• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.8.1. Model, Sistem dan Simulasi

Model adalah abstraksi kenyataan, gambaran sederhana dari beberapa fenomena nyata dunia (Robbins, 2009 dalam Noor, 2011). Istilah model digunakan dalam penelitian bisnis dan perilaku organisasi untuk menggambarkan fenomena melalui pemakaian analogi. Model didefinisikan sebagai representasi dari suatu sistem yang dibangun untuk mempelajari suatu aspek dari sistem itu secara keseluruhan (Cooper, 2008 dalam Noor 2011). Selanjutnya menurut Hartrisari (2007) dalam Fatmawati (2012) model disusun dan digunakan untuk memudahkan dalam pengkajian sistem, karena sulit dan hampir tidak mungkin untuk bekerja pada keadaan sebenarnya.

Adapun kesesuaian model dapat digolongkan ke dalam tiga tipe menurut Hanon dan Ruth (1997) dalam Sadelie (2011), yaitu :

1. Static Model, merupakan suatu model yang merepresentasikan suatu fenomena pada suatu titik waktu tertentu. Model ini dapat berdimensi dua seperti foto, peta atau cetak biru; atau berdimensi tiga seperti prototip mesin dan alat. Untuk model yang berdimensi lebih dari tiga, maka tidak

33

dapat lagi dikonstruksi secara fisik (ikonik) sehingga diperlukan model lainnya.

2. Comparative Static Model, merupakan model yang membandingkan beberapa fenomena pada beberapa titik waktu yang berbeda. Seperti halnya memotret beberapa kejadian (time series) untuk membuat beberapa kesimpulan tentang suatu sistem dari satu titik waktu ke waktu lainnya, tanpa memodelkan prosesnya. Contoh dari model ini adalah kurva permintaan dalam ekonomi, kurva distribusi frekuensi dalam statistika dan diagram alir. Model ini bersifat sederhana namun efektif dalam menggambarkan situasi yang khas.

3. Dynamic Model (model matematik), merupakan model yang menganalisis dan memberi perhatian khusus pada fenomena yang khas. Model ini menyajikan format dalam bentuk angka, simbol dan rumus. Pada dasarnya ilmu sistem lebih terpusat pada penggunaan model dinamik dengan jenis yang umum dipakai adalah persamaan matematis (equation).

Adanya model dinamik menghasilkan 2 pencapaian dalam konteks dari literatur permodelan, yang pertama, mengilustrasikan interaksi kompleks antara sistem ekonomi yang dapat dibuat modelnya secara detil dan sistem sosial dan lingkungan yang terbukti sulit untuk dihitung secara kuantitas. Pencapaian kedua adalah model mengintegrasikan informasi kuantitatif yang mendetail mengenai studi kasus dan pada saat yang sama menyimpulkan informasi kualitatif. Hasilnya adalah model yang dapat menyarankan area spesifik untuk penelitian lebih lanjut dan analisis pengembangan skenario dan kebijakan (Patterson et al. 2004).

Sistem yang dimaksud diatas merupakan suatu fenomena baik secara struktur maupun fungsional yang memiliki paling tidak dua hal yang dipisahkan yaitu komponen-komponen dan interaksi antara komponen-komponennya (Hall dan Day, 1977 dalam Fatmawati, 2012). Terdapat lima karakteristik sistem menurut Eriyanto (1986) dalam Fatmawati (2012) yaitu (1) sistem terdiri dari elemen-elemen yang membentuk satu kesatuan sistem, (2) adanya interaksi antar komponen, (3) mempunyai mekanisme atau transformasi, (4) adanya tujuan dan saling ketergantungan, dan (5) adanya lingkungan yang mengakibatkan dinamika sistem.

Dalam Sadelie (2011) dikatakan bahwa analisis sistem bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai elemen penyusun sistem, memahami prosesnya serta memprediksi berbagai kemungkinan keluaran sistem yang terjadi akibat adanya distorsi di dalam sistem itu sendiri. Dengan demikian didapatkan berbagai alternatif pilihan yang menguntungkan secara optimal. Persoalan alternatif ini sesungguhnya merupakan persoalan “cost-benefit” atau “cost effectiveness” analysis, yang bermanfaat untuk mengevaluasi alternatif permodelan.

Namun menurut Dimyati dan Dimyati (1997) dalam Fatmawati (2012) model tidak memerlukan fungsi matematis secara eksplisit untuk merealisasikan variabel-variabel sistem, namun model simulasi dapat digunakan untuk memecahkan sistem kompleks yang tidak dapat diselesaikan secara matematis. Simulasi model yaitu model yang meniru tingkah laku sistem dengan mempelajari interaksi dengan komponen-komponennya.

Adapun tahapan-tahapan untuk melakukan simulasi model adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan konsep

Pada tahap ini dilakukan identifikasi variabel-variabel yang berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Variabel-variabel tersebut saling berinteraksi, saling berhubungan dan saling ketergantungan. Kondisi ini dijadikan sebagai dasar untuk menyusun gagasan atau konsep mengenai gejala atau proses yang akan disimulasikan.

2. Pembuatan Model

Gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar atau rumus. 3. Simulasi

Simulasi dilakukan dengan menggunakan model yang telah dibuat. Pada model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab akibat antar variabel dengan memasukan data atau informasi yang dikumpulkan untuk memahami perilaku gejala atau proses model.

35

4. Validasi Hasil Simulasi

Validasi bertujuan untuk mengetahui kesesuian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses serta kecenderungan di masa depan, yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambilan keputusan untuk merumuskan suatu kebijakan di masa mendatang.

2.8.2. Model Ekologi-Ekonomi

Menurut Kusumastanto (2000) dalam mengembangkan model ekologi- ekonomi perlu diperhatikan susunan dari elemen-elemen yang membangun wilayah tersebut serta hubungan keterkaitan antara elemen-elemen yang membangun wilayah tersebut. Dalam mengamati perilaku sub-sistem diperlukan suatu bangun model yang dapat menyederhanakan sistem yang sesungguhnya. Tujuan membangun model adalah untuk memudahkan pemahaman dilakukan manipulasi dan percobaan dalam usaha memecahkan masalah.

2.8.3. Hubungan Sub-Sistem Ekologi-Ekonomi

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh NACA/ADB pada tambak- tambak udang, terdapat faktor-faktor bio-teknik yang teridentifikasi mempengaruhi kinerja dan keberlanjutan dari industri budidaya yaitu :

1. Kinerja sebuah budidaya udang pada umumnya berkembang (keuntungan yang lebih tinggi dan lebih rendahnya kerugian yang disebabkan penyakit) ketika tambak-tambak tersebut menggunakan kanal yang berbeda untuk inlet dan outlet, dan ketika jumlah tambak yang mengeluarkan hasil limbah buangan keluar relatif rendah.

2. Keuntungan menurun setelah ketika terjadi kenaikan produksi di wilayah tambak karena akan mengakibatkan kesulitan pada manajemen tambak dan pengendaliaan penyakit.

3. Tambak-tambak dengan kolam penampungan yang digunakan untuk water-conditioning, pre-filling dan proses sedimentasi sebelum dibuang

keluar dilaporkan memiliki masalah lingkungan dan penyakit yang lebih rendah.

4. Sistem pengosongan tambak setelah panen sebelum digunakan kembali biasanya mengurangi biaya dari obat (bahan kimia dan antibiotik) dan stress yang disebabkan oleh lingkungan.

5. Pembatasan pergantian air pada tingkat yang sesuai kebutuhan untuk menjaga lingkungan tambak akan mengurangi biaya pada produktivitas tambak alami dan biaya bahan-bahan kimia serta biaya pemompaan air. 6. Rotasi budidaya udang dan bandeng di Filipina memaksimalkan utilitas

dari produktivitas alami dan meminimalkan akumulasi bahan organik. 7. Utilisasi dari perlakuan biologis (sebagai contoh penggunaan organisme

filter-feeder seperti kerang dan rumput laut) dalam kolam penyimpanan air untuk mengisi kolam maupun memproses air sebelum dibuang maupun pada kanal-kanal diluar tambak dapat meminimalkan polusi.

8. Pemindahan lumpur biasanya meminimalkan kerugian finansial dikarenakan penyakit.

9. Indeks hubungan antara tambak udang dan tipe tanah menunjukkan bahwa keuntungan yang rendah dan tingginya penyakit pada tipe tanah yang berpasir dan mengandung acid-sulphate.

10.Memperbaiki kualitas benur dari pembenihan akan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup dan pada akhirnya meningkatkan keuntungan

11.Memperbaiki formulasi pakan dan sistem pemberiaan pakan akan mengurangi biaya pakan dan polusi air (Shang et al. 1998)

Daya dukung ekosistem dan kapasitas produksi ekonomi dibatasi dengan beberapa faktor dibawah ini :

1. Batas ruang, yang ditentukan oleh stakeholder dengan mempertimbangkan alokasi dari area ekosistem untuk budidaya dan penggunaan lainnya. 2. Batas pakan (dalam kasus budidaya ekstensif), fungsi dari sumberdaya

ekosistem yang tersedia, padat tebar dalam pembudidayaan dan bagaimana budidaya dijalankan, hal ini mempengaruhi tingkat pertumbuhan dari spesies yang dibudidayakan.

37

3. Pembatas yang disebabkan oleh limbah buangan budidaya, yang mempengaruhi kualitas lingkungan seperti oksigen terlarut, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat pertumbuhan spesies yang dibudidayakan. Pengaruh ini tergantung pada bagaimana budidaya dijalankan dan kapasitas asimilasi dari ekosistem.

4. Batas biaya, berhubungan dengan seberapa banyak input yang harus dikeluarkan untuk budidaya.

5. Diminishing return to scale, yaitu setiap penambahan satu unit dari variabel input akan menghasilkan output yang semakin lama semakin menurun.

6. Maksimasi keuntungan, pemaksimalan keuntungan akan meningkatkan produksi selama keuntungan terus meningkat. Keuntungan akan mulai menurun apabila melebihi tingkat output pada biaya marjinal sama dengan keuntungan marjinal (Nobre et al. 2009).