• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORITIS

C. Sinetron Sebagai Media Dakwah

1. Media Dakwah

Dilihat dari asal katanya, media berasal dari bahasa latin yaitu median yang berarti alat atau perantara, sedangkan menurut istilah, media ialah segala sesuatu yang dijadikan sebagai alat perantara untuk mencapai suatu tujuan tertentu.36 Dalam kamus istilah komunikasi, “media” berarti sarana yang digunakan sebagai alat bantu dalam berkomunikasi disebut media komunikasi adapun bentuk-bentuk dan jenisnya beraneka ragam.37Education Association mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, didengar, dilihat, dibaca, atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik.38

36

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983) hal 163

37

Ghazali BC.TT, Kamus Istilah komunikasi, (Bandung Djambatan, 1922), hal 227.

38

Sedangkan Antonio Gramsci melihat media sebagai ruang dimana berbagai ideologi di representasikan. Ini berarti, disatu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi, dan kontrol atas wacana publik. Namun disisi lain, media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan.39

Berdasarkan pengertian diatas, maka media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah yang dimaksud dapat berupa barang (material), orang, tempat kondisi tertentu dan sebagainya.40

Media dakwah sendiri adalah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan materi-materi dakwah, pada zaman modern misalnya televisi, radio, kaset rekaman, majalah, surat kabar, dan yang sekarang ini marak adalah internet.

Dakwah selama ini diidentikkan dengan ceramah melalui media lisan. Namun, seiring era globalisasi, dimanatren informasi dan komunikasi semakin berkembang, media sinetron seharusnya dapat mengambil peranan yang cukup signifikan dalam menyebarkan pesan-pesan keagamaan.

Sejalan dengan mass media yang menjadi unsur dalam komunikasi, di mana memegang peranan penting, maka dalam rangka modernisasi dakwah pada saat ini, film tidak dapat dilewatkan begitu saja.41

Disini tidak membicarakan hukum film menurut ajaran Islam, karena kedudukannya sama saja dengan hukum radio, televisi,sound equipment dan beberapa

39

Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001) hal 30.

40

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-ikhlas, 1983) hal 176.

41

Amura, Perfilman di Indonesia: Dalam Era Orde Baru(Jakarta: Lembaga Komunikasi Massa IslamIndonesia 1989) hal 115

alat tehnik modern, seperti tape recorder. Seluruh alat itu sifatnya polos, tidak berwarna. Yang memberikan ketentuan dalam penilaian hukumnya adalah isinya.

Jika disadari bahwa mayoritas rakyat Indonesia adalah pemeluk agama Islam, dan dengan sendirinya pula mayoritas penonton film di Indonesia adalah pemeluk agama Islam, maka tidak akan sulit para produser memasukkan unsur dakwah di dalam film. Bagi para produser yang mempunyai tujuan primer membuat film adalah segi komersil, sekiranya mayoritas penontonnya yang terdiri dari pemeluk agama Islam tidak mau melihatnya, maka tujuan komersil itu tidak tercapai. Sebaliknya, dengan memasukkan unsur dakwah di dalam film berarti sekaligus dua tujuan dapat tercapai. Pertama para produser akan memperoleh keuntungan komersil dengan banyaknya penonton, Kedua para penonton yang mayoritasnya terdiri dari pemeluk agama Islam akan memperoleh keuntungan pula disamping hiburan dapat memperoleh bimbingan keagamaan.42

Sinetron drama yang mengandung nilai-nilai agama dapat bersaing dengan sinetron remaja, drama keluarga, dan sinetron misteri. Sinetron bernuansa religius akan segera menggantikan booming reality showmisteri yang sebelumnya melanda layar kaca. Sinetron-sinetron jenis ini patut dipuji karena isinya penuh dengan makna. Sinetron tersebut tidak hanya menghibur, tetapi tayangan semacam ini membawa nilai-nilai tertentu untuk disampaikan kepada pemirsa. Itulah sebabnya ada yang menyebut sinetron tersebut sebagai “tontonan sekaligus tuntunan”.43

42

Amura, Perfilman di Indonesia: Dalam Era Orde Baru hal.115

43

Sinetron sebagai salah satu produk kemajuan teknologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap arus komunikasi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Bila dilihat lebih jauh, sinetron bukan hanya sekedar tontonan atau hiburan belaka, melainkan sebagai suatu media komunikasi yang efektif.

Karena sinetron mempunyai kelebihan bermain pada sisi emosional, ia mempunyai pengaruh yang lebih tajam untuk memainkan emosi pemirsa. Berbeda dengan buku yang memerlukan daya fikir aktif, penonton cukup bersifat positif. Hal ini dikarenakan sajian sinetron adalah sajian siap untuk dinikmati.

Sinetron sebagai media komunikasi dapat berfungsi sebagai media dakwah yang bertujuan mengajak kepada kebenaran. Dengan kelebihannya, sinetron menjadikan pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat menyentuh penonton tanpa harus menggurui. Maka penonton tanpa disadari akan berprilaku serupa dengan peran dalam suatu film yang pernah ditontonnya. Halini senada dengan ajaran Allah SWT bahwa untuk mengomunikasikan dengan pesan, hendaknya dilakukan secara qawlan sayyidan, yaitu pesan yang dikomunikasikan dengan benar, menyentuh, dan membekas dalam hati.44

Dengan karakter yang dapat berfungsi sebagai qawlan sayyidan inilah diharapkan dapat menggiring pemirsanya kepada ajaran Islam yang akan menyelamatkan.

Mungkin ada benarnya media televisi dianggap sebagai bagian dari “syiar” kebenaran, kebaikan, dan ketuhanan melalui wujud sinetron bertema religius.

44

Trendprogram acara sinetron televisi bertema religius sangat menarik untuk dikaji lebih jauh dalam hubungannya dengan fakta kehidupan masyarakat sehari-hari.

Persoalan menjadi semakin menarik lagi, ketika semua tayangan sinetron itu lebih banyak memunculkan ajaran agama tertentu sebagai fokus cerita. Ini terlihat dari banyaknya kalimat atau ungkapan dialog bersifat religi yang meluncur dari seorang tokoh agama tertentu ketika menghadapi kejahatan dalam simbol setan yang merasuki tokoh yang terlibat dalam cerita.

Ada beberapa faktor yang membahas mengenai efektivitas tayangan yang bertema religius di dalam suatu program.Pertama, agama atau ayat suci agama tertentu dalam kehidupan manusia sehari-hari memang sudah menjadi pegangan hidup masyarakat sejak masih hidup sampai meninggal dunia. Agama merupakan medium komunikasi antara manusia dengan Tuhan yang bersifat sakral dan individual.

Kedua, seluruh tayangan televisi merupakan hasil final dari proses kreativitas yang dikerjakan oleh sekumpulan orang kreatif di media televisi dan telah melalui proses imajinasi, kreasi dan daya cipta sehingga hasilnya menjadi menarik untuk ditonton. Artinya, tayangan televisi tidak seluruhnya bersifat objektif tetapi juga sangat kental mengandung unsur subjektif.45

Jadi, jika diamati memang benar tayangan religi dapat memberi kesadaran religius. Sepintas terlihat sinergi yang sangat ideal antara pilihan stasiun televisi mengedepankan program religius dengan kebutuhan pemirsa akan siraman rohani, yang tujuannya adalah meneguhkan keimanan hingga membuat pelaksanaan ibadah

45

berlangsung optimal. Namun yang juga dikhawatirkan, unsur horor dan mistis mulai banyak mengisi bagian sinetron-sinetron tersebut.

Agama, bagaimanapun memiliki wilayah-wilayah tersendiri yang tidak bisa disamaratakan dengan wilayah lain dalam kehidupan manusia. Pembagian wilayah sekuler dan nonsekuler memperlihatkan bahwa kehidupan agama walau dalam realitasnya sulit dan tak perlu dipisahkan dari kehidupan sehari-hari sesungguhnya memilki memiliki dimensi ruang yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari. sebagai panduan normatif ideal, nilai-nilai agama bagaimanapun tidak bisa disamaratakan dengan nilai-nilai pragmatis dalam praktik kehidupan sehari-hari. seperti yang diungkapkan oleh Peck,

Religion is explicitly concerned with both ontological and experiental dimensions of existence with being and meaning. Religion provides meaning for individual existance by grounding it in a larger. Cocmic framework of significance.46

Seperti dinyatakan Peck, agama menyediakan makna bagi eksistensi individu berlandaskan pada kerangka signifikasi kosmis yang luas. Karena menyampaikan nilai agama melalui sinetron dengan berdasarkan hadis Nabi, khawatir hanya akan mereduksi nilai-nilai agama saja. Kajian agama mengenai Al-Qur‟an dan hadis Nabi, selama ini berlangsung dalam mimbar agama berupa dakwah di dalam masjid. Dengan adanya sinetron religi, mempresentasikan secara simbolik di ruang publik mimbar agama ke dalam televisi melalui sinetron yang di produksi dalam kerangka mekanisme standar produksi program televisi.

46

Hoover, Stewart M. (ed), Rethinking Media, Religion, and Culture(London: Sage Publication, 1997) hal 17

2. Isi Pesan Sintron Televisi

Sinetron religi yang ada pada saat ini sudah menjadi tayangan wajib setiap stasiun televisi di Indonesia. Karena tayangan-tayangan tersebut saat ini banyak diminati oleh pemirsa. Industri televisi di Indonesia sudah memasuki era di mana produk-produk (program acara) media televisi lebih ditentukan oleh the invisible hand

mekanisme pasar yang bertumpu pada kaidah permintaan-penawaran, logika sirkuit modal, dan rasionalitas maksimalisasi produksi dan konsumsi (media televisi).47

Berbicara mengenai isi pesan sinetron televisi, bukan hanya melihat dari segi budaya, tetapi juga berhubungan erat dengan masalah ideologi, ekonomi maupun politik. Dengan kata lain, tayangan sinetron merupakan cerminan kehidupan nyata dari masyarakat sehari-hari.

Paket sinetron yang tampil ditelevisi adalah salah satu bentuk untuk mendidik masyarakat dalam bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan tatanan norma dan nilai budaya masyarakat. Isi pesan yang terungkap secara simbolis, dalam paket sinetron berbentuk kritik sosial dan kontrol sosial terhadap penyimpangan-penyimpangan terjadi dalam masyarakat.48

Masalah yang sangat krusial dalam isi pesan sinetron ialah soal kualitas dan objektivitas. Tidak semua sinetron berkualitas. Banyak sinetron yang tidak dapat menunjukkan atau mengungkapkan objektivitas sosial.

47

Agus Sudibiyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran (Yogyakarta: LKIS bekerjasama dengan ISAI Jakarta, 2004) hal 64

48

Dalam penyampaian pesan melalui film, terjadi proses yang berdampak signifikan bagi para penonton. Penonton memahami dan merasakan seperti apa yang dialami salah satu pemeran. Pesan-pesan yang terdapat dalam sejumlah adegan film akan membekas dalam jiwa penonton. Sehingga pada akhirnya pesan-pesan itu membentuk karakter penonton.49

49

Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar(Bandung: Simbiosa Rektama Media, 2004)hal 136

43

Dokumen terkait