• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pemerintahan Presidensial

Dalam dokumen Eksistensi Hak Preogratif Presiden dalam (Halaman 63-70)

BAB II : PEMBAGIAN KEKUASAAN DALAM NEGARA

B. Tinjauan Umum Terhadap Sistem Pemerintahan

II.2 Sistem Pemerintahan Presidensial

Dalam membahas sistem ini hampir tidak mungkin untuk tidak membahas bahkan mengacu pada sistem yang berlaku dan diberlakukan di A.S. Sistem presidensial yang berlaku dan diberlakukan di A.S., yang telah berlangsung lebih dari dua ratus tahun, layak digunakan sebagai tolok ukur (parameter),

131Hendarmin Ranadireksa, Visi Bernegara : Arsitektur Konstitusi Demokratik....Ibid. hal. 122. 132Ibid, hal. 124.

setidaknya sebagai pembanding, bagi sistem presidensial yang berlaku di negara manapun, di luar Amerika Serikat.

Sejarah sistem presidensial berawal dari lahirnya negara baru Amerika Serikat buah dari perjuangan rakyat koloni Inggris di benua Amerika untuk memiliki pemerintahan sendiri lepas dari pusat kekuasaan, Kerajaan Inggris. Perlawanan rakyat tersebut dipicu oleh perasaan tidak adil masyarakat koloni, yang sebagian besar berasal dari Inggris, namun hak dan kedudukannya ditempatkan tidak sederajat dengan hak dan kedudukan penduduk di Inggris133. Keinginan rakyat

Amerika sudah tentu berbenturan dengan Inggris yang tidak ingin wilayah koloninya lepas dari negara induk. Kehendak mereka untuk merdeka akhirnya harus ditempuh melalui peperangan panjang dan melelahkan, dengan Inggris (1775- 1783), yang kala adalah “negara adikuasa dan adidaya”. Rakyat koloni memenangkan peperangan dan selanjutnya mereka menyatakan dirinya merdeka, sebagai Bangsa Amerika.

Para pendiri bangsa sadar bahwa untuk keluar dari kesulitan dibutuhkan pemerintahan kuat. Pemerintahan kuat adalah pemerintahan dengan landasan sistem yang kuat artinya konstitusi negara harus kuat dan kokoh. Konstitusi yang kuat dan kokoh adalah konstitusi yang di dalamnya mengandung nilai-nilai kenegaraan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Konstitusi harus logis dan mudah dipahami hingga mudah diterima masyarakat. Sebagai bangsa imigran yang berasal dari Eropa, banyak diantaranya yang telah belajar dan memahami buah pikiran para filsuf kenegaraan Eropa tentang “negara ideal” yakni negara yang mendasarkan pemerintahannya pada hukum dan kehendak umum. Tidak seperti di negara asalnya, Eropa. yang tidak mudah merealisasikan konsep negara ideal karena terbentur pada kekuasaan yang ada (monarkhi dengan

133Romein dalam Hendarmin Ranadireksa, Visi Bernegara : Arsitektur Konstitusi Demokratik....Ibid.

sistemnya yang absolut ataupun semi absolut), maka di negara yang sama sekali baru seperti Amerika, sangat dimungkinkan bagi diterapkannya teori-teori kenegaraan tentang “negara ideal”134

.

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kesalah penger- tian mereka, para pendiri republik, sepakat bahwa konstitusi negara harus tertulis. Setiap pasal dalam konstitusi harus dibuat secara nyata dan jelas. Kesepakatan yang dihasilkan, seluruhnya dicatat dalam dokumen tertulis yang merupakan aturan dasar tertulis, yakni Undang-Undang Dasar A.S. (1787). Aturan dasar tersebut (UUD A.S.) adalah aturan dasar tertinggi yang merupakan acuan dalam membuat ketentuan atau aturan selanjutnya (Undang-Undang). Undang-Undang Dasar Amerika Serikat (UUD A.S.) tercatat dalam sejarah sebagai Undang-Undang Dasar tertulis yang tertua di dunia135.

Dalam sistem pemerintahan presidensil juga terdapat beberapa prinsip pokok yang bersifat universal, yaitu136:

1. Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif;

2. Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja;

3. Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya, kepala negara adalah sekaligus merupakan kepala pemerintahan;

4. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya;

134 Kecuali kerajaan Inggris yang sejak Magna Charta (1215) terus berjuang mengeliminasi kekuasaan raja yang dianggap berlebihan, negara-negara Eropa Kontinental umumnya masih belum memiliki kejelasan sistem.

135Polak dalam Hendarmin Ranadireksa, Visi Bernegara : Arsitektur Konstitusi Demokratik....Ibid.

hal. 128-129.

5. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya;

6. Jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam sistem presidensil berlaku prinsip supremasi konstitusi. Karena itu, pemerintahan eksekutif bertanggung jawab kepada Konstitusi;

7. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat;

8. Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem parlementer yang terpusat pada parlemen. Namun, terlepas dari kenyataan dianutnya ide pemisahan kekuasaan (separation of power) berdasarkan prinsip checks and

balances tersebut dalam sistem pemerintahan negara, tidak

mengurangi maknanya sebagai sistem pemerintahan yang biasa dinamakan sistem presidensil. Penggunaan istilah sistem pemerintahan presidensil (presidential system) ini dipakai untuk membedakannya secara diametral dari sistem pemerintahan parlementer (parliamentary system). Keduanya sama-sama dianut oleh banyak negara di dunia, di samping sistem yang bersifat campuran, seperti yang dipraktikkan di Perancis.

Kedelapan prinsip sistem presidensil yang diuraikan tersebut di atas, juga berlaku dalam sistem pemerintahan yang dianut di Indonesia. Karena itu, sistem pemerintahan yang dianut dalam UUD 1945 dapat dikatakan merupakan sistem presidensil. Bahkan, apabila dibandingkan dengan sistem presidensil yang telah dianut oleh UUD 1945 sejak sebelum diadakan perubahan, maka sistem pemerintahan presidensil yang sekarang dapat dikatakan sebagai sistem pemerintahan presidensil yang lebih murni sifatnya. Presiden Republik Indonesia adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dengan tugas dan wewenangnya masing-masing menurut undang-undang dasar. Karena itu, kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan tidak perlu dibedakan apalagi

dipisahkan. Wakil presiden juga tidak dapat diartikan atau diberi peran sebagai semacam jabatan perdana menteri137.

Menurut Mahfud MD138, sistem Presidensial dapat di catat

dengan adanya prinsip-prinsip sebagai berikut ;

1. Kepala negara menjadi Kepala Pemerintahan (eksekutif). 2. Pemerintah tidak bertanggungjawab kepada parlemen

(DPR). Pemerintah dan Parlemen adalah sejajar.

3. Menteri-menteri diangkat dan bertanggungjawab kepada Presiden.

4. Eksekutif dan Legislatif sama-sama kuat.

Stabilitas politik dan pemerintahan di Amerika Serikat, sejak konstitusi sistem presidensial diberlakukan lebih dari dua ratus tahun yang lalu, telah banyak mengundang perhatian ahli kenegaraan dan pakar tatanegara. Perumus konstitusi di sejumlah negara, terlebih di negara berkembang, tidak sedikit yang mengadopsi sistem tersebut untuk kemudian member- lakukannya di negaranya. Pertanyaannya adalah dimana letak kekuatan sistem presidensial. Menarik untuk memperhatikan pendapat Melvin J Urofsky, profesor Sejarah dan Kebijakan Publik pada Virginia Commonwealth University. Beliau menyebut ada sebelas prinsip dasar demokrasi, berdasarkan sistem konstitusi presidensial, yang perlu dikenali sebagai kunci’ untuk memahami bagaimana demokrasi tumbuh dan berkembang dan bagaimana konstitusi presidensial berjalan di Amerika Serikat139;

1. Pemerintahan berdasarkan Konstitusi. 2. Pemilihan umum yang demokratis.

3. Federalisme, pemerintahan negara bagian dan lokal. 4. Pembuatan Undang-Undang.

5. Sistem Peradilan yang independen.

137Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata....Ibid, hal. 317. 138Mahfud MD, Dasar dan Struktur...Op.Cit, hal 74.

6. Kekuasaan lembaga kepresidenan. 7. Peran media yang bebas.

8. Peran kelompok-kelompok kepentingan. 9. Hak masyarakat untuk tahu.

10. Melindungi hak-hak minoritas. 11. Kontrol sipil atas militer.

Di dalam bab ini, penulis hanya menitik beratkan pada kekuasaan lembaga kepresidenan, dimana semua masyarakat modern harus memiliki pimpinan eksekutif yang mampu memikul tanggungjawab pemerintahan, mulai dari adminis-trasi sederhana sebuah program sampai menggerakkan angkatan bersenjata untuk membela negara semasa perang. Konstitusi telah menarik garis jelas sekitar kekuasaan presiden, dan meskipun lembaga tersebut adalah salah satu yang terkuat di dunia, kekuatan itu berasal dari kesepakatan dari yang diperintah dan bersandar pada kemampuan Gedung Putih untuk bekerjasama secara baik dengan cabang- cabang lain dari pemerintahan. Organisasi sebenarnya dari kantor kepala eksekutif bukanlah hal utama, melainkan pembatasan yang berlaku pada lembaga tersebut berdasarkan prinsip “pemi-sahan kekuasaan”140.

Dalam sistem presidensial, pertanggungjawaban presiden yang langsung pada rakyat berkonsekuensi pada kedudukan dan bobot presiden lebih besar ketimbang jabatan anggota legislatif. Presiden dipilih oleh sebagian besar rakyat sedangkan anggota legislatif, dilihat dari orang perorang dipilih oleh sejumlah tertentu rakyat sesuai dengan yang dipersyaratkan Undang-Undang. Mengikuti alur fikir tersebut maka logis bila kedudukan presiden lebih kuat dibandingkan dengan jabatan lain dalam jabatan lembaga Trias Politika. Presiden tidak bisa dijatuhkan oleh legislatif, karena ia dipilih lang-sung rakyat dan oleh karenanya bertanggungjawab pada rakyat141.

140 Ibid....hal, 137. 141 Ibid....hal, 146.

Banyak negara penganut sistem presidensial kurang berhasil melaksanakan sistem a.l. karena terjebak pada pola kediktatoran. Kedudukan presiden yang dipilih langsung rakyat berpengaruh pada kuatnya legitimasi yang dimiliki presiden. Adalah benar kokohnya kedudukan presiden lebih memberikan kepastian masa jabatan yang pada gilirannya lebih mem- berikan ketenangan dalam melaksanakan fungsi pemerintahan. Namun kepastian masa jabatan juga bisa disalahgunakan karena presiden memiliki waktu cukup untuk secara bertahap melakukan rekayasa untuk terus memperkuat kedudukannya142.

Sebagai “Raja yang dipilih rakyat” dengan dua fungsi jabatan, sebagai Kepala Negara dan sebagai Kepala Peme- rintahan, Presiden memiliki bobot lebih besar ketimbang legislatif maupun yudikatif. Tanpa pemahaman mendasar akan makna sistem apalagi hanya dengan melihat sisi luar kendala yang dihadapi sejumlah negara dalam menerapkan sistem tersebut. tidak jarang terjadi antisipasi berlebihan yang berujung pada “munculnya” sistem yang lain sama sekali. Antisipasi terhadar kecenderungan presiden menjadi otoriter dilakukan dengan sangat sederhana yakni dengan mengurangi kekuasaan atau hak-hak dasar presiden143.

142 Ibid....hal, 152. Kediktatoran yang melanda sejumlah negara terjadi melalui tahap-tahap semacam

itu. Filipina (Marcos), Korea Selatan (Syngman Rhee, Park Chung Hee, Kim Dae Yung, Chun Doo Hwan, Roh Tae Woo), Peru (Fujimori), adalah sekedar contoh. Kediktatoran juga mudah tercipta dari konsekuensi logis pengambilalihan kekuasaan secara paksa atau pada negara yang belum/tidak memiliki kejelasan arsitektur konstitusinya. Sejumlah negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, seperti; Irak (Saddam Hoesein), Mesir (Nasser, Sadat, Moubarak), Argentina, Brazilia, Chili, dll, adalah sekedar contoh.

143Sejumlah negara berkembang di Amerika Latin (Costa Rica, Uruguay, Peru, Chili, Argentina,

dan Brazil melakukan hal itu. Indonesia melalui amandemen berkali-kali UUD 45 (s/d Amandemen ke IV), juga melakukan hal yang sama, kekuasaan presiden kini berada di bawah bayang-bayang kekuasaan legislatif. Sebagai akibatnya tidak jarang kedudukan presiden menjadi tidak berbeda dengan kedudukan Perdana; Menteri dalam sistem parlementer

Dalam dokumen Eksistensi Hak Preogratif Presiden dalam (Halaman 63-70)

Dokumen terkait