H. Sistem Manajemen SDM LAN Masa Depan
6. Sistem Karier
Pada dasarnya ada dua jenis jalur karier yang ada di LAN, yaitu jalur jabatan struktural dan jalur jabatan fungsional tertentu. Selain kedua jalur tersebut saat ini ada pegawai LAN yang masih menduduki jabatan staf fungsional umum, yaitu jabatan-jabatan yang belum dikategorikan sebagai jabatan-jabatan fungsional tertentu. Jalur struktural diperuntukkan bagi pegawai yang mempunyai kemampuan atau kompetensi di bidang managerial dan leadership. Sedangkan jalur fungsional diperuntukkan bagi pegawai
36 yang mempunyai kemampuan atau kompetensi yang bersifat teknis atau fungsional sesuai bidang tugasnya.
Jabatan struktural terkait erat atau dipengaruhi oleh struktur atau susunan kelembagaan suatu organisasi. Saat ini ada 151 pegawai LAN yang menduduki jabatan struktural. Kompetensi yang harus dikuasai oleh pejabat struktural adalah kompetensi leadership dan managerial. Meskipun demikian penguasaan kompetensi teknis sesuai bidang juga sangat dibutuhkan dengan derajat yang berbeda untuk masing-masing level atau tingkatan jabatan. Kondisi ini menuntut promosi dalam jabatan struktural perlu dilakukan fit and proper test untuk kesesuaian kompetensi riil dengan kompetensi jabatannya. Secara garis besar pola karier pegawai sudah dijelaskan didepan. Pada prinsipnya dalam pola karier pegawai diutamakan adanya kesesuaian kompetensi pegawai dengan kompetensi yang dipersyaratkan. Dalam hal ini peran assessment center sangat penting dan vital.
Pola karier dalam jalur struktural saat ini lebih bersifat urut kacang (berurutan).
Artinya seorang pejabat struktural harus meniti karier dari eselon terendah untuk kemudian apabila ada peluang akan dipromosi ke jenjang yang lebih tinggi. Tidak bisa seorang pegawai tiba-tiba masuk ke jabatan struktural jenjang tinggi tanpa melalui jenjang bawah. Mekanismenya pun tidak bisa tiba-tiba tetapi setelah melalui masa kerja tertentu. Dalam hal ini batas masa menjabat 3-5 tahun menjabat dalam satu jabatan struktural tertentu barulah bisa dipromosi ke tingkat yang lebih tinggi, atau pernah menduduki beberapa jabatan struktural di jenjang yang sama.
Sementara itu untuk pola karier di jalur fungsional lebih bersifat terbuka, artinya semua orang yang sudah memenuhi kualifikasi yang ditentukan oleh masing-masing jabatan fungsional berhak berkarier dalam jabatan fungsional. Kualifikasi untuk jabatan fungsional ditetapkan oleh masing-masing instansi pembina jabatan fungsional. Misalnya seorang widyaiswara harus memenuhi syarat bisa mengajar dan menguasai materi yang akan diajarkan dengan mengikuti dan mengantongi sertifikat widyaiswara. Seorang calon widyaiswara harus mengikuti diklat calon widyaiswara yang diselenggarakan oleh instansi pembina widyaiswara, yaitu LAN. Diklat wajib yang harus diikuti adalah diklat training of trainer (TOT), yaitu diklat yang diberikan untuk
37 calon pelatih atau pengajar. Demikian juga dengan seorang peneliti yang harus mengikuti dan mengantongi sertifikat lulus diklat peneliti (diklat metodologi penelitian) yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai instansi pembina peneliti.
Kedua jalur tersebut baik jalur jabatan struktural maupun jalur jabatan fungsional harus bisa dikembangkan secara seiring dan sejalan. Kedua jalur ini bisa saling bergantian atau zig zag, pejabat struktural bisa pindah menjadi pejabat fungsional dan sebaliknya. Pola ini harus dilakukan sejak level terendah (eselon IV) tidak bisa langsung di level menengah. Hal ini supaya tidak terjadi gegar budaya (culture shock) karena jabatan struktural perlu ada pengalaman memimpin apabila tiba-tiba pejabat fungsional diminta memimpin ada kekhawatiran mereka tidak bisa maksimal. Sehingga dalam pola perpindahan ini yang perlu ditekankan adalah adanya kesesuaian antara kompetensi riil yang dimiliki pegawai dengan tuntutan masing-masing jabatan. Selain itu perlu juga ada kesesuaian antara keinginan pegawai dengan harapan unit atau organisasinya. Adanya komunikasi, koordinasi dan kesepakatan antara pegawai dengan unit atau organisasi terhadap upaya pengembangan karier pegawai sangat penting dan mutlak diperlukan. Seorang pegawai tidak bisa memaksakan keinginannya untuk mengikuti satu jalur karier tertentu apabila unit atau organisasi membutuhkannya untuk meningkatkan tujuan organisasi dengan mengikuti satu jalur karier tertentu. Demikian pula sebaliknya, unit atau organisasi tidak bisa memaksa pegawainya untuk mengikuti satu jalur karier tertentu apabila dia tidak menyukainya. Inilah yang dijelaskan oleh Bernardin dimana pegawai bisa merencanakan dan menentukan tujuan dari kariernya (career planning) dan unit atau organisasi menyiapkan program pengembangannya (career development).
7. Mutasi
Idealnya penempatan dan mutasi pegawai disesuaikan dengan pola karir dan kompetensi yang dimiliki pegawai dan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Tujuan mutasi pegawai antara lain untuk penyegaran, pengayaan pengetahuan, keterampilan maupun memperkaya pengalaman pegawai yang disesuaikan dengan formasi unit
38 organisasi. Pola mutasi untuk masing-masing jabatan harus dibedakan, yaitu untuk pegawai yang menduduki jabatan struktural, jabatan fungsional maupun fungsional umum. Fungsi penyegaran dapat meliputi ketiga jabatan tersebut, mengingat penyegaran terhadap lingkungan kerja mendorong motivasi kerja pegawai. Dasar dalam melakukan mutasi bukan hanya karena lamanya seorang pegawai berada di satu unit kerja tetapi lebih kepada tujuan-tujuan yang profesional, misalnya untuk keperluan pengembangan kompetensi pegawai.
Sebagaimana data yang disampaikan didepan bahwa ada pegawai LAN yang TMT unitnya lebih dari 5 tahun, ini menunjukkan bahwa LAN belum mempunyai pola mutasi yang standar. Sebagaimana dijelaskan tentang pola karier pegawai didepan, bahwa untuk jabatan struktural ditetapkan adanya batas masa menjabat, yaitu 3-5 tahun. Untuk pegawai yang masih menjabat sebagai fungsional umum masa untuk mutasi ditetapkan maksimal 5 tahun. Artinya setiap lima tahun sekali dilakukan mutasi untuk pegawai fungsional umum. Mutasinya bisa lintas kedeputian atau lintas kompartemen karena tidak ada karakteristik yang berbeda. fungsional umum bisa ditempatkan dimana saja selama ada kesesuaian kompetensi dan kebutuhan unit organisasi.
Pola mutasi yang agak berbeda adalah untuk pejabat fungsional tertentu, baik untuk fungsional keahlian (dosen, peneliti, widyaiswara) maupun fungsional keterampilan (pustakawan, arsiparis, analis kepegawaian dan sebagainya). Karena tugas fungsional tertentu mempunyai karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya maka mutasi harus memperhatikan hal ini. Untuk dosen dan widyaiswara sepertinya tidak ada masalah karena unitnya memang sudah jelas. Dosen ada di STIA, widyaiswara ada di diklat baik di deputi IV maupun deputi V. Permasalahan ada pada jabatan fungsional peneliti, dimana saat ini ada tiga kedeputian kajian dan litbang dan ada delapan pusat kajian dan litbang di LAN. Apakah seorang peneliti bisa dimutasi lintas pusat atau lintas deputi? Tentunya hal ini tergantung pada kebijakan pimpinan apakah peneliti akan difokuskan menjadi spesialis dibidangnya sesuai pusat/deputi?
Mengingat bidang kepenelitian LAN saat ini adalah peneliti bidang administrasi negara seharusnya mutasi lintas deputi dimungkinkan, akan tetapi secara substansi tentu
39 akan mengalami kendala. Penguasaan substansi masing-masing peneliti tentu berbeda-beda sehingga apabila dimutasi maka harus menguasai substansi sesuai unit barunya. Kondisi ini tentu menjadi masalah tersendiri. Mutasi untuk pejabat fungsional tertentu khususnya peneliti memang perlu didiskusikan kembali.
8. Promosi
Pada dasarnya pelaksanaan promosi merupakan salah satu bagian dari program penempatan pegawai yang dilakukan oleh suatu organisasi. Penempatan pegawai harus mengikuti prinsip right man on the right place. Dengan demikian promosi jabatan yang dilakukan oleh suatu organisasi adalah untuk mengisi posisi jabatan yang mengalami kekosongan, sesuai dengan standar kompetensi jabatan yang ditetakan dan sesuai dengan kompetensi riil yang dimiliki pegawai yang akan dipromosi. Promosi juga harus mengikuti pola karier pegawai yang sudah ditetapkan. Promosi berlaku untuk pejabat struktural maupun fungsional. Promosi untuk pejabat struktural dilakukan oleh Tim Baperjakat sementara promosi untuk pejabat fungsional dilakukan oleh Tim Penilai Angka Kredit.
Selama ini Tim Baperjakat mengalami kendala dalam melakukan promosi atau lebih tepatnya menentukan calon pegawai yang tepat untuk dipromosi. Kendala ini disebabkan karena tidak tersedianya data base pegawai yang memuat kinerja pegawai. Selama ini data base kepegawaian hanya memuat data administrasi saja.
Kondisi inilah yang terjadi selama ini, pertimbangan utama dalam promosi pegawai diletakkan pada kecukupan pangkat dan jabatan saja belum didasarkan pada kinerja, rekam jejak dan kompetensi. Hal ini berdampak pada lemahnya data dan informasi yang diterima Tim Baperjakat terkait pegawai yang akan dipromosi.
Ke depan, LAN cq Biro Umum, Bagian Kepegawaian harus membangun data base kepegawaian yang memuat segala data terkait pegawai. Bukan sekedar data administrasi tetapi juga data kinerja, rekam jejak, keikutsertaan diklat, perilaku kerja dan sebagainya. Dengan data yang lengkap maka Tim Baperjakat bisa melakukan penilaian secara lebih detail dan mendalam terkait seorang pegawai, apakah dia pantas dan tepat untuk dipromosikan. Promosi juga harus sesuai dengan pola karier
40 pegawai. Pegawai yang dipromosi seharusnya pegawai-pegawai yang memang mempunyai potensi untuk dipromosi dan mempunyai kompetensi yang dibutuhkan oleh masing-masing jabatan.
9. Disiplin
Sebagaimana dijelaskan didepan bahwa pelaksanaan disiplin pegawai di LAN masih sangat kurang. Hal ini lebih disebabkan karena belum jelas dan tegasnya implementasi sistem reward and punishment. Pegawai yang rajin, pegawai yang malas, pegawai yang berkinerja tinggi, pegawai yang berkinerja rendah masih dihargai dengan nilai yang sama. Hal ini juga didukung dengan belum adanya instrumen penilaian kinerja yang valid, yang mampu menilai kinerja nyata masing-masing pegawai LAN. Selain itu dukungan mesin absensi dengan hand key ternyata juga belum berkontribusi maksimal dalam peningkatan disiplin pegawai karena belum jelasnya sanksi bagi pegawai yang terlambat datang atau pulang cepat. Perbedaan perlakukan terhadap pegawai (pejabat struktural, pejabat fungsional dan pejabat fungsional umum) terkait kewajiban absen dengan hand key juga membuat permasalahan tersendiri.
Kedepan LAN harus menyusun instrumen penilaian kinerja sebagaimana dijelaskan didepan untuk mendukung peningkatan disiplin pegawai. Harus ada sistem reward and punishment yang jelas yang diterapkan untuk memotivasi pegawai supaya disiplin. Pegawai yang terlambat datang atau pulang sebelum jam kantor dikenakan sanksi tertentu (misalnya pemotongan uang transport). Implementasi sistem reward and punishment untuk peningkatan disiplin pegawai berlaku untuk semua pegawai (pejabat struktural, pejabat fungsional dan pejabat fungsional umum) tidak ada pengecualian. Terkait dengan pelaksanaan tugas pimpinan yang banyak dan seringkali tidak bisa ke kantor untuk absen maka dibuat mekanisme dengan memberikan surat keterangan penugasan. Sehingga semua pegawai apabila datang terlambat atau pulang cepat harus didukung dengan surat keterangan yang menegaskan bahwa itu disebabkan karena tugas instansi.
41 Daftar Pustaka
Budi, Setia dan Sudrajat, Agus (2007), Perbaikan Sistem Remunerasi Pegawai Negeri Sipil untuk Meningkatkan Kinerja dan Menghilangkan Social Cost, dalam Jurnal Administrasi dan Pembangunan, Edisi Khusus Januari 2007, Persadi, Jakarta.
Ivancevich, J. M. (2007), Human Resource Management. Singapore: McGraw-Hill.
Lembaga Administrasi Negara (2002), Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara (2005), Reformasi Birokrasi, Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur, Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara (2009), Manual , Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur, Jakarta.
Millmore, M., Lewis, P., Sauders, M., Thornhill, A., & Morrow, T. (2007), Strategic Human Resource Management Contemporary Issues. Essex : Pearson Education Limited.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (DP3 PNS).
Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 tentang Daftar Urut dan Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil (DUK PNS).
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil.
Pramusinto, Agus, Dr., Kumorotomo, Wahyudi., Dr. (2009), Governance Reform di Indonesia : Mencari Arah Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang Profesional, Penerbit Gava Media dan MAP-UGM, Yogyakarta.
Pynes, J. P. (2004). Human Resources Management for Public and Nonprofit Organizations.
San Francisco: Jossey-Bass.
Randall S. Schuler dan Susan E, Jackson (1993), Manajemen Sumber Daya Manusia, Menghadapi Abad Ke-21. Edisi keenam, Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Salim, Peter, Drs. dan Salim, Yenny (1991), Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English Press, Jakarta.
Sulistyo, Agustinus (2009), Lembaga-Lembaga Pengelola PNS, Buku Memoar Burhannudin, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
T.G. Gutteridge, Z., Leibowitz, B., & Shore, J. (1993), Organizational Career Development:
Benchmarks for Building a World Class Workforce . San Francisco: Jossey-Bass.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.