• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sudah menjadi hukum alam dan merupakan takdir Tuhan yang Maha Esa bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, manusia membutuhkan manusia lain untuk hidup bersama dan bekerjasama. Sejak manusia lahir telah hidup dalam keluarga, dengan ayah, ibu dan saudaranya atau dengan orang yang mengasuhnya. Kemudian manusia mengenal anggota kerabat dan tetangganya, lalu manusia itu mempunyai hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga dan sebagai anggota kerabat dalam kehidupannya berkeluarga.

Hubungan kekeluargaan dan kekerabatan itu tidak saja terbatas pada adanya hubungan keturunan (pertalian darah) dan perkawinan, tetapi dapat terjadi dikarenakan hubungan kebaikan yang merupakan hubungan adat, dalam benuk pengangkatan anak atau saudara ataupun hanya dalam bentuk pengakuan saja. Hubungan antara keluarga yang satu dan keluarga yang lain terjalin hubungan hukum dan kerjasama saling membantu dalam kekerabatan sehari-hari. Hubungan hukum itu berlaku sesuai dengan hukum adat masyarakat setempat, tergantung kepada pribadi warga adat, pemuka adat dan masyarakat adat yang bersangkutan.82

Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orang tua dan sebaliknya, kedudukan anak terhadap kerabat dan sebaliknya, dan masalah perwalian anak. Intinya hukum adat kekerabatan mengatur pertalian darah (sekuturunan), pertalian perkawinan, dan perkawinan Adat.83 Jadi hukum kekerabatan adat adalah aturan-aturan adat yang mengatur bagaimana hubungan antara warga adat yang satu dan warga adat yang lain dalam ikatan kekerabatan.84

Kekerabatan merupakan hubungan kekeluargaan seseorang dengan orang lain yang mempunyai hubungan darah atau keturunan yang sama dalam keluarga. Kekerabatan merupakan suatu lembaga yang berdiri sendiri, lepas dari ruang lingkup

82Hilman Hadikusuma, Hukum Kekerabatan Adat, Penerbit Fajar Agung, Jakarta, 1987, Hlm 2

83 Ibid, Hlm. 4 84 Ibid, Hlm. 3

yang disebut kekerabatan, kesatuan yang utuh, bulat diantara anak dan ayah, berlangsung terus menerus tanpa batas.85

Hubungan kekeluargaan dengan sebab hubungan darah terjadi dalam 3 (tiga) garis:

1. Menurut garis lurus ke atas: bapak, kakek, puyang disebut leluhur 2. Menurut garis turun kebawah: anak, cucu, dan cicit disebut keturunan 3. Menurut garis kesamping atau menyimpang: saudara kandung, saudara

seayah, seibu, serta kakek atau nenek

Hubungan kekeluargaan memegang peran penting dalam hal berikut:

a. Masalah perkawinan, untuk meyakinkan apakah ada hubungan kekeluargaan yang merupakan larangan untuk mejadi suami istri (karena terlalu dekat, misalnya adik sama kakak kandung)

b. Masalah waris, hubungan kekeluargaan merupakan dasar pembagian harta peninggalan/ warisan.

Secara teoritis sistem kekerabatan atau keturunan dapat dibedakan dalam tiga corak:86

1. Sistem Patrineal, yaitu suatu sistem keturunan yang menarik garis dari pihak bapak pada sistem ini posisi pria lebih dominan pengaruhnya daripada wanita di dalam masalah pewarisan. Di Indonesia sistem kekerabatan ini digunakan oleh masyarakat adat Gayo, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara dan Irian

2. Sistem Matrineal yaitu sistem keturunan yang menarik garis dari pihak ibu, pada sistem ini posisi wanita lebih dominan pengaruhnya daripada pria di

85 Dewi Lestari, Op.cit. Hlm. 118

dalam masalah pewarisan. Di Indonesia sistem kekerabatan ini digunakan oleh masyarakat adat Minangkabau, Enggano dan Timor

3. Sistem Parental atau Bilateral yaitu sistem keturunan yang menarik garis dari kedua orang tua atau menarik garis dua sisi bapak dan ibu, di mana posisi pria dan wanita tidak dibeda-bedakan atau dianggap setara di dalam masalah pewarisan. Di Indonesia sistem kekerabatan ini digunakan oleh masyarakat adat Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Sulawesi dan lain-lain.

a. Sistem Perkawinan Masyarakat Adat Suku Akit di Kecamatan Rupat Utara.

Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam penghidupan masyarakat kita, sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga-keluarga mereka masing-masing.

Hukum adat Indonesia mengenal 3 (tiga) sistem perkawinan yakni endogami, eksogami dan eleutherogami. 87Bagi masyarakat Adat Suku Akit sistem perkawinan di Kecamatan Rupat Utara yakni Eksogami. Hal ini dikarenakan banyak anak perempuan suku Akit melakukan perkawinan campuran dengan suku Cina, dikarenakan tidak ada larangan bagi Adat untuk melakukan perkawinan dengan suku lain.

Masyarakat Adat Suku Akit memiliki anak perempuan dan laki-laki, ketika mereka dewasa mereka akan melakukan perkawinan dengan sukunya maupun suku lain. Syarat yang diberikan adat suku akit bagi anak perempuan dapat menikah jika umur anak tersebut sudah 18 tahun, agar tidak bertentangan dengan Undang-undang

87 Wawancara dengan Bapak Athang, Wakil Kepala Suku Akit di Kecamatan Rupat Utara, Pada

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. jika wanita sudah menikah akan mengikuti suaminya. Ikatan perkawinan yang mengikat seorang laki-laki dengan seorang perempuan secara akan menyatukan secara lahir bathin. Suatu ikatan lahir bathin mengakibatkan timbulnya hubungan hukum antara pria dan wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri.

Perkawinan adalah suatu persetujuan kekeluargaan yang menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Perkawinan merupakan Persetujuan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang secara hukum untuk hidup bersama-sama untuk berlangsung selama-lamanya88. Dan perkawinan dapat juga di definiskan sebagai hubungan hukum yang merupakan pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang telah memenuhi syarat-syarat perkawinan untuk jangka waktu yang selama mungkin.89

Dalam suatu perkawinan tidak hanya cukup dengan ikatan lahir saja atau ikatan batin saja, akan tetapi kedua-duanya secara sinergis dan terpadu erat. Ikatan lahir bathiin merupakan ikatan yang dapat dilihat dan mengungkapkan hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri, sedangkan ikatan bathin merupakan hubungan nonformal, suatu ikatan yang tidak nampak, tidak nyata, yang hanya dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang mengikatkan dirinya. Ikatan bathin ini merupakan dasar ikatan lahir, sehingga dijadikan fundasi dalam membentuk dan membina keluarga yang kekal dan

88 Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1991, Hlm. 6

89 Rien G Katasapoetra.1998. Pengantar ilmu Hukum Lengkap. Penerbit Bina Aksara, cetakan 1,

bahagia.90 Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan:

“ Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.91

Menurut Pasal 2 Undang-Undang No 1 Tahun1974 tentang Perkawinan telah mengatur bahwa seorang pria terikat perkawinan secara sah dengan seorang wanita apabila perkawinan mereka tersebut dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. setelah pelaksanaan perkawinan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya kemudian dalam ayat (2) nya perkawinan tersebut dimohonkan untuk dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut hukum Adat, secara umum syarat sahnya suatu perkawinan apabila memenuhi 3 (tiga) tahap yaitu:

a. Peminangan

Peminangan menurut hukum adat berlaku untuk menyatakan kehendak pihak satu kepihak lainnya dengan maksud untuk melaksanakan perkawinan. Peminangan lazimnya dilakukan oleh pihak keluarga pria kepada pihak keluarga wanita. Lain

90 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana Prenada

Media Group, Jakarta, 2008, Hlm 104.

halnya di Minangkabau yang menganut sistem Matrineal, dimana pihak wanita melakukan peminangan kepada pihak pria.92

b. Pertunangan

Pertunangan adalah hubungan hukum yang dilakukan antara orang tua pihak pria dengan orang tua pihak wanita untuk maksud mengikat tali perkawinan anak-anak mereka dengan jalan peminangan93

Alasan dilakukan pertunangan pada masing-masing daerah pastinya berbeda, tetapi dapat persamaan umum, diantaranya:

1. Karena ingin menjamin perkawinan yang dikehendaki itu dapat sudah dilangsungkan dalam waktu dekat

2. Khusus di daerah-daerah yang ada pergaulan sangat bebas antara muda-mudi, sekedar untuk membatasi pergaulan kedua belah pihak yang telah diikat oleh pertunangan itu .

3. Memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk saling lebih mengenal sehingga mereka kelak sebagai suami istri dapat diharapkan menjadi suatu pasangan yang harmonis.94

Akibat dari suatu pertunangan bahwa kedua belah pihak telah terikat untuk melakukan perkawinan. Tetapi ikatan disini tidak berarti, bahwa kedua belah pihak, tidak boleh tidak, harus melakukan suatu perkawinan.95 Setelah pertunangan, kedua belah pihak pasti melanjutkan ke perkawinan. Namun, pertunangan ini masih mungkin dibatalkan dalam hal-hal yang berikut ini:96

1. Kalau pembatalan itu memang menjadi kehendak kedua belah pihak yang baru timbul setelah pertunangan berjalan beberapa waktu lamanya.

92 Hilman Hadikusuma, Op.cit, Hlm. 47-48

93 Ibid

94 Surojo Wignjodipuro, Op.cit, Hlm. 150-151

95 Hilman Hadikusuma, Op.cit, Hlm. 125

2. Kalau salah satu pihak tidak memenuhi janjinya, kalau menerima tanda tunangan tidak memenuhi janjinya, maka tanda itu harus dikembalikan sejumlah atau berlipat dari yang diterima, sedangkan kalau pihak yang lain yang tidak memenuhi janjinya, maka tanda tunangan tidak perlu dikembalikan.

Menurut Athang, ada beberapa syarat yang harus dilewati untuk melakukan pernikahan Adat didalam Suku Akit:97

1. Maresek

Maresek adalah proses dimana perkenalan antara orang tua kedua belah pihak. Proses diawali dengan menanyakan kepada pihak perempuan, mengenai apakah sudah ada yang punya dan sudah berapa lama berhubungan pasangan kekasih dengan anak lelakinya.

2. Meminang

Setelah proses mempertanyakan calon mempelai wanita tersebut telah dijawab oleh pihak wanita dan tidak ada yang melamar sang wanita, maka pihak pria memberitahu niat baik mereka untuk meminang atau melakukan proses pelamaran kepada pihak wanita.

Pihak keluarga pria datang kepada keluarga calon mempelai wanita dengan membawa tepak sirih, yang lengkap berisi pinang (melambangkan Jantung), kapur (melambangkan Otak), gambir (melambangkan Darah), tembakau (melambangkan

97 Hasil wawancara dengan Athang, sebagai Wakil Ketua Adat Masyarakat Adat Suku Akit,

bulu seluruh badan) dan sirih (melambangkan kulit), 1 (satu) stel pakaian. Bila pinangan telah diterima oleh pihak keluarga perempuan, maka sebagai tali pengikat, diberikan 2 (dua) buah cincin emas sebanyak 1 Ci atau 3,75 gram. Dalam Adat Suku Akit, Mas Kawin terbagi atas 3 (tiga) yaitu:

a. 88 Likur b. 48 Likur c. 28 Likur

3. Mengantar uang belanja dan penentuan hari pernikahan

Proses ini merupakan proses pengantaran jumlahnya uang belanja kepada pihak keluarga perempuan yang jumlahnya tergantung dari kemampuan dan persetujuan kedua belah pihak. Pada waktu penyerahannya dihadiri oleh pihak keluarga calon penggantin wanita yang jumlahnya tergantung dari kemampuan kedua belah pihak. Pada penyerahannya dihadiri Kepala Suku. Pada waktu itu juga ditentukan waktu yang tepat untuk melangsungkan pesta perkawinan.

4. Pembacaan Janji atau talik98

Ketika sampai pada hari yang ditentukan, yang mana pesta perkawinan dilangsungkan dirumah pengantin perempuan. pihak pengantin perempuan menunggu kedatangan pengantin lelaki yang diarak dengan bebena dan diikuti tarian Maleng. Sampai dihalaman rumah, pengantin laki-laki duduk, lalu diadakan pertunjukan silat seperti halnya perkawinan suku Melayu, kemudian pengantin lelaki disembah oleh pengantin perempuan, selanjutnya mereka berdua dengan disaksikan oleh kaum kerabat, menghadap Ketua Suku (Bathin).

Dalam peresmian perkawinan masyarakat Adat Suku Akit, ketua adat melakukan tanya jawab kepada kedua pengantin, yang mana selalu dilakukan pada kawin kecil dan kawin besar. Tata cara perkawinan adat suku Akit terdiri atas 3 (tiga) bagian yaitu:99

a. Setia

Ketua Adat bertanya kepada pihak pengantin, tentang siapa yang bersetia, dan setia kepada siapa. Setelah itu Ketua Suku (Bathin) sambil membacakan akad nikah yang berbunyi, “ Si A dikau hari ini ku resmikan nikahmu dengan beberapa saksi dan wali”.

b. Pesan Adat (Papal Adat)

Ketua Adat memberikan nasehat Adat kepada Kedua pengantin, adapun pesan adat itu salah satunya yaitu kalau tidak ada pantang pamali jangan sekali-sekali mukul istri, kalau ada pantang pamali jangankan dipukul di bunuh pun tidak apa-apa tapi dibunuh keduanya melapor kepada pihak yang berwajib

c. Doa minta selamat

Ketua ada melakukan doa, dengan cara diminta kepada yang ada didalam seisi rumah, baik orang tua maupun orang muda untuk mengucapkan selamat 3 (tiga) kali yang dimulai oleh ketua adat, kemudian diikuti oleh orang lain. Artinya memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kedua mempelai diberikan keselamatan sampai ke anak cucu.

Setelah janji atau talik dilaksanakan, maka perkawinan kedua pihak sah. Acara selanjutnya melakukan sabung ayam. Setelah sabung ayam, ayam tadi di potong dan dimasak untuk dimakan bersama-sama dengan seluruh keluarga. Jika acara telah siap dilaksanakan, pada sore harinya pengantin wanita dibawa kerumah pengantin laki-laki.

Dalam perkawinan masyarakat Adat Suku Akit, ada 2 (dua) perkawinan yang terdiri atas:

1. Kawin Besar

Kawin besar dilakukan oleh keluarga yang memiliki ekonomi tinggi dan termasuk keluarga Bathin, biasanya kawin besar dengan cara dipinang atau pertunangan. Yang mana syarat-syarat kawin besar yaitu:

a. Kotak (tepak siri) yang isinya terdiri atas Siri, kapur, gambir dan tembakau

b. 2 (dua) stel kain perkawinan c. Angsuran belanja

d. 2 (dua) buah cincin Emas e. Ada cara Sabung Ayam 2. Kawin Kecil

Kawin kecil dilakukan oleh keluarga yang memiliki ekonomi rendah. Adapun syarat kawin kecil yaitu;

a. 1 (satu) bentuk cincin Emas b. Angsuran belanja

b. Sistem Kekeluargaan suku Akit di Kecamatan Rupat Utara

Sistem Kekerabatan yang dimaksud disini menyangkut garis keturunan, kelompok dan susunan kekerabatan.

1. Garis Keturunan

Pada masyarakat suku Akit di Kecamatan Rupat utara mengikuti garis keturunan pewarisan gelar anak yang diambil dari pihak ayah dalam hal ini, karena suku Akit mengikuti garis keturunan secara patrineal. Dalam tata acara adat, pelaksanaan perkawinan suku Akit di Kecamatan Rupat Utara, bahwa perkawinan dilaksanakan dirumah perempun dengan adanya perkawinan tersebut maka pihak laki-laki yang datang kerumah perempuan, setelah perkawinan selesai pihak perempuan dibawa kerumah laki-laki, hal ini cenderung mengikuti aturan adat dalam ketentuan matrineal. Akan tetapi dalam sistem kekerabatan senantiasa mengikuti sistem patrineal. Dalam hal perkawinan, anak laki-laki diberi gelar BIN, sedangkan anak perempuan diberi gelar BINTI.100

Masyarakat suku akit, pemberian gelar bangsawan yang paling tinggi hanya untuk pria saja, karena pria yang sangat berperan penting didalam Adat istiadat, adapun gelar yang diberikan masyarakat suku Akit kepada pemimpinnya adalah Bathin. Bathin sangat di hormati, karena dipilih dan dingkat oleh masyarakat suku

100Hasil wawancara dengan Athang, sebagai Wakil Ketua Adat Masyarakat Adat Suku Akit, Pada hari Rabu tanggal 13 April 2016

Akit. Dan biasanya gelar itu bisa saja diserahkan kepada Anak laki-laki, yang sanggup untuk memegang dan menjalankan adat-istiadat suku Akit.101

c. Terminologi keluarga pada sistem kekerabatan masyarakat suku Akit di Kecamatan Rupat utara

Masyarakat suku Akit memiliki sistem kekerabatan yang sangat mudah dipahami dan dimengerti oleh setiap orang. Masyarakat suku Akit tidak diperbolehkan menikah dengan sepupu atau satu darah dengannya, jika terjadi perkawinan dengan satu darah, maka akan mendapat sanksi adat yaitu di usir dari kampung sehingga tidak boleh menetap di kampung selamanya. Dengan adanya satu aturan ini, membuat masyarakat suku Akit tidak bisa menikah dengan sepupu atau satu darah.

Terminologi keluarga tertentu dalam sistem kekerabatan suku akit lebih digunakan untuk lebih dari satu hubungan. Misalnya seseorang dapat memanggil suami dari Kakak sebagai Abang. Setiap terminologi yang digunakan masyarakat suku Akit untuk menjelaskan hubungan tertentu dalam kekeluargaan. Dibawah ini adalah beberapa terminologi yang digunakan pada masyarakat Adat Suku Akit di Kecamatan Rupat Utara:102

1) Bah panggilan untuk adik bapak yang lebih tua yang laki-laki (Paman dari Pihak Bapak)

2) Abang panggilan untuk suami dari kakak (Abang Ipar) 3) Wak panggilan untuk laki-laki

101Hasil wawancara dengan Anyang, sebagai Ketua Adat Masyarakat Adat Suku Akit, Pada hari Sabtu tanggal 16 April 2016

102Hasil wawancara dengan Athang, sebagai Wakil Ketua Adat Masyarakat Adat Suku Akit, Pada hari Rabu tanggal 13 April 2016

4) Ngah panggilan untuk perempuan 5) Akak/ Ngso panggilan untuk kakak Ipar

6) Nenek panggilan untuk Kaum laki-laki/ Perempuan yang sudah tua

Istilah-istilah ini yang digunakan untuk memanggil saudara didalam kekeluargaan masyarakat suku Akit yang berdasarkan ikatan perkawinan yang melahirkan suatu sistem kekerabatan dalam keluarga. Kekerabatan dalam suku Akit ini bertujuan untuk memastikan adanya sistem yang tepat untuk menentukan hubungan keluarga. Hubungan keluarga ini nantinya sangat berkaitan dalam pewarisan dikarena secara langsung adanya hubungan darah didalam kekeluargaan.

Dokumen terkait