysporum f.sp. cubense penyebab penyakit layu fusarium pada pisang. Didalam: Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah. Bogor, 22-24 Agustus 2001. Bogor: Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, hlm 254-259.
Widoretno W. Harran S, Sudarsono. 2003. Keragaman karakter kualitatif dan kuantitatif pada populasi tanaman somaklon kedelai dari embrio somatik