• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

B. Sisi Penawaran

1. Persoalan pihak perbankan dalam penyaluran kredit bagi usaha kecil

Rendahnya respons pihak perbankan terhadap tingginya permintaan pembiayaan usaha kecil menunjukkan adanya berbagai hambatan struktural dan psikologis yang dihadapi pihak perbankan terhadap pengembangan kredit untuk usaha kecil. Hambatan-hambatan tersebut diidentifikasi sebagai berikut :

1. Persepsi inferior tentang potensi usaha kecil terlebih yang berada di pedesaan

2. Secara umum usaha kecil hampir selalu diindentikan dengan ciri-ciri negatif. Dari segi kapital, usaha kecil adalah usaha yang nilai kapitalnya kecil, lambat melakukan ekspansi, tidak tahan dumping, dan modal yang sering terpakai untuk kebutuhan konsumsi. Dari segi personil, usaha kecil adalah usaha yang sering dilakukan secara mandiri (self employment), tidak menuntut keterampilan tinggi, lemah latar belakang bisnis maupun latar belakang akademisnya, lemah kaderisasi dan kurang wawasan perkembangan di luar. Dari sisi manajemen, usaha kecil identik dengan usaha yang rentan terhadap pesaing, pasif dan tanpa integrasi dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan

kontrol. Dari sisi sarana dan teknologi, usaha kecil menggunakan teknologi yang terbatas dan seringkali out of date, mudah diungguli pesaing dan mengalami kesulitan manajerial maupun finansial dalam pengembangan teknologi. Dari sisi organisasi produksi, usaha kecil memiliki produktivitas yang rendah, seringkali menggantungkan diri pada pekerja keluarga tidak dibayar dan sulit mengembangkan disain produknya. Sedangkan dari sisi institusi dan pengorganisasian, usaha kecil umumnya berpandangan bahwa bisnis adalah tanggung jawab individu sehingga tidak disadari pentingnya berorganisasi dan karena sangat tersebar, sulit dikaitkan satu sama lain.

Di samping kelemahan-kelemahan di atas, usaha kecilpun seringkali dipersepsikan dengan kemiskinan dan kebodohan. Hal tersebut tercermin dari berbagai program kredit dari pemerintah yang senantiasa dikaitkan dengan program pengentasan kemiskinan (IDT, Banpres, BIMAS, KUT). Kondisi tersebut membentuk dan memperkuat persepsi/citra di pihak perbankan bahwa pengaliran dana pada usaha kecil berisiko sangat tinggi. Meskipun pandangan tersebut dibantah oleh peserta diskusi dan cenderung dianggap sebagai pandangan yang keliru dan konservatif.

3. Lemahnya pengalaman perbankan dalam menyalurkan kredit kecil dan kuatnya persepsi dikuasainya pasar kredit kecil oleh hanya beberapa lembaga keuangan

Hampir bisa dipastikan orang mengenal eksistensi BRI dan beberapa bank lainnya seperti BUKOPIN, BPD sebagai bank yang berpengalaman dalam pembiayaan usaha kecil. Bank-bank pemerintah, maupun swasta lain yang juga ingin terjun ke pembiayaan usaha kecil sehingga mengalami hambatan psikologis --merasa tidak berpengalaman, takut dengan risiko yang terlalu tinggi--. Pada sisi lain, Bank Perkreditan rakyat (BPR) dan para pelepas uang (rentenir) lebih dikenal luas dalam hal pembiayaan usaha kecil, sehingga pihak perbankan lain yang ingin masuk ke pasar kredit kecil lagi-lagi mengalami hambatan psikologis dan

finansial yang cukup besar untuk masuk dan bertahan dalam persaingan pembiayaan usaha kecil.

Pengalaman perbankan dalam menyalurkan kredit pada usaha kecil selalu berasumsi linier bahwa pertumbuhan usaha terjadi secara vertikal dari usaha kecil menjadi usaha menengah dan akhirnya usaha besar. Padahal dalam berbagai pengalaman pertumbuhan usaha kecil justru terjadi secara horizontal (aglomerasi) dimana usaha yang telah mampan kemudian membentuk dan membimbing usaha kecil baru untuk mandiri. Hal tersebut terjadi karena usaha kecil banyak menghindari kerumitan yang muncul akibat formalisasi yang sejalan dengan usaha besar. 4. Semakin berkurangnya dana likuiditas Bank Indonesia untuk

kredit kecil.

Secara bertahap pemerintah telah mengurangi peranan subsidi atau lebih spesifik mengurangi peranan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk usaha kecil. Kecenderungan yang ada bahwa KLBI dalam jumlah yang terbatas hanya akan diberikan untuk mendukung upaya pemantapan swasembada pangan, pengembangan koperasi dan peningkatan investasi. Dengan berkurangnya peranan KLBI, maka keharusan untuk mengalokasikan 20% kredit kepada usaha kecil merupakan satu „beban’ bagi pihak perbankan. Agar penilaian kesehatannya tetap baik, banyak bank komersial terpaksa harus menambah biaya ekstra dengan bekerja keras menyalurkan KUK baik secara langsung (terutama ke sektor konsumtif seperti pemilikan rumah),

maupun tidak langsung (misalnya dengan bekerjasama dengan BPR atau menjual KUK kepada bank lain yang lebih siap). Kecenderungan ini cukup membahayakan posisi usaha kecil karena bisa saja di atas kertas kredit yang tersalurkan melalui KUK cukup tinggi, padahal kredit yang benar-benar tersalurkan kepada pengusaha kecil tetap rendah. Kenyataan ini dapat membentuk opini di masyarakat bahwa usaha kecil memang lemah dan sulit berkembang sekalipun mendapat suntikan dana dalam jumlah besar.

2. Diperlukan strategi baru agar pihak perbankan lebih berorientasi pada kredit usaha kecil

Sejauh ini terasa kurang distimuli lahirnya suatu kebijakan perkreditan untuk usaha kecil yang berdimensi nonpolitis —tidak hanya untuk alasan-alasan dan tujuan-tujuan politis--, berjenjang mikro, dan berorientasi pada permintaan. Suatu kebijakan yang diinisiasi oleh pengenalan mendalam mengenai karakter permintaan patut mendapat tempat di dalam circle pengambilan keputusan publik. Pengabaian atas situasi ini, sebagaimana terlihat sekarang, telah melahirkan suatu generalisasi kebijakan perkreditan yang kadang bertolak belakang dengan kebutuhan usaha kecil —yang secara praktis menganggap usaha kecil sebagai suatu bisnis homogen. Meskipun diakui pertumbuhan usaha kecil --dilihat dari perkembangan unit usahanya, penyerapan tenaga kerja, perkembangan produksi, perkembangan ekspor maupun perkembangan investasinya-- dari tahun ke tahun terus meningkat, namun jika indikatornya adalah pergerakan dari skala usaha kecil bisa naik kelas menjadi usaha menengah apalagi menjadi besar, tampaknya terlalu minim untuk dihitung pertumbuhannya. Hal-hal tersebut yang seringkali menjadikan pihak lembaga perbankan sangsi untuk menyalurkan berbagai fasilitas perkreditan kepada usaha kecil. Pada sisi lain, harian Bisnis Indonesia mensinyalir bahwa dari 30,4 juta usaha kecil yang ada di Indonesia, 80% di antaranya tidak bankable dalam persyaratan. Kondisi ini seringkali memperbesar

keraguan pihak perbankan untuk mau menyentuh usaha kecil. Hal senanda diungkapkan oleh Antonius Ananto sebagai Dirut Bank Windu Kentjana bahwa bagi bank swasta secara umum, khususnya corporate banking, KUK masih dipandang tidak efisien meskipun memang pemberian kredit skala kecil belum tentu tidak menguntungkan. Kredit yang kecil-kecil itu merupakan bisnis perbankan dan masih memiliki potensi untuk bisa menguntungkan. Masalahnya adalah bagaimana mengelola bisnis tersebut supaya bisa tetap memberikan keuntungan yang besar bagi bank.

Untuk memperbesar akses usaha kecil terhadap berbagai fasilitas perbankan, Djokosantoso Moeljono selaku Dirut BRI mengemukakan bahwa diperlukan peran bank-bank lain atau bank-bank perantara untuk pembiayaan usaha kecil, sehingga tercipta para pengusaha kecil yang mapan yang pada akhirnya memudahkan mereka untuk dapat berkembang. Dengan kata lain memang dibutuhkan peran bank-bank swasta yang lebih besar dalam penyaluran kredit untuk usaha kecil. Di sisi yang lain, untuk memperbesar akses usaha kecil terhadap berbagai fasilitas perbankan, sekaligus memperbesar orientasi pihak perbankan terhadap kredit-kredit usaha kecil, pihak perbankan harus dibantu oleh semacam lembaga yang berfungsi untuk membimbing dan menjamin kelayakan usaha kecil. Lembaga ini penting karena selama ini banyak tuntutan yang ditujukan kepada pihak perbankan untuk mengalirkan dana sekaligus memberikan bimbingan kepada usaha kecil. Lembaga ini bisa membantu memberikan bimbingan, baik untuk memperoleh dana maupun bantuan-bantuan dalam bentuk yang lain. Peran lembaga-lembaga semacam ini di negara-negara maju sudah cukup berkembang. Lembaga yang di luar negeri disebut small business organisation ini tidak hanya membantu usaha kecil mendapatkan dana, tetapi juga menunjukkan jalan bagi usaha kecil untuk dapat berkembang. Strategi-strategi sejenis di atas diakui oleh sebagian peserta diskusi bisa cukup membantu pihak perbankan agar lebih berorientasi pada kredit usaha kecil.