UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STRATEGI KOMUNIKASI GURU DALAM MENGHADAPI
TEMPER TANTRUM PADA ANAK AUTIS
(Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI
Di Kota Medan)
Diajukan oleh :
Eunike Sitepu
110904095
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Universitas Sumatera Utara
STRATEGI KOMUNIKASI GURU DALAM MENGHADAPI
TEMPER TANTRUM PADA ANAK AUTIS
(Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI
Di Kota Medan)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
EUNIKE SITEPU
110904095
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama : Eunike Sitepu
Nim : 110904095
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul : Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper
Tantrum Pada Anak Autis
(Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah
YAKARI Di Kota Medan)
Medan, Oktober 2015
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Emilia Ramadhani, S.Sos, M.A
NIP. 19731021200642001 NIP. 196208281987012001 Dra. Fatma Wardy Lubis, MA
Dekan FISIP USU
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Eunike Sitepu
Nim : 110904095
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul skripsi : Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper
Tantrum Pada Anak Autis
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan penguji dan diterima
ssebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Majelis Penguji
Ketua penguji :
Penguji :
Penguji Utama :
Ditetapkan di : Medan
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika
dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya
bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Nama : Eunike Sitepu
NIM : 110904095
Tanda Tangan :
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Terima kasih kepada Tuhan Yesus yang sudah memberikan kesempatan,
pertolongan, dan juga menuntun penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit
bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus, peneliti ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Bapak AKBP
Drs. N. Sitepu dan Ibu A. br Sembiring, Bscn yang telah banyak memberikan
dorongan berupa doa, dukungan, bimbingan, materil dan memberikan apa yang
terbaik untuk penulis dalam mendukung kegiatan dalam menyelesaikan skripsi
yang penulis lakukan. Untuk kak Christella br. Sitepu, SE selaku kakak tertua dari
penulis dan juga bang Yefta Isura Sitepu, DiC selaku abang dari penulis yang juga
sudah banyak memberikan masukan nasihat, doa, dukungan dan juga semangat
kepada penulis.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku ketua Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU.
3. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku sekretasi Departemen Ilmu Komunikasi
FISIP USU
4. Kak Emilia Ramadhani, S.Sos, M.A selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, mengajari,
mengarahkan dan memberikan banyak nasihat kepada penulis, sehingga
Universitas Sumatera Utara
5. Pak Tangkas dan Kak Maya yang banyak membantu penulis dalam urusan
proses penyelesaian skripsi.
6. Seluruh dosen dan staf pengajar FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu
Komunikasi yang telah mengajar, membagi llmu, mendidik dan membantu
penulis selama masa perkuliahan.
7. Ibu Fitri selaku manajer, asisten professor dan juga salah satu staf pengajar
dari Yayasan Karsa Mandiri (YAKARI), bang Andi Sidabutar selaku
pengajar, kak Sita, kak Fredawati, dan kak Resti Hertika yang juga staf
pengajar, serta seluruh staf yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,
yang telah memberikan arahan, pengetahuan bimbingan serta dukungan
sehingga penulis dapat menyelesaikan kesempatan ini dengan baik.
8. Seluruh pihak Yayasan Karsa Mandiri (YAKARI) yang sudah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk bisa melaksanakan
penelitian.
9. Teman-teman dan sahabat penulis dari Chykes Crew dan GKMI Youth
Group, kak Kris, Fitri, Malem, Eka, kak Tere, kak Nike, Betris, Nina, Elis,
kak Isa, kak Relly, Shella, Rahel, Rani, kak Lala, kak Inje, kak Anna.
Terima kasih atas doa dan dukungannya kepada penulis.
10.Teman spesial sekaligus sahabat penulis Panda yang sudah banyak
memberikan dukungan, semangat dan juga sebagai moodbooster ketika
penulis mengalami kemunduran dalam mengerjakan skripsi ini.
11.Teman-teman penulis yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan
satu-persatu yang juga sudah memberikan banyak dukungan dan doa kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu, khususnya bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).
Medan, Oktober 2015
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama : Eunike Sitepu
Nim : 110904095
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas : Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-Exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Strategi komunikasi guru dalam menghadapi temper tantrum pada anak autis
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty
Non-eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pengkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada tanggal : Oktober 2015
Yang menyatakan
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper Tantrum Pada Anak Autis (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi dan hambatan guru dalam menghadapi temper tantrum pada anak autis di sekolah YAKARI Medan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Strategi Komunikasi, Komunikasi Antar Pribadi, Psikologi Komunikasi, Anak Autis dan Temper Tantrum. Metode dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif, yang mengambil tempat penelitian di Sekolah YAKARI Medan. Subjek penelitian adalah seluruh guru pengajar di Sekolah YAKARI yang berjumlah 5 orang. Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan wawancara (interview) dan juga observasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru memiliki strategi komunikasi dan juga hambatan-hambatannya untuk dapat menghasilkan komunikasi yang efektif. Dari wawancara yang peneliti lakukan dengan para guru/terapis yang mengajar di YAKARI dalam menghadapi anak autis dan anak autis yang mengalami temper tantrum adalah komunikasi dalam bentuk perintah dan pujian seperti “tidak boleh”, “tepuk tangan”, “duduk”, “berdiri”, “lipat tangan”, “hebat”, “bagus”. Hal ini dikarenakan anak autis yang kebanyakan tidak bisa mengerti komunikasi yang kompleks atau komunikasi yang panjang. Hambatan yang dialami oleh anak autis tantrum biasanya karena guru yang mengajarinya tidak mengerti apa yang diinginkan oleh anak, ada sesuatu yang tidak disukai oleh anak, anak merasa dilarang melakukan sesuatu yang diinginkannya, dan ada yang berubah dari kebiasaannya. Hal-hal ini yang membuat anak autis menjadi tantrum.
Kata Kunci:
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi (KAP) ... 19
2.2.5 Efektifitas KAP sebagai Sebuah Strategi Komunikasi . 23 2.2.6 Psikologi Komunikasi ... 23
4.1 Sejarah Singkat Yayasan Ananda Karsa Mandiri ... 49
4.2 Hasil ... 51
Universitas Sumatera Utara
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 68
5.1 Simpulan ... 68
5.2 Saran ... 71
5.3 Saran Dalam Kaitan Akademis ... 71
5.4 Saran Dalam Kaitan Praktis ... 72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper Tantrum Pada Anak Autis (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi dan hambatan guru dalam menghadapi temper tantrum pada anak autis di sekolah YAKARI Medan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Strategi Komunikasi, Komunikasi Antar Pribadi, Psikologi Komunikasi, Anak Autis dan Temper Tantrum. Metode dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif, yang mengambil tempat penelitian di Sekolah YAKARI Medan. Subjek penelitian adalah seluruh guru pengajar di Sekolah YAKARI yang berjumlah 5 orang. Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan wawancara (interview) dan juga observasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru memiliki strategi komunikasi dan juga hambatan-hambatannya untuk dapat menghasilkan komunikasi yang efektif. Dari wawancara yang peneliti lakukan dengan para guru/terapis yang mengajar di YAKARI dalam menghadapi anak autis dan anak autis yang mengalami temper tantrum adalah komunikasi dalam bentuk perintah dan pujian seperti “tidak boleh”, “tepuk tangan”, “duduk”, “berdiri”, “lipat tangan”, “hebat”, “bagus”. Hal ini dikarenakan anak autis yang kebanyakan tidak bisa mengerti komunikasi yang kompleks atau komunikasi yang panjang. Hambatan yang dialami oleh anak autis tantrum biasanya karena guru yang mengajarinya tidak mengerti apa yang diinginkan oleh anak, ada sesuatu yang tidak disukai oleh anak, anak merasa dilarang melakukan sesuatu yang diinginkannya, dan ada yang berubah dari kebiasaannya. Hal-hal ini yang membuat anak autis menjadi tantrum.
Kata Kunci:
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Konteks Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan
manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin
mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia
perlu berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah
berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya.
Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya
membawa orang kehilangan keseimbangan jiwa.
Menurut Dr. Everett Kleinjan dari East West Center Hawaii, komunikasi
sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas.
Sepanjang manusia ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi. Banyak pakar
menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi
seseorang dalam hidup bermasyarakat. Professor Wilbur Schramm menyebutnya
bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat
terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat
mengembangkan komunikasi (Schramm:1982).
Komunikasi juga dipakai dan diperlukan oleh anak-anak sebagaimana
orang dewasa juga memakai dan memerlukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun bahasa yang digunakan oleh anak-anak bukanlah sebuah tata bahasa yang
rumit, susunan kata yang benar dan pengucapan yang benar pula, namun sebuah
tata bahasa yang sederhana, mudah dipahami dan pendek. Cara pengucapan
kata-kata oleh anak-anak pun terlihat belum tepat, juga perbendaharaan kata-kata-kata-kata
masih terbatas. Dan biasanya sebelum usia satu tahun anak-anak sudah mengenal
nama, dan mulai bereaksi ketika dipanggil, mengucapkan 2-3 kata, terutama
kata-kata yang familiar seperti “papa”, “mama”. Pada umur 1-2 tahun anak-anak sudah
mengerti kata “tidak”, dan dapat melambaikan tangan. Kemampuan ini akan
Universitas Sumatera Utara
semakin berkembang dengan baik apabila anak sering berkomunikasi atau
berinteraksi dengan orang lain.
Masalah komunikasi pada anak biasanya dialami oleh anak-anak
berkebutuhan khusus antara lain seperti: anak tunarunggu (gangguan
pendengaran), tunagrahita (gangguan mental), cerebral palsy (kerusakan pada
otak), autistik, attention-deficit-hyperactivity-disorder (ADHD), dan yang lain
sebagainya. Pada anak autis, perkembangan seperti yang sudah dijelaskan diatas
umumnya tidak didapat, karena terkadang anak diawal masa bayi dapat berkata
beberapa patah kata, namun kemudian hilang pada usia 18-24 bulan. Beberapa
anak autis dapat menirukan satu lagu atau lagu iklan yang cukup panjang. Namun
ketika ditanya apa kata-kata dalam lagu tersebut anak tidak dapat menjawab atau
hanya diam saja. Anak autis sering kali ketika ditanya ”siapa namamu?” anak
akan mengulang “siapa namamu?”. Anak dengan autis juga menunjukkan
kesulitan untuk memulai suatu percakapan interaktif, karena disebabkan oleh
gejala autisme yang dideritanya, sehingga menyulitkan mereka untuk memahami,
memprediksi pikiran dan perasaan lawan bicaranya. Mereka menganggap proses
bergantian dalam mendengarkan dan menjelaskan adalah suatu proses yang sangat
sulit, karena mereka tidak tahu mana yang harus fokus didengarkan dan
bagaimana cara merespon balik pembicaraan lawan bicaranya. Anak-anak autis
dapat pula menjadi tantrum atau merasa panik secara tiba-tiba.
Baik anak normal atau anak autis dapat mengalami temper tantrum.
Temper tantrum ini biasanya dialami oleh anak-anak. Pengertian temper tantrum
adalah perilaku marah pada anak-anak prasekolah. Mereka biasanya
mengekspresikan kemarahan mereka disertai tindakan destruktif atau perilaku
negatif dengan cara berbaring dilantai, berguling-guling, menyepak, melempar,
menendang, berteriak, dan kadang-kadang menahan nafas mereka. Tantrum yang
alami, terjadi pada anak-anak yang belum mampu menggunakan kata-kata untuk
mengekspresikan rasa frustasi mereka, karena tidak terpenuhi keinginan mereka.
Tantrum biasanya terjadi pada usia 2 dan 3 tahun, akan mulai menurun
pada usia 4 tahun. Mereka biasanya mengalami ini dalam waktu 1 tahun. 23
Universitas Sumatera Utara
tantrum. Guru seringkali menemukan anak autis yang mengalami temper
tantrum/mengamuk dikelas, merusak benda, bahkan menyakiti dirinya sendiri.
Beberapa anak autis mengalami temper tantrum hanya karena mendengar suara
yang terlalu keras. Jadi yang diperlukan seorang guru dan orang tua dalam
menangani anak autis adalah harus mampu menganalisa mengapa perilaku anak
autis yang tidak diinginkan muncul pada saat pembelajaran dikelas maupun diluar
saat pembelajaran.
Orang tua autis memegang peranan penting dalam mendidik dan mengajar
anak. Meskipun pada awalnya ketika mengetahui anak autis, umumnya akan
melalui masa-masa sulit ditahapan pertama sebelum akhirnya dapat menerima
keadaan anaknya tersebut secara ikhlas. Dan membimbingnya dirumah maupun
membantunya belajar disekolah. Guru juga berperan sebagai figur sentral dalam
pembelajaran yang harus mampu membantu anak tumbuh secara fisik dan
psikologisnya. Dengan konsep pendidikan berkebutuhan khusus pendidikan dan
pembelajaran harus difokuskan pada potensi yang dimiliki anak, bukan hambatan
belajar secara umum. Dengan demikian pembelajaran harus dimulai dengan
asesmen dan tidak cukup hanya dengan diagnosa saja. Sekolah yang menjadi
tempat penelitian penulis adalah YAKARI, sebuah yayasan khusus anak
berkebutuhan khusus, khususnya anak autis. Sekolah ini terletak dijalan Sei Batu
Rata, Medan. Sekolah ini memiliki 5 orang tenaga pengajar.
1.2. Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti
merumuskan fokus masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Strategi
Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper Tantrum Pada Anak Autis Di
Sekolah YAKARI Di Kota Medan”.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui strategi komunikasi guru dalam menghadapi temper
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan guru dalam menghadapi temper
tantrum pada anak autis di sekolah YAKARI di Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan
pengetahuan dan memperluas penelitian komunikasi serta pengalaman
khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
mengenai strategi komunikasi dan hambatan guru dalam menghadapi
temper tantrum pada anak autis.
3. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, memberikan
pandangan serta masukan kepada pihak-pihak yang membutuhkan
Universitas Sumatera Utara
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Perspektif/Paradigma Kajian
Konstruktivisme mulai dengan suatu premis bahwa dunia manusia (human
world) berbeda dengan dunia alam (natural world) dan dunia fisik (physical
world). Dunia manusia coraknya hidup, ada interaksi, ada komunikasi yang hidup
dan dinamis. Ciri khas dari dunia manusia adalah daapat berbicara, berpikir dan
bertindak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan diinginkannya. Sedangkan dunia
alam dan fisik coraknya mekanis, keras, ‘mati’, tidak ada komunikasi yang hidup.
Karena perbedaan ini, maka pendekatan penelitiannya juga harus berbeda.
Manusia tidak dapat diperlakukan sebagai makhluk yang mati dan begitu juga
alam fisik yang keras tidak dapat diperlakukan sebagai makhluk yang hidup.
Konstruktivisme beranggapan bahwa dunia dikonstruksi (constructed) dan bukan
diterima (given).
Dunia dalam hal ini dipahami dalam artinya luas termasuk relasi,
komunikasi, persepsi, perasaan. Jadi apa yang kita lihat, rasakan, alami, dan
ketahui bukanlah diterima tetaapi dikonstruksi atau ‘diciptakan’. Hal ini hanya
mungkin dibuat oleh manusia. Manusialah yang memiliki dan mengembangkan
kemampuannya untuk menginterpretasi dan mengkonstruksi realita.
Persepsi manusia bukanlah suatu realita yang berdiri sendiri. Tidak ada
persepsi yang berdiri sendiri tanpa adanya manusia yang menciptakan. Misalnya
juga Matahari. Matahari memang nyata tetapi ditangkap, dipahami, dan didekati
melalui budaya dan bahasa manusia. Dalam arti ini Matahari dikostruksikan oleh
manusia. Jadi, matahari tidak dapat dikenal tanpa pemahaman budaya melalui
bahasa manusia. Dengan demikian, konstruktivisme mempelajari beraneka realita
yang disusun oleh manusia yang pada akhirnya memberikan dampak kepada
hidup manusia itu sendiri dan memberi arti pada hubungannya dengan orang lain
dan lingkungannya. Namun harus dimengerti bahwa konstruktivisme
mengkonstruksi pengetahuan tentang sesuatu realita tetapi tidak menciptakan
Universitas Sumatera Utara
realita itu. Dengan kata lain, realita dunia tetap ada tetapi manusia memberi arti
kepadanya melalui budaya dan bahasa yang dipahaminya.
Ada suatu keyakinan dalam konstruktivisme bahwa manusia tidak
mungkin menangkap suatu realita eksternal yang berdiri sendiri, tunggal dan tidak
berubah. Semua pemahaman manusia tentang realita selalu terkait dengan situasi
dan konteks yang mengitarinya, dan dimengerti secara interpersonal dan terbatas.
Tidak ada realita yang berdiri sendiri tanpa manusia yang memaknainya.
Pemaknaan manusia tidak berdiri tetapi terkait dengan manusia yang lain
(Semiawan, 2010: 10-12).
Guba (1990:25) menyatakan but philosophers of science now uniformly
believe that facts are facts only within some theoretical framework. Thus the basis
for discovering “how things really are” and “really work” is lost. “Reality”
exists only in the context of mental framework (construct) for thinking about it.
(ahli-ahli filsafat ilmu pengetahuan percaya bahwa fakta hanya berada dalam
kerangka kerja teori. Basis untuk menemukan “sesuatu benar-benar ada” dan
“benar-benar bekerja” adalah tidak ada. Realitas hanya ada dalam konteks suatu
kerangka kerja mental (konstruk) untuk berpikir tentang realitas tersebut).
Ini berarti realitas itu ada sebagai hasil konstruksi dari kemampuan
berpikir seseorang. Lebih lanjut Guba (1990: 25) mengemukakan constructivists
concur with the ideological argument that inquiry cannot be value-free. If
“reality” can be seen only through a theory window, it can equally be seen only
through a value window. Many constructions are possible. (Kaum konstruktivis
setuju dengan pandangan bahwa penelitian itu tidak bebas nilai. Jika “realitas”
hanya dapat dilihat melalui jendela teori, maka itu hanya dapat dilihat sama
melalui jendela nilai. Banyak pengonstruksian dimungkinkan). Hal ini berarti
penelitian terhadap suatu realitas itu tidak bebas nilai. Realitas hanya dapat diteliti
dengan pandangan (jendela/kacamata) yang berdasarkan nilai.
Beberapa hal lagi dijelaskan tentang konstruktivisme oleh Guba (1990: 26)
ialah: finally, it depicts knowledge as the outcome or consequence of human
activity; knowledge is a human construction, never certifiable as ultimately true
Universitas Sumatera Utara
hasil atau konsekuensi dari aktivitas manusia, pengetahuan merupakan konstruksi
manusia, tidak pernah dipertanggungjawabkan sebagai kebenaran yang tetap
tetapi merupakan permasalahan dan selalu berubah). Artinya, bahwa aktivitas
manusia itu merupakan aktivitas mengonstruksi realitas, dan hasilnya tidak
merupakan kebenaran yang tetap, tetapi selalu berkembang terus.berdasarkan
beberapa penjelasan Guba yang di kutip diatas, dapat disimpulkan bahwa realitas
itu merupakan hasil konstruksi manusia. Realitas itu selalu terkait dengan nilai
jadi tidak mungkin bebas nilai dan pengetahuan hasil konstruksi manusia itu tidak
bersifat tetap tetapi berkembang terus.
Konstruktivisme ini secara embrional bertitik tolak dari pandangan Rene
Descartes dengan ungkapannya yang terkenal: “Cogito Ergo Sum” yang artinya
“karena aku berpikir maka aku ada”. Ungkapan Cogito Ergo Sum adalah sesuatu
yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. Menurut Descartes
pengetahuan tentang sesuatu bukan hasil pengamatan, melainkan hasil pemikiran
rasio. Pengamatan merupakan hasil/kerja dari indra (mata, telinga, hidung, peraba,
dan pengecap/lidah). Untuk mencapai sesuatu yang pasti, menurut Descartes kita
harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari.
Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dimulai dengan
meragukan kemudian menimbulkan kesadaran, dan kesadaran ini berada di
samping materi. Sedangkan prinsip ilmu pengetahuan di satu pihak berpikir, ini
ada pada kesadaran, dan di pihak lain berpijak pada materi. Hal ini dapat dilihat
dari pandangan Immanuel Kant. Menurut Kant bahwa ilmu pengetahuan itu bukan
semata-mata merupakan pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil
konstruksi oleh rasio.
Lebih lanjut Guba (1990: 27) mengemukakan sistem keyakinan dasar pada
peneliti konstruktivitas, sebagai berikut.
Ontology: Relativist-Realities exist in the form of multiple mental
constructions, socially and experientially based local and specific, dependent for
their form and content on the persons who hold them. Epistemology:
Subjectivist-inquirer and inquired into are fused a single (monistic) entity. Findings are
Universitas Sumatera Utara
hermeneutic-dialetic-individual constructions are elicited and refined
hermeneutically, with the aim of generating one (or a few) constructions on which
there is substantial consensus. (Asumsi ontologi ialah realitivis-realitas ada dalam
bentuk konstruksi mental yang bersifat ganda, didasarkan secara social dan
pengalaman, local dan khusus bentuk dan isinya, tergantung pada mereka yang
mengemukakannya. Asumsi epistemologi ialah subjektif-peneliti dan yang diteliti
disatukan ke dalam pengetahuan yang utuh dan bersifat tunggal (monistic).
Temuan-temuan secara harfiah merupakan kreasi dari proses interaksi anatara
peneliti dengan yang diteliti. Asumsi metodologi ialah
hermeneutic-dialetik-konstruksi individual, dinyatakan dan diperhalus secara hermeneutic dengan
tujuan menghasilkan satu atau beberapa kontruksi yang secara substansial
disepakati).
2.2. Kajian Pustaka
2.2.1. Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan
bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama
makna. Komunikasi menurut komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang
atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi satu dengan yang
lainnya, yang pada gilirannya akan tiba saling pengertian yang dalam. Dari
definisi ini juga dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses
pertukaran pesan antar komunikan dan komunikator dimana menciptakan suatu
kesepahaman bersama (Roger dkk dalam Cangara, 2007: 20).
Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau
kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama
hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya
adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan
komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari
pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi (communication) adalah proses sosial dimana
individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan
menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (West, 2009: 5).
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari
kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.
Sama disini maksudnya adalah sama makna.
Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk
percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan
makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan
dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain
perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan
bahasa itu. Jelas bahwa percakapan yang komunikatif apabila kedua-duanya,
selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang
dipercakapkan.
Akan tetapi, pengertian komunikasi yang dipaparkan diatas sifatnya
dasariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung
kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena
kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan
tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham
atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain (Effendy,
2007: 9).
Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian
komunikasinya sendiri, Hovland, mengatakan bahwa komunikasi adalah proses
perubahan perilaku orang lain (communication is the process to modify the
behavior of other individuals).
Akan tetapi, seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif seperti
diuraikan diatas.
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan
secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigm yang
Universitas Sumatera Utara
of Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk
menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says
What In Which Channel To Whom With What Effect ?
Paradigma Lasswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima
unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:
− Komunikator (communicator, source, sender)
− Pesan (message)
− Media (channel, media)
− Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)
− Efek (effect, impact, influence)
Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu. Demikian kelengkapan unsur komunikasi menurut
Harold Lasswell yang mutlak harus ada dalam setiap prosesnya.
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran
dan perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).
Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran,
kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.
Adakalanya seseorang menyampaikan buah pikirannya kepada orang lain tanpa
menampakkan perasaan tertentu. Pada saat lain seseorang menyampaikan
perasaannya kepada orang lain tanpa pemikiran. Tidak jarang pula seseorang
menyampaikan pikirannya disertai perasaan tertentu, disadari atau tidak disadari.
Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan
perasaan yang disadari; sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu
menyampaikan pikiran, perasaan tidak terkontrol.
Pikiran dan perasaan yang akan disampaikan kepada orang lain itu oleh
Walter Lippman dinamakan picure in our head, dan oleh Walter Hagemann
disebut Bewustseinsinhalte. Yang menjadi permasalahan ialah bagaiman caranya
agar “gambaran dalam benak” dan “isi kesadaran” pada komunikator itu dapat
dimengerti, diterima, dan bahkan dilakukan oleh komunikan (Effendy,
Universitas Sumatera Utara
Proses komunikasi terbagi menjadi 2 tahap, yaitu secara primer dan
sekunder.
a. Proses Komunikasi secara Primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran
dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer
dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna,
dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan”
pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan (Effendy,
2007:11).
b. Proses Komunikasi secara Sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan
oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau
sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam
melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya
berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat,
telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televise, film, dan banyak
lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi
(Effendy, 2007:16).
Unsur-unsur dalam proses komunikasi adalah sebagai berikut:
− Sender: Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang
atau sejumlah orang.
− Encoding: Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalam
bentuk lambang.
− Message: Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang
disampaikan oleh komunikator.
− Media: Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator
Universitas Sumatera Utara
− Decoding: Pengawasandian, yaitu proses dimana komunikan
menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator
kepadanya.
− Receiver: Komunikan yang menerima pesan dari komunikator
− Response: Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah
diterpa pesan.
− Feedback: Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila
tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.
− Noise: Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi
sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda
dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya
(Effendy, 2007:18-19).
Ada 5 istilah penting yang digunakan dalam mendefinisikan komunikasi:
sosial, proses, simbol, makna, dan lingkungan. Pertama-tama sepenuhnya diyakini
bahwa komunikasi adalah suatu proses sosial. Ketika menginterpretasikan
komunikasi secara sosial (social), maksud yang disampaikan adalah komunikasi
selalu melibatkan manusia serta interaksi. Artinya, komunikasi selalu melibatkan
dua orang, pengirim dan penerima. Keduanya memainkan peranan yang penting
dalam proses komunikasi. Ketika komunikasi dipandang secara sosial,
komunikasi selalu melibatkan dua orang yang berinteraksi dengan berbagai niat,
motivasi, dan kemampuan.
Kemudian, ketika membicarakan komunikasi sebagai proses (process), hal
ini berarti komunikasi bersifat berkesinambungan dan tidak memiliki akhir.
Komunikasi juga dinamis, kompleks, dan senantiasa berubah. Melalui pandangan
mengenai komunikasi ini, kami ingin menekankan bahwa menciptakan suatu
makna adalah sesuatu yang dinamis. Oleh karena itu, komunikasi tidak memiliki
awal dan akhir yang jelas.
Simbol (symbol) adalah sebuah label arbitrer atau representasi dari
fenomena. Kata adalah simbol untuk konsep dan benda – misalnya, kata cinta
mempresentasikan sebuah ide mengenai cinta; kata kursi mempresentasikan benda
non-Universitas Sumatera Utara
verbal, dan dapat terjadi dalam komunikasi tatap muka dan komunikasi dengan
menggunakan media. Simbol biasanya telah disepakati bersama dalam sebuah
kelompok, tetapi mungkin saja tidak dimengerti di luar lingkup kelompok
tersebut.
Selain proses dan simbol, makna juga memegang peranan penting dalam
definisi komunikasi kita. Makna adalah yang diambil orang dari suatu pesan.
Tanpa berbagi makna, kita semua akan mengalami kesulitan dalam menggunakan
bahasa yang sama atau dalam menginterpretasikan suatu kejadian yang sama.
Judith Martin dan Tom Nakayama (2002) menyatakan bahwa makna memiliki
konsekuensi budaya.
Istilah kunci yang terakhir dalam definisi komunikasi kita adalah
lingkungan. Lingkungan (environment) adalah situasi atau konteks dimana
komunikasi terjadi. Lingkungan terdiri atas beberapa elemen, seperti waktu,
tempat, periode sejarah, relasi, dan latar belakang budaya pembicara dan
pendengar. Lingkungan juga dapat dihubungkan. Maksudnya, komunikasi dapat
terjadi dengan adanya bantuan dari teknologi. Lingkungan yang difasilitasi oleh
media ini adalah area penting (dan termasuk baru) dalam teori komunikasi, namun
juga mempengaruhi proses komunikasi baik secara langsung maupun tidak (West,
2009:6-8).
2.2.2. Strategi Komunikasi
Para ahli komunikasi, terutama di negara-negara yang sedang berkembang,
dalam tahun-tahun belakangan ini menumpahkan perhatian yang besar terhadap
strategi komunikasi. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan
management dalam mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan
tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan melainkan harus mampu
menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya (Effendy, 2007: 32).
Menurut R. Wayne Pace, Brent D Peterson dan M. Dallas Burnett dalam
bukunya Tehnique for Effective Communication, menyatakan bahwa yang menjadi
tujuan sentral strategi komunikasi meliputi to secure understanding, to establish
acceptance, dan to motive action. Artinya bahwa dalam kegiatan komunikasi
Universitas Sumatera Utara
komunikannya, setelah itu dibina dan didorong untuk melakukan sesuatu baik
mengubah ataupun melanjutkan apa yang diinginkan komunikator.
Strategi tersebut harus memperhatikan beberapa hal berikut ini:
• Tujuan
• Sasaran
• Pesan
• Instrumen dan Kegiatan
• Sumber daya
• Skala Waktu
• Evaluasi dan Perbaikan
Seperti halnya dengan strategi dalam bidang manapun, strategi komunikasi
harus didukung oleh teori, sebab teori merupakan pengetahuan berdasarkan
pengalaman yang sudah diuji kebenarannya. Banyak teori komunikasi yang sudah
dikemukakan oleh para ahli, tetapi untuk strategi komunikasi yang dijadikan
pendukung strategi tersebut adalah apa yang dikemukakan oleh Harold Lasswell.
Cara untuk menerangkan kegiatan komunikasi adalah dengan menjawab
pertanyaan “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”.
Komunikasi merupakan suatu proses yang rumit. Dalam rangka menyusun
strategi komunikasi diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan
faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor-faktor-faktor penghambat.
a. Mengenali Sasaran Komunikasi
Apa pun tujuannya, metodenya, dan banyaknya sasaran, pada diri
komunikan perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor Kerangka Referensi
Kerangka referensi seseorang terbentuk dalam dirinya sebagai hasil
dari panduan pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup,
status sosial, ideologi, cita-cita dan sebagainya.
2. Faktor situasi dan kondisi
Yang dimaksudkan dengan situasi disini ialah situasi komunikasi
pada saat komunikan akan menerima pesan yang kita sampaikan.
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya, dapat juga dating tiba-tiba pada saat komunikasi
dilancarkan. Kondisi disini adalah state of personality komunikan,
yaitu keadaan fisik dan psikis komunikan pada saat ia menerima
pesan komunikasi. Disini faktor manusiawi sangat penting.
b. Pemilihan Media Komunikasi
Media komunikasi banyak jumlahnya, mulai dari yang tradisional
sampai yang modern yang dewasa ini banyak dipergunakan. Kita bisa
menyebutnya kentongan, bedug, pagelaran kesenian, surat, papan
pengumuman, telepon, telegram, pamflet, poster, spanduk, surat kabar,
majalah, film, radio, dan televisi yang pada umumnya dapat
diklasifikasikan sebagai media tulisan atau cetakan, visual, aural, dan
audio-visual.
c. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi
Pesan komunikasi (message) mempunyai tujuan tertentu. Ini
menentukan teknik yang harus diambil, apakah itu teknik informasi,
teknik persuasi, atau teknik instruksi. Isi pesan komunikasi bisa satu,
tetapi lambang-lambang yang dipergunakan bisa macam-macam.
Lambang yang bisa dipergunakan untuk menyampaikan isi
komunikasi ialah bahasa, gambar, warna, kial (gesture), dan
sebagainya.
d. Peranan Komunikator dalam komunikasi
− Daya tarik Sumber
Seorang komunikator akan berhasil dalam komunikasi, akan mampu
mengubah sikap, opini, dan perilaku komunikan melalui mekanisme
daya tarik jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut
serta dengannya. Dengan lain perkataan, komunikan merasa ada
kesamaan antara komunikator dengannya sehingga komunikan
bersedia taat pada isi pesan yang dilancarkan oleh komunikator.
− Kredibilitas Sumber
Faktor kedua yang bisa menyebabkan komunikasi berhasil ialah
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki seorang
komunikator. Berdasarkan factor kedua tersebut, seorang
komunikator dalam menghadapi komunikan harus bersikap empatik
(empathy), yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan
dirinya kepada peranan orang lain. Seorang komunikator harus
bersikap empatik ketika ia berkomunikasi dengan komunikan yang
sedang sibuk, marah, bingung, sedih, sakit, kecewa, dan sebagainya
(Effendy, 2007: 35-39).
2.2.3. Komunikasi Antar Pribadi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan
bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama
makna. Komunikasi menurut komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang
atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi satu dengan yang
lainnya, yang pada gilirannya akan tiba saling pengertian yang dalam. Dari
definisi ini juga dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses
pertukaran pesan antar komunikan dan komunikator dimana menciptakan suatu
kesepahaman bersama (Roger dkk dalam Cangara, 2007: 20).
Komunikasi antarpribadi dapat terjadi dalam konteks satu komunikator
dengan satu komunikan (komunikasi diadik: dua orang) atau satu komunikator
dengan dua komunikan (komunikasi triadik: tiga orang). Lebih dari tiga orang
biasanya dianggap komunikasi kelompok. Komunikasi antarpribadi dapat
berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media komunikasi antarpribadi
(nonmedia massa), seperti telepon. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator
relatif cukup mengenal komunikan, dan sebaliknya, pesan dikirim dan diterima
secara stimutan dan spontan, relatif kurang terstruktur, demikian pula halnya
dengan umpan balik yang dapat diterima dengan segera. Dalam tataran
antarpribadi, komunikasi berlangsung secara sirkuler, peran komunikator dan
komunikan terus dipertukarkan, karenanya dikatakan bahwa kedudukan
komunikator dan komunikan relative setara. Proses ini lazim disebut dialog,
Universitas Sumatera Utara
yang mendominasi percakapan. Efek komunikasi antarpribadi paling kuat di
antara tataran komunikasi lainnya. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator
dapat mempengaruhi langsung tingkah laku (efek konatif) dari komunikannya,
memanfaatkan pesan verbal dan nonverbal, serta segera merubah atau
menyesuaikan pesannya apabila didapat umpan balik negatif (Vardiansyah,
2004:30-31).
Komunikasi interpersonal adalah “interaksi tatap muka antar dua atau
beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung,
dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula”.
Kebanyakan komunikasi interpersonal berbentuk verbal disertai
ungkapan-ungkapan nonverbal dan dilakukan secara lisan. Cara tertulis diambil sejauh
diperlukan, misalnya dalam bentuk memo, surat atau catatan.
Komunikasi interpersonal dengan masing-masing orang berbeda tingkat
kedalaman komunikasinya, tingkat intensifnya, dan tingkat ekstensifnya.
Komunikasi interpersonal antara dua orang kenalan tentu berbeda dari komunikasi
interpersonal antarsahabat atau pacar. Berkat komunikasi itu mereka yang terlibat
dapat semakin mengenal. Karena itu juga komunikasi dapat semakin mendalam
sifatnya. Berkat komunikasi interpersonal, seorang kenalan pada dapat menjadi
sahabat (Hardjana, 2003:85)
Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau
kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama
hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya
adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan
komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari
pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas
ide yang dipertukarkan (Fajar, 2008: 30). Komunikasi (communication) adalah
proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk
menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (Richard,
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi antar pribadi atau yang sering disebut sebagai komunikasi
interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka
antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan
orang (Wiryanto, 2004). Komunikasi interpersonal adalah “interaksi tatap muka
antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan
secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara
langsung pula (Hardjana, 2003: 85).
Selain itu, komunikasi interpersonal juga didefinisikan interaksi orang ke
orang, dua arah, verbal dan non verbal.
Pribadi adalah individu yang berbeda satu dengan yang lainnya, perbedaan
tersebut menyebabkan orang mengenal individu secara khas dan membedakannya
dengan individu lainnya. Kualitas individu menentukan kekhasannya dalam
hubungannya dengan individu lain, dan kekhasan tersebut akan menentukan
kualitas komunikasinya (Bungin, 2006:258).
Saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu
atau antar individu didalam kelompok kecil (Febrina, 2008). Komunikasi
interpersonal baik dua orang maupun tiga orang/lebih menyangkut saling berbagi
informasi dan perasaan dan masing-masing anggota menyadari keberadaan orang
lain, memiliki minat yang sama serta memiliki satu tujuan. Ada beberapa
pendekatan dalam komunikasi antar pribadi (KAP) yakni pendekatan KAP yang
didasarkan kepada:
1. Komponen-komponen utama
Bittne (1985:10) menerangkan bahwa komunikasi antar pribadi
berlangsung bila pengirim menyampaikan informasi berupa kata-kata
kepada penerima dengan menggunakan suara manusia (human voice).
2. Pengembangan
KAP dapat dilihat dari dua sisi sebagai perkembangan dari komunikasi
interpersonal dan komunikasi pribadi atau intim. Oleh karena itu, derajat
KAP berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman informasi sehingga
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi (KAP)
Berdasarkan definisi Komunikasi Antar Pribadi, Rogers mendefinisikan
ciri-ciri KAP, yaitu:
1. Arus pesan dua arah
2. Konteks komunikasi dua arah
3. Tingkat umpan balik tinggi
4. Kemampuan mengatasi selektivitas tinggi
5. Kecepatan jangkauan terhadap khalayak relatif lambat
6. Efek yang terjadi perubahan sikap
Dalam bukunya Hardjana menjelaskan beberapa ciri-ciri dari komunikasi
interpersonal, yaitu:
1. Komunikasi Interpersonal adalah Verbal dan Nonverbal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang pesannya dikemas
dalam bentuk verbal dan nonverbal. Dalam komunikasi itu, seperti
pada komunikasi umumnya, selalu mencakup dua unsure pokok: isi
pesan dan bagaimana isi itu dikatakan atau dilakukan, baik secara
verbal dan juga nonverbal. Untuk efektifnya, kedua unsure itu
sebaiknya diperhatikan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan
situasi, kondisi, dan keadaan penerima pesannya.
2. Komunikasi Interpersonal Mencakup Perilaku Tertentu
Perilaku dalam komunikasi meliputi perilaku verbal dan nonverbal.
Ada tiga perilaku dalam komunikasi interpersonal:
a) Perilaku spontan (spontaneous behaviour) adalah perilaku yang
dilakukan karena desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi
secara kognitif. Artinya, perilaku itu terjadi begitu saja. Jika verbal,
perilaku spontan bernada asal bunyi. Misalnya, “hai”, “aduh” atau
“hore”. Perilaku spontan nonverbal, misalnya meletakkan telapak
tangan pada dahi waktu kita sadar telah berbuat keliru atau lupa,
melambaikan tangan pada waktu berpapasan dengan teman, atau
menggebrak meja dalam diskusi ketika kita tidak setuju atas
Universitas Sumatera Utara
b) Perilaku menurut kebiasaan (script behaviour) adalah perilaku
yang kita pelajari dari kebiasaan kita. Perilaku itu khas, dilakukan
pada situasi tertentu, dan dimengerti orang. Misalnya, ucapan
“selamat datang” kepada teman yang dating, “apa kabar” pada
waktu berjumpa dengan teman, atau “selamat malam” pada waktu
sebelum tidur. Dalam bentuk nonverbal, misalnya “berjabat
tangan” dengan teman, “mencium tangan” orang tua, “memeluk”
kekasih. Perilaku semacam itu sering kita lakukan tanpa terlalu
mempertimbangkan artinya dan terjadi secara spontan karena
sudah mendarahdaging dalam diri kita.
c) Perilaku sadar (contrived behaviour) adalah perilaku yang dipilih
karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu
dipikirkan dan dirancang sebelumnya, dan disesuaikan dengan
orang yang akan dihadapi, urusan yang harus diselesaikan, dan
situasi serta kondisi yang ada.
3. Komunikasi Interpersonal adalah Komunikasi yang Berproses
Pengembangan
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berproses
pengembangan (developmental process). Komunikasi interpersonal
berbeda-beda tergantung dari tingkat hubungan pihak-pihak yang
terlibat dalam komunikasi, pesan yang dikomunikasikan dan cara
pesan dikomunikasikan. Komunikasi itu berkembang berawal dari
saling pengenalan yang dangkal, berlanjut makin mendalam, dan
berakhir dengan saling pengenalan yang amat mendalam. Tetapi juga
dapat putus, sampai akhirnya saling melupakan.
4. Komunikasi Interpersonal Mengandung Umpan Balik, Interaksi, dan
Koherensi
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi tatap muka. Karena
itu, kemungkinan umpan balik (feedback) besar sekali. Dalam
komunikasi itu, penerimaan pesan dapat langsung menanggapi dengan
Universitas Sumatera Utara
penerima pesan terjadi interaksi (interaction) yang satu mempengaruhi
yang lain, dan kedua-duanya saling mempengaruhi dan memberi serta
menerima dampak. Pengaruh itu terjadi pada dataran
kognitif-pengetahuan, efektif-perasaan, dan behavioral-perilaku. Semakin
berkembang komunikasi interpersonal itu, semakin intensif umpan
balik dan interaksinya karena peran pihak-pihak yang terlibat berubah
peran dari penerima pesan menjadi pemberi pesan, dan sebaliknya dari
pemberi pesan menjadi penerima pesan. Agar komunikasi
interpersonal itu berjalan secara teratur, dalam komunikasi itu
pihak-pihak yang terlibat saling menanggapi sesuai dengan isi pesan yang
diterima. Dari sini terjadilah koherensi dalam komunikasi baik antara
pesan yang disampaikan dan umpan balik yang diberikan, maupun
dalam keseluruhan komunikasi.
5. Komunikasi Interpersonal Berjalan Menurut Peraturan Tertentu
Agar berjalan dengan baik, maka komunikasi interpersonal hendaknya
mengikuti peraturan (rules) tertentu. Peraturan itu ada yang intrinsic
dan ada yang ekstrinsik. Peraturan intrinsic adalah peraturan yang
dikembangkan oleh masyarakat untuk mengatur cara orang harus
berkomunikasi satu sama lain. Peraturan ini menjadi patokan perilaku
dalam komunikasi interpersonal. Karena ditetapkan oleh masyarakat,
patokan itu bersifat khas untuk masing-masing, masyarakat, budaya,
dan bangsa. Peraturan intrinsik misalnya, meski sama-sama sopan,
hormat, menghargai, tetapi bentuknya berbeda diantara orang Jawa dan
Orang Jepang. Peraturan ekstrinsik adalah peraturan yang ditetapkan
oleh situasi atau masyarakat. Peraturan ekstrinsik oleh situasi,
misalnya pada waktu melayat, nada bicara dalam komunikasi
interpersonal berbeda dengan ketika pesta; komunikasi interpersonal
dirumah ibadat berbeda dengan komunikasi interpersonal di lapangan
bola. Peraturan ekstrinsik oleh masyarakat, misalnya komunikasi
Universitas Sumatera Utara
dirumah salah satu seorang pacar tidak berlangsung melebihi pukul 9
malam. Peraturan ekstrinsik sering menjadi pembatasan komunikasi.
6. Komunikasi Interpersonal adalah Kegiatan Aktif
Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang aktif, bukan pasif.
Komunikasi interpersonal bukan hanya komunikasi dari pengirim
kepada penerima pesan dan sebaliknya, melainkan komunikasi timbal
balik antara pengirim dan penerima pesan. Komunikasi interpersonal
bukan sekadar serangkaian rangsangan-tanggapan, stimulus-respon,
tetapi serangkaian proses saling penerimaan, penyerapan, dan
penyampaian tanggapan yang sudah diolah oleh masing-masing pihak.
Dalam komunikasi interpersonal, pihak-pihak yang berkomunikasi
tidak hanya saling bertukar produk tetapi terlibat dalam proses untuk
bersama-sama membentuk dan menghasilkan produk. Karena itu,
pihak-pihak yang melakukan komunikasi interpersonal bertindak aktif,
baik waktu menyampaikan pesan maupun pada waktu menerima
pesan. Maka, pihak yang menyampaikan pesan harus berusaha
sebaik-baiknya agar pesan dapat sampai dan dimengerti dengan pas, dan
mengirimkannya melalui media yang sesuai. Sedang pihak penerima
pesan harus berusaha mendengarkan dan mengerti baik-baik pesan
yang didengarkannya serta menyampaikan umpan balik dengan tepat
mengenai isi dan caranya.
7. Komunikasi Interpersonal Saling Mengubah
Komunikasi interpersonal juga berperan untuk saling mengubah dan
mengembangkan. Melalui interaksi dalam komunikasi, pihak-pihak
yang terlibat komunikasi dapat saling member inspirasi, semangat, dan
dorongan untuk mengubah pemikiran, perasaan dan sikap yang sesuai
dengan topic yang dibahas bersama. Karena itu, komunikasi
interpersonal dapat merupakan wahana untuk saling belajar dan
mengembangkan wawasan, pengetahuan, dan kepribadian (Hardjana,
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Efektifitas KAP Sebagai Sebuah Strategi Komunikasi
KAP merupakan komunikasi paling efektif untuk mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku seseorang. Oleh karena itulah, KAP dipandang sebagai
sebuah strategi dalam mencapai tujuan khususnya dalam merubah perilaku
maupun watak seseorang.
Menurut Kumar (2000: 121-122), lima ciri efektifitas KAP sebagai berikut:
1. Keterbukaan (openess)
2. Empati (empathy)
3. Dukungan (supportiveness)
4. Rasa positif (positiveness)
5. Kesetaraan (equality)
Selain itu, KAP sebagai sebuah strategi juga dilihat dari 2 teori yang
dinamakan, Teori penyimpulan (inference theory), orang dapat mengamati atau
mengidentifikasi perilakunya sendiri. Teori pengambilan Peran (role taking
theory), seseorang harus lebih dulu mengenal dan mengerti perilaku orang lain.
Kedua teori ini akan melahirkan proses empati komunikasi yang meliputi:
1. Kelayakan (decentering)
Bagaimana individu memusatkan perhatian kepada orang lain dan
mempertimbangkan apa yang dipikirkan dan dikatakan orang lain
tersebut.
2. Pengambilan peran (role taking)
Mengidentifikasi orang lain ke dalam dirinya, menyentuh kesadaran diri
melalui orang lain.
3. Empati komunikasi (emphatic communication)
Meliputi penyampaian perasaan, kejadian, persepsi atau proses yang
menyatakan tidak langsung perubahan sikap/perilaku penerima.
2.2.6 Psikologi Komunikasi
Kata atau istilah komunikasi (communication) berasal dari Bahasa Latin
communicates atau communication atau communicare yang berarti berbagi atau
Universitas Sumatera Utara
bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan.
Menurut Webster New Collogiate Dictionary komunikasi adalah suatu proses
pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang,
tanda-tanda atau tingkah laku. Ada beberapa definisi tentang komunikasi yang
dikemukakan para ahli:
1. Carl Hovland, Janis & Kelley
Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan
tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya
(khalayak)
2. Bernard Berelson & Gary A. Steiner
Komunikasi adalah satu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi,
keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti
kata-kata, gambar, angka-angka dan lain-lain.
3. Harold Lasswell
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan
siapa mengatakan apa dengan saluran apa, kepada siapa, dan dengan
akibat apa atau hasil apa. (who says what in which channel to whom and
with what effect).
4. Barnlund
Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk
mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif,
mempertahankan atau memperkuat ego.
5. Weaver
Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiraan seseorang
dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya.
6. Gode
Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari semula
yang dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki
Universitas Sumatera Utara
Definisi Hovland Cs memberikan penekanan bahwa tujuan komunikasi
adalah mengubah atau membentuk perilaku. Definisi Berelson dan Steiner
menekankan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian, yaitu penyampaian
informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain.
− Definisi Lasswell secara eksplisit dan kronologis menjelaskan tentang 5 komponen yang terlibat dalam komunikasi, yaitu:
− Siapa (pelaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau sumber)
− Mengatakan apa (isi informasi yang disampaikan)
− Kepada siapa (pelaku komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran penerima)
− Melalui saluran apa (alat/saluran penyampaian informasi)
− Dengan akibat/hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima)
Definisi Lasswell ini juga menunjukkan bahwa komunikasi itu adalah suatu
upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan. Berdasarkan definisi Lasswell ini
dapat diturunkan 5 unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain,
yaitu:
1. Sumber (source), sering disebut juga pengirim (sender), penyandi
(encoding), komunikator, pembicara (speaker) atau originator. Sumber
adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk
berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok,
organisasi, perusahaan, atau negara.
2. Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima.
Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang
mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tersebut. Pesan
mempunyai 3 komponen, yaitu makna, digunakan untuk menyampaikan
pesan, dan bentuk atau organisasi pesan.
3. Saluran atau media, yaitu alat atau wahana yang digunakan sumber
untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Pada dasarnya
Universitas Sumatera Utara
Saluran juga merujuk pada cara penyampaian pesan, apakah langsung
(tatap muka) atau lewat media (cetak dan elektronik).
4. Penerima (receiver) sering juga disebut sasaaran/tujuan (destination),
komunikate, penyandi balik (decoder) atau khalayak, pendengar
(listener), penafsir (interpreter), yaitu orang yang menerima dari
sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai,
pengetahuan, persepsi, pola piker, dan perasaan, penerima pesan
menafsirkan seperangkat symbol verbal dan nonverbal yang ia terima.
5. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan
tersebut, misalnya terhibur, menambah pengetahuan, perubahan sikap,
atau bahkan perubahan perilaku. (Riswandi, 2013:1-3)
Dengan komunikasi orang dapat membentuk saling pengertian,
menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang, menyebarkan ilmu
pengetahuan, dana melestarikan peradaban. Begitupun sebaliknya dengan
komunikasi juga bisa menimbulkan perpecahan, menghidupkan permusuhan,
menanamkan kebencian, menghalangi kemajuan, dan menghambat pemikiran.
Begitu penting dan begitu akrab komunikasi dengan diri kita sehingga kita
terkadang merasa tidak perlu lagi mempelajari komunikasi.
Komunikasi ada dimana-mana. Dirumah misalnya, ketika anggota-anggota
keluarga berbicang dimeja makan. Di kampus, ketika mahasiswa-mahasiswa
mendiskusikan hasil tentamen. Di kantor, ketika pimpinan mengadakan
pembagian tugas ke bawahannya. Di Mesjid, ketika Muballigh berkhotbah. Atau
ditaman-taman misalnya, ketika seorang pencinta mengungkapkan rindunya.
Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan kita. Sebuah penelitian
mengungkapkan bahwa 70% waktu bangun kita digunakan untuk berkomunikasi.
Komunikasi menentukan kualitas hidup manusia.
Kualitas hidup manusia, hubungan manusia dengan sesama manusia dapat
ditingkatkan dengan memahami dan memperbaiki komunikasi yang dilakukan.
Orang dapat mempelajari berbagai tinjauan tentang komunikasi, tetapi
penghampiran psikologi adalah yang paling menarik. Psikologi menukik ke dalam
“topeng-Universitas Sumatera Utara
topeng” manusia, dan menjawab pertanyaan ”mengapa”. Psikologi melihat
komunikasi sebagai perilaku manusiawai, menarik, dan melibatkan siapa saja dan
dimana saja.
Komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin communis yang
berarti ‘sama’. Communico, communication atau communicare yang berarti
membuat sama (make to common). Secara sederhana komunikasi dapat terjadi
apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan.
Oleh sebab itu, komunikasi tergantung pada kemampuan kita untuk dapat
memahami satu dengan yang lainnya (communication depends on our ability to
understand one another).
Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang
dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif
apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan
tersebut.
Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang
bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan
media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah
orang sehingga ada efek tertentu yang diharapkan (Effendy, 2000:13)
Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan,
informasi dari seseorang ke orang lain (Handoko,2002:30). Tidak ada kelompok
yang dapat eksis tanpa komunikasi: pentransferan makna diantara
anggota-anggotanya. Hanya lewat pentransferan makna dari satu orang ke orang lain
informasi dan gagasan dapat dihantarkan. Tetapi komunikasi itu lebih dari sekedar
menanamkan makna tetapi harus juga dipahami (Robbins, 2002: 310)
Everett M. Rogers mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang
didalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima
dengan tujuan untuk merubah perilakunya. Pendapat senada dikemukakan oleh
Theodore Herbert, yang mengatakan bahwa komunikasi merupakan proses yang
didalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari seseorang kepada
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide,
gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan
secara lisan atau verbal yang dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak
ada bahasa verbal yang dapat dimengerti keduanya, komunikasi masih dapat
dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu,
misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini
disebut komunikasi nonverbal (Khairani, 2015: 4-7).
Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa, dan
logos yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi, secara etimologi (menurut arti kata)
psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai
macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya, atau disebut ilmu jiwa.
Psikologi sendiri mempunyai banyak pengertian, diantaranya:
1. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, psikologi adalah ilmu yang
berkaitan dengan proses-proses mental baik normal maupun abnormal
dan pengaruhnya pada perilaku.
2. Menurut Ernest Hilgert (1957) psikologi adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia dan hewan lainnya.
3. Menurut George A. Miller psikologi adalah ilmu yang berusaha
menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan
tingkah laku.
4. Menurut Clifford T. Morgan psikologi adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia dan hewan.
5. Menurut Chaplin psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku
manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organism dalam segala
ragam dan kerumitannya ketika merespon alam sekitar dan
peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan.
6. Menurut Dr. Singgih Gunarsa, psikologi adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia.
7. Menurut Plato dan Aristoteles, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang hakekat jiwa serta prosesnya. (Riswandi, 2013:
Universitas Sumatera Utara
James Drever “Psikologi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan dapat
didefinisikan dalam berbagai variasi, menurut metode khusus atau lapangan ilmu
yang dipelajari oleh ahli psikologi yang membuat definisi itu”. Diantara para
sarjana yang mengemukakan definisi psikologi, antara lain:
Robert S.Woodworth and Donald G Marquis “Psikologi dapat didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas individu”.
Garden Murphy “Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang
diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya”.
Ernes Hilgert “Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan
yang mempelajari tingkah laku manusia dan makhluk lainnya”.
Sarlito Wirawan Sarwono “Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dalam hubungan dengan
lingkungannya” (Khairani, 2015: 3)
Kamus psikologi, Dictionary Of Behavioral Science menyebutkan 6
definisi komunikasi sebagai berikut:
1. Komunikasi adalah penyampaian perubahan energi dari suatu tempat ke
tempat yang lain seperti dalam sistem syaraf atau penyampaian
gelombang-gelombang suara.
2. Komunikasi adalah penyampaian atau penerimaan signal atau pesan
oleh organisme.
3. Komunikasi adalah pesan yang disampaikan
4. Komunikasi adalah proses yang dilakukan satu sistem untuk
mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal yang
disampaikan.
5. Komunikasi adalah pengaruh satu wilayah pribadi pada wilayah
persona yang lain sehingga perubahan dalam satu wilayah
menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah yang lain.
6. Komunikasi adalah pesan pasien kepada pemberi terapi dalam