• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pengetahuan Mengenai Kesehatan 1. Sehat

JENETALLASA DAN UNSUR BUDAYANYA

2.5. Sistem Pengetahuan Mengenai Kesehatan 1. Sehat

Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial-budaya. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan, baik secara biologis, psikologis maupun sosial budaya.

Ada banyak pengertian tentang sehat ataupun konsep mengenai sehat. Menurut WHO, sehat adalah “a state of

complete physical, mental, and social well being and not merely the absence of illness or indemnity” (suatu keadaan yang

semputna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan).

Sehat juga diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif. Bukan hanya merupakan suatu kondisi secara physical melainkan suatu penyesuaian dalam bentuk adaptasi individu terhadap lingkungan sosialnya.

Selain defenisi WHO, Pander (1982) juga mengartikan sehat sebagai perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubugan dengan orang lain (aktualisasi).

Sedangkan menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan.

Dari penjelasan lebar di atas, Dg. Cc, mengemukakan bahwa:

“…yang dikatakan sehat itu kalau perasaan kita baik, nyaman, fisik kita kuat, pikiran kita tidak kacau, dan tidur kita enak.”

Senada dengan hal di atas, Dg. Sr juga mengatakan bahwa:

Sehat itu kalau makanan terasa enak, kalau kita kerja kuat dan persaan enak, tidur nyenyak dan nyaman, dan kalau ke kebun kerja enak perasaan.”

Sesuai uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesehatan terdiri dari tiga dimensi yaitu, fisik, psikis, dan sosial yang diartikan secara lebih positif, dengan kata lain bahwa seseorang diberi kesempatan untuk mengembangkan seluas-luasnya kemampuan yang dibawanya sejak lahir untuk mendapatkan sehat.

Apa yang dianggap normal oleh seseorang masih mungkin dinilai abnormal oleh orang lain. Masing-masing individu, kelompok atau bahkan masyarakat memiliki patokan tersendiri dalam mengartikan sehat. Banyak orang hidup sehat walau status ekonominya kekurangan, tinggal ditempat yang kumuh dan bising, mereka tidak mengeluh adanya gangguan.

Hal ini menjelaskan pula bahwa konsep sehat bersifat relatif yang bervariasi sangat luas antara sesama orang walau dalam ruang atau wilayah yang sama. Sehat tidak dapat pula diartikan sebagai sesuatu yang statis, menetap pada kondisi tertentu, melainkan harus dipandang sebagai fenomena yang dinamis.

Pepkins (dalam Dian Husada, 2010) kemudian mendefenisikan sehat sebagai keadaan keseimbangan yang dnamis dari badan dan fungsi-fungsinya sebagai hasil penyesuaian yang dinamis terhadap kekuatan-kekuatan yang cenderung mengganggunya

2.5.2. Sakit

Dimana ada sehat, disitu ada sakit. Begitulah kurang lebih siklus hidup dalam kehidupan ini. Selain sehat, sakitpun memiliki beberapa pengertian atau konsep seperti apa yang dikatakan sakit. Bauman (1985) mendefenisikan sakit sebagai ketidakseimbangan dari kondisi normal tubuh manusia di antaranya sistem biologic dan kondisi penyesuaian.

Menurut Pemons (1972), sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai tatalitas termasuk keadaan organism sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya.

Sakit juga dapat didefinisikan apabila seseorang menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lan yang menyebabkan aktivitas kerja/lainnya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit. Seperti yang dikemukakan oleh informan kami, Dg. Bc mengatakan bahwa:

“Kalau sakit itu tidak ada yang kita rasa baik, perasaan tidak enak terus. Sakit itu juga pemberian dari Tuhan

Yang Maha Kuasa. Apapun yang dimakan, kalau kita sudah waktunya sakit ya sakit karena kehendak Allah. Ada juga biasa dokter bilang kalau sakit itu dari makanan yang kita makan.”

Hal serupa juga diUtarakan oleh salah satu informan kami Dg. Sr menjelaskan bahwa:

“Sakit itu kalau kita rasa makanan yang kita makan tidak enak, tidak nyaman, pokoknya tidak enak perasaan biar makan. kita tidak bisa tidur nyenyak. Kita tidak bisa kerja ke kebun. Badan kita lemas, perasaan pusing.“

Berbicara mengenai pelayanan kesehatan yang biasa digunakan oleh masyarakat desa Jenetallasa, ada dua pilihan tempat yang biasa bahkan sering dimanfaatkan oleh masyarakat, di antaranya adalah pelayanan kesehatan Puskesmas Tompobulu atau yang lebih familiar oleh masyarakat adalah Puskesmas Boro’ atau Boro’ yang letaknya berada di desa Tompobulu yang jarak tempuhnya kurang lebih 7 kilometer lebih jika ditempuh dari desa Jenerallasa. Juga pelayanan kesehatan Puskesmas Loka yang juga jaraknya kurang lebih 7 kilometer jika ditempuh dari desa Jenetallasa juga. Akan tetapi letaknya Puskesmas tersebut secara administratif berada di wilayah kabupaten Bantaeng yang merupakan tetangga kabupaten dengan kabupaten Jeneponto.

Kedua pelayanan kesehatan inilah yang menjadi pilihan untuk sebagian besar masyarakat desa Jenetallasa ketika hendak melakukan pemeriksaan kesehatan ataupun berobat dikala menderita sakit.

Hal ini yang diungkapkan oleh informan kami. Menurut Nn 50 tahun bahwa:

“Biasanya kalau sakit asma saya kambuh atau mau periksa kesehatan, saya ke boro (sebutan untuk

Puskesmas tompobulu) atau ke Loka (sebutan untuk Puskesmas di Loka, Bantaeng). Tapi kalau saat ini saya lebih sering berobat di Loka, sebab obat yang dari Puskesmas boro tidak mempan untuk menyembuhkan, walaupun obatnya sudah habis diminum tetap saja tidak ada perubahan. Makanya saya lebih sering ke pak Muhammad, perawat yang di Puskesmas Loka karena obatnya bagus dan mampan serta kondisi kesehatan menjadi baik rasanya. Kalau sekarang ini saya sudah tidak pernah lagi berobat ke Puskesmas boro, walaupun obatnya gratis. Saya lebih memilih berobat d Puskesmas Loka walaupun harus bayar karena obatnya manjur.”

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa kebiasaan masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan disaat mereka sakit atau hanya sekedar ingin memeriksakan kesehatan sudah sangat besar dan partisipatif.

Pelayanan kesehatan gratis di setiap daerah untuk setiap pemeriksaan dan untuk obat-obatnya. Namun masyarakat sesungguhnya masih ada yang lintas kabupaten untuk melakukan pengobatan dan pemeriksaan, bahkan mereka rela untuk membayar demi kesembuhan, demi kesehatan.

Hal ini pula diungkapkan oleh Dg. Cc bahwa:

“Kalau saya biasa beli obat di Loka. Karena kalau obat di Boro tidak berfungsi (tidak mampan) walaupun obatnya tidak dibeli (gratis). Lebih bagus obat yang dibeli karena dapat menyembuhkan (ada khasiatnya). Kalau penyakit saya kambuh, sakit dada, saya pasti ke Puskesmas Loka atau ke rumah pak Muhammad untuk periksa.”

Lebih lanjut Dg. Cc mengatakan bahwa:

“Satu waktu saya pernah ke Boro’ untuk periksa sekaligus berobat, sesampainya di sana, pegawainya marah-marah, saya tidak tau marah karena apa. Jadi

saya bilang, kalau saya sehat, tidak mungkin saya datang ke sini. Kalau perlu, saya akan bayar semuanya kalau saya sehat. Itu pegawainya (perempuan) ‘tukang’ marah. Setelah dari situlah saya sudah tidak pernah lagi berobat ke Boro’.”

2.6. Bahasa

Mempelajari berbagai unsur yang terdapat dalam sebuah kebudayaan sangat penting untuk memahami kebudayaan manusia. Kluckhon dalam bukunya yang berjudul Universal

Categories of Culturemembagi kebudayaan yang ditemukan pada

semua bangsa di dunia dari sistem kebudayaan yang sederhana seperti masyarakat pedesaan hingga sistem kebudayaan yang kompleks seperti masyarakat perkotaan. Kluckhon membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal atau disebut dengan kultural universal. Menurut Koentjaraningrat istilah unitahun 1985, universal menunjukkan bahwa unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia.

Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia.

Menurut Koentjaraningrat, unsur bahasa atau sistem perlambangan manusia secara lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi adalah deskripsi tentang beberapa ciri terpenting dari bahasa yang diucapkan oleh etnik bangsa yang bersangkutan beserta variasi-variasi dari bahasa itu. Ciri-ciri menonjol dari bahasa etnik bangsa tersebut dapat diuraikan dengan cara membandingkannya dalam klasifikasi bahasa-bahasa sedunia pada rumpun, subrumpun, keluarga dan subkeluarga. Menurut Koentjaraningrat menentukan batas daerah penyebaran suatu bahasa tidak mudah karena daerah perbatasan tempat tinggal individu merupakan tempat yang sangat intensif dalam berinteraksi sehingga proses saling memengaruhi perkembangan bahasa sering terjadi.

2.7. Kesenian