• Tidak ada hasil yang ditemukan

ATP-PC (Adenosine Triphosphate Phospho-Creatine) sistem adalah utama pada aktivitas maksimal atau sub-maximal sampai dengan 20 detik. Ketika jangka waktu aktivitas meningkat ATP-PC sistem menyediakan suatu porsi yang lebih kecil dari total energi. ATP-PC sistem digunakan sepanjang transisi dari istirahat untuk berlatih, dan juga sepanjang transisi dari seseorang berlatih dengan intensitas yang lebih tinggi . Masa 30 detik hingga 3 menit diperlukan untuk mengisi energi di dalam sistem ini, selama latihan aerobic ATP-PC cadangan dapat dirubah.

2) Anaerobic Glycolysis

Ketika ATP-PC sistem mulai memudar setelah di sekitar sepuluh detik, suatu proses Anaerobic Glycolysis mulai terjadi. Anaerobic Glycolysis menjadi sumber energi yang utama di dalam aktivitas antara 20 detik hingga 2 menit. Anaerobic Glycolysis meneruskan untuk menyediakan energi selama latihan berlangsung sampai dengan 10 menit. Sistem ini pecah dan glycogen otot menyimpan tanpa penggunaan oksigen. Hasil dari sistem ini adalah asam laktat. Bagaimanapun, kecepatan dan power sering menentukan faktor menang dan kalah. Oleh karena itu perhatian saksama harus dicurahkan pada kedua sistem energi ini untuk mencapai prestasi puncak. b). Tujuan dari latihan anaerobic: i) Untuk

mengembangkan kecepatan dan kekuatan. ii) Untuk mengembangkan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan intensitas tinggi. iii) Untuk mempercepat waktu pulih. iv) Kepindahan asam laktat yang lebih cepat dari otot. v) Memperpanjang serangan kelelahan. Olahraga permainan Softball memerlukan sistem energi anerobic yang dominan hal itu disebabkan karena gerakan yang ada didalamnya memerlukan waktu yang cepat seperti gerakan melempar bola, memukul, dan berlari semuanya itu memakan waktu kurang dari 30 detik. Pendapat ini diperkuat oleh James (2007: 189) yang tertera dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2.4 Efek Peristiwa Jangka Waktu Pada Energi Utama System Yang Digunakan

Sumber: http://www.amazingcounters.com/

Dari tabel diatas jelas terlihat bahwa olahraga yang gerakannya memerlukan waktu dibawah 30 detik menggunakan system energi Phosphagen and Anaerobic glycolysis. Selain tabel di atas ditegaskan lagi mengenai beberapa cabang olahraga sesuai dengan sistim energinya yang tercantum dalam lampiran 10.

Dilihat dari tabel yang ada pada lampiran 10 bahwa sistem energi yang digunakan pada permainan Softball yaitu Phosphagen system tinggi dan Anaerobic glycolysis rendah sedangkan Aerobic metabolisme tidak nampak. Dari uraian diatas jelas bahwa olahraga Softball memerlukan sistim energy yang sama dengan Softball yaitu cenderung menggunakan sistem ATP-PC tinggi dan sistem Anerobis glycolisys rendah. Sebab Softball merupakan permainan gerak cepat seperti melempar, memukul, dan sprint antar base, akan tetapi tidak menutup kemungkinan menggunakan sistem aerobic pada waktu hinggap di base atau menunggu giliran mukul. Untuk lebih jelasnya perhatikan analysis dibawah ini:

Gambar 2.11. Metabolic Sumber Energi Pada Permainan Softball Sumber: Rushcill dan (Pyke, 1991 :18)

Berdasarkan sumber energy yang dibutuhkan pada permainan Softball, maka kondisi fisik yang mendominani pemain Softball adalah kekuatan otot, kecepatan, dan power hal ini sesuai dengan tabel dari Rushcill dan (Pyke, 1991 :18). Tercantum pada lampiran 11.

Pada lampiran 11 dapat disimpulkan bahwa untuk gerakan melempar, menangkap, memukul bola, serta berlari pada permainan Softball memerlukan aktivitas dengan waktu yang pendek irama cepat (Short explosive) dengan waktu yang kurang dari 5 detik, sehingga attribute secara physiological yang dominan menggunakan kekuatan otot, kecepatan, dan power, sehingga sistem energi yang dominan menggunakan ATP-PC Pendapat tersebut dikuatkan kembali oleh Fox (1993: 290) seperti yang tercantum seperti table berikut ini :

Tabel 2.5 Berbagai Olahraga Dan Aktititas Dan Sistem-Sistem Energinya Yang Dominan

Sumber : (Fox. et .al. 1993 : 290)

Dari tabel diatas terlihat jelas sistem energi Softball adalah ATP-PC dan LA 80, LA dan O2 15 sedangkan O2 5.

4. Ketepatan

Menurut M. Sajoto (1995:9) ketepatan atau accuration adalah seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap sasaran. Sedangkan Parno (1992: 98) mengatakan ketepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengarahkan suatu gerak kesuatu sasaran sesuai dengan tujuannya. Ketepatan merupakan suatu komponen-komponen kondisi fisik. Kondisi fisik adalah salah satu prasarat yang diperlukan dalam setiap usaha peningkatan prestasi setiap atlet. Bahkan dapat dikatakan sebagai dasar landasan titik tolak suatu awalan olahraga prestasi. Menurut Singer (1980:30) accuration merupakan bagian dari keterampilan gerak. Ketepatan diperlukan dalam menentukan bagaimana agar aktivitas gerak dapat dilakukan.

Untuk melatih accuracy dapat dilakukan dengan cara mengulang-ulang gerakan yang diberikan sampai menjadi gerakan otomatisasi, jarak sasaran dari dekat diubah menjadi agak jauh dan terus ditambah, intensitas gerakan mulai dari lambat cepat. Perbedaan ketepatan dan kekuatan ini merupakan gerak yang cukup kompleks vagi atlet pemula.

a. Cara Memegang Pukulan

Ada dua cara pegangan pada pemukul, yaitu gerakan ayunan (swing) penuh dilakukan dengan cara meletakkan tangan dekat dengan bagian bawah pemukul (knob) dan untuk pukulan bola tanggung dengan cara meletakkan tangan pada bagian akhir dari lilitan pembalut bat (barrel). Sedangkan Meyer (1984:76) dalam hal pegangan pukulan membagi dalam tiga kategori yaitu: “long grip or power grip, choke grip or short grip. And regular grip”.

Dalam memukul ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pegangan terhadap alat pemukul, menurut C adalah sebagai berikut:

1) Bentuk pegangan seperti bersalaman dengan pemukul

2) Peganglah pemukul dengan kedua tangan bersama-sama saling berhadapan dan tertutup rapat

3) Peganglah pemukul erat tetapi mudah digerakkan

Dalam memukul bola pemain harus mengetahui kapan memakai pegangan tanggung dan kapan harus menggunakan pegangan swing karena dalam permainan laju bola selalu berubah.

1) Gerakan Ayunan Pemukul

Ayunan (swing) dilakukan dengan menggerakkan alat pemukul kearah bola ke depan. Dalam hal ini Housworth dan Rivkin dalam Parno (1992: 85) mengemukakan bahwa: "ada tiga fase dalam gerakan mengayun yaitu: melangkah, putaran lengan, dan gerakan lanjutan". Memukul bola dengan alat pemukul terhadap bola yang dilemparkan oleh pitcher adalah sangat sulit dilakukan karena memerlukan koordinasi dan ketepatan, oleh karena itu gerakan ini perlu dilatih terus menerus agar diperoleh keterampilan yang memadai.

2) Gerakan Lanjutan

Setelah melakukan gerakan pukulan dan perkenaan pemukul dengan bola dilanjutkan dengan gerak lanjutan yaitu ayunan lengan semaksimal mungkin sampai habis perputaran pinggang.

Dengan memperhatikan pelaksanaan dari teknik memukul di atas, dalam melakukan pukulan seorang pemain menggunakan implus yang sebenar-benarnya. Yang dimaksud dengan implus menurut Soedarmanto (1991:174) yaitu “hasil perkalian dari gaya dan waktu selama bekerjanya gaya.” Dalam hukum gerak Newton II, kecuali besarnya gaya, harus dipertimbangkan juga waktu selama bekerjanya gaya. Persamaan untuk implus diperoleh dengan cara menggantikan harga percepatan (a) ke dalam persamaan.

G= m x a...a= (Vt-Vo) / t G= m (Vt-Vo)

t

Dari persamaan di atas, implus sama dengan hasil perkalian dari massa suatu objek dan perubahan kecepatannya. Dari bentuk persamaan ini jelaslah bahwa gaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan perubahan kecepatan tertentu selama waktu tertentu adalah sebanding dengan massa objek.

b. Ketepatan Memukul Bola Softball

Suharno HR. Menjelaskan bahwa “ketepatan ialah kemampuan atlet untuk mengarahkan suatu gerak ke sasaran atau target sesuai dengan tujuannya.” Menurut M. Sajoto (1995:9) bahwa “ketepatan atau accuracy adalah seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran. Sasaran ini dapat merupakan suatu jarak atau mungkin suatu objek langsung yang harus dikenai salah satu bagian tubuh.”

Dengan memperhatikan pendapat-pendapat di atas diketahui bahwa ketepatan memukul dalam penelitian ini adalah kemampuan atlet dalam memukul bola ke sasaran yang dituju. Hal ini sangat bermanfaat bagi atlet untuk mencetak poin angka bagi timnya.

5. Latihan

a. Pengertian Latihan

Latihan adalah kegiatan sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang. Tujuannya ialah untuk mendapatkan gerakan ototamatis. Menurut Harsono (1988: 323), Latihan adalah proses kerja yang dilakukan secara sistematis, kontinyu di mana beban dan intensitas latihan makin hari makin bertambah, yang pada akhirnya memberikan rangsangan secara menyeluruh terhadap tubuh dan bertujuan untuk meningkatkan fisik dan mental secara bersama-sama. Menurut Dietrich Martin dalam Yosef Nossek (1982: 12) latihan adalah suatu proses yang direncanakan yang dikembangkan olahraga yang komplek dengan memakai isi latihan, metode-metode latihan, tindakan-tindakan organisasional yang sesuai dengan maksud dan tujuan. Menurut Sudjarwo (1993 : 14) mengemukakan bahwa latihan adalah “suatu proses yang sistematis secara berulang-ulang secara ajeg dengan selalu peningkatan beban latihan. Harsono (1988 : 101) latihan adalah “proses yang sistematis berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjaan “.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa latihan (training) merupakan proses kerja yang sistematis, dan dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang kian meningkat. Latihan yang sistematis adalah program latihan yang direncanakan secara matang, dan dilaksanakan sesuai jasdwal menurut pola yang telah ditetapkan, serta dievaluasi sesuai dengan alat yang benar.

Tujuan utama pelatihan olahraga prestasi adalah untuk meningkatkan keterampilan atau prestasi olahraga semaksimal mungkin. Menurut Bompa (1990: 98) tujuan latihan yang harus dipahami adalah sebagai berikut: (a) untuk meningkatkan perkembangan fisik secara umum; (b) untuk mengembangkan fisik khusus yang ditentukan oleh kebutuhan olahraga tersebut; (c) untuk menyempurnakan teknik olahraga dan koordinasi gerak; (d) meningkatkan dan menyempurnakan strategi; (e) meningkatkan kepribadian seperti kemauan keras, kepercayaan diri, ketekunan, semangat, disiplin; (f) menjamin dan mengamankan persiapan tim secara optimal; (g) mempertahankan kesehatan atlit; (h) untuk mencegah cedera; (i) memperkaya pengetahuan teori dengan memperhatikan dasar fisiologis, psikologis, dan gizi.

b. Latihan Teknik

Setiap cabang olahraga selalu memiliki teknik-teknik sesuai dengan cabang olahraga yang bersangkutan. Untuk menguasai teknik dengan baik, diperlukan lathan teknik yang sistematis dan kontinyu. Berikut ini disajikan pengertian-pengertian latihan teknik oleh beberapa ahli, diantaranya: 1) menurut Sudjarwo (1993: 41) “latihan teknik bertujuan untuk pengembangan dan pembentukan sikap dan gerak melalui pengembangan motorik dan sistem persyarafan menuju gerakan otomatis.” 2) menurut Hadisasmita dan Aip Syariffudin (1996:127) “latihan teknik adalah latihan yang khusus dimaksudkan untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik dan neuromoskular.”

Berdasarkan pengertian di atas maka, dapat diambil kesimpulan bahwa latihan teknik merupakan latihan yang bertujuan untuk mengembangkan dan menyempurnakan teknik-teknik gerakan pada cabang olahraga. Suatu teknik dalam cabang olahraga dapat dikuasai dengan baik apabila dilakukan secara sistematis dan kotinyu dengan berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang tepat.

c. Prinsip-prinsip Latihan

Dalam pelaksanaan latihan, baik atlet maupun pelatih harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan. Dengan memperhatikan hal tersebut maka diharapkan

kemampuan atlet akan meningkat dan mengurangi akibat buruk yang terjadi pada fisik maupun teknik atlet.

Menurut Bompa (1990: 101) prinsip-prinsip latihan dalam olahraga meliputi:

1) Prinsip Beban Berlebih

Prinsip ini mengatakan bahwa beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah yang lebih tinggi dan cukup bengis. Jika latihan dilakukan secara sistematis maka tubuh atlet akan dapat menyesuiakan diri semaksimal mungkin. Jika beban latihan terlalu ringan peningkatan prestasi tidak akan terjadi. Jangan memberikan beban latihan yang terlalu berat. Jika terlalu berat maka system faaliah tubuh tidak mampu untuk beradaptasai. Pelatih disarankan untuk menerapkan atau sering diistilahkan dengan sistem ombak, yaitu penambahan beban latihan secara bertahap yang diselingi dengan tahap pengurangan beban. Pelatih harus berhati-hati memberikan beban latihan kepada atletnya. Jangan karena pelatih terlalu bermbisi atlet dibebani dengan latihan yang berat.

2) Prinsip Perkembangan Menyeluruh

Pelatih sebaiknya jangan terlalu cepat membatasi atlet dengan program latihan yang menjurus pada spesialisasi yang sempit terlalu dini. Atlet harus diberi kebebasan untuk menjelajahi beragam aktivitas keterampilan fisik lainnya. Atlet yang dasar perkembangan multilateralnya baik, biasanya juga akan mencapai prestasi optimalnya dalam waktu yang lebih cepat dan juga biasanya juga akan bisa bertahan di puncak.

3) Prinsip Spesialisasi

Apa pun cabang olahraga yang diikutinya, tujuan serta motif atlet biasanya adalah untuk melakukan spesialisasi cabang olahraga tersebut. Menurut Bompa (1990: 99) menganjurkan agar aktivitas-aktivitas motorik yang khusus mempunyai pengaruh yang baik terhadap latihan, maka latihan harus didasarkan pada dua hal, yaitu (a) melakukan latihan yang spesifik bagi cabang olahraga tersebut, dan (b) melakukan latihan khusus untuk mengembangkan kemampuan biomotorik pada olahraga tersebut. Penerapan prinsip spesialisasi kepada nak-anak dan atlet-atlet muda harus dilakukan dengan hati-hati dan pertimbangan yang cerdik.

Setiap atlet berbeda dalam kemampuan, potensi dan karakteristik belajarnya. Seluruh konsep latihan haruslah disusun sesuai dengan kekhasasn setiap individu agar tujuan latihan dapat tercpai semaksimal mungkin. Jadi kesimpulannya, bahwa latihan harus direncanakan dan disesuaikan bagi setiap individu agar dengan demikian latihan tersebut memberikan hasil yang maksimal.

5) Prinsip Intensitas Latihan

Intensitas latihan mengacu pada jumlah kerja yang dilakukan dalam satu unit waktu tertentu, atau berat ringnnya kinerja yang dilakukan dalam latihan. Makin banyak kerja yang dilakukan dalam suatu unit tertentu, makin tinggi intensitas latihannya.contoh: satu menit lempar bola 60 bola adalah lebih intensif daripada 30 bola. Intensif tidaknya latihan tergantung dari beberapa faktor: (1) Beban latihan, (2) Kecepatan dalam melakukan gerakan-gerakan, (3) Lama-tidaknya interval di antara repetisi-repetisi, (4) Stres mental yang dituntut dalam latihan. 6) Prinsip Kualitas Latihan

Latihan yang berkualitas haruslah penuh dengan makna dan harus dilandasi oleh konsep yang jelas tentang apa yang akan dan harus dilakukan atlet, demikian pula manakala intervensi IPTEK diterapkan dalam latihan. Latihan-latihan yang walaupun kurang intensif, namun bermutu seringkali lebih bermanfaat daripada latihan yang intensif namun tidak bermutu.

7) Prinsip Variasi Dalam Latihan

Tidak mengherankan kalau latihan dan kerja keras sering dapat menyebabkan rasa bosan dan lesu pada atlet. Hal ini sering terjadi pada program latihan jangka panjang. Oleh karena itu, sesi-sesi latihan harus diselingi dengan variasi-variasi latihan untuk menyegarkan atlet kembali baik fisik maupun psikis.

8) Prinsip Kembali Asal (Revesibility)

Freeman (1991: 76) mengatakan bahwa fitness akan meurun kalau beban latihan tidak ditambah secara berkelanjutan (kontinu). Freeman juga menganjurkan agar beban latihan secara periodic ditingkatkan. Perlu dicatat bahwa, agar terasa manfaatnya dari latihan, beban atau intensitas latihan harus sedikitnya di antara 60% - 70% dari kemampuan maksimal atlet (MHR). Jadi, atlet yang ingin meningkatkan prestasinya secara progresif harus berlatih secara kontinu. Deikian

pula untuk meningkatkan aspek-aspek teknik dan taktik. Atlet-atlet professional berlatih sedikitnya 5 hari dalam seminggu pagi dan sore (10 sesi).

9) Prinsip Spesifik

Prinsip spesifik mengatakan bahwa manfaat maksimal yang bisa diperoleh dari rangsangan latihan hanya akan terjadi jika rangsangan tersebut mirip atau menyerupai gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga tersebut. Contohnya: untuk menguasai olahraga gulat, orang harus berlatih gerakan-gerakan gulat, bukan gerakan judo meskipun gulat dan judo ada kemiripan. Pelatih wajib tahu sistem energy apa dan unsur-usur fisik apa yang paling dibutuhkan dan paling dominan untuk cabang olahraga yang dilatihnya. Pada waktu melatih kelompok otot-otot pun tetap berlaku prinsip spesifik. Boleh saja memeberikan latihan bagi unsur-unsur fisik yang lain seperti kekuatan, daya ledak, kelincahan, dll., asal porsi latihannya tidak sebanyak porsi latihan untuk unsur-unsur yang paling dominan.

10) Prinsip Pemulihan (Recovery)

Perkembangan prestasi atlet bukan semata-mata bergantung pada intensitas berat-ringannya latihan, namun juga pada pemberian istirahat yang cukup seusai latihan, atau antara dua rangsangan latihan. Density atau densitas mengacu pada hubungan yang dinyatakan antara latihan dan fase istirahat. Densitas yang cukup antara dua rangsangan latihan akan bisa menjamin efisiensi latihan sehingga bisa menghindarkan atlet dari kelelahan yang berlebihan.

Lamanya recovery tergantung dari kelelahan yang dirasakan atlet dari rangsangan latihan sebelumnya. Metode yang cukup obyektif untuk menentukan lamanya istirahat antara dua rangsangan latihan ialah dengan sistem penghitungan HR (Heart Rate) atau metode denyut nadi. Dianjurkan denyut nadi turun dulu antara 120 - 140 sebelum rangsangan berikutnya diberikan.

11) Prinsip Asas Overkompensasi

Overkompensasi mengacu kepada dampak latihan dan regenerasi pada organisme tubuh kita yang merupakan dasar biologis. Selama masa istirahat ini, sumber-sumber energy biokemikal bukan saja diganti/dikompensasi, namun akan pula meningkat sampai melewati keadaan dan tingkat kondisi semula. Namun perlu dicatat bahwa overkompensasi maksimal hanya bisa dicapai kalau stimulus yang

diberikan dalam latihan cukup tinggi, artinya lebih dari 60% agar terasa training effectnya. Kalau masa istirahatnya berlangsung terlalu lama, maka overkompensasi akan memudar atau menghilang sama sekali sehingga akan terjadi proses yang disebut involusi. Fase involusi adalah fase perkembangan yang amat minim dari kemampuan peforma kita. Apabila pada fase yang optimal, yaitu pada tahap overkompensasi ini, tubuh tidak diberikan stimulus atau rangsangan lain, maka akan terjadi involusi. Karena itu, jika latihannya tidak dilakukan secara kontinu maka potensi peforma lama-kelamaan akan menurun.

12) Prinsip Volume Latihan

Volume latihan ialah kuantitas beban latihan dan materi latihan yang dilaksanakan secara aktif. Volume latihan bisa dinyatakan dalam: (1) Total waktu berlangsunya kegiatan, (2) Jarak yang harus ditempuh atau berat beban yang harus diangkat per satuan detik. Jumlah repetisi dalam melakukan suatu aktivitas, atau dalam melatih suatu unsur.teknik tertentu. Semakin tinggi tingkat prestasi atlet, semakin banyak pula jumlah volume latihan yang harus dilakukan. Volume yang terlalu sedikit, demikian pula intensitasnya rendah, maka proses adaptasi tidak akan terjadi. 13) Prinsip Lama Latihan

Waktu latihan sebaiknya adalah pendek akan tetapi berisi dan padat dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Kecuali waktunya yang pendek, latihan harus juga dilakukan sesering mungkin. Suatu keuntungan, dari latihan-latihan yang pendek adalah bahwa hal ini akan terus membawa atlet dalam alam berfikir tentanglatihannya. Apabila waktu latihan berlangsung terlalu lama dan terlalu melelahkan maka bahayanya adalah bahwa atlet akan memandang setiap latihan sebagai suatu siksaan.

14) Prinsip Tes-tes Uji Coba

Tujuan mengikuti pertandingan-pertandingan uji coba tersebut adalah: (1) Untuk memberikan pengalaman atlet dan tim untuk bertanding dalam suasana pertandingan yang sebenarnya, (2) Untuk mengetahui kekurangan-kekurangan atlet atau tim, (3) Untuk menguji kemampuan taktis regu kita dalam menghadapiberbagai strategi dan taktik lawan, (4) Untuk memberikan pengalaman terlibat dalam situasi-situasi stress fisik dan mental pertandingan.

Jadwal pertandingan uji coba harus disusun dengan cerdik dan sedemukuan rupa sehingga menjamin atlet untuk mencapai prestasi puncaknya pada saat yang tepat. Setiap pertandingan uji coba haruslah diarahkan kepada sasaran utama.

15) Prinsip Adaptasi Latihan

Jika stress yang diberikan dalam latihan tidak cukup berat guna menantang tubuh kita, maka adaptasi tidak akan terjadi. Kalau beban latihan yang dirasakan terlalu ringan oleh atlet, maka proses adaptasi juga tidak akan terjadi. Oleh karena itu, pelatih harus pandai mengira-ngira bahwa beban yang diberikan pada atlet tidaklah terlalu berat dan juga tidak terlalu ringan. Diperkirakan bahwa beban yang kurang dari 60% dari MHR adalah terlalu ringan untuk memfasilitasi terjadinya adaptasi.

16) Prinsip Pemanasan (Warming-up)

Tujuan utama pemanasan ialah untuk menghindari diri dari kemungkinan terjadinya cedera pada otot, sendi, atau bagian tubuh lain. Prosedur pelaksanaan pemanasan adalah:

a) Peregangan statis : untuk semua sendi dan otot, sekedar agar jangan terasa kaku.

b) Jogging: usai peregangan statis dilanjutkan dengan lari sejauh 1500 meter. c) Usai jogging lakukan bentuk-bentuk latihan kalistenik dengan peregangan

dinamis.

d) Prosedur pemanasan diakhiri dengan melakukan tiga atau empat wind sprint. Lamanya waktu pemansan bisa sekitar 30 menit, namun bisa juga di tambah tergantung dari suhu udara daerah tertentu atau cabang olahraganya. Cool down atau pendinginan. Cooling down didesain untuk mengembalikan fungsi-fungsi tubuh ke normal secara bertahap.

d. Komponen Latihan

Setiap kegiatan olahraga yang dilakukan oleh atlet akan mengarah kepada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biomekanika, dan kejiwaan. Menurut depdiknas (2000: 105) bahwa, “dalam proes latihan yang efisien dipengaruhi:

Intensitas adalah ukuran yang menunjukkan kualitas suatu rangsang yang diberikan selama latihan berlangsung (stimulus berupa aktivitas gerak). Hidayat (1990:53) menyatakan, “Semua gerakan yang eksplosif memerlukan energi yang besar”. Ini berarti pengeluaran energi merupakan indikasi tingkat intensitas suatu pekerjaan. Tentang intensitas latihan oleh Moeloek (1984:12) dijelaskan, “Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan”. Kemudian (Slentz, 2004: 19) menyatakan, “Intensity is effort involved inperforming a given task”. Jadi intensitas latihan adalah besarnya beban latihan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Menurut Andersen (1999: 45) pada umumnya, intensitas latihan dimulai 40 sampai dengan 85% kapasitas fungsional. Pada orang dengan dengan permasalahan jantung, intensitas latihan dapat ditetapkan antara 40 sampai dengan 60% kapasitas fungsional. Durasi latihan dapat ditetapkan sesuai dengan respon seseorang terhadap latihan. Sebagai contoh, seseorang sudah harus merasa pulih dalam satu jam setelah latihan. Terlepas dari teknik penetapan intensitas dan level intensitas yang dipilih, intensitas latihan tersebut merupakan intensitas yang dapat dilakukan selama 15 sampai dengan 60 menit. Pada dasarnya tujuan akhir menentukan besaran intensitas latihan adalah untuk memberikan petunjuk bagi seseorang tentang intensitas latihan yang akan dapat memberikan manfaat yang maksimal untuk dirinya sekaligus meminimalisir resiko terjadinya cedera (Slentz, 2004: 23). Menurut Suharto (1997:98) menyatakan bahwa intensitas latihan merupakan komponen kualitatif yang mengacu pada jumlah kerja yang dilakukan

Dokumen terkait