BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian tentang strategi komunikasi dan kaitannya dengan strategi komunikasi guru dalam menghadapi temper tantrum pada anak autis, dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Para guru/terapis yang mengajar di Yakari dalam menghadapi anak autis dan anak autis yang mengalami temper tantrum adalah komunikasi dalam bentuk perintah dan pujian seperti “tidak boleh”, “tepuk tangan”, “duduk”, “berdiri”, “lipat tangan”, “hebat”, “bagus”. Hal ini dikarenakan anak autis yang kebanyakan tidak bisa mengerti komunikasi yang kompleks atau komunikasi yang panjang. Pujian diberikan kepada mereka pada saat mereka dapat menirukan perintah yang diberikan kepadanya dengan baik. Begitu juga dengan isi pesan yang disampaikan guru kepada anak autis. Anak autis menggunakan bahasa isyarat untuk memberitahukan guru atau orang sekelilingnya tentang apa yang ia perlukan, seperti minum, lapar, ke toilet dengan cara menarik tangan guru atau menunjuk-nunjukkan tangannya ke arah yang mereka inginkan.
2. Setelah anak pulang dari sekolah orang tua atau orang terdekat dari anak memiliki peran yang besar dalam membantu anak meningkatkan komunikasinya. Sehingga kemajuan terbesar anak terletak pada orang tua, sehingga komunikasi guru dengan orang tua harus baik. Orang tua harus banyak memperhatikan anak. Apa yang sudah dipelajari anak di sekolah, harus diulangi lagi oleh orang tua. Materi yang diajarkan oleh orang tua dirumah adalah materi yang dipelajari anak selama disekolah. Jika materi ini tidak diikuti, maka anak akan sulit berkembang.
3. Hambatan yang dialami oleh anak autis tantrum biasanya karena guru yang mengajarinya tidak mengerti apa yang diinginkan oleh anak, ada sesuatu yang tidak disukai oleh anak, anak merasa dilarang melakukan sesuatu yang diinginkannya, dan ada yang berubah dari kebiasaannya. Hal-
Universitas Sumatera Utara
hal ini yang membuat anak autis menjadi tantrum. Bila anak autis mengalami tantrum, terkadang mereka menyerang orang lain dan menyakiti diri mereka sendiri seperti, menjambak rambut, menampar pipi, menggigit tangan, mencubit, mencakar, membenturkan kepala mereka karena mereka merasa asing dengan lingkungannya. Mereka juga menangis, menjerit-jerit dan melompat-lompat bila mengalami tantrum. Tantrum bisa dikatakan sebagai cara anak autis mengungkapkan perasaannya kepada guru, orang tua dan lingkungan sekitarnya. Tantrum ini juga memberikan arti bahwa anak tersebut marah, karena ia tidak bisa mengatakan apa sebab ia marah, dan mengapa ia marah. Tantrum yang dialami oleh anak autis dapat berkurang jika guru atau orang tua tidak memperlihatkan kelemahan dan tidak memanjakan anak autis, karena mereka akan terus melakukan hal yang sama untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
4. Bagi beberapa anak autis, ada beberapa kegiatan yang dapat memperkecil terjadinya tantrum, misalnya mengajak anak bermain apa yang disukainya, tunjukkan apa yang dia mau. Jangan melakukan apa yang disukai oleh anak yang dapat membahayakan anak, sehingga anak tidak tantrum. Guru hanya perlu duduk tenang saja. Jika anak ini suka keluar ruangan, jangan buka pintu. Jika anak tidak suka mainannya diambil, jangan ambil mainannya. Karena itu akan mengurangi tantrumnya. Kemandirian dan belajar mandiri bagi anak autis juga bisa memperkecil terjadinya tantrum. Karena pada anak autis yang mandiri terdapat pemahaman yang baik, mereka bisa tenang, mengerti perintah yang diberikan, sehingga tantrum akan berkurang. Namun pada beberapa anak tidak ada kegiatan yang dapat memperkecil terjadinya tantrum pada dirinya.
5. Strategi komunikasi dalam menenangkan anak autis yang mengalami tantrum yang digunakan oleh guru adalah dengan cara mencari tahu apa penyebab anak mengalami tantrum, mencari tahu apa kesukaan anak yang berguna untuk meredakan tantrumnya, memegang tangannya dan memberikan mainan yang disukainya. Pemberian perintah pada anak autis
Universitas Sumatera Utara
yang mengalami tantrum hanya mampu menenangkan anak, tanpa bisa mengetahui penyebab utama anak mengalami tantrum. Karena tantrum bisa terjadi secara tiba-tiba karena anak mengingat kejadian yang membuat anak merasa marah, atau karena keinginan anak didalam kelas tidak terpenuhi. Namun tidak semua menangis pada anak autis termasuk kedalam tantrum.
6. Ada beberapa keahlian khusus yang harus dimiliki guru untuk bisa mengajar disekolah ini, seperti memiliki wawasan luas tentang anak, mampu mengendalikan anak autis, bisa berkomunikasi dengan baik, mengerti kebutuhan anak autis, mau mempelajari dan menganalisa anak autis, tanggung jawab, kreatif, dan yang paling penting adalah kesabaran. Karena kunci dari mengajari anak-anak autis adalah kesabaran, karena ketika anak semarah apapun, guru harus sabar menghadapinya.
7. Media yang paling sering digunakan guru pada saat memberikan materi kepada anak adalah mainan karet, gambar dan tulisan, bermain dan bernyanyi. Dan media yang paling disenangi anak sehingga materi yang diberikan oleh guru lebih cepat dimengerti oleh anak adalah mainan karet karena terlihat asli, gambar-gambar dan tulisan, TV, permainan, bernyanyi, menggambar dan melukis.
8. Temper tantrum pada anak autis dapat berkurang jika ada kemauan yang kuat dan kesabaran yang ekstra tinggi dari orang tua. Pola makan, pemberian obat dan juga terapi dapat mempercepat pengurangan perilaku tantrum pada anak. Obat juga dapat mengurangi tantrumnya. Namun terkadang pemberian obat dapat membuat ketergantungan. Obat hanyalah pembantu terapi agar anak dapat lebih tenang. Sehingga peranan orang tua sangat penting dalam proses ini. Karena orang tua wajib mengajar anak selama anak berada dirumah dan memberikan larangan kepada anak untuk marah. Semakin cepat anak dibawa terapi, semakin cepat perilaku tantrumnya berkurang.
Universitas Sumatera Utara