• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

7.1. Simpulan

Hasil penelitian yang dilakukan menemukan, bahwa bari sebagai nilai dasar berkembangannya kelembagaan mabari masih menjadi ketetapan sosial dari tatanan kehidupan masyarakat pedesaan di Kabupaten Halmahera Barat, khususnya komunitas perkebunan kelapa rakyat. Meskipun, intensitas kekuatan mengikat dan pelembagaan nilai bari dan keaktifan bentuk pelaksanaan mabari beragam antar desa. Didalam konteks temuan ini, ada tiga simpulan lain yang didapat, yaitu :

a. Bari dan mabari saat ini hidup didalam konteks perkembangan sosial

komunitas berkait dengan akar historis dan kultur desa atau kampong. Dari kajian di dua desa dalam konteks komunitas proses produksi kelapa diketahui nilai bari dan kehadiran kelembagaan mabari berkait dengan struktur sosial. Meskipun struktur sosial kedua desa tidak berbeda jauh, kaitan dinaminka pelembagaan bari dan struktur masyarakat kedua desa berbeda. Keduanya memiliki pelapisan sosial feodal (budaya) berdasarkan soa, tetapi saat ini akibat perubahan atas bari telah terjadi pergeseran dari pelapisan sosial feodal berdasarkan soa, menjadi pelapisan sosial berdasarkan profesi (ekonomi). Pergeseran stratifikasi sosial feodal (budaya) lebih cenderung menonjol pada Desa Susupu. Status sesorang diukur berdasarkan, kehormatan, kekuasaan politik, kekayaan dan ilmu pengetahuan. Masyarakat di Desa Susupu menempatkan posisi PNS, TNI, dan pengusaha sebagai pelapisan teratas. Oleh karena itu masih kuatnya posisi tokoh adat di Desa Lako Akelamo berpengaruh terhadap eksisnya

nilai bari dan mabari di Desa tersebut. Sementara di Desa Susupu bari dan mabari memudar karena pada pelapisan sosial, tokoh adat/tokoh agama

berada pada posisi yang paling bawah dalam penggolongan baru stratifikasi. Kehadiran para PNS, TNI polri yang menempati pelapisan sosial teratas itu, mempengaruhi nilai bari dan kelembagaan mabari dengan memperkenalkan praktek uang, praktek sewa, sistem kontrak lahan, dan lain-lain. Banyak dari

mereka yang memiliki lahan/kebun kelapa, namun banyaknya tugas tidak menyempat mereka untuk mengurus atau merawat kebun, sehingga harus menyewa tenaga petani untuk mengerjakan kebun kelapa yang mereka miliki

b. Pembangunan membawa perubahan pada komunitas telah mempengaruhi perkembangan mabari. Pembangunan yang membawa sertakan teknologi, memberikan dampak perubahan terhadap komunitas desa. Bentuk perubahan, terlihat pada organisasi pertanian masyarakat kedua desa penelitian. Tradisi fala adat gura (rumah adat kebun) menjadi hilang. Hilangnya fala adat gura sangat berpengaruh terhadap nilai bari dan mabari, karena fala adat gura bukan saja diperuntukan sebagai rumah inap para petani, namun fala adat gura juga berfungsi sebagai tempat bermusyawarah, penyelesaian konflik antar petani, serta merencanakan kegiatan-kegiatan mabari. Hilangnya fala adat gura, semakin menguatkan individualitas para petani dan “alur kekerabatan” antar sesama petani semakin kabur. Pembangunan dengan menghadirkan teknologi pertukangan rumah juga berakibat pada aktifitas pembuatan rumah dan tradisi mabari dalam membangun rumah menjadi hilang. Masyarakat tidak lagi menggunakan mabari pada tahapan-tahapan pembangunan rumah, tetapi pekerjaan yang dilaksanakan dengan mabari telah di gantikan dengan mesin-mesin pertukangan dengan alasan efisensi waktu dan tenaga. Keahlian yang dimiliki, telah menguatkan gejala spesialisasi pekerjaan dan variasi pekerjaan baru, dan segala sesuatu yang dikerjakan dikonpensasikan dengan uang. Hal ini telah mengubah kolektifitas menjadi hubungan produksi berdasarkan spesialisasi keahlian. Situasi ini tidak lagi sejalan dengan nilai-nilai bari yang telah terpilahara sejak lama. Nilai bari lebih mengutamakan kerjasama,tolong menolong, atau pertukaran tanpa dikonpensasikan dengan bentuk materi apapun. Pada sisi lain, teknologi dan pengetahuan baru membawa apa yang dianggap sebagai simbol-simbol modernitas masyarakat, membuat tenaga medis telah menggeser pengaruh dukun dan orang pintar. Kasus ini dapat di lihat pada masyarakat di Desa Lako Akelamo. Teknologi dan pengetahuan baru juga menggeser ukuran mengenai efisiensi produksi pada petani kelapa. Bila di masa lalu, aktivitas

persepsi itu mulai berubah. petani lebih memilih panen dengan menyewa tukang panjat, membersihkan kebun dengan menyewa alat pemotong rumput dan lain sebagainya. Masyarakat dua desa itu menunjukkan dua respon, menerima dan hanyut dalam gejala perubahan dengan menanggung resiko memudarnya kelembagaan lokal (mabari) seperti yang terjadi di Desa Susupu, dan di pihak lain menunjukkan gejala resistensi terhadap unsur-unsur perubahan seperti yang dilakukan di Lako Akelamo. Mereka yang menerima perubahan seperti halnya di Desa Susupu, di sebabkan oleh komunitasnya yang heterogen sehingga memiliki kontak dengan kebudayaan baru yang didatangkan dari luar, memiliki sistim dan tingkat pendidikan formal yang tinggi, sementara di Desa Lako Akelamo, memiliki penduduk yang homogen membuat mereka sulit untuk menerima kebudayaan baru yang datang, masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang rendah (SD dan SMP), terdapat sikap yang membanggakan dan mempertahankan tradisi-tradisi lama, karena terdapat anggapan bahwa perubahan yang akan terjadi belum tentu lebih baik dari yang sudah ada. Di komunitas ini juga, merupakan komunitas adat yang masih mengentalnya nilai-nilai adat istiadat.

c. Proses perkembangan bari dan mabari ditenmukan memang telah terjadi. Namun demikian, dinamika unsur-unsur perubahan menunjukkan, bahwa. kelembagaan mabari yang dilandasi nilai bari masih mempunyai manfaat besar di kalangan masyarakat dua desa lokasi penelitian, khususnya didalam konteks pengembangan kegiatan nafkah penduduk dua desa lokasi penelitian. Kerjasama yang digalang dengan mabari ternyata berkait dengan berbagai aspek pembangunan, mulai dari pengawas sosial untuk pemeliharaan solidaritas sosial, pengaturan atas pengembangan pasar, sampai pada memberi kepastian hak atas sumberdaya alam. Peran pemerintah desa pun dapat ditingkatkan dengan adanya mabari. Oleh karenanya, dapat dikatakan mabari masih berpotensi menjadi proses sosial yang mendekatkan semua pihak, sehingga perlu dipelihara dan kembali didayagunakan dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Kabupaten Halmahera Barat.

7.2. Implikasi Kebijakan

Kelembagaan mabari merupakan simpul atau mewakili gambaran masyarakat di dua desa yang hidup didasarkan pada pola kerjasama, tolong menolong, saling peduli, memiliki nilai, norma dan kepercayaan. bari sebagai nilai sosial budaya dan pengetahuan lokal yang telah lama tertanam pada masyarakat Halmahera Barat pada umumnya, diharapkan senantiasa terpelihara dan berkembang menjadi modal yang bernilai harganya dalam proses pembangunan.

Oleh karena itu, semestinya kebijakan pemerintah dalam bentuk implementasi program pembangunan di desa lebih intensif memanfaatkan

mabari sebagai kelembagaan lokal yang ada dimasyarakat. Melembagakan

nilai-nilai bari dalam setiap kebijakan dan program pemerintah daerah merupakan suatu langkah startegis untuk memberdayakan masyarakat. Internalisasi nilai-nilai bari pada setiap aspek kehidupan merupakan wujud dari upaya untuk memlihara, mempertahankan dan memperkuat kelembagaan

mabari, seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah Halmahera Barat

pada program juma’atan sebagai hari gotong royong, semestinya di rubah menjadi hari mabari, sehingga mengembalikan memori masyarakat lokal akan pentingnya nilai bari itu sendiri.

Modernisasi dan pembangunan di perdesaan juga menjadi salah satu solusi yang ampuh menyelesaikan banyak permasalahan di perdesaan. Namun modernisasi dan pembangunan yang diharapkan berkembang di daerah perdesaan adalah yang dapat menciptakan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di desa tanpa harus menghempasakan nilai-nilai lokal masyarakat yang terdapat di desa seperti bari. Modernisasi telah merubah wujud baru kelembagaan mabari, namun dengan adanya wujud baru dari kelembagaan itu, diharapkan perubahan hanya terjadi pada upaya memodernisasi kelembagaannya saja, namun nilai-nilai bari dan semangat mabari diharapkan tetap melekat dan selalu ada dalam wujud baru kelembagaan mabari itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Castles, S. 2001. Studying Social Transformation, International Political Science

Review, Vol.22/I.

Douglas, J.D. 1981. Introduction to Sociology ; Situations and Structures. The Free Press. New York.

Dove, Michael R (ed). 1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam

Modernisasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Dube, S.C. 1988. Modernization and Development: The Search for Alternative

Paradigms. Zed Books Ltd, London

Eghenter Cristina dan Selato Bernard. 1999. Kebudayaan dan Pelestarian Alam

Penelitian Interdispliner di Pedalaman Kalimantan. The Ford Foundation.

Jakarta WWF Indonesia.

Fetterman, David. Ethnography Step By Step, Newbury Park: Sage Publication, 1989.

Foucault, Michel, Power/Knowledge, ed. Colin Gordon, The Harvester Press, 1980.

Friedman, John. 1991. Empowerment; The Politics of Alternative Development. Cambridge. Blackwell.

Fukuyama, Francis, 1997, Social Capital, George Mason University: Institute of

Public Policy.

Geertz, Clifford, Agricultural Involution, The Process Of Ecological Change in

Indonesia, Universitas Of California Press, Berkeley-Los Angeles, 1963

Gorman, Robert, Common Property and Natural Resources Management, University of Alaska Fairbanks

Hasbullah Jousairi, 2006, Socila Capital, Penerbit: MR-United Press Jakarta. Ibrahim Jabal Tarik, 2003, Sosiologi Pedesaan, Penertbit : Universitas

Muhammadiyah Malang

Kornblum, W. 1988. Sociology in Changing World. Holt, Rinchart and Winston. New York.

Kuntowijoyo.2002. Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura. Mata Bangsa. Jogjakarta.

Lauer H. Robert. 2003. Perspektif Tentang Perubahan Sosial, PT. Aneka Cipta, Jakarta

Lombard, Denys. 2005. Nusa Jawa: Silang Budaya Bagian Pertama, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Nasdian Fredian Tony, 2006, Kemitraan dalam Tata Pemerintahan Desa dan Pemberdayaan Komunitas Pedesaan dalam Perpektif kelembagaan :

Dalam Pembaruan Tata Pemerintaan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitaan, Editor: Dharmawan, Penerbit : PSP3 IPB

Ostrom, Ellinor, Private and Common Property Right, 2000.

Paulson, Susan, Gendered Practices and Landscape In Andes : The Shape of

Asymmetrical Exchange, dalam Political Ecology Across Spaces, Scales, and Social Groups, Rutgers University Press, ed. Susan Susan Paulson

and Lisa L . Gezon, 2005.

Peluso, Nancy Lee and Jesse C Ribot, A Theory of Access, Rural Sociology, June, 2003.

Sajogyo. 1982. Modernization Without Development. The Journal of Social Studies. Bacca, Bangladesh.

Sarman,M. 1994. Perubahan Status Sosial dan Moral Ekonomi Petani. Prisma No. 7

Schoorl, J.W. 1980. Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan

Negara-Negara Sedang Berkembang. PT. Gramedia, Jakarta.

Scoot, James, Weapon of The Weak : Everyday Form of Peasant Resistence, Yale University Press, 1985.

Shoemake, Ann. 2005. Komunikasi dan Komunitas di Indonesia : Pengahncuran dan Penumbuhan Kembali Modal Sosial di Maluku. Jakarta : Center for Research on Inter-Group Relations and Conflict Resolution.

Singarimbun dan Effendi, 1995, Metode Penelitian Survai, LP3S Jakarta.

Soekanto Soerjono, 1990, Struktur Dan Proses Sosial, Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan, Rajawali Pers, Jakarta.

Sosrodihardjo. S. 1972. Perubahan Struktur Masyarakat di Djawa; Suatu Analisa. Karya. Jogjakarta.

Spencer, Herbert.1963. ‘The Evolution of Societies’. Pp 9-13 in Etzioni, A. & Halevy, Eva Etzioni- (eds). Social Changes: Sources, Patterns and

Consequences. Basic Books, New York.

Strasser, H. and S.C. Randall. 1981. An Introdustion to Theories of Social

Change. London: Routledge & Kegan Paul.

Tjondronegoro Soediono M.P, 2005 Pembangunan, Modal dan Modal Sosial, Jurnal Ikatan Sosiologi Indonesia

Uphoff, 1996. Local Institutional Development: An Analitical Sourcebook, with Cases. West Hartford : Kumarian Press

Wertheim, W.F. 1999. Masyarakat Indonesia dalam Transisi; Studi Perubahan Sosial. Tiara Wacana. Jogjakarta.

Weber Max. 2002. Etika Protestan Dan Semangat Kapitalisme, Pustaka Promethea, Surabaya.

Yujiro Hayami dan Masao Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Tabel Lampiran 2. Data Dasar Dua Lokasi Desa Penelitian

NAMA KABUPATEN Halmahera Barat

IBUKOTA Jailolo

LUAS WILAYAH 2.755 km2

JUMLAH PENDUDUK 124.644 jiwa

KEPADATAN PENDUDUK 38 jiwa/ km2

JUMLAH KECAMATAN 9

JUMLAH DESA 146

No. NAMA DESA SUSUPU LAKEAKELAMO

1 LUAS KAWASAN 22.31 28,16

2 JUMLAH PENDUDUK 1002 1384

3 JUMLAH KEP.KELUARGA 247 288

4 PENGGUNA LISTRIK 230 288

Dokumen terkait