SKRIPSI
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WAJIB PAJAK REKLAME
TERHADAP PEMUNGUTAN JAMINAN BIAYA BONGKAR
DAN TITIPAN UANG PAJAK DI KOTA SURABAYA
Oleh:
ELOK CHOIRUN NISAK
NIM. 031011147
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WAJIB PAJAK REKLAME TERHADAP JAMINAN BIAYA BONGKAR DAN TITIPAN UANG
PAJAK DI KOTA SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Mengajukan Syarat Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Hukum
DOSEN PEMBIMBING PENYUSUN
INDRAWATI, S.H., LL.M. ELOK CHOIRUN NISAK
NIP. 197705202005012002 NIM. 031011147
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji pada hari Senin, 13 Januari 2014
Tim Penguji Skripsi:
Ketua : Dr. Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum. ...
Anggota : 1. Dr. Deddy Sutrisno, S.H., M.H. ...
2. Soehirman Djamal, S.H., M.S. ...
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Perlindungan Hukum Bagi
Wajib Pajak Reklame Terhadap Jaminan Biaya Bongkar dan Titipan Uang Pajak
di Kota Surabaya”. Penulisan skripsi ini dalam rangka memenuhi tugas akhir dan
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Airlangga. Penulis memilih judul tersebut karena selain penulis
memiliki minat yang besar dalam bidang hukum pajak, juga karena untuk
menjawab pertanyaan mengenai bentuk perlindungan hukum yang tepat bagi
penyelenggara reklame di Kota Surabaya terhadap pengenaan jaminan biaya
bongkar dan terhadap munculnya titipan pajak. Seperti kita ketahui bersama
bahwa pajak erat berkait dengan uang masyarakat sehingga sangat diperlukan
bentuk perlindungan hukum yang konkrit terhadap masyarakat atas terjadinya
penyalahgunaan dalam dunia perpajakan.
Penulis menyadari tanpa bantuan dari orang-orang disekitar penulis, skripsi ini
sulit untuk diselesaikan. Terutama kepada Allah SWT pemilik kerajaan langit dan
bumi. Dzat Yang Maha Penyayang dan Maha Penolong puji syukur tiada terkira
atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan lancar dan tepat waktu. Kepada kedua orang tua terkasih, bapak Fatkul
Hadi dan Ibu Intowiyah, “matur suwun sanget bapak ibuk sampun sabar, telaten
ngasuh lan mbimbing elok miwit alit ngantos dinten niki”. Kepada 2 (dua)
penjagaku tersayang beserta keluarga, Heri Awalul Ilhamsah dan Firdia Nirsa
ingat “over protective” tapi elok suka. Terima kasih untuk dukungan dan doa yang
selalu dihaturkan. Dan kepada seluruh keluarga yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, terima kasih atas segala kebaikan yang telah diberikan semoga Allah
membalas dengan lebih.
Kepada Dekan Fakultas Hukum yang terhormat Prof. Dr. Muhammad Zaidun,
S.H., M.Si., terima kasih atas segala fasilitas yang disediakan sehingga sehingga
proses belajar penulis menjadi lebih maksimal. Pembimbing skripsi terbaik Ibu
Indrawati S.H., LL.M., terima kasih atas waktu yang telah diluangkan untuk
membimbing skripsi ini serta kepada tim penguji Dr. Suparto Wijoyo, S.H.,
M.Hum., Dr. Deddy Sutrisno, Soehirman Djamal S.H., M.S., terima kasih atas
masukan yang sangat bermanfaat pada skripsi penulis. Ibu Sinar Aju Wulandari,
S.H., M.H., selaku dosen wali dan seluruh civitas akademika Program Sarjana
Fakultas Hukum Universitas Airlangga terima kasih untuk ilmu dan bantuan yang
telah diberikan selama masa perkuliahan penulis.
Untuk seluruh teman-teman angkatan 2010 Fakultas Hukum Univeritas
Airlangga, terutama Mitha, Nesi, Marsa, Ollak, Teteh, Icha, Cipa, indhy dan
teman-teman KB2 yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih telah
menjadi teman belajar yang baik bagi penulis. Untuk Tieffani Mega , Maya, Ito’
(teman sepembimbingan) penulis tidak akan melupakan kegalauan dan dukungan
dari kalian. Untuk Ria Permata dan Puspitasari Hidayah terima kasih untuk saran
dan nasihat yang telah diberikan kepada penulis. Teman-Teman Scolah-Unair
Mengajar terima kasih untuk amanah yang telah diberikan. Damay, Merinta, Uni
Royan, Mas Adyas bahagia penulis mengenal kalian terima kasih untuk
pembelajaran yang didapat di Scolah-Unair Mengajar.
Untuk keluargaku di Surabaya, seluruh penghuni Gubeng Kertajaya 7 Raya No.
46 terima kasih sudah menjadi keluarga yang baik bagi penulis. My Roommate
Ukhti Fitria Dewi tersayang terima kasih sudah menjadi “the real ukhtiku” saat
suka maupu duka. Tidak lupa untuk keluarga bahagiaku (MSDT) Hanif, Kozin,
Paksi, Chandra, Bagus (Jombang), Dery, Oka, mas Rifqi, Bang Zuhro, Naim, Adit
terima kasih sudah mengenalkan dan mengajarkan hal-hal yang luar biasa bagi
penulis, tidak lupa terima kasih telah membawa penulis ke tempat-tempat indah
ciptaan Allah. Ditunggu petualangan-petualangan selanjutnya.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman teman KKN BBM 49
Kelurahan Ampel, Sarah, dek Marieska, dek Debby, Galang, Om Nuzul, Ajeng,
Ulfa, Alfa, Denny dan Fahmi. Terakhir terima kasih kepada seluruh pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberikan kontribusi dalam
penulisan skripsi ini. Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik dalam hidup
kita semua.
Skripsi ini disusun dari hasil penelitian yang jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun
guna kesempurnaan skripsi ini agar dapat memberi manfaat bagi pembaca pada
umumnya dan untuk bagi penulis khususnya.
Abstrak
Isu sentral dari penelitian ini adalah karakteristik objek reklame yang dapat
dijadikan sumber pendapatan asli daerah Kota Surabaya menurut Undang-Undang
perpajakan di Indonesia dan bentuk perlindungan hukum yang dapat dijadikan
payung bagi penyelenggara reklame terhadap jaminan biaya bongkar reklame dan
titipan uang pajak. Tipe dari penelitian ini adalah doktrinal research, dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan statute approach, yaitu suatu pendekatan
permasalahan berdasarkan legislasi dan regulasi (pendekatan
perundang-undangan). Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan terhadap
karakteristik pemungutan reklame pada Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 9
Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame dengan
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Yaitu adanya pemungutan jaminan biaya bongkar reklame dan munculnya titipan
uang pajak sebagai akibat dari kesalahan penafsiran yang dilakukan oleh Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya dalam menafsirkan 2 (dua)
sistem pemungutan pajak yang berlaku dalam Perda Penyelenggaraan Reklame
dan Pajak Reklame. Bentuk perlindungan hukum yang kongkrit bagi
penyelenggara reklame terhadap pemungutan jaminan biaya bongkar dan
munculnya titipan uang pajak adalah perlindungan hukum dari perspektif hukum
administrasi, hukum perdata dan hukum pidana.
Kata kunci: karakteristik, Perlindungan hukum, titipan uang pajak, jaminan biaya
Abstract
The central issue of this research is characteristics of the object that can be used as
a source of advertisement revenue in Surabaya based on tax act in Indonesia and
legal protection that can be used as an shade for tax payer to guarantee the cost of
unloading and deposit of tax money. The type of this research is a doctrinal
research. In this research, the approach employe is statute approach, statute
approach is taken at the beggining of this research to analyze the validity basic of
the law for the taxation. The research results shows be found differences in the
characteristics of the collection advertisement in the Regional Regulation
Surabaya number 9 of 2010 Implementation of Advertising and the Advertising
Tax with act number 28 of 2009 Regional Taxes and Levies. Namely the
existence of the collection guarantees unloading costs and the emergence of
surrogate advertisement tax as a result of interpretation errors made by the
Departement of Revenue and Finance Management Surabaya in interpreting the
two (2) system of taxation applicable in the Regional Regulation of
Advertisement and Advertisement Tax . Concrete form of legal protection for the
organizer of the collection guarantees billboard unloading costs and the advent of
deposit of tax money is legal protection from the perspective of administrative
law, civil law and criminal law.
Key words : characteristic , legal protection , deposit the tax money , guarantee
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 12
1.3 Penjelasan Judul 12
1.4 Alasan Pemilihan Judul 15
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 15
1.6 Metode Penelitian 16
1.6.1 Tipe Penelitian 16
1.6.2 Pendekatan Masalah 17
1.6.3 Sumber Bahan Hukum 17
1.6.4 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan
Bahan Hukum 20
1.6.5 Analis Bahan Hukum 20
1.6.6 Pertanggungjawaban Sistematika 20
BAB II KARAKTERISTIK OBJEK REKLAME SEBAGAI SUMBER
2.1 Karakteristik Objek Reklame Sebagai Sumber Pendapatan
Asli Daerah 23
2.1.1 Pengertian Reklame 23
2.1.2 Pemungutan Objek Reklame sebagai Sumber Pendapatan
Asli Daerah di Kota Surabaya 25
2.2 Karakteristik Objek Reklame Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah 33
2.2.1 Pajak Daerah Reklame 35
2.2.2 Retribusi Daerah atas Objek Reklame 35 2.2.3 Sistem Pemungutan Pajak Daerah Reklame 38 2.3 Karakteristik Objek Reklame Menurut
Peraturan Daerah Kota Surabaya 42
2.3.1 Pajak Daerah Reklame 44
2.3.2iRetribusi Daerah atas Penyelenggaran
Reklame 48
2.3.3 Jaminan Biaya Bongkar Reklame 52
2.3.4iSistem Pemungutan Pajak Daerah
Reklame Kota Surabaya 57
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENYELENGGARA
REKLAME TERHADAP PEMUNGUTAN REKLAME KOTA SURABAYA
3.1 Upaya Perlindungan Hukum terhadap
Pemungutan Objek Reklame 65
3.1.1 Konsep Perlindungan Hukum 65
3.1.2iPerlindungan Hukum Penyelenggara
3.1.3iPerlindungan Hukum terhadap Penyelnggara Reklame dalam Perspektif
Hukum Administrasi 72
3.1.4 Upaya Perlindungan Hukum Lainnya 86
3.1.4.1 Upaya Hukum Perdata 86
3.1.4.2 Upaya Hukum Pidana 87
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 92
4.2 Saran 93
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang sedang berkembang yang
terbagi atas daerah provinsi dan daerah kabupaten atau kota sedang giat-giatnya
melakukan pembangunan nasional. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur melalui
peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.1
Hal ini tentunya selaras dengan tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam
alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Mengingat wilayah Indonesia yang luas, sejak tanggal 1 Januari 2001
Indonesia memberlakukan otonomi daerah.2 Pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia didasarkan atas Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) yang
berbunyi “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
1
Faizah Wachidin, “Pengaruh Pajak Reklame dan Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya ( Studi Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya)”, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Veteran, Surabaya, 2010, h. 2
dengan undang-undang”. Dalam ayat (2) ditegaskan bahwa ”pemerintah daerah
provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Sejalan dengan
pelaksanaan otonomi tersebut daerah dituntut untuk memiliki sumber penerimaan
keuangan yang dapat digunakan dalam melaksanakan otonomi daerah tersebut.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya
disebut UU Pemerintahan Daerah) menetapkan pajak dan retribusi daerah menjadi
salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat
dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.3 Hal ini berdasarkan
pasal 157 dan Pasal 158 UU Pemerintahan Daerah.
Sejalan dengan adanya otonomi daerah, pemerintah juga menerbitkan
peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah. Hal
ini terbukti dengan lahirnya Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah yang kemudian disempurnakan dengan
Undang-Undang No. 34 Tahun 2000. Kemudian Undang-Undang-Undang-Undang No. 34 Tahun 2000
diubah lagi dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan
Retribusi Daerah (selanjutnya disebut UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).
Berdasarkan kewenangan pemungutannya, secara garis besar pajak daerah
dipungut oleh pemerintah daerah Provinsi yang kemudian disebut pajak propinsi
dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang kemudian disebut pajak
kabupaten/kota. Pengelompokan kewenangan jenis-jenis pajak tersebut diatur
dalam Pasal 2 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu:
3
(1) Jenis Pajak Provinsi terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok
(2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Peroleh Hak Atas Tanah dan Bangunan
Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak
rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai
public investment.4 Sedangkan menurut P.J.A. Adriani, pajak adalah iuran kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang
langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.5
Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemungutan
pajak dapat dipaksakan dan tidak memberikan imbalan yang secara langsung
4
Rochmat Sumitro, .Asas Dan Dasar Perpajakan, Refika Aditama, Bandung, 2005 hal.2
5
dapat ditunjuk, maka pemungutan pajak harus terlebih dahulu mendapat
persetujuan dari rakyat melalui DPR. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 23A
Amandemen ke III UUD NRI 1945, yaitu pajak dan pungutan lainnya yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Dengan
adanya undang-undang tersebut dimaksudkan dapat memberikan jaminan hukum
kepada wajib pajak agar keadilan dapat diterapkan. Disamping itu menurut Bohari
terdapat faktor lain yang juga harus diperhitungkan oleh negara adalah agar
pembuatan peraturan pajak diusahakan agar mencerminkan rasa keadilan bagi
wajib pajak, sebab tingkat kehidupan dan daya pikul anggota masyarakat tidak
sama. Anggota masyarakat ada yang mampu, kurang mampu, dan tidak mampu. 6
Menurut Marihot P. Siahaan Pajak Reklame adalah pajak atas
penyelenggaraan reklame.7 Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Peraturan Daerah Kota
Surabaya No. 8 Tahun 2006 jo Pasal 1 angka 10 Peraturan Daerah Kota Surabaya
No. 10 Tahun 2009 yang dimaksud reklame adalah “benda, alat, perbuatan atau
media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial,
dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu
barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu
barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan/atau
didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah
Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah.”
Berdasarkan Pasal 2 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut,
maka Pajak Reklame tergolong sebagai Pajak Daerah Kabupaten/Kota. Kota
6 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Cetakan III, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, h.29
7
Surabaya sebagai kota metropolitan tidak kalah pula dalam mengeluarkan produk
hukum tentang pajak daerah hal ini terbukti pada tahun 2006 telah membuat
regulasi produk hukum daerah tentang Pajak Reklame yakni Peraturan Daerah
Kota Surabaya No. 8 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak
Reklame yang kemudian diubah dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 10
Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan daerah Kota Surabaya No. 8
Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Reklame dan pajak Reklame (selanjutnya
disebut Perda Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame).
Sejalan dengan diterbitkannya peraturan tentang penyelenggaraan reklame
dan pajak reklame, pemerintah kota Surabaya berharap dengan adanya peraturan
tersebut kegiatan penyelenggaraan reklame di kota Surabaya dapat
diselenggarakan secara tertib, dengan tujuan untuk menarik investor maupun
pengusaha reklame di Surabaya. Dengan demikian pendapatan asli daerah kota
Surabaya dari sektor pajak terutama dari pajak reklame akan meningkat.
Selama ini, Pendapatan asli daerah Kota Surabaya terutama dari Pajak
Reklame sedang menunjukkan geliatnya. Hal ini terbukti, pendapatan asli daerah
Kota Surabaya dari sektor pajak reklame tahun 2012 mengalami peningkatan yang
cukup signifikan dibandingkan tahun 2011. Pernyataan tersebut selaras dengan
tabel berikut ini.8
Tabel 1.2. Tabel Pendapatan Pajak Daerah Kota Surabaya 2011-2012
Berdasarkan tabel tersebut di atas, pajak reklame mempunyai peran dalam
peningkatan pendapatan asli daerah kota Surabaya. Peran pajak reklame dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Surabaya meningkat dari tahun 2011
ke tahun 2012. Yaitu pada tahun 2011 pendapatan pajak reklame sebesar
Rp. 90.232.362.728,38 kemudian di tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi
sebesar Rp. 117.601.450.951,00.
Kewenangan pemungutan pajak reklame di Kota Surabaya berada di
tangan Walikota Surabaya. Selanjutnya kewenangan tersebut dilimpahkan kepada
Kepala Dinas Pajak Kota Surabaya, hal ini berdasar Pasal 66 Peraturan Daerah
Kota Surabaya No. 8 Tahun 2006 Tentang penyelenggaraan Reklame dan Pajak
Reklame yang dinyatakan sebagai berikut, “Kepala Daerah dapat melimpahkan
kewenangan dalam bidang perpajakan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Daerah ini kepada Kepala Dinas Pajak”. Selanjutnya Peraturan Daerah Kota
Surabaya No. 8 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak
2009 Tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 Tahun 2006
Tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame. Dalam hal ini Dinas
Pajak yang dimaksud dalam Perda Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame
diubah menjadi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan. Atas hal tersebut
nyatalah saat ini yang berwenang mengelola serta mengawasi penyelenggaraan
reklame di Kota Surabaya adalah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
Kota Surabaya.
Pada sisi yang lain atas penyelenggaran reklame tersebut, pemerintah
daerah juga dapat memungut retribusi atas penyelenggaran reklame. Kewenangan
pemerintah daerah memungut retribusi sebagai salah satu sumber pendapatan asli
daerah adalah berdasar pada Pasal 108 UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Atas hal tersebut melalui Perda tentang Penyelenggaran Reklame dan
Pajak Reklame Jo Peraturan Walikota Surabaya No. 79 Tahun 2012 tentang Tata
Cara Penyelenggaraan Reklame menjadikan retribusi atas penyelenggaran
reklame sebagai salah satu sumber penerimaan daerah kota Surabaya. Retribusi
dimaksud adalah retribusi Izin Mendirikan Bangunan reklame, retribusi
pemakaian kekayaan daerah dan retribusi pergantian biaya cetak peta.
Berkaitan dengan pemberian kewenangan pemungutan Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberlakukan sistem
pembayaran pajak dengan menggunakan sistem pemungutan official assessment
system dan self assessment system. Hal ini terbukti pada Pasal 96 ayat (2 )UU
yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh wajib
pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Selanjutnya pemberlakuan dua sistem pemungutan tersebut diadopsi dalam
Perda Penyelenggaran Reklame dan Pajak Reklame Jo Peraturan Walikota
Surabaya No. 79 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklame. Hal
ini terbukti pada Pasal 43 Perda Penyelenggaran Reklame dan Pajak Reklame
yang dinyatakan sebagai berikut:
“(1) Wajib pajak memenuhi kewajiban pajak dengan cara dibayar sendiri
atau berdasarkan penetapan kepala daerah.
(2) Kepala daerah dapat menetapkan pajak terutang berdasarkan data
yang dimiliki Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan.”
Namun demikian Peraturan Pemerintah No. 91 Tahun 2010 tentang Jenis
Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar
Sendiri Oleh Wajib Pajak secara tegas mengatur bawah untuk jenis pajak daerah
reklame dipungut dengan menggunakan sistem pemungutan official assessment
system. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 yang berbunyi “jenis pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, huruf b, hurud d dan ayat
(3) huruf d, huruf h, huruf j dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah”.
Yang dimaksud ayat (3) huruf d tersebut adalah pajak reklame.
Pemberlakuan dua sistem pemungutan pajak atas objek pajak reklame yang
berlaku pada pemungutan reklame Kota Surabaya, maka tentunya dapat
daerah reklame. Salah penafsiran yang terjadi tersebut memunculkan “titipan uang
pajak”.
Berdasarkan berita yang sedang berkembang penyelenggara reklame dalam
hal ini adalah pengusaha reklame dibuat gemas dengan adanya jasa titipan pajak
yang ditawarkan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota
Surabaya (DPPK). Dinas tersebut berdalih uang titipan pajak reklame yang
dititipkan di dinas tersebut digunakan sebagai jaminan apabila pengusaha reklame
telat melakukan pembayaran pajak reklame. Sehingga uang titipan pajak reklame
tersebut akan digunakan untuk membayar pajak reklame agar tidak jatuh tempo
dan dikenakan denda. Namun pada kenyataannya pengusaha reklame tetap
menerima tagihan pajak sekaligus tagihan denda keterlambatan atas pembayaran
pajak, padahal pengusaha reklame sudah menitipkan uang tagihan pajak
reklamenya ke Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kota Surabaya dengan cara
disetorkan melalui Bank Jatim ke rekening bendahara Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Kota Surabaya.9
Selain adanya jasa titipan pajak reklame, dalam penyelenggaraan reklame
juga terdapat jaminan biaya bongkar. Hal ini terbukti pada Pasal 15 Peraturan
Daerah Kota Surabaya No. 8 Tahun 2006 yang disebutkan bahwa penyelenggara
reklame dalam hal ini pengusaha reklame wajib membayar jaminan biaya bongkar
reklame. Pengenaaan jaminan biaya bongkar tersebut berkaitan dengan izin
reklame. Apabila penyelenggara reklame belum membayar jaminan biaya bongkar
maka persyaratan pengurusan izin belum dianggap lengkap akibatnya izin tidak
9
dapat diterbitkan. Disisi lain dalam permohonan pengurusan izin reklame juga
terdapat pengenaan retribusi, antara lain retribusi izin mendirikan bangunan
(IMB), retribusi penggantian biaya cetak peta dan retribusi pemakaian kekayaan
yang dikuasai pemerintah daerah (apabila tempat reklame yang dimohonkan
berada pada tempat-tempat yang dikuasai oleh pemerintah daerah). Berdasarkan
Pasal 1 angka 42 Perda tentang Pentelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame,
Jaminan biaya bongkar adalah biaya yang dibayarkan oleh penyelenggara reklame
kepada Pemerintah Daerah yang dipergunakan oleh Pemerintah Daerah untuk
membongkar reklame dan untuk pemulihan/perbaikan kembali lokasi/tempat
bekas diselenggarakannya reklame, apabila lokasi/tempat tersebut merupakan
milik atau yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah.
Berbagai sikap dan tanggapan tentang jaminan biaya bongkar ternyata
terselip permasalahan di masyarakat dalam hal ini adalah pengusaha reklame.
Permasalahannya adalah bahwa Pemerintah Daerah Kota Surabaya dalam hal ini
diwakili oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kota Surabaya tidak
memberikan transparansi yang jelas tentang peruntukaan jaminan biaya bongkar
tersebut. Apabila sesuai dengan tujuannya untuk biaya pembongkaran reklame
yang sudah habis masa izinnya, maka pengusaha reklame tidak akan
mempermasalahkan hal tersebut. Yang menjadi masalah adalah selama ini
pengusaha reklame yang sering melakukan sendiri pembongkaran atas
reklamenya yang sudah habis masa izinnya. Mestinya jika pengusaha reklame
membongkar sendiri reklamenya maka uang jaminan biaya bongkar dikembalikan
dianggap hangus.10 Fakta seperti tersebut di atas tentunya tidak sedasar dengan
Pasal 38 Peraturan Walikota Surabaya No. 79 Tahun 2012 yang menyatakan
bahwa jaminan biaya bongkar dapat diajukan restitusi.
Titipan uang pajak dan pemungutan jaminan biaya bongkar yang dilakukan
oleh Pemerintah Kota Surabaya ternyata tidak sesuai dengan UU tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Karena dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan
Pemerintah daerah hanya dapat memungut uang dari masyarakat yakni berupa
pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam undang-undang. Hal
tersebut dikuatkan lagi dengan Pasal 23 A Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia bahwa “pajak dan pungutan lain dari masyarakat yang bersifat
memaksa harus ditetapkan berdasarkan undang-undang.”
Terhadap titipan uang pajak, harus dilakukan penelitian yuridis mengenai
penyebab dari munculnya jasa titipan uang pajak dalam pemerintah kota
Surabaya. Karena titipan uang pajak yang dimaksud tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangan tentang perpanjakan. Jika hal ini dibiarkan maka bukan tidak
mungkin adanya titipan uang pajak reklame di Kota Surabaya dapat
disalahgunakan. Dan tentunya merugikan masyarakat dalam hal ini adalah
penyelenggara reklame di kota Surabaya.
Atas hal tersebut terdapat beberapa bentuk perlindungan hukum terhadap
hak-hak wajib pajak atas titipan uang pajak dan jaminan biaya bongkar
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagai bentuk jaminan
konstitusional hak-hak wajib pajak. Bentuk perlidungan hukum tersebut antara
lain perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif sebagaimana
diatur dalam undang-undang perpajakan di Indonesia. Disisi lain, terdapat bentuk
perlindungan hukum diluar prespektif undang-undang perpajakan di Indonesia
antara lain adalah upaya hukum administrasi, upaya hukum perdata dan upaya
hukum pidana.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, selanjutnya dapat diajukan
rumusan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah karakteristik objek reklame sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Kota Surabaya menurut undang-undang perpajakan di Indonesia?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi penyelenggara reklame terhadap
pemungutan jaminan biaya bongkar reklame dan titipan uang pajak
reklame?
1.3Penjelasan Judul
Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah: “Perlindungan Hukum Bagi
Wajib Pajak Reklame Terhadap Jaminan Biaya Bongkar dan Titipan Uang
Pajak di Kota Surabaya”. Penjelasan judul ini dimaksudkan untuk memberi
gambaran secara singkat mengenai pokok permasalahan yang akan dibahas.
Selain itu, penjelasan judul ini juga dimaksudkan dapat menghindari kesalahan
tidak terlalu meluas.11 Dari judul tersebut diatas, ada beberapa hal yang perlu
diuraikan yaitu sebagai berikut:
a. Perlindungan hukum. Definisi kata perlindungan hukum Berdasarkan
kaidah bahasa indonesia perlindungan hukum berasal dari dua kata,
yaitu “perlindungan dan hukum”. Kata perlindungan hukum
berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tempat berlindung
atau merupakan perbuatan (hal) melindungi, misalnya memberi
perlindungan kepada orang yang lemah.12 Sedangkan yang dimaksud
dengan kata hukum, menurut Sudikno Mertokusumo adalah kumpulan
peraturan atau kaidah yang mempunyai isi yang bersifat umum dan
normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena
menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh
dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya
melaksanakan kepatuhan pada kaidah-kaidah.13 Jadi yang dimaksud
perlindungan hukum adalah suatu perbuatan dalam hal melindungi
subjek-subjek hukum dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan suatu sanksi.14
b. Wajib Pajak. Definisi kata Wajib Pajak berdasarkan Pasal 1 angka 45
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
11 Potayanda, “Status Hukum Anak Perusahaan Yang Didirikan Oleh Perusahaan
BUMN (Persero)”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2013, h.12-13
12 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Balai Pustaka, 1986, h. 600
13 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 2008, h. 41
Retribusi Daerah adalah “orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.” Sedangkan berdasarkan Pasal 35 Peraturan Daerah Kota
Surabaya No. 8 Tahun 2006 Tentang Penyelanggaraan Reklame dan
Pajak reklame yang dimaksud dengan wajib pajak reklame adalah
“orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame”.
c. Jaminan Biaya Bongkar, adalah berdasarkan Pasal 1 angka 42
Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 Tahun 2006 Sebagaimana telah
diubah oleh Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 10 Tahun 2009 jo
Pasal 1 angka 44 Peraturan Walikota Surabaya No. 79 Tahun 2012
adalah biaya yang dibayarkan oleh penyelenggara reklame kepada
Pemerintah Daerah yang dipergunakan oleh Pemerintah Daerah untuk
membongkar reklame dan untuk pemulihan / perbaikan kembali lokasi
/ tempat bekas diselenggarakannya reklame, apabila lokasi/ tempat
tersebut merupakan milik atau yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah
d. Titipan Uang Pajak, adalah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
yang dimaksud titipan adalah sesuatu yang dititipkan.15 Menurut P.J.A.
Adriani, pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.16 Jadi titipan uang pajak adalah uang
yang dititipkan dalam rangka pembayaran pajak.
1.4Alasan Pemilihan Judul
Penulis memilih judul “Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Reklame
Terhadap Jaminan Biaya Bongkar dan Titipan Uang Pajak di Kota Surabaya”
adalah karena perlunya perlindungan hukum bagi wajib pajak reklame terhadap
pemungutan reklame di kota Surabaya terhadap pemungutan jaminan biaya
bongkar dan adanya titipan uang pajak, mengingat karakteristik dari pemungutan
reklame yang dapat dijadikan sumber pendapatan daerah kota surabaya adalah
hanya pajak daerah reklame dan retribusi atas penyelenggaran reklame. Dengan
terwujudnya perlindungan hukum bagi wajib pajak maka akan tumbuh rasa
kepercayaan dari masyarakat yang diharapkan akan mampu menarik pengusaha
ataupun investor reklame untuk menyelenggarakan reklame di Kota Surabaya
sehingga akan berdampak meningkatkan sumber pendapatan daerah Kota
Surabaya.
1.5Tujuan dan Manfaat Penulisan
Penulisan skripsi ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan wajib akademis dalam
mencapai gelar Sarjana Hukum di Universitas Airlangga
2. Sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga, penulis ingin
meningkatkan profesionalisme serta dapat menganalisa suatu permasalahan
dalam bidang hukum pajak terutama pajak reklame.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan
diatas, maka manfaat yang ingin penulis capai dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk menambah wawasan, pemikiran, dan juga menambah pengetahuan
khususnya yang berkaitan mengenai kebijakan pemerintah dibidang
perpajakan serta pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan yang
terkait.
2. Bagi para pembaca skripsi ini diharapkan dapat membentuk gambaran dan
dapat memperoleh kejelasan mengenai kebijakan pemerintah dibidang
perpajakan daerah terutama pajak reklame.
1.6Metodologi Penelitian
1.6.1 Tipe Penelitian
Dalam skripsi ini digunakan tipe penelitian Doctrinal Research17, yaitu
suatu penelitian yang menyediakan penjelasan/penyelesaian sistematis dari
aturan-aturan hukum yang mengatur sebuah aturan hukum tertentu serta
menjelaskan bidang-bidang yang sulit. Dalam penelitian ini berdasar pada aturan
hukum yang membahas mengenai pajak reklame yang ada dalam Undang-Undang
No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah oleh Undang No. 16 Tahun 2009,
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Peraturan Daerah Kota Surabaya No.8 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan
Reklame dan Pajak Reklame sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Daerah
Kota Surabaya No. 10 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Kota Surabaya No. 8 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak
Reklame jo Peraturan Walikota No. 79 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Reklame.
1.6.2 Pendekatan Masalah
Sesuai dengan penulisan skripsi ini, metode pendekatan masalah yang
digunakan penulis adalah Statute Approach, yakni suatu pendekatan permasalahan
berdasarkan legislasi dan regulasi (melalui perundang-undangan).18 Selain kedua
pendekatan tersebut, penulis juga melakukan pengamatan dan penelitian pada
DPPK (Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan) Kota Surabaya Jalan
Jimerto No. 25-27 Surabaya untuk mendukung kebenaran dalam skripsi ini.
1.6.3 Sumber Bahan Hukum
Bahan Hukum yang menjadi sumber dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua)
sumber bahan hukum, yaitu:
1. Bahan Hukum Primer:
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,
artinya mempunyai kekuasaan.19 Bahan hukum tersebut merupakan norma
yang bersifat mengikat. Sumber bahan hukum dalam skripsi ini antara lain
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
4. Undang-Undang No. 29 Tahun 2008 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
5. Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan
6. Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara
7. Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara
8. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan
9. Peraturan Pemerintah No. 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak
Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau
Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak
10. Keputusan Presiden No. 14 Tahun 2000 tentang Komisi
Ombudsman Nasional
11. Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 Tahun 2006 tentang
Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame
12. Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 10 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 Tahun
2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame
13. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Umum Ibukota Jakarta No. 7
Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Reklame
14. Peraturan Walikota Surabya No. 79 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Penyelenggaran Reklame
15. Peraturan Walikota Batam No. 41 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaan Jaminan Bongkar
2. Bahan Hukum Sekunder:
Bahan hukum sekunder yaitu sumber bahan hukum yang menjadi bahan
penunjang dalam penulisan skripsi ini, yang terdiri dari buku-buku atau
literatur hukum, jurnal-jurnal hukum, majalah, surat kabar serta media
internet yang berkaitan dengan pajak reklame dan retribusi daerah.20
1.6.4 Prosedur Pengolahan dan Pengumpulan Bahan Hukum
Untuk memperoleh bahan hukum seperti yang penulis debutkan diatas,
maka langkah pertama yang dilakukan oleh penulis adalah pencarian data pada
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya berkaitan
dengan Pajak Reklame dan Retribusi daerah yang menjadi fokus penelitian ini.
Langkah kedua, penulis melakukan studi kepustakaan dengan cara
mengumpulkan data tertulis mengenai dasar-dasar teori dan ketentuan hukum
yang relevan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Untuk selanjutnya
bahan-bahan tersebut sudah diseleksi dan diklarifikasi kemudian diolah dan dirumuskan
secara sistematis dalam bab dan sub bab sesuai dengan pokok bahasan.
1.6.5 Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang terkumpul baik bahan hukum primer maupun sekunder
diklasifikasikan menurut isu hukum yang diajukan dalam penelitian ini.
Selanjutnya dilakukan analisa terhadap bahan-bahan hukum tersebut guna
menjawab rumusan masalah yang diangkat dalam skripsi ini sehingga dapat
menghasilkan suatu kesimpulan.
1.7 Pertanggungjawaban Sistematika
Penulisan skripsi ini disusun dengan sistematika pembahasan yang terbagi
dalam 4 (empat) bab, dimana masing-masing bab dibagi lagi dalam beberapa sub
BAB I adalah pendahuluan yang mengemukakan latar belakang dan
permasalahan yang timbul, yaitu menguraikan secara singkat isi dari skripsi yang
diangkat oleh penulis serta merupakan uraian yang menjadi landasan pemikiran
penulis dalam pembahasan skripsi ini dan menjadi acuan bagi pembahasan
bab-bab berikutnya. Dalam bab-bab pendahuluan terdiri dari beberapa sub bab-bab, yaitu latar
belakang beserta rumusan masalah dari permasalahan yang penulis bahas,
penjelasan judul dari skripsi penulis, alasan pemilihan judul tersebut, serta
membahas mengenai tujuan penulisan, metode penelitian yang dibagi lagi atas
pendekatan masalah, bahan hukum, prosedur pengumpulan dan pengolahan bahan
hukum, dan yang terakhir adalah berisi mengenai pertanggungjawaban
sistematika dari penulisan skripsi ini.
BAB II adalah pembahasan awal mengenai karakteristik objek reklame di
Kota Surabaya berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 Tahun 2006
tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame sebgaimana telah diubah
oleh Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 10 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Atas Peraturan daerah kota Surabaya No. 8 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan
Rekalme dan Pajak Reklame Jo Peraturan Walikota Surabaya No. 79 tahun 2012
Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklame. Kemudian dibandingkan dengan
karakteristik objek reklame berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pada bab II ini merupakan
pembahasan terhadap rumusan masalah yang pertama.
BAB III membahas tentang bentuk perlindungan hukum bagi wajib pajak
Surabaya, terutama perlindungan hukum terhadap pengenaan jaminan biaya
bongkar dan terhadap titipan uang pajak. Pada bab III ini merupakan pembahasan
terhadap rumusan masalah yang kedua.
BAB IV adalah penutup, merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi,
yang berisi kesimpulan dan saran dari penulis. Kesimpulan merupakan jawaban
dari dua rumusan masalah yang diangkat. Sedangkan saran merupakan
BAB II
KARAKTERISTIK OBJEK REKLAME SEBAGAI SUMBER
PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURABAYA BERDASARKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN
2.1. Karakteristik Objek Reklame Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Pengertian Reklame
Pengertian reklame secara epistimologis berasal dari bahasa spanyol yaitu
“re” dan “clamos” sedangkan dalam bahasa latin berasal dari kata “re” dan
“clame” yang berarti seruan yang berulang-ulang. Menurut Berkhouwer reklame
adalah setiap pernyataan yang secara sadar ditujukan kepada publik dalam bentuk
apapun juga yang dilakukan oleh seorang peserta lalu lintas perniagaan, yang
diarahkan ke arah sasaran memperbesar penjualan barang-barang atau jasa-jasa
yang dimasukkan, oleh pihak yang berkepentingan dalam lalu lintas perniagaan1.
Sedangkan menurut W.H. Vam Baarle dan F.E. Hollander dalam buku mereka
yang berjudul “Reclamekunde”, Leiden. Reklame merupakan suatu kekuatan yang
menarik (“Klerfkracht” Bahasa Belanda) yang ditujukan kepada kelompok
pembeli tertentu, hal mana dilaksanakan oleh produsen atau pedagang agar supaya
dengan demikian dapat dipengaruhi penjualan (afzet) barang-barang atau jasa-jasa
dengan cara yang menguntungkan baginya2.
1
Winardi, Promosi dan Reklame, Mandar Maju, Bandung, 1980, h. 1
2
Berdasarkan kamus hukum karangan Andi Hamzah yang dimaksud reklame
adalah propaganda dalam bidang komersial, dimana digunakan alat atau upaya
dalam mengerahkan opini umum ke arah yang diinginkan3. Pengertian lain dari
reklame dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 27 UU Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yaitu yang dimaksud dengan reklame adalah “ benda, alat, perbuatan, atau
media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial,
memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian
umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca,
didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. Sedangkan Berdasarkan
Pasal 1 angka 12 Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 8 Tahun 2006 jo Pasal 1
angka 10 Peraturan daerah Kota Surabaya No. 10 Tahun 2009 yang dimaksud
dengan reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk
dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk
memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang
yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan/ atau didengar dari suatu
tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat diketahui bahwa reklame
mempunyai tujuan komersial yaitu untuk memperkenalkan, menganjurkan atau
memujikan suatu barang, jasa atau pun orang yang tentunya juga untuk menarik
khalayak ramai untuk memperhatikan reklame tersebut.
3
2.1.2. Pemungutan Objek Reklame sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah di Kota Surabaya
Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan Pasal 1 angka 18
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Daerah menyatakan bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD
adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Dengan kata lain
pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diterima oleh pemerintah
daerah atas segala potensi yang ada pada daerah tersebut dan sifatnya dapat
dipaksakan karena adanya peraturan daerah yang disesuaikan dengan peraturan
perundang- undangan.4
Sejak adanya semangat otonomi daerah, daerah diberi wewenang untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakatnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.5 Dalam
melaksanakan otonomi daerah tersebut pemerintah daerah memerlukan sumber
keuangan yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah tersebut. Salah satu sumber keuangan
yang dimaksud adalah pendapatan asli daerah. Karena berdasarkan Pasal 157 UU
Pemerintahan Daerah disebutkan sumber penerimaan daerah terdiri atas:
a. Sumber pendapatan daerah yang disebut (PAD), yaitu: 1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
4 Reza Ardita, Analisis Kontribusi Dan Efektivitas Pajak Daerah Sebagai Pendapatan
Asli Daerah Kota Surabaya, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya, 2012, h. 3
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu antara lain bagian dari laba BUMD atau hasil kerja sama dengan pihak ketiga 4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yaitu penerimaan daerah
diluar pajak daerah dan retribusi daerah seperti jas giro, hasil penjualan aset, pendapatan bunga dll.
b. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
c. Lain-lain pendapatan yang sah, yaitu hibah atau dana darurat dari pemerintah.
Sumber penerimaan daerah diluar yang disebutkan Pasal 157 UU
Pemerintahan Daerah adalah pembiayaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5
undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah
b. Penerimaan pinjaman daerah
c. Dana cadangan daerah
d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Potensi pemungutan reklame yang dapat dijadikan sebagai sumber
pendapatan daerah untuk membiayai pengeluaran daerah berdasarkan UU
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah:
1. Pajak Reklame
Berdasarkan pada Pasal 2 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
menyebutkan bahwa jenis pajak daerah yang menjadi kewenangan pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota antara lain:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok
(2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Peroleh Hak Atas Tanah dan Bangunan
Atas hal tersebut berdasarkan Pasal 2 UU Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa pajak reklame merupakan
bagian dari pajak daerah yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/ kota
dalam hal ini adalah Kota Surabaya yang dapat dijadikan sumber pendapatan asli
daerah Kota Surabaya.
Kota Surabaya merupakan kota metropolis yang telah mengklaim dirinya
sebagai Kota Jasa dan Perdagangan. Lebih dari itu Kota Surabaya adalah Kota
bisnis dengan berbagai aktivitas yang berlangsung. Perdagangan adalah aktivitas
utama Kota Surabaya. Secara geografis, Surabaya memang telah diciptakan
sebagai Kota Perdagangan. Sejak zaman Majapahit, kolonial, hingga saat ini,
perdagangan menjadi aktivitas utama. Kini, aktivitas perdagangan di Surabaya tak
menjadi kota dagang Internasional.6Surabaya mempunyai potensi pajak reklame
yang sangat besar mengingat posisi Surabaya sebagai kota metropolis pusat
perdagangan dan jasa. Dengan posisi kota perdagangan dan jasa tersebut tentunya
para pelaku bisnis akan bertumpah di Surabaya. Sehingga untuk mengenalkan dan
mempromosikan produk-produknya mereka akan menggunakan reklame.
Pendapatan asli daerah dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
seberapa besar potensi dari pemungutan reklame sebagai sumber pendapatan asli
daerah kota Surabaya. Berikut ini adalah tabel penerimaan pendapatan asli daerah
(PAD) Kota Surabaya beserta realisasinya:
Tabel 2.1.1 Tabel Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya tahun 2010-2012 dan Realisanya7
Tahun Pendapatan Target (Rp) Realisasi Penerimaan
(Rp) %
2010 1.059.891.415.590,71 908.647.775.730,37 85,73%
2011 2.139.625.575.460,07 1.887.112.473.639,79 88,20%
2012 2.341.265.681.882,00 2.279.622.816.832,61 97,37%
6 Profil Kota Surabaya, Soial Ekonomi, www.surabaya.go.id, dikunjungi tanggal 3 November 2013.
Dari tabel tersebut dapat diketahui pada tahun 2010 target pendapatan asli
daerah Kota Surabaya sebesar Rp. 1.059.891.415.590,71 terealisasi sebesar Rp.
908.647.775.730,37 atau 85,73% . Pada Tahun 2011 target pendapatan asli daerah
kota surabaya sebesar Rp. 2.139.625.575.460,07 terealisasi sebesar
1.887.112.473.639,79 atau 88,20%. Sedangkan pada tahun 2012 target
pendapatan asli daerah Kota Surabaya sebesar Rp. 2.341.265.681.882,00
terealisasi sebesar Rp. 2.279.662.816.832,61 atau 97,37%. Dari rincaan tersebut
dapat diketahui bahwa pendapatan asli daerah kota Surabaya selalu mengalami
peningkatan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012.
Pajak reklame merupakan salah satu pajak daerah yang potensial. Dimana
di Kota Surabaya banyak terdapat pusat-pusat perbelanjaan dan banyak dibangun
berbagai macam properti serta berbagai usaha lainnya. Tentunya hal tersebut
membutuhkan reklame sebagai media promosi kepada masyarakat. Apabila sistem
penyelenggaraan reklame diselenggarakan dan dikelola dengan baik. Maka
kepercayaan dari pengusaha reklame akan tumbuh sehingga para pengusaha
reklame tersebut akan menyelenggarakan usaha reklamenya di Kota Surabaya.
Dampaknya potensi dari pajak reklame sebagai salah satu sumber pendapatan asli
daerah menjadi optimal.
Potensi pajak reklame sebagai salah satu komponen pajak daerah sebagai
penyumbang pendapatan asli daerah kota Surabaya dapat diketahui dari tabel
Tabel 2.1.2 Pendapatan Asli Kota Surabaya tahun 2010-2011 dari
Pajak Daerah8
Tabel 2.1.3 Pendapatan Asli Kota Surabaya tahun 2011-2012 dari Pajak Daerah9
Dari tabel diatas dapat diketahui pendapatan asli daerah Kota Surabaya
dari sektor pajak reklame pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 98.705.063.186,00
8
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya, “Catatan Atas Laporan Keuangan 2011 Pemerintah Kota Surabaya”, www.surabaya.go.id, h.104, dikunjungi pada tanggal 4 November 2013
9
sedangkan pada tahun 2011 sebesar Rp. 90.232.362.728,38. Terjadi penurunan
pendapatan pajak reklame dari tahun 2010 ke tahun 2011. Namun pada tahun
2012 pendapatan pajak reklame mengalami peningkatan yang signifikan dari
tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 117.601.450.951,00.
Tabel 2.1.4 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap Pajak Daerah Tahun
2010-2012
Tahun Pajak reklame Pajak Daerah Kontribusi
2010 Rp. 98.705.063.186,00 Rp. 525.403.484.538,00 18,79 %
2011 Rp. 90.232.362.728,38 Rp. 1.488.358.147.753,27 6,06 %
2012 Rp. 117.601.450.951,00 Rp. 1.852.977.636.886,55 6,35 %
Dari tabel diatas diatas dapat diketahui bahwa kontribusi pajak reklame
terhadap pajak daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah kota Surabaya dari
tahun 2010 sampai dengan 2012 mengalami fluktuatif. Pada tahun 2010 sebesar
18,79%, kemudian pada tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan yaitu
hanya sebesar 6,06 %. Sedangkan pada tahun 2012 mengalami peningkatan
Tabel 2.1.5 Kontribusi Pajak Reklame terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kota Surabaya Tahun 2010-1012
Tahun Pajak reklame Pendapatan Asli Daerah Kontribu
si
2010 Rp. 98.705.063.186,00 Rp. 908.647.775.730,37 10,86 %
2011 Rp. 90.232.362.728,38 Rp. 1.887.112.473.639,79 4,78 %
2012 Rp. 117.601.450.951,00 Rp. 2.279.622.816.832,61 5,16 %
Dari tabel diatas dapat diketahui kontribusi pajak reklame terhadap
pendapatan asli daerah kota Surabaya dari tahun 2010 sampai dengan 2012
mengalami fluktuatif. Dimana pada tahun 2010 kontribusi pajak reklame sebesar
10,86 %, sedangkan pada tahun 2011 kontribusi pajak reklame mengalami
penurunan yang sangat drastis yaitu hanya sekitar 4,78 %. Dan pada tahun 2012
mengalami peningkatan sedikit yaitu sebesar 5,16 %.
Berdasarkan data tersebut diatas dapat diketahui, meskipun penerimaan
pendapatan asli daerah kota Surabaya dari sektor pajak reklame pada tahun 2012
nominalnya mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011. Tetapi pada tahun
2010 lah pajak reklame memiliki kontribusi yang paling besar dibandingkan tahun
2011 dan tahun 2012. Rationya adalah pada kenyataannya pajak reklame
mempunyai potensi yang cukup signifikan yang dapat dijadikan sumber
fokus dan serius dalam mengelola pajak reklame sehingga penurunan kontribusi
reklame tahun 2011 dan tahun 2012 tidak terjadi kembali.
2.2. Karakteristik Objek Reklame Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan objek adalah
“sasaran atau tujuan”. Sedangkan berdasarkan Balck’s Law Dictionary yang
dimaksud dengan objek adalah “something sought to be attained or accomplished,
an end, goal or purpose”10. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan yang
dimaksud dengan objek reklame adalah sasaran atau tujuan dari penyelenggaraan
reklame.
Berkaitan dengan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang muncul
dalam penyelenggaraan reklame yakni berupa pajak daerah dan retribusi daerah,
selanjutnya penulis menguraikan perbedaan antara pajak dearah dan retribusi
daerah. Secara umum pengertian pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh
negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan
dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi
kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung.11 Berdasarkan Pasal 1 angka
10 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud pajak daerah adalah
kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan unang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
10
Henry Campbell ,black’slaw Eight Edition, West Publishing, Co USA, 2004, h..304
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Retribusi daerah, berdasarkan Pasal 1 angka 64 UU Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan retribusi daerah
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
Berdasarkan penjelasan mengenai konsep pajak daerah dan retribusi daerah
diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai perbedaan antara pajak daerah dan
retribusi daerah, Slamet Munawir dalam bukunya Perpajakan Untuk SLTA
menguraikan perbedaan tersebut sebagaimana dikutip oleh Marihot P. Siahaan
antara lain sebagai berikut:12
a. Kontra prestasi pada retribusi dapat ditunjukkan secara langsung sedangkan pajak kontra prestasinya tidak dapat ditunjukkan secara langsung;
b. Balas jasa pada retribusi berlaku khusus hanya berlaku untuk orang tertentu, yaitu pihak yang telah membayar retribusi, sedangkan pajak balas jasanya berlaku umum semua rakyat menikmati balas jasa baik yang membayar pajak maupun yang dibebaskan membayar pajak
c. Retribusi hanya berlaku untuk orang tertentu yaitu pihak yang menikmati jasa pemerintah yang ditunjuk, sedangkan pajak berlaku umum artinya berlaku utnuk setiap orang yang memenuhi syarat untuk dikenakan pajak. d. Retribusi hanya dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah, sedangkan Pajak dapat dipungut oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Dalam hal ini pengaturan karakteristik objek reklame berdasarkan Undang-
Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
sebagaimana dijelaskan di bawah ini:
2.2.1 Pajak Daerah Reklame
Berdasarkan Pasal 47 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
dimaksud dengan objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame,
yang meliputi:
a. Reklame papan/ billboard /videotron/ megatron b. Reklame kain
c. Reklame melekat, stiker d. Reklame selebaran
e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan f. Reklame udara
g. Reklme apung h. Reklame suara i. Reklame film / slide j. Reklame peragaan
Pengecualian terhadap objek reklame yang tidak dikenakan pajak antara
lain:13
a. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan, warta bulanan dan sejenisnya;
b. Label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya
c. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi
d. Reklame yang diselenggarakan oleh pemeintah atau pemerintah daerahPenyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
2.2.2 Retribusi Daerah atas Objek Reklame
UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak menyebutkan secara eksplisit
mengenai pengenaan retribusi daerah atas objek reklame. Namun, berdasarkan
peraturan daerah mengenai tata cara penyelenggaraan reklame di beberapa daerah,
contohnya adalah Surabaya terdapat pengenaan retribusi terhadap objek reklame.
Pengenaan retibusi tersebut diperuntukkan bagi penyelenggaran reklame
jenis-jenis tertentu, antara lain:
a. Retribusi izin mendirikan bangunan, diperuntukkan untuk jenis reklame
jenis reklame megatron dan reklame papan dengan luas bidang reklame
lebih dari 8 m2 ( delapan meter persegi).
b. Retribusi izin pemakaian tempat-tempat yang dikuasai daerah
c. Retribusi izin pergantian biaya cetak peta
Secara garis besar UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur, bahwa
objek dari retribusi adalah meliputi:
a. Jasa Umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Berdasarkan Pasal 10 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
termasuk jenis retribusi jasa umum antara lain:
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
c. Retribusi Pergantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil
d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Penguburan Mayat e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan umum
f. Retribusi Pelayanan Pasar
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
h. Retribusi Pemeriksaan Atas Pemadam Kebakaran i. Retribusi Pergantian Biaya Cetak Peta
j. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus k. Retribusi Pengelolaan Limbah Cair
m. Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan
n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi
b. Jasa Usaha, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi14:
1. Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaan daerah
yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau
2. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan secara
memadai oleh pihak swasta.
Berdasarkan Pasal 127 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
termasuk jenis retribusi jasa usaha antara lain:
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan daerah
b. Retribusi Pasar Grosir dan / atau Pertokoan c. Retribusi Tempat Pelelangan
d. Retribusi Terminal
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir
f. Retribusi Tempat Penginapan / Pesanggrahan / Villa g. Retribusi Rumah Potong Hewan
h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga j. Retribusi Penyebrangan di Air
k. Retribusi Penjualan produksi Usaha Daerah
c. Perizinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan
atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Berdasarkan Pasal 140 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
termasuk jenis Retribusi Perizinan Tertentu antara lain:
a. Retribusi Izin mendirikan Bangunan (IMB)
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
c. Retribusi izin Gangguan
d. Retribusi izin Trayek
e. Retribusi izin Usaha Perikanan
Berdasarkan uraian mengenai karakteristik pemungutan reklame yang
sebagaimana diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatas, maka
karakteristik pemungutan atas penyelenggaraan reklame hanya dapat dipungut
sebagai pajak daerah dan retribusi daerah.
2.2.3. Sistem Pemungutan Pajak Daerah Reklame
Sistem pemungutan pajak daerah pada dasarnya sama seperti pemungutan
pajak pusat, yaitu menggunakan tiga sistem pemungutan pajak.15 Menurut
Siahaan sebagaimaan dikutip oleh Dina Aulia Yuliasni Asmadi sistem
pemungutan pajak daerah tersebut antara lain:16
1. Self Assessment System
Dalam sistem ini, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terhutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).
15
Dina Aulia Yuliasni Asmadi, Analisis Implementasi Pemungutan Pajak Reklame atas
Reklame Rokok Pada Warung Dan Kios Di Kabupaten Bogor, Skripsi, fakultas Ilmu Sosial dan
2. Official Assessment System
Dalam sistem ini, besarnya pajak ditetapkan terlebih dahulu oleh Kepala Daerah atau pejabat daerah yang ditunjuk melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan.
3. Withholding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya yang terutang oleh wajib pajak.17
Sistem pemungutan pajak daerah reklame dapat ditinjau dari sistem
pemungutan pajak yang dianut oleh UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Karena UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan landasan
yuridis dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah reklame. UU Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah menganut sistem pemungutan pajak official assessment
system dan self assessment system. Hal ini berdasar Pasal 96 ayat 2 UU tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dinyatakan bahwa “ setiap Wajib Pajak
membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan”,
Hal ini dipertegas pada penjelasan Pasal 96 ayat 2 UU tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah bahwa penentuan tata cara pengenaan pajak yang pertama
adalah pajak dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh
Kepala Daerah melaui Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain
yang dipersamakan. Cara yang kedua adalah pengenaan pajak yang memberikan
kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,