• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN

1. Pajak Reklame

2.3. Karakteristik Objek Reklame Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya

2.3.4 Sistem Pemungutan Pajak Daerah Reklame Kota Surabaya

Sistem pemungutan pajak daerah reklame kota Surabaya diatur dalam Pasal 43 Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Daerah Kota Surabaya No. 8 tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame yang berbunyi “Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak dengan cara dibayar sendiri atau berdasarkan penetapan Kepala Daerah. Kemudian ayat 2 (dua) Pasal 43 mengatur “Kepala Daerah dapat menetapkan pajak terutang berdasarkan data yang dimiliki Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan. Penjelasan Pasal 43 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kewajiban pajak dibayar sendiri adalah (self assessment system) adalah pengenaan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Sedangkan yang dimaksud dengan berdasarkan penetapan Kepala Daerah (official assessment

system) adalah pajak yang dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu

ditetapkan oleh Kepala Daerah melalui Surat ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan.

Berdasarkan Pasal 43 Peraturan Daerah No. 10 tahun 2009 Tentang perubahan atas Peraturan Daerah No. 8 tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame dapat diketahui bahwa terdapat 2 (dua) sistem pemungutan pajak daerah reklame di Kota Surabaya. Dua sistem pemungutan pajak daerah tersebut adalah self assessment system dan official assessment

system. Dimana apabila dalam satu peraturan memberlakukan mengenai dua

sistem pemungutan pajak pada satu objek yang sama yaitu dalam hal ini adalah pajak daerah reklame maka dapat dipastikan akan menimbulkan salah penafsiran antara wajib pajak daerah reklame dengan Pemerintah Kota Surabaya mengingat

self assessment dan official assessment adalah dua sistem pemungutan pajak yang bertolak belakang. Salah penafsiran yang dimaksud adalah apabila wajib pajak daerah reklame menggunakan self assessment system, maka sebelum tanggal jatuh tempo penagihan pajak terutang, wajib pajak sudah membayar tagihan pajak terutangnya dengan cara mengirimkan tagihan pajaknya untuk menghindari denda keterlambatan. Namun dapat terjadi juga pihak Pemerintah Kota Surabaya juga mengirimkan tagihan pajak terutang dari wajib pajak daerah reklame yang telah membayar pajak terutangnya. Karena Pemerintah Kota Surabaya menggunakan

official assessment system. Tentunya kondisi seperti ini dapat menimbulkan

munculnya dana titipan uang pajak didalam rekening kas daerah kota Surabaya. Selain ketiga karakteristik pemungutan reklame di Kota Surabaya seperti tersebut diatas, ternyata fakta dilapangan ditemui adanya jasa titipan uang pajak.34

Pada awalnya jasa titipan uang pajak tersebut digunakan sebagai jaminan apabila pengusaha reklame telat melakukan pembayaran pajak reklame. Sehingga uang titipan pajak reklame tersebut akan digunakan untuk membayar pajak reklame tersebut agar tidak jatuh tempo dan dikenakan denda. Namun pada kenyataannya pengusaha reklame tetap menerima tagihan pajak sekaligus tagihan denda keterlambatan atas pembayaran pajak padahal pengusaha reklame sudah menitipkan uang tagihan pajak reklamenya ke Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya.35 Kuasa Hukum Persatuan Perusahaan Periklanan Jawa

34 Rum, “Korupsi Jambong dan Dana Titipan Pajak Reklame”, www.beritametro.co.id, 14 agustus 2013, dikunjungi tanggal 24 september 2013.

35Laurensius, “Kejati Jatim Akan Usut Dugaan Korupsi Jambong dan Titipan Pajak Reklame Dispenda Surabaya”. www.kabarjagad.com, 30 Mei 2013 dikunjungi tanggal 28 September 2013.

Timur (P3I) Jatim Ma’ruf Syah dalam wawancaranya dengan kabarbisnis.com mengatakan uang titipan disetorkan untuk mengantisipasi denda yang dikenakan wajib pajak sebagai akibat keterlambatan. Hal tersebut dilakukan berkenaan dengan proses perpanjangan yang tidak kunjung selesai dan tidak keluar SKPD. Namun, setelah SKPD keluar, wajib pajak tetap dibebani denda 2 % per bulan. Sehingga dalam hal ini diasumsikan bahwa wajib pajak tidak membayar pajak di tahun sebelumnya.36

Kajian yuridis terhadap munculnya dana titipan pajak pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kota Surabaya sebagai akibat adanya pemberlakuan 2 (dua) sistem pemungutan pajak terhadap pajak daerah reklame sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 10 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah kota Surabaya No. 8 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak adalah karena terjadinya salah penafsiran oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya.

Terjadi kesalahan penafsiran oleh pemerintah Kota Surabaya dalam hal ini adalah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya atas pemberlakuan 2 (dua) sistem pemungutan pajak pada UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kesalahan penafsiran tersebut adalah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan (DPPK) Kota Surabaya hanya mengakui sistem pemungutan pajak daerah reklame dengan

36 T.n., “Diduga korupsi soal reklame pejabat pemkot Surabaya dilaporkan kekejaksaan”, kabarbisnis.com. 13 Mei 2013., dikunjungi pada tanggal 10 September 2013.

menggunakan official Assessment System. Padahal Perda Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame Kota Surabaya dengan tegas mengatur bahwa sistem pemungutan pajak daerah reklame yang berlaku di Kota Surabaya adalah official

assessment system dan self assessment system. Hal ini diperkuat UU Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah yang memberlakukan 2 (dua) sistem pemungutan pajak yaitu Official assessment system dan self assessment system. Sehingga wajib pajak reklame yang telah membayarkan sendiri tagihan pajak reklamenya (dengan menggunakan self assessment system) tidak diakui oleh pihak Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya. Pada akhirnya jumlah tagihan pajak yang telah dibayarkan dan tidak diakui tersebut disebut dengan “dana titipan uang pajak”. Pada sisi lain sistem restitusi pajak yang merupakan akibat dari kesalahan penafsiran tersebut, yang juga merupakan realisasi atas asas transparansi belum diatur dalam peraturan daerah Kota Surabaya mengenai penyelenggaraan reklame. Sehingga wajib pajak yang telah membayarkan tagihan pajaknya sendiri yang kemudian tidak diakui oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan (DPPK) Kota Surabaya kesulitan untuk mendapatkan uang pajaknya yang telah dibayarkan. Kondisi seperti ini tentunya sangat merugikan penyelenggara reklame.

Sementara permasalahan mengenai jasa titipan uang pajak tidak hanya berhenti pada landasan yuridisnya saja. Tetapi dalam prakteknya ternyata wajib pajak reklame tetap menerima tagihan pajak sekaligus tagihan denda keterlambatannya. Dan pada akhirnya wajib pajak reklame membayar lagi atas tagihan pajak beserta denda keterlambatannya. Padahal kenyataannya wajib pajak

reklame sudah membayarkan tagihan uang pajaknya ke Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya. Hal tersebut dilakukan oleh wajib pajak reklame dengan menggunakan sistem pemungutan pajak self assessment system.

self assessment system tersebut merupakan sistem pemungutan pajak yang juga

berlaku pada pemungutan pajak daerah reklame di Kota Surabaya yang sesuai dengan Perda Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame. Seharusnya tagihan pajak yang telah dibayarkan tersebut yang tidak diakui oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya yang kemudian disebut titipan uang pajak dikembalikan kepada wajib pajak reklame yang berhak karena wajib pajak reklame yang berhak tersebut juga telah membayar tagihan pajaknya dengan menggunakan sistem pemungutan official assessment system.

Terhadap titipan pajak tersebut apabila ternyata tidak dikembalikan kepada wajib pajak reklame yang berhak, maka Pemerintah Kota Surabaya telah melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang. Tindakan penyelahgunaan wewenang tersebut erat berkait dengan pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah kabupaten dan kota dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Surabaya untuk melakukan pemungutan pajak daerah reklame. Pemberian kewenangan tersebut juga diikuti dengan pemberian kewenangan dalam hal perlindungan hukum bagi hak-hak wajib pajak. Selain itu, terjadi cacat prosedur dalam penyelenggaraan pemerintahan, yakni Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPKK) Kota Surabaya salah menafsirkan sistem pemungutan pajak daerah reklame yang diberlakukan Perda Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame Kota Surabaya. Dinas Pendapatan dan Pengelolaan keuangan (DPPK)

Kota Surabaya hanya mengakui sistem pemungutan pajak daerah reklame official

assessment system, padahal dalam Perda Penyelenggaraan Reklame dan Pajak

Reklame juga memberlakukan self assessment system, kondisi seperti ini yang memunculkan dana titipan pajak. Sehingga hal tersebut dapat menjelaskan bahwa tindakan pemerintah dalam melakukan pemungutan pajak tidak sedasar dengan undang-undang.

Pada sisi yang lain hak wajib pajak tersebut juga dilindungi oleh konstitusi sebagaimana tercantum dalam UU NRI 1945. Serta Pemerintah Kota Surabaya tidak konsisten terhadap Peraturan Daerah yang dibuat dalam hal ini mengenai Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame yang bertujuan dapat memberikan perlindungan hukum terhadap penyelenggara reklame, biro reklame dan masyarakat pada umumya37 namun pada kenyataannya tidak memberikan perlindungan hukum terhadap penyelenggara reklame.

Karakteristik pemungutan reklame yang dapat dijadikan sumber pendapatan daerah berdasarkan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah hanya pajak daerah reklame dan retribusi daerah. Namun, pemerintah kota Surabaya melalui Perda Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame memiliki karakteristik pemungutan reklame yang meliputi pajak daerah reklame, retribusi reklame dan pemungutan jaminan biaya bongkar. Disisi lain, terdapat dana titipan pajak sebagai akibat dari kesalahan penafsiran yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya dalam hal pemberlakuan 2 (dua) sistem pemungutan pajak pada Peraturan Daerah Kota

37 Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 8 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2006 Nomor 8 Tambahan Lembaran Daerah Kota Surabaya Nomor 8), Penjelasan Umum.

Surabaya No. 8 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 10 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 Tahun 2006 tentang Penyelenggaran Reklame dan Pajak Reklame.

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENYELENGGARA REKLAME