• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG) 1 Definis

SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang dirancang khusus, yang mempunyai kemampuan untuk mengelola data pengumpulan, penyimpanan, pengelohan, analisis, pemodelan dan penyajian data spasial (keruangan) dan non

11

spasial (tabular/tekstual), yang mengacu pada lokasi di permukaan bumi (data biorgeoreferensi) (Jusmady 1996 diacu dalam Soenarmo 2003). Pada dasarnya, sistem informasi geografis adalah suatu “sistem” yang terdiri dari komponen- komponen yang saling berkait (berhubungan) dalam mencapai suatu sasaran, berdasarkan “informasi” (data, fakta, kondisi, fenomena) berbasis “geografis” (daerah, spasial, keruangan) yang dapat dicek posisinya di permukaan bumi (bergeoreferensi) (Soenarmo 2003). Prahasta (2001) menyebutkan dalam berbagai literatur, SIG dipandang sebagai hasil perkawinan sistem komputer uuntuk bidang kartografi (CAC) atau sistem kompter untuk bidang perancangan (CAD) dengan basis data (data base).

2.3.2 Komponen dasar dalam penggunaan SIG

SIG merupakan sistem yang kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sitem komputer yang lain ditingkat fungsional dan jaringan. Komponen SIG menurut Prahasta (2001) terdiri dari empat komponen yang meliputi perangkat keras, perangkat lunak, data dan informasi geografi dan manajemen yakni sumberdaya manusia atau brainware.

Soenarmo (2007) bagan komponen SIG terdiri dari prosedur yaitu organisasi yang mendukung dimungkinkannya pengembangan teknologi dan aplikasi SIG, data, perangkat keras dan perangkat lunak dan pelaksana. Sesuai dengan fungsinya, perangkat keras SIG dapat dimasukkan dalam empat kategori utama yaitu: alat masukan (digitizer, keyboard), alat penyimpanan (hardisk, CD ROM), alat untuk memproses (prosessor) dan alat untuk pengeluaran (printer, ploter). Perangkat lunak menunjukkan program dan fungsi analisis. Data secara spasial digolongkan ke dalam data atribut dan data geografi. SIG dapat menyimpan data geografi struktur dan vektor atau raster.

2.3.3 Subsistem SIG

Dari berbagai definisi mengenai SIG, maka SIG Prahasta (2001) menguraikan menjadi beberapa subsistem yakni, data input, data output, data management serta data manipulation & analysis. Jika subsistem di atas diperjelas berdasarkan uraian jenis masukan proses dan jenis keluaran yang ada di dalamnya, maka subsistem SIG dapat digambarkan sebagai berikut:

12 Tabel Data Lainnya Foto Udara Citra satelit Peta (tematik, Topografi, dll) Data Dijital lain Pengukuran Lapang Laporan Input

Gambar 2 Uraian subsistem SIG (Prahasta 2001).

Teknologi SIG dan teknologi inderaja, keduanya memberikan sejumlah informasi spasial yang berbasis kebumian. Oleh karenanya, semua informasi yang diperoleh dapat dipetakan (dua dimensi, koordinat x,y). Banyak ahli yang mengatakan bahwa integrasi kedua teknologi tersebut dapat membuahkan informasi terbaik. Informasi spasial yang diperoleh dari kedua teknologi secara konseptual mempunyai tiga komponen utama yaitu: data lokasi/spasial, data non- spasial (atribut) dan dimensi waktu. Data lokasi/spasial mempunyai koordinat x,y yang terdiri dari titik, garis dan poligon/permukaan serta lokasi bertopologi (mempunyai relasi) grid dan jaringan (networks) data non lokasi (atribut) mempunyai variabel, kelas, nilai dan nama, misalnya : variabel tanah, kelas 1 (satu) dengan nilai/harga tertentu namanya pasir dan sebagainya. Sedangkan dimensi waktu dapat menunjukkan perubahan informasi dari waktu ke waktu (dalam inderaja digunakan untuk monitoring) (Soenarmo 2003).

DATA INPUT DATA MANAGEMENT & MANIPULATION OUTPUT Storage (data base) Peta Retrieval Tabel Output Laporan Processing Informasi Dijital (Softcopy)

13

2.3.4 Basis data SIG

Basis data SIG adalah kumpulan data yang saling berkaitan, yang diperlukan dalam SIG, baik data spasial (keruangan) maupun non spasial. Basis data didefinisikan sebagai suatu kumpulan file-file yang mempunyai kaitan antara file satu dan file yang lain hingga membentuk satu bangunan data untuk, menginformasikan sesuatu seperti wilayah, organisasi, perusahaan, instansi dalam batasan tertentu (Sulistyo 1998 diacu dalam Soenarmo 2007). Menurut Prahasta (2001) SIG menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut- atributnya di dalam satuan-satuan yang disebut layer. Sungai, bangunan, jalan, laut, batas-batas administratif, perkebunan dan hutan merupakan contoh-contoh layer, dan selanjutnya kumpulann dari layer-layer akan membentuk suatu basis data. Sehingga perancangan basis data merupakan hal yang esensial dalam SIG yang akan menentukan efektifitas dan efisiensi proses-proses masukan, pengelolaan dan keluaran SIG.

2.3.5 Aplikasi SIG

Banyak sekali aplikasi-aplikasi yang dapat ditangani oleh SIG diantaranya adalah aplikasi SIG dalam habitat satwa liar. Beberapa pemakaian SIG untuk habitat satwa liar adalah:

1. Pemodelan Spasial Habitat Katak Pohon Jawa (Rhacophorus javanus Boettger, 1893) di Taman Nasional Gede Pangrango, Jawa Barat oleh Muhammad Irfansyah Lubis. Penelitian untuk membuat peta kesesuaian habitat katak pohon jawa dengan menggunakan layer kerapatan tajuk, kemiringan kelerengan, ketinggian, jarak dari sungai dan sebaran temperatur. Analisis menggunakan metode scoring, pembobotan dan overlay dengan model kesesuaian habitat tinggi memiliki luas 9% dengan validasi 93, 75% sehingga model kesesuaian habitat katak pohon jawa tersebut dapat diterima. Saran yang perlu diperhatikan adalah penambahan variabel untuk mendapatkan model habitat yang lebih baik dan lebih luas. Perlu lebih banyak titik untuk validasi. 2. Pemodelan Spasial Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra Dasmarest, 1822)

oleh Maria Yohana Indrawati. Penelitian untuk membuat peta kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi dengan menggunakan layer kelerengan,

14

ketinggian, jarak dari sungai, jarak dari banguanan dan NDVI (Normalization Difference Vegetation Index). Analisis menggunakan metode scoring, pengkelasan, pembobotan dan overlaydengan model kesesuaian habitat tinggi mencapai 52,64 % dengan validasi 76,67 % sehingga model kesesuaian monyet hitam sulawesi tersebut dapat diterima. Saran yang perlu diperhatikan adalah pembangunan model selanjutnya perlu dianalisis faktor LAI (Leaf Area Index) berdasarkan pengukuran langsung di lapang dan citra Landsat untuk mengetahui pengaruh tutupan vegetasi terhadap habitat monyet hitam sulawesi. 3. Pemodelan Kesesuaian Habitat Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Resort Ipuh-Seblat Taman Nasional Kerinci Seblat oleh Rudiansyah. Pemodelan kesesuaian harimau sumatera berdasarkan tinjauan dan penilaian dari yaitu ketersediaan mangsa (Encounter Rate/ER harimau hasil camera trap), jarak ke sungai (buffer jarak sungai), topografi (peta kontur) dan kerapatan tajuk (menggunakan LAI). Pembobotan menggunakan PCA terhadap titik sebaran harimau. Hasilnya adalah terdapat tiga daerah kesesuaian yaitu rendah, sedang dan tinggi dengan hasil pada kesesuaian tinggi 95,85% dengan validasi 95,64% sehingga model dapat diterima untuk kesesuaian habitat tinggi. Saran yang perlu diperhatikan adalah perhitungan LAI sebaiknya dilakukan dengan analisis citra Landsat dan pengukuran langsung di lapangan.

Dokumen terkait