• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Upah dalam Solang-manyolang Tampian Padi di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Sistem Upah dalam Solang-manyolang Tampian Padi di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar

Sistem upah mengupah dalam solang-manyolang tampian padi di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar menggunakan padi sebagai alat bayarnya. Dan menjadi kebiasaan di masyarakat tersebut bahwasanya harga sewa atau upah tergantung dari banyak padi yang dihasilkan. Apabila panen yang dihasilkan banyak maka jumlah upah sewanya pun meningkat. Berikut paparan upah tampian padi di Jorong Kinawai Nagari Balimbing :

Tabel 4. 3

Hasil Panen Upah (Ujrah)

Skala Satuan Skala Satuan

1 – 10 Karung 5 Gantang

11 – 20 Karung 10 Gantang

21 – 30 Karung 15 Gantang

31 – 40 Karung 20 Gantang

41 – 50 Karung 25 Gantang

Keterangan : 1 karung padi = 30 gantang padi

Catatan : Hasil wawancara tanggal 01 November 2018 dengan narasumber ibu Ratnawilis warga Jorong Kinawai

Tidak semua aturan di atas dipakai oleh para petani di Jorong Kinawai Nagari Balimbing. Sebagian petani hanya membayarkan sesuka hatinya saja dan kerelaan masing-masing pihak, bahkan ada yang membayarkan dengan uang itupun tidak sesuai dengan jumlah padi yang ia dapat. Hal ini berdasarkan wawancara pada tanggal 9 Juni 2019 dengan pemilik tampian padi bapak Tarzan warga Jorong Kinawai Nagari Balimbing mengatakan:

„‟Banyak urang yang mambayia upah tampian padi sasuko hatinyo, kadangnyo dapek padi banyak tapi nyo anggih saketek, tapi ado lo padi nyo saketek tapinyo anggih banyak, tergantung urangnyo, kerelaan dari hatinyo dan adolo yang ndak ado ma‟anggih‟‟(Banyak orang yang membayar upah tampian padi sesuka hatinya, ada yang hasil panennya banyak tapi dia kasih upahnya sedikit, ada juga yang hasil panennya sedikit tapi upah sewanya banyak, tergantung orangnya, kerelaan dari hati, dan ada juga yang tidak mauk membayar upah sewa tampian padi)

Berdasarkan wawancara penulis lakukan dengan ibu Nurhaida peminjam tampian padi ia mengatakan :

“Kalau uni mamakai tampian padi, uni anggiah upahnyo Rp. 50.000, bara bana dapek padinyo uni tetap ma anggih Rp. 50.000”(Kalau kakak memakai tampian padi, kakak memberi upah sebanyak Rp.50.000, berapapun hasil panennya, uni tetap membayarkan Rp.50.000).

Dari keterangan dari ibu Nurhaida di atas, dimana keterangannya bahwasanya ibu Nurhaida selalu membayar upah tampian padi sebanyak Rp. 50.000 setiap kali panen. Penulis juga mendapatkan keterangan bahwasanya hasil panen berubah-rubah setiapa kali panen. Hal ini sesuai keterangannya:

“Hasil panen ibu barubah-rubah, itu tagantuang cuaca. Biasonyo di sawah Pudiang ibu dapek padi paling banyak 30 karuang paling saketek 20 karuang. Kalua disawah Batu tigo paling banyak dapek padinyo 18 karuang, paling saketek 12-14 karuang‟‟.(Hasil panen ibu selalu berubah-rubah setiap kali panen, hal ini tergantung cuaca. Biasanya di sawah Pudiang ibu dapat padi paling banyak 30 karung dan paling paling sedikit sebanyak 20 karung. Kalau di sawah Batu

tigo paling banyak dapat padinya sebanyak 18 karung dan paling sedikit sebanyak 12-14 karung).

Dari jumlah hasil panen ibu Nurhaida di atas, seharusnya ibu Nurhaida membayar sesuai dengan hasil panenya. Apabila sawah ibu Nurhaida menghasilkan 20 karung maka ibu Nurhaida harus membayarkan sebanyak 10 gantang padi, dan jika diuangkan maka 10 gantang = Rp.80.000 (10 x Rp.8000/ harga per-gantang).

Pelaksanaan upah mengupah dalam solang-manyolang tampian padi di Jorong Kinawai Nagari Balimbing ialah menggunakan padi sebagai alat bayarnya. Jika peminjam/penyewa ingin membayarkan dengan uang. Maka harga sesuai dengan harga padi pergantang. Harga padi pergantang yaitu Rp.8000.

Pelaksanaan solang-manyolang tampian padi di Jorong Kinawai Nagari Balimbing yang dilakukan dengan cara bergiliran akan mengakibatkan tidak jelasnya upah pembayaran terhadap sewa tampian padi karena tidak jelas orang-orang yang mengambil manfaat dari tampian padi tersebut. Dalam hal ini banyaknya orang yang tidak membayar upah tampian padi, biasanya orang membayar tampian padi orang yang pertama memakai tampian padi dan orang yang dekat dengan pemilik tampian padi. Sebagaimana yang dikatakan oleh ibu Nurlini pemilik (tampian padi) sebagai berikut :

“Kalaulah musim manongkang, tampian ancu acok disalang dek urang dibawo kasawah untuk manampi padi, yang manyalang si Aih lah sapakan baru balik yang ma antan si Nusi. Kalau lai jujur siapo-siapo yang mamakai dalam sapakan tu, lainyo antan-an upahnyo, kalau indak tuba‟a lai. Dek ancu indak jaleh siapo-siapo yang mamakai do. Biasonyo yang manyalang tampian padi kasiko ko, urang pakai. Kalau masalah upahnyo itu barapo keiklasan masing-masing urangnyo”(Ketika musim panen tiba, tampian ibu sering di pinjam (sewa) oleh orang dan dibawa kesawah untuk membersihkan padi, yang meminjam (menyewa) si Aih setelah seminggu yang mengembalikan si Nusi. Kalau orang itu jujur mauk membayar upahnya, dia antarin, kalau tidak, mauk gimana lagi. Kalau ibu tidak jelas siapa-siapa yang menggunakan tampian ibu. Sedangkan yang membayar upahnya adalah orang yang mempunyai sawah).

Apabila sesorang dipanggil untuk menampi padinya atau membersihkan padinya, biasanya orang yang menyiangi padi yang berumur 1 ½ bulan sampai dengan 2 bulan. Ia juga akan menampi atau membersihkan padinya, hal ini dikarenakan pada saat menyiangi padi orang pekerja hanya dibayarkan sebanyak 2 liter beras perhari, maka dari itu pada saat penen ia dipanggil juga dan pekerja untuk menampi padi dan membersihkan padi dengan bayaran sesuai dengan banyak benih padi, biasanya satu gantang benih dibayarkan 1 ½ gantang perbenihnya dan apabila ia hanya dipanggil untuk membersihkan padi atau menampi padi saja ia hanya dibayarkan 10 gantang padi perhari. (Wawancara pada tanggal 10 Juni 2019 dengan ibu Bainir dan Muniarti orang yang bekerja menampi padi di Jorong Kinawai Nagari Balimbing)

Berdasarkan wawancara penulis dengan peminjam tampian padi lainya yaitu ibu Nurmaitati dan ibu Armiarti pada tanggal 10 Juni 2019 mereka mengatakan bahwasanya mereka memberikan upah tampian padi dalam bentuk padi. Ibu Armiarti juga mengatakan kalau ia tidak tahu jelas bagaimana pengupahan dalam sewa menyewa tampian padi. Ia selalu membayarkan upah tampian padi menurut nalurinya saja. Sedangkan ibu Nurmaitati mengeluarkan upah 2 gantang perkarungnya dalam setiap panen. Sesuai keteranganya:

„‟Ambo mangaluan upah tampian padi 2 gantang padi dalam sakarung padi, biasonyo ambo dapek padi 20 karung ambo bayia 10 gantang padi, tapi katiko ambo kurang dapek padi dapeknyo16 karung, ambo tetap jo mambayia 10 gantang padi, karano lah kebiasaan dari dulu sabanyak tu ambo mambayia” (Saya mengeluarkan upah tampian padi 2 gantang padi dalam setiap karung padi, biasanya saya dapat 20 karung saya memyarkan 10 gantang padi dan apabila panen saya menurun hanya dapat 16 karung saya tetap membayar 10 karung padi, karena sudah kebiasan kalau selalu membayar 10 gantang padi)

Dari wawancara penulis lakukan dan penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwasanya upah dalam sewa menyewa di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar ini tidak jelasnya pengupahan dalam sewa-menyewa tampian padi hal ini dikarenakan:

1. Banyaknya petani yang mempergilirkan tampian padi pada musim panen, hal ini tidak jelasnya siapa-siapa saja yang memanfaatkan tampian padi. Mengakibatkana tidak jelasnya upah terhadap pemanfaatan tampian padi, karena pemilik tidak mengetahui orang-orang yang memanfaatkan tampian padi.

2. Sistem pengupahan dengan cara menghitung jumlah hasil panen dan bukan dengan sitem perhari. Apabila jumlah hasil panen banyak maka sewa upahnya pun bertambah. Hal ini membuat tidak jelas jangka waktu orang tersebut menyewa tampian padi dan pemilik tampian padi juga tidak mengetahui berapa jumlah panen orang yang menyewa tampian padi.

D. Tinjauan Fiqh Muamalah terhadap pelaksanaan Solang-manyolang