• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Sistem Agribisnis PT Hasta Mina Anyer

5.2.3 Sub-Sistem Produksi Primer

Subsistem produksi menyangkut hal yang berkaitan dengan urutan proses produksi. Subsistem produksi primer menjadi jaminan bagi perusahaan dalam peningkatan proses produksi. Oleh karena itu, keberhasilan produksi perusahaan tergantung pada cara perusahaan dalam melakukan proses produksi.

PT Hasta Mina Anyer dalam melakukan produksi untuk menghasilkan benur yang baik selalu memperhatikan runtutan proses produksi yang dijalankan. Proses produksi yang dijalankan harus sangat diperhatikan dengan baik karena akan menjadi ukuran keberhasilan dalam menghasilkan benur yang baik. Proses produksi yang dilakukan dimulai dari pengadaan induk Udang Windu sampai dengan pemanenan.Gambar 9 memperlihatkan runtutan proses produksi pada subsistem produksi yang dijalankan PT Hasta Mina Anyer.

Gambar 9. Sub-Sistem Produksi pada PT Hasta Mina Anyer Subsistem Sarana dan

Prasarana Produksi PT Hasta Mina Anyer

Pengadaan Induk Pemijahan Induk Penetasan telur Pemeliharaan larva : a. Pemberian pakan b. Penanggulangan Penyakit Pemanenan benur

5.2.3.1Pengadaan Induk Udang Windu

Kualitas induk Udang Windu menjadi prasyarat yang harus dipenuhi, karena akan menentukan mutu benur yang dihasilkan. Induk udang yang terbaik adalah induk Udang Windu yang ditangkap di laut. Induk yang ditangkap

merupakan induk betina yang matang telur dan induk jantan yang gonadnya dapat berkembang secara sempurna.

Induk yang didatangkan di seleksi secara fisik dan juga mengalami seleksi secara acak yang kemudian diambil sebagai speciment untuk dilakukan uji PCR (Polimerase ChainReaction). Uji PCR lebih baik dilakukan pada tiap ekor induk agar dapat diketahui induk yang membawa penyakit dapat langsung diambil. Uji PCR ini dilakukan jauh dari lokasi sehingga dilakukan seleksi secara acak terhadap induk yang akan mengalami uji PCR.

Induk Udang Windu PT Hasta Mina Anyer didatangkan langsung dari dua perairan berbeda seperti Medan dan Malingping/Pandeglang atau kombinasi dari Lampung dan Pangandaran. Induk hasil tangkapan ini diperoleh dari penampung induk udang yang dijual dengan kisaran harga mulai dari Rp

15.000,00 sampai dengan Rp 25.000,00 per ekor untuk induk betina yang matang telur dan Rp 2.500,00 sampai dengan Rp 5.000,00 per ekor untuk Udang Windu jantan.

Calon induk (spawner) setelah diperoleh ditempatkan dalam bak induk terlebih dahulu agar beradaptasi dengan salinitas dan temperatur air di tempat pembenihan. Proses tersebut berlangsung selama kurang lebih satu hari, tanpa diberi makan.

Setelah induk Udang Windu betina diperoleh, maka dilakukan proses ablasi, yaitu pemotongan tangkai mata dengan tujuan merangsang kematangan gonad induk Udang Windu. Kematangan telur pada induk Udang Windu dapat dilihat dari perkembangan ovarium yang terletak pada punggung tubuh udang mulai dari karapas sampai ke bagian pangkal ekor.

5.2.3.2Pemijahan Induk Udang Windu

Sebelum digunakan, bak perkawinan dan pemijahan dicuci bersih dengan menggunakan campuran air tawar bersih dan klorin sebanyak 50 ppm. Selanjutnya

dibilas dengan air laut yang bersih kemudian didiamkan beberapa menit. Setelah agak mengering, bak diisi dengan air laut bersih yang memiliki salinitas 28 ppt – 30 ppt dan temperatur 28oC – 29oC. Jika temperatur dan salinitas sudah stabil, aerasi diaktifkan agar air dalam bak jenuh dengan oksigen terlarut

Induk Udang Windu yang masih ditampung dalam bak penampungan, dikontrol dan diamati satu per satu, tiga hari setelah dilakukan ablasi. Apabila perkembangan ovarium pada bagian kepala sudah terlihat jelas, berarti kematangan puncak telur telah tercapai.

Setelah kematangan telur tercapai, induk dapat dipindahkan ke dalam bak perkawinan. Induk udang jantan dipindahkan terlebih dahulu baru kemudian induk udang betina yang telah mencapai tingkat kematangan gonad dipindahkan ke dalam bak perkawinan. Apabila pada malam pertama induk udang belum juga bertelur, maka pada hari kedua air dalam bak perkawinan harus diganti.

Apabila telur telah dikeluarkan secara sempurna maka induk udang harus segera dikembalikan ke bak penampungan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah agar telur yang sudah dikeluarkan tidak dimakan lagi oleh induk udang.

5.2.3.3Penetasan Telur

Seperti pada proses pemijahan, sebelum digunakan bak penetasan juga harus dicuci bersih seperti pada cara membersihkan bak pemijahan. Induk Udang Windu yang sudah bertelur dapat diketahui melalui sisa-sisa jaringan berwarna jingga yang mengapung di permukaan air bak perkawinan. Di dalam sisa-sisa jaringan ini tercampur telur hasil pemijahan. Untuk mengambil telur hasil pemijahan digunakan serok bermata 500 mikron.

Telur hasil pemijahan harus dikumpulkan dengan hati-hati, dengan menggunakan saringan bermata 20 mikron. Selanjutnya, telur ditempatkan dalam waskom yang berisi air laut bersih. Semua telur yang telah terkumpul dalam saringan dibilas dengan air laut yang bersih dan segar. Setelah itu, telur

dipindahkan ke bak penetasan yang telah disiapkan. Telur yang baik akan menetas dalam waktu 10-12 jam sejak dipijahkan. Untuk mempercepat proses penetasan dapat dilakukan pengadukan.

5.2.3.4 Pemeliharaan Larva Udang Windu

Setelah telur Udang Windu menetas menjadi larva, maka dibutuhkan berbagai proses pemeliharaan larva udang. Pemeliharaan larva udang dimulai dari tingkat larva nauplius kedua (N2) sampai dengan tingkat post-larva ke tujuh (PL-12). Pemeliharaan dilakukan di dalam bak dengan ruang tersendiri, yakni ruang pemeliharan larva Udang Windu. Oleh karena itu kebersihan sarana dan prasarana yang digunakan akan menjamin keberhasilan benur udang yang akan dihasilkan.

Sehari sebelum larva nauplius dipindahkan ke bak pemeliharaan, air dalam bak diberi EDTA (ethylene dinitrilotetra acetic) sebanyak 2 ppm atau 2 gram/ton. Tujuan pemberian EDTA adalah untuk mengurangi daya lekat sesuatu terhadap zat lainnya dan mengendapkan logam berat.

Pemindahan harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Cara yang dilakukan sangat sederhana namun menjamin keamanan yaitu dengan menyerok

menggunakan gayung plastik. Pada stadium larva nauplius, larva udang windu tidak perlu diberi makanan.

Pemeliharaan larva Udang Windu berkaitan dengan dua proses utama, yaitu :

a. Pemberian pakan

Pemberian pakan dimulai dari stadium zoea atau setelah larva nauplius berusia 6 hari (N6). Jenis makanan alami yang digunakan untuk satadium zoea berupa plankton biasanya dari genus Skeletonema sp. Stadium zoea berlangsung 4 hari. Plankton diberikan pada saat larva sudah mencapai zoea pertama (Z1) sampai zoea ketiga (Z3).

Untuk stadium zoea , makanan yang diberikan berupa plankton sebagai makanan alami. Pemberian makanan alami untuk zoea dilakukan 2 kali sehari, yakni pada pukul 12.00 dan 20.00. Selain pakan alami, diberikan pula pakan buatan yang diberikan 4 jam sekali.

Setelah mencapai hari keempat, zoea biasanya hampir seluruhnya telah berubah menjadi misis. Stadium misis selalu dicirikan dengan posisi renang selalu terbalik. Stadium misis berlangsung mulai dari misis pertama (M1) sampai misis ketiga (M3). Pakan alami yang diberikan berupa Artemia sp. Artemia sp ini dikultur sendiri dari telur atau kista yang dibeli di toko perikanan.Sementara itu,

untuk pakan buatan yang diberikan sebaiknya berupa butiran halus yang agak melayang di dalam air.

Setelah melewati stadium nauplius, zoea dan misis pada hari ketujuh larva udang sudah berubah menjadi stadium post larva. Stadium ini dicirikan dengan bentuk tubuh yang lurus atau tidak berenang dengan kaki terbalik. Pakan alami yang diberikan berupa Artemia sp 100 gr/hari. Pemberian pakan dilakukan pada pukul 08.00 dan 20.00. Sementara itu makanan buatan diberikan sebanyak 2 gr/hari dengan saringan makanan yang berukuran 200 mikron.

Takaran pemberian pakan alami berbagai stadium larva Udang Windu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Takaran Pakan Alami dari Berbagai Stadium Larva Udang Windu Stadium Larva Kepadatan (sel/cc) Zoea pertama (Z1) 5000 – 10.000 Zoea kedua (Z2) 10.000 – 15.000 Zoea ketiga (Z3) 15.000 – 30.000 Misis pertama (M1) 20.000 Misis kedua (M2) 20.000 Misis ketiga (M3) 20.000

Post larva 100 gr/hari

Sumber : Bambang AM , 2000

b. Penanggulangan penyakit

Berdasarkan penyebabnya, penyakit udang dapat dibedakan menjadi dua yaitu penyakit infeksi (protozoa,bakteri,virus dan cacing) serta penyakit non-infeksi (lingkungan,bahan beracun, nutrisi). Sementara itu pada usaha pembenihan Udang Windu ada dua jenis penyakit berdasarkan objek yang diserang yaitu, penyakit induk Udang Windu serta penyakit pada telur dan larva Udang Windu.

Pencegahan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Adapun cara yang dilakukan antara lain adalah perbaikan kualitas air, mengurangi kepadatan, mengurangi stres (cekaman), dan pemberian obat-obatan secara terkontrol seperti terramicin, eritromicin,choramphericol, dan furanace. Tabel 2

memperlihatkan lebih jelas penggunaan obat-obatan terhadap berbagai penyakit larva Udang Windu.

Tabel 2. Penggunaan Obat-Obatan Terhadap Penyakit Larva Udang Windu

Obat-Obatan Penyakit

Terramicin Bakteri non-filamen (bakteri menyala)

Eritromicin Bakteri non-filamen (bakteri menyala)

Choramphericol Bakteri non-filamen (bakteri menyala)

Furanace Bakteri filamen (Leuconthrix mucor)

dan bakteri non- filamen (bakteri menyala)

Sumber : Bambang AM, 2003

Oleh karena itu, pendekatan pengelolaan sistem pemeliharaan yang baik dan benar akan menentukan keberhasilan dalam upaya melakukan pencegahan terhadap penyakit.

5.2.3.5Pemanenan benur

Setelah semua tahap dilalui, maka benur telah siap dipanen. Benur yang dipanen adalah benur antara PL-11 dan PL-12, karena benur pada umur panen tersebut merupakan benur yang banyak dipesan oleh pelanggan. Untuk melakukan pemanenan benur perlu dilakukan cara-cara sebagai berikut :

• Air dalam bak pemeliharaan larva diturunkan perlahan-lahan dengan penyifonan, sampai tertinggal setengahnya

• Benur diambil atau dipanen dengan menggunakan serok, selanjutnya diambil gayung plastik, dan ditempatkan dalam ember plastik yang diaerasi.

• Sisa benur diambil dengan cara menempatkan kantong plastik saringan pada pintu pembuangan air dari bak pemeliharaan larva.

• Kran pipa pembuangan pada bak pemeliharaan larva dibuka sehingga benur akan tertampung dalam saringan, kemudian secara bertahap benur dipindahkan ke dalam ember penampung.

Dokumen terkait