• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper Tantrum Pada Anak Autis (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI Di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper Tantrum Pada Anak Autis (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI Di Kota Medan)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

STRATEGI KOMUNIKASI GURU DALAM MENGHADAPI

TEMPER TANTRUM PADA ANAK AUTIS

(Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI

Di Kota Medan)

Diajukan oleh :

Eunike Sitepu

110904095

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Universitas Sumatera Utara

STRATEGI KOMUNIKASI GURU DALAM MENGHADAPI

TEMPER TANTRUM PADA ANAK AUTIS

(Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI

Di Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

EUNIKE SITEPU

110904095

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Eunike Sitepu

Nim : 110904095

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper

Tantrum Pada Anak Autis

(Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah

YAKARI Di Kota Medan)

Medan, Oktober 2015

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Emilia Ramadhani, S.Sos, M.A

NIP. 19731021200642001 NIP. 196208281987012001 Dra. Fatma Wardy Lubis, MA

Dekan FISIP USU

(4)

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Eunike Sitepu

Nim : 110904095

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul skripsi : Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper

Tantrum Pada Anak Autis

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan penguji dan diterima

ssebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Majelis Penguji

Ketua penguji :

Penguji :

Penguji Utama :

Ditetapkan di : Medan

(5)

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PERYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika

dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Eunike Sitepu

NIM : 110904095

Tanda Tangan :

(6)

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Terima kasih kepada Tuhan Yesus yang sudah memberikan kesempatan,

pertolongan, dan juga menuntun penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit

bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus, peneliti ingin

mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Bapak AKBP

Drs. N. Sitepu dan Ibu A. br Sembiring, Bscn yang telah banyak memberikan

dorongan berupa doa, dukungan, bimbingan, materil dan memberikan apa yang

terbaik untuk penulis dalam mendukung kegiatan dalam menyelesaikan skripsi

yang penulis lakukan. Untuk kak Christella br. Sitepu, SE selaku kakak tertua dari

penulis dan juga bang Yefta Isura Sitepu, DiC selaku abang dari penulis yang juga

sudah banyak memberikan masukan nasihat, doa, dukungan dan juga semangat

kepada penulis.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku ketua Departemen Ilmu

Komunikasi FISIP USU.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku sekretasi Departemen Ilmu Komunikasi

FISIP USU

4. Kak Emilia Ramadhani, S.Sos, M.A selaku dosen pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, mengajari,

mengarahkan dan memberikan banyak nasihat kepada penulis, sehingga

(7)

Universitas Sumatera Utara

5. Pak Tangkas dan Kak Maya yang banyak membantu penulis dalam urusan

proses penyelesaian skripsi.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu

Komunikasi yang telah mengajar, membagi llmu, mendidik dan membantu

penulis selama masa perkuliahan.

7. Ibu Fitri selaku manajer, asisten professor dan juga salah satu staf pengajar

dari Yayasan Karsa Mandiri (YAKARI), bang Andi Sidabutar selaku

pengajar, kak Sita, kak Fredawati, dan kak Resti Hertika yang juga staf

pengajar, serta seluruh staf yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,

yang telah memberikan arahan, pengetahuan bimbingan serta dukungan

sehingga penulis dapat menyelesaikan kesempatan ini dengan baik.

8. Seluruh pihak Yayasan Karsa Mandiri (YAKARI) yang sudah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk bisa melaksanakan

penelitian.

9. Teman-teman dan sahabat penulis dari Chykes Crew dan GKMI Youth

Group, kak Kris, Fitri, Malem, Eka, kak Tere, kak Nike, Betris, Nina, Elis,

kak Isa, kak Relly, Shella, Rahel, Rani, kak Lala, kak Inje, kak Anna.

Terima kasih atas doa dan dukungannya kepada penulis.

10.Teman spesial sekaligus sahabat penulis Panda yang sudah banyak

memberikan dukungan, semangat dan juga sebagai moodbooster ketika

penulis mengalami kemunduran dalam mengerjakan skripsi ini.

11.Teman-teman penulis yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan

satu-persatu yang juga sudah memberikan banyak dukungan dan doa kepada

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini membawa manfaat bagi

pengembangan ilmu, khususnya bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

Medan, Oktober 2015

(8)

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan

dibawah ini:

Nama : Eunike Sitepu

Nim : 110904095

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-Exclusive

Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Strategi komunikasi guru dalam menghadapi temper tantrum pada anak autis

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty

Non-eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/

formatkan, mengelola dalam bentuk pengkalan data (database), merawat dan

mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : Oktober 2015

Yang menyatakan

(9)

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper Tantrum Pada Anak Autis (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi dan hambatan guru dalam menghadapi temper tantrum pada anak autis di sekolah YAKARI Medan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Strategi Komunikasi, Komunikasi Antar Pribadi, Psikologi Komunikasi, Anak Autis dan Temper Tantrum. Metode dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif, yang mengambil tempat penelitian di Sekolah YAKARI Medan. Subjek penelitian adalah seluruh guru pengajar di Sekolah YAKARI yang berjumlah 5 orang. Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan wawancara (interview) dan juga observasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru memiliki strategi komunikasi dan juga hambatan-hambatannya untuk dapat menghasilkan komunikasi yang efektif. Dari wawancara yang peneliti lakukan dengan para guru/terapis yang mengajar di YAKARI dalam menghadapi anak autis dan anak autis yang mengalami temper tantrum adalah komunikasi dalam bentuk perintah dan pujian seperti “tidak boleh”, “tepuk tangan”, “duduk”, “berdiri”, “lipat tangan”, “hebat”, “bagus”. Hal ini dikarenakan anak autis yang kebanyakan tidak bisa mengerti komunikasi yang kompleks atau komunikasi yang panjang. Hambatan yang dialami oleh anak autis tantrum biasanya karena guru yang mengajarinya tidak mengerti apa yang diinginkan oleh anak, ada sesuatu yang tidak disukai oleh anak, anak merasa dilarang melakukan sesuatu yang diinginkannya, dan ada yang berubah dari kebiasaannya. Hal-hal ini yang membuat anak autis menjadi tantrum.

Kata Kunci:

(10)

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi (KAP) ... 19

2.2.5 Efektifitas KAP sebagai Sebuah Strategi Komunikasi . 23 2.2.6 Psikologi Komunikasi ... 23

4.1 Sejarah Singkat Yayasan Ananda Karsa Mandiri ... 49

4.2 Hasil ... 51

(11)

Universitas Sumatera Utara

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 68

5.1 Simpulan ... 68

5.2 Saran ... 71

5.3 Saran Dalam Kaitan Akademis ... 71

5.4 Saran Dalam Kaitan Praktis ... 72

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(12)

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper Tantrum Pada Anak Autis (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi dan hambatan guru dalam menghadapi temper tantrum pada anak autis di sekolah YAKARI Medan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Strategi Komunikasi, Komunikasi Antar Pribadi, Psikologi Komunikasi, Anak Autis dan Temper Tantrum. Metode dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif, yang mengambil tempat penelitian di Sekolah YAKARI Medan. Subjek penelitian adalah seluruh guru pengajar di Sekolah YAKARI yang berjumlah 5 orang. Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan wawancara (interview) dan juga observasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru memiliki strategi komunikasi dan juga hambatan-hambatannya untuk dapat menghasilkan komunikasi yang efektif. Dari wawancara yang peneliti lakukan dengan para guru/terapis yang mengajar di YAKARI dalam menghadapi anak autis dan anak autis yang mengalami temper tantrum adalah komunikasi dalam bentuk perintah dan pujian seperti “tidak boleh”, “tepuk tangan”, “duduk”, “berdiri”, “lipat tangan”, “hebat”, “bagus”. Hal ini dikarenakan anak autis yang kebanyakan tidak bisa mengerti komunikasi yang kompleks atau komunikasi yang panjang. Hambatan yang dialami oleh anak autis tantrum biasanya karena guru yang mengajarinya tidak mengerti apa yang diinginkan oleh anak, ada sesuatu yang tidak disukai oleh anak, anak merasa dilarang melakukan sesuatu yang diinginkannya, dan ada yang berubah dari kebiasaannya. Hal-hal ini yang membuat anak autis menjadi tantrum.

Kata Kunci:

(13)

Universitas Sumatera Utara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Konteks Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan

manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin

mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia

perlu berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah

berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya.

Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya

membawa orang kehilangan keseimbangan jiwa.

Menurut Dr. Everett Kleinjan dari East West Center Hawaii, komunikasi

sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas.

Sepanjang manusia ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi. Banyak pakar

menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi

seseorang dalam hidup bermasyarakat. Professor Wilbur Schramm menyebutnya

bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat

dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat

terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat

mengembangkan komunikasi (Schramm:1982).

Komunikasi juga dipakai dan diperlukan oleh anak-anak sebagaimana

orang dewasa juga memakai dan memerlukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Namun bahasa yang digunakan oleh anak-anak bukanlah sebuah tata bahasa yang

rumit, susunan kata yang benar dan pengucapan yang benar pula, namun sebuah

tata bahasa yang sederhana, mudah dipahami dan pendek. Cara pengucapan

kata-kata oleh anak-anak pun terlihat belum tepat, juga perbendaharaan kata-kata-kata-kata

masih terbatas. Dan biasanya sebelum usia satu tahun anak-anak sudah mengenal

nama, dan mulai bereaksi ketika dipanggil, mengucapkan 2-3 kata, terutama

kata-kata yang familiar seperti “papa”, “mama”. Pada umur 1-2 tahun anak-anak sudah

mengerti kata “tidak”, dan dapat melambaikan tangan. Kemampuan ini akan

(14)

Universitas Sumatera Utara

semakin berkembang dengan baik apabila anak sering berkomunikasi atau

berinteraksi dengan orang lain.

Masalah komunikasi pada anak biasanya dialami oleh anak-anak

berkebutuhan khusus antara lain seperti: anak tunarunggu (gangguan

pendengaran), tunagrahita (gangguan mental), cerebral palsy (kerusakan pada

otak), autistik, attention-deficit-hyperactivity-disorder (ADHD), dan yang lain

sebagainya. Pada anak autis, perkembangan seperti yang sudah dijelaskan diatas

umumnya tidak didapat, karena terkadang anak diawal masa bayi dapat berkata

beberapa patah kata, namun kemudian hilang pada usia 18-24 bulan. Beberapa

anak autis dapat menirukan satu lagu atau lagu iklan yang cukup panjang. Namun

ketika ditanya apa kata-kata dalam lagu tersebut anak tidak dapat menjawab atau

hanya diam saja. Anak autis sering kali ketika ditanya ”siapa namamu?” anak

akan mengulang “siapa namamu?”. Anak dengan autis juga menunjukkan

kesulitan untuk memulai suatu percakapan interaktif, karena disebabkan oleh

gejala autisme yang dideritanya, sehingga menyulitkan mereka untuk memahami,

memprediksi pikiran dan perasaan lawan bicaranya. Mereka menganggap proses

bergantian dalam mendengarkan dan menjelaskan adalah suatu proses yang sangat

sulit, karena mereka tidak tahu mana yang harus fokus didengarkan dan

bagaimana cara merespon balik pembicaraan lawan bicaranya. Anak-anak autis

dapat pula menjadi tantrum atau merasa panik secara tiba-tiba.

Baik anak normal atau anak autis dapat mengalami temper tantrum.

Temper tantrum ini biasanya dialami oleh anak-anak. Pengertian temper tantrum

adalah perilaku marah pada anak-anak prasekolah. Mereka biasanya

mengekspresikan kemarahan mereka disertai tindakan destruktif atau perilaku

negatif dengan cara berbaring dilantai, berguling-guling, menyepak, melempar,

menendang, berteriak, dan kadang-kadang menahan nafas mereka. Tantrum yang

alami, terjadi pada anak-anak yang belum mampu menggunakan kata-kata untuk

mengekspresikan rasa frustasi mereka, karena tidak terpenuhi keinginan mereka.

Tantrum biasanya terjadi pada usia 2 dan 3 tahun, akan mulai menurun

pada usia 4 tahun. Mereka biasanya mengalami ini dalam waktu 1 tahun. 23

(15)

Universitas Sumatera Utara

tantrum. Guru seringkali menemukan anak autis yang mengalami temper

tantrum/mengamuk dikelas, merusak benda, bahkan menyakiti dirinya sendiri.

Beberapa anak autis mengalami temper tantrum hanya karena mendengar suara

yang terlalu keras. Jadi yang diperlukan seorang guru dan orang tua dalam

menangani anak autis adalah harus mampu menganalisa mengapa perilaku anak

autis yang tidak diinginkan muncul pada saat pembelajaran dikelas maupun diluar

saat pembelajaran.

Orang tua autis memegang peranan penting dalam mendidik dan mengajar

anak. Meskipun pada awalnya ketika mengetahui anak autis, umumnya akan

melalui masa-masa sulit ditahapan pertama sebelum akhirnya dapat menerima

keadaan anaknya tersebut secara ikhlas. Dan membimbingnya dirumah maupun

membantunya belajar disekolah. Guru juga berperan sebagai figur sentral dalam

pembelajaran yang harus mampu membantu anak tumbuh secara fisik dan

psikologisnya. Dengan konsep pendidikan berkebutuhan khusus pendidikan dan

pembelajaran harus difokuskan pada potensi yang dimiliki anak, bukan hambatan

belajar secara umum. Dengan demikian pembelajaran harus dimulai dengan

asesmen dan tidak cukup hanya dengan diagnosa saja. Sekolah yang menjadi

tempat penelitian penulis adalah YAKARI, sebuah yayasan khusus anak

berkebutuhan khusus, khususnya anak autis. Sekolah ini terletak dijalan Sei Batu

Rata, Medan. Sekolah ini memiliki 5 orang tenaga pengajar.

1.2. Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti

merumuskan fokus masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Strategi

Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper Tantrum Pada Anak Autis Di

Sekolah YAKARI Di Kota Medan”.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui strategi komunikasi guru dalam menghadapi temper

(16)

Universitas Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan guru dalam menghadapi temper

tantrum pada anak autis di sekolah YAKARI di Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan

pengetahuan dan memperluas penelitian komunikasi serta pengalaman

khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

mengenai strategi komunikasi dan hambatan guru dalam menghadapi

temper tantrum pada anak autis.

3. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, memberikan

pandangan serta masukan kepada pihak-pihak yang membutuhkan

(17)

Universitas Sumatera Utara

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Perspektif/Paradigma Kajian

Konstruktivisme mulai dengan suatu premis bahwa dunia manusia (human

world) berbeda dengan dunia alam (natural world) dan dunia fisik (physical

world). Dunia manusia coraknya hidup, ada interaksi, ada komunikasi yang hidup

dan dinamis. Ciri khas dari dunia manusia adalah daapat berbicara, berpikir dan

bertindak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan diinginkannya. Sedangkan dunia

alam dan fisik coraknya mekanis, keras, ‘mati’, tidak ada komunikasi yang hidup.

Karena perbedaan ini, maka pendekatan penelitiannya juga harus berbeda.

Manusia tidak dapat diperlakukan sebagai makhluk yang mati dan begitu juga

alam fisik yang keras tidak dapat diperlakukan sebagai makhluk yang hidup.

Konstruktivisme beranggapan bahwa dunia dikonstruksi (constructed) dan bukan

diterima (given).

Dunia dalam hal ini dipahami dalam artinya luas termasuk relasi,

komunikasi, persepsi, perasaan. Jadi apa yang kita lihat, rasakan, alami, dan

ketahui bukanlah diterima tetaapi dikonstruksi atau ‘diciptakan’. Hal ini hanya

mungkin dibuat oleh manusia. Manusialah yang memiliki dan mengembangkan

kemampuannya untuk menginterpretasi dan mengkonstruksi realita.

Persepsi manusia bukanlah suatu realita yang berdiri sendiri. Tidak ada

persepsi yang berdiri sendiri tanpa adanya manusia yang menciptakan. Misalnya

juga Matahari. Matahari memang nyata tetapi ditangkap, dipahami, dan didekati

melalui budaya dan bahasa manusia. Dalam arti ini Matahari dikostruksikan oleh

manusia. Jadi, matahari tidak dapat dikenal tanpa pemahaman budaya melalui

bahasa manusia. Dengan demikian, konstruktivisme mempelajari beraneka realita

yang disusun oleh manusia yang pada akhirnya memberikan dampak kepada

hidup manusia itu sendiri dan memberi arti pada hubungannya dengan orang lain

dan lingkungannya. Namun harus dimengerti bahwa konstruktivisme

mengkonstruksi pengetahuan tentang sesuatu realita tetapi tidak menciptakan

(18)

Universitas Sumatera Utara

realita itu. Dengan kata lain, realita dunia tetap ada tetapi manusia memberi arti

kepadanya melalui budaya dan bahasa yang dipahaminya.

Ada suatu keyakinan dalam konstruktivisme bahwa manusia tidak

mungkin menangkap suatu realita eksternal yang berdiri sendiri, tunggal dan tidak

berubah. Semua pemahaman manusia tentang realita selalu terkait dengan situasi

dan konteks yang mengitarinya, dan dimengerti secara interpersonal dan terbatas.

Tidak ada realita yang berdiri sendiri tanpa manusia yang memaknainya.

Pemaknaan manusia tidak berdiri tetapi terkait dengan manusia yang lain

(Semiawan, 2010: 10-12).

Guba (1990:25) menyatakan but philosophers of science now uniformly

believe that facts are facts only within some theoretical framework. Thus the basis

for discovering “how things really are” and “really work” is lost. “Reality”

exists only in the context of mental framework (construct) for thinking about it.

(ahli-ahli filsafat ilmu pengetahuan percaya bahwa fakta hanya berada dalam

kerangka kerja teori. Basis untuk menemukan “sesuatu benar-benar ada” dan

“benar-benar bekerja” adalah tidak ada. Realitas hanya ada dalam konteks suatu

kerangka kerja mental (konstruk) untuk berpikir tentang realitas tersebut).

Ini berarti realitas itu ada sebagai hasil konstruksi dari kemampuan

berpikir seseorang. Lebih lanjut Guba (1990: 25) mengemukakan constructivists

concur with the ideological argument that inquiry cannot be value-free. If

“reality” can be seen only through a theory window, it can equally be seen only

through a value window. Many constructions are possible. (Kaum konstruktivis

setuju dengan pandangan bahwa penelitian itu tidak bebas nilai. Jika “realitas”

hanya dapat dilihat melalui jendela teori, maka itu hanya dapat dilihat sama

melalui jendela nilai. Banyak pengonstruksian dimungkinkan). Hal ini berarti

penelitian terhadap suatu realitas itu tidak bebas nilai. Realitas hanya dapat diteliti

dengan pandangan (jendela/kacamata) yang berdasarkan nilai.

Beberapa hal lagi dijelaskan tentang konstruktivisme oleh Guba (1990: 26)

ialah: finally, it depicts knowledge as the outcome or consequence of human

activity; knowledge is a human construction, never certifiable as ultimately true

(19)

Universitas Sumatera Utara

hasil atau konsekuensi dari aktivitas manusia, pengetahuan merupakan konstruksi

manusia, tidak pernah dipertanggungjawabkan sebagai kebenaran yang tetap

tetapi merupakan permasalahan dan selalu berubah). Artinya, bahwa aktivitas

manusia itu merupakan aktivitas mengonstruksi realitas, dan hasilnya tidak

merupakan kebenaran yang tetap, tetapi selalu berkembang terus.berdasarkan

beberapa penjelasan Guba yang di kutip diatas, dapat disimpulkan bahwa realitas

itu merupakan hasil konstruksi manusia. Realitas itu selalu terkait dengan nilai

jadi tidak mungkin bebas nilai dan pengetahuan hasil konstruksi manusia itu tidak

bersifat tetap tetapi berkembang terus.

Konstruktivisme ini secara embrional bertitik tolak dari pandangan Rene

Descartes dengan ungkapannya yang terkenal: “Cogito Ergo Sum” yang artinya

“karena aku berpikir maka aku ada”. Ungkapan Cogito Ergo Sum adalah sesuatu

yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. Menurut Descartes

pengetahuan tentang sesuatu bukan hasil pengamatan, melainkan hasil pemikiran

rasio. Pengamatan merupakan hasil/kerja dari indra (mata, telinga, hidung, peraba,

dan pengecap/lidah). Untuk mencapai sesuatu yang pasti, menurut Descartes kita

harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari.

Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dimulai dengan

meragukan kemudian menimbulkan kesadaran, dan kesadaran ini berada di

samping materi. Sedangkan prinsip ilmu pengetahuan di satu pihak berpikir, ini

ada pada kesadaran, dan di pihak lain berpijak pada materi. Hal ini dapat dilihat

dari pandangan Immanuel Kant. Menurut Kant bahwa ilmu pengetahuan itu bukan

semata-mata merupakan pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil

konstruksi oleh rasio.

Lebih lanjut Guba (1990: 27) mengemukakan sistem keyakinan dasar pada

peneliti konstruktivitas, sebagai berikut.

Ontology: Relativist-Realities exist in the form of multiple mental

constructions, socially and experientially based local and specific, dependent for

their form and content on the persons who hold them. Epistemology:

Subjectivist-inquirer and inquired into are fused a single (monistic) entity. Findings are

(20)

Universitas Sumatera Utara

hermeneutic-dialetic-individual constructions are elicited and refined

hermeneutically, with the aim of generating one (or a few) constructions on which

there is substantial consensus. (Asumsi ontologi ialah realitivis-realitas ada dalam

bentuk konstruksi mental yang bersifat ganda, didasarkan secara social dan

pengalaman, local dan khusus bentuk dan isinya, tergantung pada mereka yang

mengemukakannya. Asumsi epistemologi ialah subjektif-peneliti dan yang diteliti

disatukan ke dalam pengetahuan yang utuh dan bersifat tunggal (monistic).

Temuan-temuan secara harfiah merupakan kreasi dari proses interaksi anatara

peneliti dengan yang diteliti. Asumsi metodologi ialah

hermeneutic-dialetik-konstruksi individual, dinyatakan dan diperhalus secara hermeneutic dengan

tujuan menghasilkan satu atau beberapa kontruksi yang secara substansial

disepakati).

2.2. Kajian Pustaka

2.2.1. Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan

bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama

makna. Komunikasi menurut komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang

atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi satu dengan yang

lainnya, yang pada gilirannya akan tiba saling pengertian yang dalam. Dari

definisi ini juga dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses

pertukaran pesan antar komunikan dan komunikator dimana menciptakan suatu

kesepahaman bersama (Roger dkk dalam Cangara, 2007: 20).

Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau

kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama

hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya

adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan

komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari

pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas

(21)

Universitas Sumatera Utara

Komunikasi (communication) adalah proses sosial dimana

individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan

menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (West, 2009: 5).

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari

kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.

Sama disini maksudnya adalah sama makna.

Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk

percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan

makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan

dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain

perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan

bahasa itu. Jelas bahwa percakapan yang komunikatif apabila kedua-duanya,

selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang

dipercakapkan.

Akan tetapi, pengertian komunikasi yang dipaparkan diatas sifatnya

dasariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung

kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena

kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan

tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham

atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain (Effendy,

2007: 9).

Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian

komunikasinya sendiri, Hovland, mengatakan bahwa komunikasi adalah proses

perubahan perilaku orang lain (communication is the process to modify the

behavior of other individuals).

Akan tetapi, seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau

perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif seperti

diuraikan diatas.

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan

secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigm yang

(22)

Universitas Sumatera Utara

of Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk

menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says

What In Which Channel To Whom With What Effect ?

Paradigma Lasswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima

unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:

Komunikator (communicator, source, sender)

Pesan (message)

Media (channel, media)

Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)

Efek (effect, impact, influence)

Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang

menimbulkan efek tertentu. Demikian kelengkapan unsur komunikasi menurut

Harold Lasswell yang mutlak harus ada dalam setiap prosesnya.

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran

dan perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).

Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran,

kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.

Adakalanya seseorang menyampaikan buah pikirannya kepada orang lain tanpa

menampakkan perasaan tertentu. Pada saat lain seseorang menyampaikan

perasaannya kepada orang lain tanpa pemikiran. Tidak jarang pula seseorang

menyampaikan pikirannya disertai perasaan tertentu, disadari atau tidak disadari.

Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan

perasaan yang disadari; sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu

menyampaikan pikiran, perasaan tidak terkontrol.

Pikiran dan perasaan yang akan disampaikan kepada orang lain itu oleh

Walter Lippman dinamakan picure in our head, dan oleh Walter Hagemann

disebut Bewustseinsinhalte. Yang menjadi permasalahan ialah bagaiman caranya

agar “gambaran dalam benak” dan “isi kesadaran” pada komunikator itu dapat

dimengerti, diterima, dan bahkan dilakukan oleh komunikan (Effendy,

(23)

Universitas Sumatera Utara

Proses komunikasi terbagi menjadi 2 tahap, yaitu secara primer dan

sekunder.

a. Proses Komunikasi secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran

dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan

lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer

dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna,

dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan”

pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan (Effendy,

2007:11).

b. Proses Komunikasi secara Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan

oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau

sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media

pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam

melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya

berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat,

telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televise, film, dan banyak

lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi

(Effendy, 2007:16).

Unsur-unsur dalam proses komunikasi adalah sebagai berikut:

Sender: Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang

atau sejumlah orang.

Encoding: Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalam

bentuk lambang.

Message: Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang

disampaikan oleh komunikator.

Media: Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator

(24)

Universitas Sumatera Utara

Decoding: Pengawasandian, yaitu proses dimana komunikan

menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator

kepadanya.

Receiver: Komunikan yang menerima pesan dari komunikator

Response: Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah

diterpa pesan.

Feedback: Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila

tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.

Noise: Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi

sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda

dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya

(Effendy, 2007:18-19).

Ada 5 istilah penting yang digunakan dalam mendefinisikan komunikasi:

sosial, proses, simbol, makna, dan lingkungan. Pertama-tama sepenuhnya diyakini

bahwa komunikasi adalah suatu proses sosial. Ketika menginterpretasikan

komunikasi secara sosial (social), maksud yang disampaikan adalah komunikasi

selalu melibatkan manusia serta interaksi. Artinya, komunikasi selalu melibatkan

dua orang, pengirim dan penerima. Keduanya memainkan peranan yang penting

dalam proses komunikasi. Ketika komunikasi dipandang secara sosial,

komunikasi selalu melibatkan dua orang yang berinteraksi dengan berbagai niat,

motivasi, dan kemampuan.

Kemudian, ketika membicarakan komunikasi sebagai proses (process), hal

ini berarti komunikasi bersifat berkesinambungan dan tidak memiliki akhir.

Komunikasi juga dinamis, kompleks, dan senantiasa berubah. Melalui pandangan

mengenai komunikasi ini, kami ingin menekankan bahwa menciptakan suatu

makna adalah sesuatu yang dinamis. Oleh karena itu, komunikasi tidak memiliki

awal dan akhir yang jelas.

Simbol (symbol) adalah sebuah label arbitrer atau representasi dari

fenomena. Kata adalah simbol untuk konsep dan benda – misalnya, kata cinta

mempresentasikan sebuah ide mengenai cinta; kata kursi mempresentasikan benda

(25)

non-Universitas Sumatera Utara

verbal, dan dapat terjadi dalam komunikasi tatap muka dan komunikasi dengan

menggunakan media. Simbol biasanya telah disepakati bersama dalam sebuah

kelompok, tetapi mungkin saja tidak dimengerti di luar lingkup kelompok

tersebut.

Selain proses dan simbol, makna juga memegang peranan penting dalam

definisi komunikasi kita. Makna adalah yang diambil orang dari suatu pesan.

Tanpa berbagi makna, kita semua akan mengalami kesulitan dalam menggunakan

bahasa yang sama atau dalam menginterpretasikan suatu kejadian yang sama.

Judith Martin dan Tom Nakayama (2002) menyatakan bahwa makna memiliki

konsekuensi budaya.

Istilah kunci yang terakhir dalam definisi komunikasi kita adalah

lingkungan. Lingkungan (environment) adalah situasi atau konteks dimana

komunikasi terjadi. Lingkungan terdiri atas beberapa elemen, seperti waktu,

tempat, periode sejarah, relasi, dan latar belakang budaya pembicara dan

pendengar. Lingkungan juga dapat dihubungkan. Maksudnya, komunikasi dapat

terjadi dengan adanya bantuan dari teknologi. Lingkungan yang difasilitasi oleh

media ini adalah area penting (dan termasuk baru) dalam teori komunikasi, namun

juga mempengaruhi proses komunikasi baik secara langsung maupun tidak (West,

2009:6-8).

2.2.2. Strategi Komunikasi

Para ahli komunikasi, terutama di negara-negara yang sedang berkembang,

dalam tahun-tahun belakangan ini menumpahkan perhatian yang besar terhadap

strategi komunikasi. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan

management dalam mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan

tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan melainkan harus mampu

menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya (Effendy, 2007: 32).

Menurut R. Wayne Pace, Brent D Peterson dan M. Dallas Burnett dalam

bukunya Tehnique for Effective Communication, menyatakan bahwa yang menjadi

tujuan sentral strategi komunikasi meliputi to secure understanding, to establish

acceptance, dan to motive action. Artinya bahwa dalam kegiatan komunikasi

(26)

Universitas Sumatera Utara

komunikannya, setelah itu dibina dan didorong untuk melakukan sesuatu baik

mengubah ataupun melanjutkan apa yang diinginkan komunikator.

Strategi tersebut harus memperhatikan beberapa hal berikut ini:

• Tujuan

• Sasaran

• Pesan

• Instrumen dan Kegiatan

• Sumber daya

• Skala Waktu

• Evaluasi dan Perbaikan

Seperti halnya dengan strategi dalam bidang manapun, strategi komunikasi

harus didukung oleh teori, sebab teori merupakan pengetahuan berdasarkan

pengalaman yang sudah diuji kebenarannya. Banyak teori komunikasi yang sudah

dikemukakan oleh para ahli, tetapi untuk strategi komunikasi yang dijadikan

pendukung strategi tersebut adalah apa yang dikemukakan oleh Harold Lasswell.

Cara untuk menerangkan kegiatan komunikasi adalah dengan menjawab

pertanyaan “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”.

Komunikasi merupakan suatu proses yang rumit. Dalam rangka menyusun

strategi komunikasi diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan

faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor-faktor-faktor penghambat.

a. Mengenali Sasaran Komunikasi

Apa pun tujuannya, metodenya, dan banyaknya sasaran, pada diri

komunikan perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Faktor Kerangka Referensi

Kerangka referensi seseorang terbentuk dalam dirinya sebagai hasil

dari panduan pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup,

status sosial, ideologi, cita-cita dan sebagainya.

2. Faktor situasi dan kondisi

Yang dimaksudkan dengan situasi disini ialah situasi komunikasi

pada saat komunikan akan menerima pesan yang kita sampaikan.

(27)

Universitas Sumatera Utara

sebelumnya, dapat juga dating tiba-tiba pada saat komunikasi

dilancarkan. Kondisi disini adalah state of personality komunikan,

yaitu keadaan fisik dan psikis komunikan pada saat ia menerima

pesan komunikasi. Disini faktor manusiawi sangat penting.

b. Pemilihan Media Komunikasi

Media komunikasi banyak jumlahnya, mulai dari yang tradisional

sampai yang modern yang dewasa ini banyak dipergunakan. Kita bisa

menyebutnya kentongan, bedug, pagelaran kesenian, surat, papan

pengumuman, telepon, telegram, pamflet, poster, spanduk, surat kabar,

majalah, film, radio, dan televisi yang pada umumnya dapat

diklasifikasikan sebagai media tulisan atau cetakan, visual, aural, dan

audio-visual.

c. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi

Pesan komunikasi (message) mempunyai tujuan tertentu. Ini

menentukan teknik yang harus diambil, apakah itu teknik informasi,

teknik persuasi, atau teknik instruksi. Isi pesan komunikasi bisa satu,

tetapi lambang-lambang yang dipergunakan bisa macam-macam.

Lambang yang bisa dipergunakan untuk menyampaikan isi

komunikasi ialah bahasa, gambar, warna, kial (gesture), dan

sebagainya.

d. Peranan Komunikator dalam komunikasi

− Daya tarik Sumber

Seorang komunikator akan berhasil dalam komunikasi, akan mampu

mengubah sikap, opini, dan perilaku komunikan melalui mekanisme

daya tarik jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut

serta dengannya. Dengan lain perkataan, komunikan merasa ada

kesamaan antara komunikator dengannya sehingga komunikan

bersedia taat pada isi pesan yang dilancarkan oleh komunikator.

− Kredibilitas Sumber

Faktor kedua yang bisa menyebabkan komunikasi berhasil ialah

(28)

Universitas Sumatera Utara

bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki seorang

komunikator. Berdasarkan factor kedua tersebut, seorang

komunikator dalam menghadapi komunikan harus bersikap empatik

(empathy), yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan

dirinya kepada peranan orang lain. Seorang komunikator harus

bersikap empatik ketika ia berkomunikasi dengan komunikan yang

sedang sibuk, marah, bingung, sedih, sakit, kecewa, dan sebagainya

(Effendy, 2007: 35-39).

2.2.3. Komunikasi Antar Pribadi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan

bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama

makna. Komunikasi menurut komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang

atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi satu dengan yang

lainnya, yang pada gilirannya akan tiba saling pengertian yang dalam. Dari

definisi ini juga dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses

pertukaran pesan antar komunikan dan komunikator dimana menciptakan suatu

kesepahaman bersama (Roger dkk dalam Cangara, 2007: 20).

Komunikasi antarpribadi dapat terjadi dalam konteks satu komunikator

dengan satu komunikan (komunikasi diadik: dua orang) atau satu komunikator

dengan dua komunikan (komunikasi triadik: tiga orang). Lebih dari tiga orang

biasanya dianggap komunikasi kelompok. Komunikasi antarpribadi dapat

berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media komunikasi antarpribadi

(nonmedia massa), seperti telepon. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator

relatif cukup mengenal komunikan, dan sebaliknya, pesan dikirim dan diterima

secara stimutan dan spontan, relatif kurang terstruktur, demikian pula halnya

dengan umpan balik yang dapat diterima dengan segera. Dalam tataran

antarpribadi, komunikasi berlangsung secara sirkuler, peran komunikator dan

komunikan terus dipertukarkan, karenanya dikatakan bahwa kedudukan

komunikator dan komunikan relative setara. Proses ini lazim disebut dialog,

(29)

Universitas Sumatera Utara

yang mendominasi percakapan. Efek komunikasi antarpribadi paling kuat di

antara tataran komunikasi lainnya. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator

dapat mempengaruhi langsung tingkah laku (efek konatif) dari komunikannya,

memanfaatkan pesan verbal dan nonverbal, serta segera merubah atau

menyesuaikan pesannya apabila didapat umpan balik negatif (Vardiansyah,

2004:30-31).

Komunikasi interpersonal adalah “interaksi tatap muka antar dua atau

beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung,

dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula”.

Kebanyakan komunikasi interpersonal berbentuk verbal disertai

ungkapan-ungkapan nonverbal dan dilakukan secara lisan. Cara tertulis diambil sejauh

diperlukan, misalnya dalam bentuk memo, surat atau catatan.

Komunikasi interpersonal dengan masing-masing orang berbeda tingkat

kedalaman komunikasinya, tingkat intensifnya, dan tingkat ekstensifnya.

Komunikasi interpersonal antara dua orang kenalan tentu berbeda dari komunikasi

interpersonal antarsahabat atau pacar. Berkat komunikasi itu mereka yang terlibat

dapat semakin mengenal. Karena itu juga komunikasi dapat semakin mendalam

sifatnya. Berkat komunikasi interpersonal, seorang kenalan pada dapat menjadi

sahabat (Hardjana, 2003:85)

Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau

kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama

hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya

adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan

komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari

pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas

ide yang dipertukarkan (Fajar, 2008: 30). Komunikasi (communication) adalah

proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk

menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (Richard,

(30)

Universitas Sumatera Utara

Komunikasi antar pribadi atau yang sering disebut sebagai komunikasi

interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka

antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan

orang (Wiryanto, 2004). Komunikasi interpersonal adalah “interaksi tatap muka

antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan

secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara

langsung pula (Hardjana, 2003: 85).

Selain itu, komunikasi interpersonal juga didefinisikan interaksi orang ke

orang, dua arah, verbal dan non verbal.

Pribadi adalah individu yang berbeda satu dengan yang lainnya, perbedaan

tersebut menyebabkan orang mengenal individu secara khas dan membedakannya

dengan individu lainnya. Kualitas individu menentukan kekhasannya dalam

hubungannya dengan individu lain, dan kekhasan tersebut akan menentukan

kualitas komunikasinya (Bungin, 2006:258).

Saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu

atau antar individu didalam kelompok kecil (Febrina, 2008). Komunikasi

interpersonal baik dua orang maupun tiga orang/lebih menyangkut saling berbagi

informasi dan perasaan dan masing-masing anggota menyadari keberadaan orang

lain, memiliki minat yang sama serta memiliki satu tujuan. Ada beberapa

pendekatan dalam komunikasi antar pribadi (KAP) yakni pendekatan KAP yang

didasarkan kepada:

1. Komponen-komponen utama

Bittne (1985:10) menerangkan bahwa komunikasi antar pribadi

berlangsung bila pengirim menyampaikan informasi berupa kata-kata

kepada penerima dengan menggunakan suara manusia (human voice).

2. Pengembangan

KAP dapat dilihat dari dua sisi sebagai perkembangan dari komunikasi

interpersonal dan komunikasi pribadi atau intim. Oleh karena itu, derajat

KAP berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman informasi sehingga

(31)

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi (KAP)

Berdasarkan definisi Komunikasi Antar Pribadi, Rogers mendefinisikan

ciri-ciri KAP, yaitu:

1. Arus pesan dua arah

2. Konteks komunikasi dua arah

3. Tingkat umpan balik tinggi

4. Kemampuan mengatasi selektivitas tinggi

5. Kecepatan jangkauan terhadap khalayak relatif lambat

6. Efek yang terjadi perubahan sikap

Dalam bukunya Hardjana menjelaskan beberapa ciri-ciri dari komunikasi

interpersonal, yaitu:

1. Komunikasi Interpersonal adalah Verbal dan Nonverbal

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang pesannya dikemas

dalam bentuk verbal dan nonverbal. Dalam komunikasi itu, seperti

pada komunikasi umumnya, selalu mencakup dua unsure pokok: isi

pesan dan bagaimana isi itu dikatakan atau dilakukan, baik secara

verbal dan juga nonverbal. Untuk efektifnya, kedua unsure itu

sebaiknya diperhatikan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan

situasi, kondisi, dan keadaan penerima pesannya.

2. Komunikasi Interpersonal Mencakup Perilaku Tertentu

Perilaku dalam komunikasi meliputi perilaku verbal dan nonverbal.

Ada tiga perilaku dalam komunikasi interpersonal:

a) Perilaku spontan (spontaneous behaviour) adalah perilaku yang

dilakukan karena desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi

secara kognitif. Artinya, perilaku itu terjadi begitu saja. Jika verbal,

perilaku spontan bernada asal bunyi. Misalnya, “hai”, “aduh” atau

“hore”. Perilaku spontan nonverbal, misalnya meletakkan telapak

tangan pada dahi waktu kita sadar telah berbuat keliru atau lupa,

melambaikan tangan pada waktu berpapasan dengan teman, atau

menggebrak meja dalam diskusi ketika kita tidak setuju atas

(32)

Universitas Sumatera Utara

b) Perilaku menurut kebiasaan (script behaviour) adalah perilaku

yang kita pelajari dari kebiasaan kita. Perilaku itu khas, dilakukan

pada situasi tertentu, dan dimengerti orang. Misalnya, ucapan

“selamat datang” kepada teman yang dating, “apa kabar” pada

waktu berjumpa dengan teman, atau “selamat malam” pada waktu

sebelum tidur. Dalam bentuk nonverbal, misalnya “berjabat

tangan” dengan teman, “mencium tangan” orang tua, “memeluk”

kekasih. Perilaku semacam itu sering kita lakukan tanpa terlalu

mempertimbangkan artinya dan terjadi secara spontan karena

sudah mendarahdaging dalam diri kita.

c) Perilaku sadar (contrived behaviour) adalah perilaku yang dipilih

karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu

dipikirkan dan dirancang sebelumnya, dan disesuaikan dengan

orang yang akan dihadapi, urusan yang harus diselesaikan, dan

situasi serta kondisi yang ada.

3. Komunikasi Interpersonal adalah Komunikasi yang Berproses

Pengembangan

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berproses

pengembangan (developmental process). Komunikasi interpersonal

berbeda-beda tergantung dari tingkat hubungan pihak-pihak yang

terlibat dalam komunikasi, pesan yang dikomunikasikan dan cara

pesan dikomunikasikan. Komunikasi itu berkembang berawal dari

saling pengenalan yang dangkal, berlanjut makin mendalam, dan

berakhir dengan saling pengenalan yang amat mendalam. Tetapi juga

dapat putus, sampai akhirnya saling melupakan.

4. Komunikasi Interpersonal Mengandung Umpan Balik, Interaksi, dan

Koherensi

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi tatap muka. Karena

itu, kemungkinan umpan balik (feedback) besar sekali. Dalam

komunikasi itu, penerimaan pesan dapat langsung menanggapi dengan

(33)

Universitas Sumatera Utara

penerima pesan terjadi interaksi (interaction) yang satu mempengaruhi

yang lain, dan kedua-duanya saling mempengaruhi dan memberi serta

menerima dampak. Pengaruh itu terjadi pada dataran

kognitif-pengetahuan, efektif-perasaan, dan behavioral-perilaku. Semakin

berkembang komunikasi interpersonal itu, semakin intensif umpan

balik dan interaksinya karena peran pihak-pihak yang terlibat berubah

peran dari penerima pesan menjadi pemberi pesan, dan sebaliknya dari

pemberi pesan menjadi penerima pesan. Agar komunikasi

interpersonal itu berjalan secara teratur, dalam komunikasi itu

pihak-pihak yang terlibat saling menanggapi sesuai dengan isi pesan yang

diterima. Dari sini terjadilah koherensi dalam komunikasi baik antara

pesan yang disampaikan dan umpan balik yang diberikan, maupun

dalam keseluruhan komunikasi.

5. Komunikasi Interpersonal Berjalan Menurut Peraturan Tertentu

Agar berjalan dengan baik, maka komunikasi interpersonal hendaknya

mengikuti peraturan (rules) tertentu. Peraturan itu ada yang intrinsic

dan ada yang ekstrinsik. Peraturan intrinsic adalah peraturan yang

dikembangkan oleh masyarakat untuk mengatur cara orang harus

berkomunikasi satu sama lain. Peraturan ini menjadi patokan perilaku

dalam komunikasi interpersonal. Karena ditetapkan oleh masyarakat,

patokan itu bersifat khas untuk masing-masing, masyarakat, budaya,

dan bangsa. Peraturan intrinsik misalnya, meski sama-sama sopan,

hormat, menghargai, tetapi bentuknya berbeda diantara orang Jawa dan

Orang Jepang. Peraturan ekstrinsik adalah peraturan yang ditetapkan

oleh situasi atau masyarakat. Peraturan ekstrinsik oleh situasi,

misalnya pada waktu melayat, nada bicara dalam komunikasi

interpersonal berbeda dengan ketika pesta; komunikasi interpersonal

dirumah ibadat berbeda dengan komunikasi interpersonal di lapangan

bola. Peraturan ekstrinsik oleh masyarakat, misalnya komunikasi

(34)

Universitas Sumatera Utara

dirumah salah satu seorang pacar tidak berlangsung melebihi pukul 9

malam. Peraturan ekstrinsik sering menjadi pembatasan komunikasi.

6. Komunikasi Interpersonal adalah Kegiatan Aktif

Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang aktif, bukan pasif.

Komunikasi interpersonal bukan hanya komunikasi dari pengirim

kepada penerima pesan dan sebaliknya, melainkan komunikasi timbal

balik antara pengirim dan penerima pesan. Komunikasi interpersonal

bukan sekadar serangkaian rangsangan-tanggapan, stimulus-respon,

tetapi serangkaian proses saling penerimaan, penyerapan, dan

penyampaian tanggapan yang sudah diolah oleh masing-masing pihak.

Dalam komunikasi interpersonal, pihak-pihak yang berkomunikasi

tidak hanya saling bertukar produk tetapi terlibat dalam proses untuk

bersama-sama membentuk dan menghasilkan produk. Karena itu,

pihak-pihak yang melakukan komunikasi interpersonal bertindak aktif,

baik waktu menyampaikan pesan maupun pada waktu menerima

pesan. Maka, pihak yang menyampaikan pesan harus berusaha

sebaik-baiknya agar pesan dapat sampai dan dimengerti dengan pas, dan

mengirimkannya melalui media yang sesuai. Sedang pihak penerima

pesan harus berusaha mendengarkan dan mengerti baik-baik pesan

yang didengarkannya serta menyampaikan umpan balik dengan tepat

mengenai isi dan caranya.

7. Komunikasi Interpersonal Saling Mengubah

Komunikasi interpersonal juga berperan untuk saling mengubah dan

mengembangkan. Melalui interaksi dalam komunikasi, pihak-pihak

yang terlibat komunikasi dapat saling member inspirasi, semangat, dan

dorongan untuk mengubah pemikiran, perasaan dan sikap yang sesuai

dengan topic yang dibahas bersama. Karena itu, komunikasi

interpersonal dapat merupakan wahana untuk saling belajar dan

mengembangkan wawasan, pengetahuan, dan kepribadian (Hardjana,

(35)

Universitas Sumatera Utara

2.2.5 Efektifitas KAP Sebagai Sebuah Strategi Komunikasi

KAP merupakan komunikasi paling efektif untuk mengubah sikap,

pendapat, atau perilaku seseorang. Oleh karena itulah, KAP dipandang sebagai

sebuah strategi dalam mencapai tujuan khususnya dalam merubah perilaku

maupun watak seseorang.

Menurut Kumar (2000: 121-122), lima ciri efektifitas KAP sebagai berikut:

1. Keterbukaan (openess)

2. Empati (empathy)

3. Dukungan (supportiveness)

4. Rasa positif (positiveness)

5. Kesetaraan (equality)

Selain itu, KAP sebagai sebuah strategi juga dilihat dari 2 teori yang

dinamakan, Teori penyimpulan (inference theory), orang dapat mengamati atau

mengidentifikasi perilakunya sendiri. Teori pengambilan Peran (role taking

theory), seseorang harus lebih dulu mengenal dan mengerti perilaku orang lain.

Kedua teori ini akan melahirkan proses empati komunikasi yang meliputi:

1. Kelayakan (decentering)

Bagaimana individu memusatkan perhatian kepada orang lain dan

mempertimbangkan apa yang dipikirkan dan dikatakan orang lain

tersebut.

2. Pengambilan peran (role taking)

Mengidentifikasi orang lain ke dalam dirinya, menyentuh kesadaran diri

melalui orang lain.

3. Empati komunikasi (emphatic communication)

Meliputi penyampaian perasaan, kejadian, persepsi atau proses yang

menyatakan tidak langsung perubahan sikap/perilaku penerima.

2.2.6 Psikologi Komunikasi

Kata atau istilah komunikasi (communication) berasal dari Bahasa Latin

communicates atau communication atau communicare yang berarti berbagi atau

(36)

Universitas Sumatera Utara

bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan.

Menurut Webster New Collogiate Dictionary komunikasi adalah suatu proses

pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang,

tanda-tanda atau tingkah laku. Ada beberapa definisi tentang komunikasi yang

dikemukakan para ahli:

1. Carl Hovland, Janis & Kelley

Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator)

menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan

tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya

(khalayak)

2. Bernard Berelson & Gary A. Steiner

Komunikasi adalah satu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi,

keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti

kata-kata, gambar, angka-angka dan lain-lain.

3. Harold Lasswell

Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan

siapa mengatakan apa dengan saluran apa, kepada siapa, dan dengan

akibat apa atau hasil apa. (who says what in which channel to whom and

with what effect).

4. Barnlund

Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk

mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif,

mempertahankan atau memperkuat ego.

5. Weaver

Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiraan seseorang

dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya.

6. Gode

Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari semula

yang dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki

(37)

Universitas Sumatera Utara

Definisi Hovland Cs memberikan penekanan bahwa tujuan komunikasi

adalah mengubah atau membentuk perilaku. Definisi Berelson dan Steiner

menekankan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian, yaitu penyampaian

informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain.

− Definisi Lasswell secara eksplisit dan kronologis menjelaskan tentang 5 komponen yang terlibat dalam komunikasi, yaitu:

− Siapa (pelaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau sumber)

− Mengatakan apa (isi informasi yang disampaikan)

− Kepada siapa (pelaku komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran penerima)

− Melalui saluran apa (alat/saluran penyampaian informasi)

− Dengan akibat/hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima)

Definisi Lasswell ini juga menunjukkan bahwa komunikasi itu adalah suatu

upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan. Berdasarkan definisi Lasswell ini

dapat diturunkan 5 unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain,

yaitu:

1. Sumber (source), sering disebut juga pengirim (sender), penyandi

(encoding), komunikator, pembicara (speaker) atau originator. Sumber

adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk

berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok,

organisasi, perusahaan, atau negara.

2. Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima.

Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang

mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tersebut. Pesan

mempunyai 3 komponen, yaitu makna, digunakan untuk menyampaikan

pesan, dan bentuk atau organisasi pesan.

3. Saluran atau media, yaitu alat atau wahana yang digunakan sumber

untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Pada dasarnya

(38)

Universitas Sumatera Utara

Saluran juga merujuk pada cara penyampaian pesan, apakah langsung

(tatap muka) atau lewat media (cetak dan elektronik).

4. Penerima (receiver) sering juga disebut sasaaran/tujuan (destination),

komunikate, penyandi balik (decoder) atau khalayak, pendengar

(listener), penafsir (interpreter), yaitu orang yang menerima dari

sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai,

pengetahuan, persepsi, pola piker, dan perasaan, penerima pesan

menafsirkan seperangkat symbol verbal dan nonverbal yang ia terima.

5. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan

tersebut, misalnya terhibur, menambah pengetahuan, perubahan sikap,

atau bahkan perubahan perilaku. (Riswandi, 2013:1-3)

Dengan komunikasi orang dapat membentuk saling pengertian,

menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang, menyebarkan ilmu

pengetahuan, dana melestarikan peradaban. Begitupun sebaliknya dengan

komunikasi juga bisa menimbulkan perpecahan, menghidupkan permusuhan,

menanamkan kebencian, menghalangi kemajuan, dan menghambat pemikiran.

Begitu penting dan begitu akrab komunikasi dengan diri kita sehingga kita

terkadang merasa tidak perlu lagi mempelajari komunikasi.

Komunikasi ada dimana-mana. Dirumah misalnya, ketika anggota-anggota

keluarga berbicang dimeja makan. Di kampus, ketika mahasiswa-mahasiswa

mendiskusikan hasil tentamen. Di kantor, ketika pimpinan mengadakan

pembagian tugas ke bawahannya. Di Mesjid, ketika Muballigh berkhotbah. Atau

ditaman-taman misalnya, ketika seorang pencinta mengungkapkan rindunya.

Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan kita. Sebuah penelitian

mengungkapkan bahwa 70% waktu bangun kita digunakan untuk berkomunikasi.

Komunikasi menentukan kualitas hidup manusia.

Kualitas hidup manusia, hubungan manusia dengan sesama manusia dapat

ditingkatkan dengan memahami dan memperbaiki komunikasi yang dilakukan.

Orang dapat mempelajari berbagai tinjauan tentang komunikasi, tetapi

penghampiran psikologi adalah yang paling menarik. Psikologi menukik ke dalam

(39)

“topeng-Universitas Sumatera Utara

topeng” manusia, dan menjawab pertanyaan ”mengapa”. Psikologi melihat

komunikasi sebagai perilaku manusiawai, menarik, dan melibatkan siapa saja dan

dimana saja.

Komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin communis yang

berarti ‘sama’. Communico, communication atau communicare yang berarti

membuat sama (make to common). Secara sederhana komunikasi dapat terjadi

apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan.

Oleh sebab itu, komunikasi tergantung pada kemampuan kita untuk dapat

memahami satu dengan yang lainnya (communication depends on our ability to

understand one another).

Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang

dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif

apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan

tersebut.

Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh

seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang

bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan

media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah

orang sehingga ada efek tertentu yang diharapkan (Effendy, 2000:13)

Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan,

informasi dari seseorang ke orang lain (Handoko,2002:30). Tidak ada kelompok

yang dapat eksis tanpa komunikasi: pentransferan makna diantara

anggota-anggotanya. Hanya lewat pentransferan makna dari satu orang ke orang lain

informasi dan gagasan dapat dihantarkan. Tetapi komunikasi itu lebih dari sekedar

menanamkan makna tetapi harus juga dipahami (Robbins, 2002: 310)

Everett M. Rogers mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang

didalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima

dengan tujuan untuk merubah perilakunya. Pendapat senada dikemukakan oleh

Theodore Herbert, yang mengatakan bahwa komunikasi merupakan proses yang

didalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari seseorang kepada

(40)

Universitas Sumatera Utara

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide,

gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan

secara lisan atau verbal yang dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak

ada bahasa verbal yang dapat dimengerti keduanya, komunikasi masih dapat

dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu,

misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini

disebut komunikasi nonverbal (Khairani, 2015: 4-7).

Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa, dan

logos yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi, secara etimologi (menurut arti kata)

psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai

macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya, atau disebut ilmu jiwa.

Psikologi sendiri mempunyai banyak pengertian, diantaranya:

1. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, psikologi adalah ilmu yang

berkaitan dengan proses-proses mental baik normal maupun abnormal

dan pengaruhnya pada perilaku.

2. Menurut Ernest Hilgert (1957) psikologi adalah ilmu yang mempelajari

tingkah laku manusia dan hewan lainnya.

3. Menurut George A. Miller psikologi adalah ilmu yang berusaha

menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan

tingkah laku.

4. Menurut Clifford T. Morgan psikologi adalah ilmu yang mempelajari

tingkah laku manusia dan hewan.

5. Menurut Chaplin psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku

manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organism dalam segala

ragam dan kerumitannya ketika merespon alam sekitar dan

peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan.

6. Menurut Dr. Singgih Gunarsa, psikologi adalah ilmu yang mempelajari

tingkah laku manusia.

7. Menurut Plato dan Aristoteles, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang hakekat jiwa serta prosesnya. (Riswandi, 2013:

(41)

Universitas Sumatera Utara

James Drever “Psikologi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan dapat

didefinisikan dalam berbagai variasi, menurut metode khusus atau lapangan ilmu

yang dipelajari oleh ahli psikologi yang membuat definisi itu”. Diantara para

sarjana yang mengemukakan definisi psikologi, antara lain:

Robert S.Woodworth and Donald G Marquis “Psikologi dapat didefinisikan

sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas individu”.

Garden Murphy “Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang

diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya”.

Ernes Hilgert “Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan

yang mempelajari tingkah laku manusia dan makhluk lainnya”.

Sarlito Wirawan Sarwono “Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dalam hubungan dengan

lingkungannya” (Khairani, 2015: 3)

Kamus psikologi, Dictionary Of Behavioral Science menyebutkan 6

definisi komunikasi sebagai berikut:

1. Komunikasi adalah penyampaian perubahan energi dari suatu tempat ke

tempat yang lain seperti dalam sistem syaraf atau penyampaian

gelombang-gelombang suara.

2. Komunikasi adalah penyampaian atau penerimaan signal atau pesan

oleh organisme.

3. Komunikasi adalah pesan yang disampaikan

4. Komunikasi adalah proses yang dilakukan satu sistem untuk

mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal yang

disampaikan.

5. Komunikasi adalah pengaruh satu wilayah pribadi pada wilayah

persona yang lain sehingga perubahan dalam satu wilayah

menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah yang lain.

6. Komunikasi adalah pesan pasien kepada pemberi terapi dalam

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi dosis anestesi lokal lidokain 2% dengan adrenalin 1:100.000 yang diberikan pada pasien odontektomi gigi molar 3

General Policy Speech by Prime Minister Junichiro Koizumi to the 163'd Session of the

Mengapa dalam reaksi inti dan reaksi nuklir dalam pemanfatannya sebagai energi sering dihindarkan, mohon keterbatsan dari penggunaan reaksi inti tersebut dalam pengadaan energi

With respect to the use of the aiming eyepiece camera, the tests (TDC) realized in laboratory (close distance -4 m- and good light conditions) show very small spatial

Pendaftaran secara online melalui pesertadidik.ditpsmk.net dilengkapi dengan fotocopy/scan rapor terakhir yang menandakan masih aktif sebagai siswa SMK dan pas foto (3

Pada kehidupan sehari-hari dikenal berbagai penerapan reaksi kimia organik dalam Industri atau kehidupan sehari-hari, diantaranya pada industri mentega.. Pada industri

This means, at baseline distance of only 10 mm two cameras of the same type will likely not cause projective problems and follow the above mentioned theory for point features, whilst

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 34/PRT/M/2015 yang telah diubahan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor