• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI KOTA MEDAN YANG HETEROGEN

2.2 Kedatangan Ajaran Sikh di Kota Medan

2.2.3 Sistem Mata Pencaharian

Pekerjaan yang ditekuni masyarakat Sikh di Kota Medan yaitu beternak sapi perah, membuka toko sport (olah raga) dan kursus bahasa Inggris, yang sekalian juga menjadi guru privat les bahasa Inggris. Ketiga jenis mata pencaharian ini merupakan pekerjaan yang ditekuni secara turun-temurun dan merupakan keahlian mereka. Meskipun banyak juga di antara suku mereka yang menggeluti profesi lain seperti dokter, dosen, akuntan, dan lain sebagainya (Lubis 2005:146).

Beternak sapi perah merupakan sistem mata pencaharian yang pertama ditekuni oleh masyarakat Sikh, setelah mereka tidak bekerja lagi sebagai buruh di perkebunan milik Belanda. Pekerjaan ini ditekuni mereka sebagaimana kebiasaan di daerah asalnya dan untuk memenuhi kebutuhan hidup akan susu dan minyak sapi. Peternak sapi perah ini menjual susu sapi tersebut ke rumah sakit negri, swasta, pabrik, dan setiap orang yang membutuhkan dan minyak sapi tersebut berguna untuk campuran dalam makanan yang dibuat dalam Gurdwara dan untuk minyak membakar jenazah masyarakat Sikh yang meninggal dunia.

Veneta (1998:26) menjelaskan bahwa dalam beternak sapi, masyarakat Sikh mempunyai masalah yaitu sulitnya memperoleh surat izin usaha dari pemerintah agar ternak diperbolehkan keluar dari tanah peternak untuk merumput di hutan, resiko ternak mati, dicuri, sakit dan biaya pengobatan, jumlah susu berkurang karena kurangnya rumput. Dengan hal ini, masyarakat Sikh tidak banyak lagi yang menekuni jenis usaha ini karena lahan untuk beternak sapi sudah sangat sedikit dan

18

juga disebabkan oleh banyaknya resiko-resiko. Lokasi-lokasi masyarakat Sikh yang masih bekerja memelihara ternak sapi antara lain ada di kawasan Percut Sei Tuan, di kawasan Sari Rejo. Pada masa sekarang ini, banyak masyarakat Sikh tidak lagi langsung memelihara sapi. Hal ini disebabkan, sulitnya mereka mendapat surat izin dari pemerintah sehingga para pemilik sapi perah ada yang menjual sapinya dan ada juga yang menitip kepada orang lain.

Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa jenis usaha lain yang ditekuni oleh masyarakat Sikh adalah membuka toko sport. Usaha ini pertama sekali dijalankan oleh masyarakat Sikh yang berasal dari Negara India pada tahun 1930-an. Selama tinggal di Indonesia, suku bangsa Punjabi tetap menjalin hubungan yang baik antar mereka. Mereka juga mempekerjakan sesama masyarakat Sikh yang tinggal di Kota Medan, sekaligus menghemat biaya bagi karyawan yang dibawa langsung dari India. Hal ini merupakan salah satu cara masyarakat Sikh untuk menempatkan diri dalam lingkungan baru dan pada umumnya mereka tinggal pada suku yang sama, yang kemudian dapat menolong mereka untuk mengenal lingkungan yang baru. Lambat laun, para karyawan sudah merasa betah tinggal di Indonesia dan mereka berusaha untuk membuka toko sports miliknya sendiri. Hal inilah yang membuat sehingga usaha ini banyak digeluti dan dikuasai oleh masyarakat Sikh, serta jenis usaha ini masih eksis sampai sekarang di Kota Medan. Tabel di bawah ini adalah nama sejumlah toko sports yang ada di Kota Medan, yang sebagian besar dimiliki oleh masyarakat Sikh.

Tabel 2.4:

Toko Sports milik masyarakat Sikh di Kota Medan

No. Nama Toko Nama Pemilik Tahun buka Asal Suku Bangsa Lokasi 1 Rose & Co 1942-1984

India Punjabi Kesawan 2 Hari Bros Harry 1948 India Bamen Kesawan 3 PT Ratan

Sports

Jager Singh

1951 India Punjabi Kesawan 4 Atal

Sports

Sarbejit Singh

1954 India Punjabi Kesawan 5 Sumatera Sports Amerjit Singh 1969 Medan Punjabi Jl. Palangkaraya 6 Gajah Mada Sports Hrnam Singh 1978 Punjabi Jl. Palangkaraya 7 Gajah Mada Toli 1997 Punjabi Jl. Palangkaray 8 Anil Sports

Anil 1982 Bamen Kesawan

9 Sibal Sports

Sibal 1984 Bamen Kesawan

10 Olympic Sports Amrick singh 1985 Surabaya Jl Palangkaraya 11 Sejahtera Sports

Bobby 1987 Medan Punjabi Jl

Palangkaraya 12 Sejahtera

Jaya

1997 Medan Punjabi Tembung 13 Anand

Sports

Gurdial Singh

1991 Punjabi Kesawan

14 Ajit Sports Ajit Singh

1996 Medan Punjabi Kesawan 15 Aneka Sports Maninder Singh 1992 Punjabi Jl Palangkaraya Sumber: Veneta 1998 (Toko Sport Orang Punjabi)

Jenis usaha ketiga yang ditekuni oleh masyarakat Sikh yaitu membuka kursus bahasa Inggris. Masyarakat Sikh cenderung dapat berbahasa Inggris dengan baik, disebabkan negara asal mereka India merupakan negara bekas jajahan Inggris sehingga bahasa Inggris sudah dinasionalisasikan di negara tersebut. kursus bahasa

Inggris yang dibuka oleh masyarakat Sikh ini sangat maju, karena mereka diakui dan dipercayai oleh masyarakat untuk mengajar bahasa Inggris dengan baik (Fachria, 2002:54). Usaha ini sangat menguntungkan bagi mereka, dapat dilihat dari jumlah siswa-siswinya yang belajar di kursus tersebut seperti kursus bahasa Inggris yang dibuka di jalan serdang yang bernama Standart English Course dan di jalan Iskandar Muda yang bernama Tropica.

Selain ketiga bidang usaha tersebut, masyarakat Sikh juga menekuni pekerjaan dalam bidang seperti pegawai swasta, satpam, dokter, dan tukang jahit dan lain sebagainya. Masyarakat Sikh sering melibatkan anggota keluarganya dalam usahanya, karena mempunyai beberapa usaha sekaligus. Hal ini membuat, di antara sesama masyarakat Sikh terjalin hubungan kerja sama dengan syarat dapat menguntungkan kedua belah pihak.

2.2.4 Bahasa

Bahasa yang dipakai oleh masyrakat Sikh adalah bahasa Punjabi dan memakai aksara atau alphabet Gurmukhi. Kata Gurmukhi secara harafiah berarti dari mulut Guru. Gurmukhi memiliki beberapa persamaan dengan tulisan India lama, tetapi Gurmukhi memiliki tiga puluh lima huruf dan modifikasi huruf vokal yang dibakukan oleh Guru Anggad. Daripada menggunakan huruf Hindu yaitu Sansekerta, Guru Anggad memilih untuk membuat huruf baru untuk standar Sikh. Sansekerta hanya terbatas untuk kelas pendeta Hindu saja, tetapi Guru Anggad tidak percaya kalau hal itu hanya untuk kalangan atas atau terkemuka saja. Guru Anggad menghabiskan masa hidupnya mengajarkan tulisan Gurmukhi kepada orang biasa di Punjab. Gurmukhi tidak hanya dipakai oleh orang Sikh tetapi juga Hindu dan Muslim yang hidup di Punjab untuk mengatur ulang pengucapan bahasa umum, yaitu

Punjabi. Seorang Sikh diharapkan membuat suatu usaha mempelajari tulisan

Gurmukhi dan mengajarkannya kepada anak-anak mereka supaya dapat membaca Sri Guru Granth Sahib Ji dalam bentuk asli penulisannya.

Masyarakat Sikh ini sangat menjaga kelestarian budaya mereka, termasuk bahasa yang mereka pakai. Mereka terbiasa memakai bahasa Punjabi dalam kehidupan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan sesama mereka. Hal ini menggambarkan ‘kekuatan dan kesatuan’ masyarakat Sikh walaupun mereka berada jauh dari negara asal dan budaya asli mereka. Hal ini juga didukung oleh kegiatan keagamaan yang dilakukan di Gurdwara, yaitu keseluruhan upacaranya selalu menggunakan bahasa Punjabi dan tulisan Gurmukhi. Hasil dari ketaatan mereka menjalankan semua perintah Guru ini adalah kebudayaan dan kegiatan keagamaan yang terpelihara dengan baik

2.3 Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur

Dokumen terkait