• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem tanpa Redaman dengan Gaya Eksitasi Harmonik

Dalam dokumen Getaran Struktur Unesco Bookpaper (127hlm) (Halaman 99-111)

BAB IV GETARAN YANG TEREKSITASI SECARA

4.1 Sistem tanpa Redaman dengan Gaya Eksitasi Harmonik

Eksitasi harmonik sering dihadapi dalam sistem rekayasa. Eksitasi ini biasanya dihasilkan oleh ketidaksetimbangan pada mesin-mesin yang berputar. Walaupun eksitasi harmonik murni lebih jarang terjadi dibanding eksitasi periodik atau eksitasi jenis lain, namun mempelajari sifat sistem yang mengalami eksitasi harmonik adalah penting agar dapat mengerti jenis eksitasi yang lebih umum. Eksitasi harmonik dapat berbentuk gaya atau simpangan beberapa titik dalam sistem. Sistem getaran tanpa redaman dengan gaya eksitasi harmonik bisa dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Sistem tanpa redaman dengan eksitasi harmonik

Dari diagram benda bebas diperoleh persamaan diferensial gerakannya

kx = F0sinΩt (4.1)

Persamaan ini biasa disebut getaran harmonik paksa, dan F(t) = F0 sin ωt

disebut fungsi gaya harmonik (harmonic forcing function). Persamaan (4.1) merupakan persamaan diferensial linier non-homogen yang solusi umumnya adalah jumlah solusi homogen dan solusi partikulir (khusus). Contoh persamaan diferensial linier order-n sebagai berikut.

(4.2)

Solusi umumnya adalah

m

k

k x

m

x

F

0

sin Ωt

y = y hom + ypart (4.3)

yhom didapat dengan memisalkan q(x) = 0

ypart ditentukan untuk q(x) ≠ 0

Untuk kasus pada persamaan (4.1) penyelesaian homogennya xhom = 0,

sehingga

+ kx= 0 (4.4)

Penyelesaiannya seperti pada persamaan (2.2) yaitu

xhom= A1cosωnt + A2sin ωnt (4.5)

Solusinya partikulir persamaan (4.1) diperoleh dengan asumsi x adalah proposional dengan sin Ωt, sehingga

xpart = A3sin Ωt (4.6)

Substitusi xpart dan part ke persamaan (4.1) didapatkan

-mΩ2 A3sinΩt + kA3sinΩt = F0 sinΩt

(-mΩ2 + k)A3 = F0 A3 = = A3= ( ) (4.7) jadi

(

)

(4.8)

Solusi umum persamaan (4.1) adalah

( ) (4.9)

Gambar 4.2 Solusi homogen, partikulir dan umum untuk kasus

underdamped xh(t) xp(t) x(t) = xh(t) + xp(t) O O O t t t

Dari persamaan (4.9) terlihat bahwa respon x merupakan gabungan antara respon getaran bebas dan respon yang tergantung pada gaya pengganggu. Jika kita tertarik untuk menganalisa respon yang tergantung pada gaya pengganggu saja (xpart), maka disebut keadaan tunak dari

getaran paksa (Steady state forced vibration). Jika kita tertarik untuk menganalisa respon keseluruhan, maka disebut keadaan transien (transient state). Analisa mana yang kita pilih tergantung dari jenis gaya eksitasi. Untuk F(t) periodik menggunakan analisa keadaan tunak, tetapi untuk F(t) non-periodik menggunakan analisa keadaan transien. Variasi keadaan homogen, partikulir dan solusi umum fungsi waktu untuk tipe tertentu bisa dilihat pada Gambar 4.2. Di sini terlihat bahwa xh(t) akan berhenti dan berganti x(t) setelah melewati waktu tertentu ( ).

4.1.1 Steady state forced vibration

Di sini kita analisis penyelesaian partikulir (xpart) saja dalam hal ini

terdapat pada persamaan (4.8).

(

)

faktor F0/k sin Ωt adalah defleksi akibat gaya F0 sin Ωt yang terjadi jika gaya bekerja secara statik. Faktor

dihitung untuk gaya F0sin Ωt yang

bekerja secara dinamik. Persamaan (4.8) dapat ditulis

(

)

(4.10)

di mana xst = F0/k merupakan perpindahan statik karena gaya konstan F0.

Harga absolut faktor

disebut faktor pembesaran (magnification

|

| (4.11)

di mana: β = faktor pembesaran (tergantung dari perbandingan frekuensi Ω/ωn)

Ω = frekuensi gaya pengganggu

ω = frekuensi natural dari sistem getaran bebas

Dilihat dari harga-harga Ω dan ωn maka bisa dibedakan dalam beberapa kasus, antara lain

Kasus 1: bila harga Ω ωn, maka harga β ≈ 1 dan defleksi seperti pada

kasus dari gaya F0sin Ω statik.

Kasus 2: bila harga Ω < maka harga β > 1 dan getaran dikatakan ada dalam fase dengan eksitasi. Perpindahan memiliki arah yang sama dengan

arah gaya pengganggu. Untuk Ω mendekati , faktor pembesaran dan amplitudo getaran paksa bertambah secara cepat.

Kasus 3: bila harga Ω = , maka harga β = dan merupakan kondisi resonansi, sehingga amplitudo getaran menjadi tak terhingga.

Kasus 4: bila harga Ω > , maka harga β menurun menuju nol, respon dikatakan keluar dari fase, perpindahan massa berlawanan arah dengan

gaya. Untuk Ω >> , maka amplitudo getaran sangat kecil dan dalam banyak kasus sistem dipertimbangkan kembali seperti stasioner.

Dari keempat kasus di atas maka kita bisa menggambarkan secara lebih jelas seperti Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Hubungan pembesaran dengan perbandingan frekuensi gaya

pengganggu dan frekuensi diri

Contoh soal 4.1

Suatu sistem pegas-massa seperti pada Gambar 4.4. Misalkan ujung atas pegas dikenakan sebuah gerak harmonik sederhana = sin Ω dalam arah vertikal. Tentukan persamaan matematika untuk keadaan tunak.

Jawab:

Gambar 4.4 Sistem pegas dan masa dengan gaya eksistasi

1 1 2 3 2 3 β Ω/ωn

W

k

x

x

g

,

Jika kita ukur perpindahan x pada berat W dari posisi kesetimbangan pada = 0, perpanjangan dari pegas pada saat t adalah x-

+ , dan gaya dalam pegas yang sesuai adalah k (x ) + W. Jadi persamaan gerak benda menjadi

=W - [ ] (E.1)

+ kx = k (E.2)

+kx =kd (E.3) Jadi persamaan gerak menjadi

+ kx = q (E.4) di mana q=k d

Persamaan (E.4) secara matematika sama seperti persamaan (4.1) yang mana solusi keadaan tunak (steady state) adalah

x = ( ) (E.5) karena q = k d, maka x = (d sinΩt ) ( ) (E.6)

Contoh soal 4.2. Sebuah roda berputar sepanjang permukaan dengan

kecepatan horizontal konstan sebesar v seperti Gambar 4.5 .Tentukan amplitudo getaran paksa vertikal dari berat W yang digabungkan ke sumbu

roda dengan sebuah pegas. Asumsikan bahwa defleksi statik dari pegas karena aksi dari berat W adalah = 3.86 in, v = 60 ft/s, dan permukaan didefinisikan oleh persamaan , di mana d = 1 in dan l = 36 in.

Jawab : = = = 100 rad/ = 10 rad/s

Bila v = konstan maka x = v t y = d sin

Gambar 4.5 Roda berputar di atas permukaan yang bergelombang

W

v

d

l

x

y

Getaran paksa pada beban W terjadi seperti kasus pada contoh 4.1, sehingga didapat x = (d sin ( ) di mana d =1 in Ω = = = π

Jadi amplitudo getaran paksa =

= 0.026 in

4.1.2 Transient State Force Vibrations

Kita perhatikan persamaan (4.12) yang merupakan respon keseluruan dari sistem.

x =

x = t + sin t +

( )

in (4.12) Kenyataannya x merupakan superposisi dari dua buah gerak harmonik yang memiliki amplitudo dan frekuensi berbeda, yang menghasilkan gerakan yang sangat kompleks. Namun demikian kita bisa mendekati kasus ini dengan keadaan tunak, hanya saja kita harus hati-hati dalam menentukan periodenya lihat Gambar 4.6. Untuk kondisi awal t = 0 maka x(t) = dan (t) = didapat

dan = -

(4.13)

x = cos t + sin t +

(4.14)

Jika = = 0, persamaan (4.14 ) menjadi

x =

(4.15)

Gambar 4.6 Gerakan kompleks yang didekati dengan keadaan tunak

Persamaan 4.15 menunjukkan respon untuk fungsi gaya F0sin Ωt,

dan terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah respon keadaan tunak

proposional dengan sin Ωt, sedangkan bagian kedua adalah getaran bebas

proposional dengan sin ωnt. Jumlahnya bukan merupakan gerak harmonik. Sekarang kita tinjau persamaan (4.15) untuk kasus Ω ≈ n. Kita gunakan

notasi

x

t

2π /

(4.16) Persamaan (4.15) kita tulis dalam bentuk

(4.17) Persamaan (4.16) dapat ditulis dalam bentuk

x =

(4.18) Kita kembangkan identitas trigonometri dan digunakan notasi pada persamaan (4.16), sehingga didapat

x = -

(4.19)

(4.20)

Dalam bentuk sudut fase persamaan (4.20) dapat ditulis

x = - Acos ( (4.21) Di mana

A = √ = arc tan

Bila persamaan (4.20) digambar akan dihasilkan seperti pada Gambar 4.7. Jadi bilamana Ω = n, amplitudo getaran bertambah secara

tak terhingga sesuai dengan waktu. Pada Gambar 4.7 terlihat bahwa secara teori sistem mencapai amplitudo tak terhingga pada saat resonansi, tetapi untuk mencapai hal tersebut membutuhkan waktu tak terhingga. Jadi dalam kasus sebuah mesin apabila didesain beroperasi di atas resonansi, tidak terlalu sulit bila dicoba melewati kondisi resonansi tersebut asalkan kondisi ini dibuat dengan cepat. Namun demikian percobaan menunjukkan bahwa jika suatu sistem bergetar diperbolehkan mencapai keadaan tunak sebelum resonansi, selanjutnya menjadi sulit mempercepat mesin melewati kondisi resonansi tersebut. Daya tambahan diperlukan untuk keperluan ini dengan menambah amplitudo getaran dari pada kecepatan mesin. Contoh dalam kasus ini adalah pergantian gigi pada sepeda motor atau mobil.

Gambar 4.7 Getaran resonansi

Dalam dokumen Getaran Struktur Unesco Bookpaper (127hlm) (Halaman 99-111)

Dokumen terkait