• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Sistem

Perkembangan ilmu sistem dan pemodelan masih terbilang baru. Penerapan ilmu sistem yang bersifat lintas disiplin (interdiciplines), memungkinkan telaah terhadap suatu permasalahan dilaksanakan melalui pendekatan yang komprehensif. Riset operasi (operation research) kemiliteran yang berawal pada zaman peperangan dalam dekade 1940-an, belakangan terbentuk menjadi suatu disiplin ilmu pengetahuan sistematis dan berkembang sebagai profesi tersendiri baik bagi dunia militer maupun operasi komersial. Kini riset operasi merupakan salah satu pengetahuan kesisteman selain cybernetic, riset sistem umum, ilmu pengetahuan organisasional dan kebijakan, ilmu pengetahuan manajemen serta ilmu pengetahuan komunikasi. Pendekatan sistem, atau pemikiran holistik (holistic thinking) baru pada akhir dekade 1940-an atau awal dekade 1950-an berkembang menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri. Antara lain dimulai dengan publikasi

20

Norbert Wiener yang berjudul Cybernetics (1948) dan tulisan-tulisan Ludwig von Bertalanffy mengenai Systems Thinking (1950) dan General System Theory (1968). (Turban dan Aronson, 2001; Honeycutt, 2000; Indrajit, 2000; Jackson, 2000; Midgley, 2000; Zhu, 1999; Blanchard, 1998; Kahaner, 1996; Coyle, 1995; Underwood, 1994; Blanchard & Fabrycky, 1981).

Selama sekitar dua dekade setelah itu, peranan pendekatan sistem (system approach) dalam teori-teori organisasi cukup dominan, meski pemikiran sistem (system thinking) tetap dinilai sebagai pembenaran teoretis terhadap metodologi praktis seperti riset operasional (operational research) (Honeycutt, 2000; Jackson, 2000; Midgley, 2000; Blanchard, 1998; Kahaner, 1996; Coyle, 1995).

Hingga dekade 1970-an, pemahaman mengenai sistem yang antara lain dikembangkan oleh Kuhn, disarati oleh istilah unsur (element), hubungan (relationship), lingkup (boundary), asupan (input), transformasi, keluaran (output), lingkungan (environment), umpan balik (feedback), atribut, tujuan (purpose), pengendalian (control), identitas dan jenjang (hierarchy). Sejumlah pakar yang mengacu pada teori sistem umum (general system theory) menekankan pada pendalaman mengenai sistem dunia nyata, sedang pakar lainnya mengembangkan metodologi berdasarkan prinsip kesisteman guna mempengaruhi dan mengubah sistem itu sendiri. Secara ringkas, semua bentuk sistem dinilai dapat diidentifikasikan melalui observasi empirik terhadap kenyataan dan dapat dianalisis melalui perluasan metoda (misalnya pemanfaatan model guna menggantikan percobaan laboratorium). Pada praktiknya, suatu sistem dapat dimanipulasikan sesuai dengan tujuan pemanfaatan sistem itu (Gates & Hemingway, 2000; Jackson, 2000; Midgley, 2000; Blanchard, 1998; Kahaner, 1996; Coyle, 1995; Durlach et al., 1994; Blanchard & Fabrycky, 1981).

Secara sederhana, sistem dapat diartikan sebagai kumpulan suatu entitas, dapat berupa manusia atau mesin atau unsur lain, yang bekerja secara sendiri-sendiri maupun bersama guna mencapai suatu tujuan logis tertentu. Pembelajaran mengenai hubungan masing-masing komponen dalam suatu sistem, dapat dilakukan dengan mengamati langsung sistem tersebut, atau dapat juga melalui suatu percobaan menggunakan model (Turban & Aronson, 2001; Blanchard, 1998; Kahaner, 1996; Coyle, 1995; Durlach et al., 1994; Underwood, 1994; Law & Kelton, 1991; Blanchard & Fabrycky, 1981).

Suatu model, dapat digunakan sebagai perwakilan suatu sistem yang akan dibentuk, atau dimanfaatkan guna menganalisis sistem yang sudah ada. Penyelidikan secara percobaan menggunakan model, menghasilkan rancangbangun atau keputusan

operasional yang memerlukan waktu lebih pendek dan biaya lebih rendah dibandingkan dengan manipulasi secara langsung terhadap sistem yang asli.

Model simbolik yang rumit memerlukan berbagai persamaan matematis yang sangat pelik sehingga kecil kemungkinannya menghasilkan pemecahan yang diinginkan. Pada kondisi demikian, pembelajaran mengenai model hanya dapat dilakukan melalui simulasi. Model matematis yang dipelajari secara simulasi, disebut model simulasi (Eriyatno, 1998; Blanchard, 1998; Coyle, 1995; Law & Kelton, 1991; Blanchard & Fabrycky, 1981).

Model simulasi dapat diklasifikasikan berdasarkan dimensinya. Model simulasi statis, biasanya direkayasa guna mewakili suatu sistem yang pada keadaan tertentu tidak berperan secara aktif. Salah satu contoh model simulasi statis yang paling populer adalah model-model Monte Carlo. Di lain pihak, ada yang disebut model simulasi dinamis, yang direkayasa guna mewakili suatu sistem yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan waktu atau dimensi lainnya (Midgley, 2000; Blanchard, 1998; Coyle, 1995; Law & Kelton, 1991).

Berdasarkan kepastian komponennya, model simulasi dibedakan pula menjadi deterministik dan stokastik atau probabilistik. Model simulasi deterministik merupakan model kuantitatif yang tidak berkandungan komponen yang berpeluang ketidakpastian (uncertainty). Contoh model simulasi deterministik yang sederhana misalnya yang menggunakan pemrograman linier (linear programming), Program Evaluation and Review Technique (PERT) maupun CPM (Critical Path Method) yang mendasarkan penelaahan pada faktor-faktor kritis yang dianggap memiliki nilai eksak tertentu pada waktu yang ditentukan. Contoh model simulasi deterministik lainnya adalah persamaan diferensial rumit yang disusun guna menjelaskan suatu proses reaksi kimia tertentu. Pada model simulasi deterministik, keluaran yang dihasilkan sudah dapat ‘ditentukan’ jika asupan dan hubungan dalam model sudah ditetapkan spesifikasinya, meski prosesnya memerlukan komputasi yang cukup lama (Midgley, 2000; Blanchard, 1998; Coyle, 1995; Law & Kelton, 1991).

Model probabilistik atau stokastik dibuat dengan berdasarkan penghitungan peluang dan ketidakpastian (uncertainty) yang umumnya digunakan dalam pengkajian dengan hasil keputusan yang tidak pasti. Antrean dan sistem persediaan (inventory), biasanya dikaji melalui model simulasi stokastik. Hasil model simulasi stokastik dengan sendirinya memiliki sifat acak, sehingga harus diterima hanya sebagai estimasi dari

22

karakteristik model yang sesungguhnya (Midgley, 2000; Eriyatno, 1998; Blanchard, 1998; Coyle, 1995; Law & Kelton, 1991; Blanchard & Fabrycky, 1981).

Pembagian model simulasi lainnya, didasari oleh tingkat perubahan model itu pada kurun waktu tertentu. model simulasi terpisah (discrete-event simulation model) biasanya dipergunakan dalam perwakilan sistem yang tingkat perubahannya pada kurun waktu tertentu sudah dapat diperhitungkan. Secara sederhana, model simulasi terpisah dapat diterapkan secara mencongak atau perhitungan dengan jari tangan. Pada model simulasi terpisah yang rumit dalam dunia nyata, volume data yang harus disimpan dan dimanipulasikan menuntut penggunaan komputer digital yang handal (Eriyatno, 1998; Blanchard, 1998; Coyle, 1995; Law & Kelton, 1991).

Model simulasi berkelanjutan (continuous simulation model) diterapkan guna mewakili sistem yang keadaan peubahnya bervariasi seiring dengan perubahan waktu. Salah satu ciri khas model simulasi berkelanjutan adalah penggunaan persamaan diferensial yang menggambarkan hubungan antara nilai perubahan keadaan peubah dengan waktu. Pada persamaan diferensial yang sederhana, pemecahan analitisnya dapat berupa nilai keadaan peubah bagi setiap waktu sebagai fungsi nilai keadaan peubah pada waktu 0 (t=0) (Midgley, 2000; Blanchard, 1998; Coyle, 1995; Law & Kelton, 1991).

Berdasarkan bentuk fisik dan fungsinya, model dapat dipisahkan menjadi empat golongan utama yakni model fisik, model analog, model skematis dan model matematis. Model fisik biasanya disebut juga model ikonik (iconic model), merupakan miniatur dari suatu sistem yang dibuat sedemikian rupa sehingga bentuknya mirip dengan sistem aslinya. Model analog adalah gambar, diagram atau kurva yang dapat mewakili suatu fenomena atau kejadian di alam nyata. Sedang model matematis sejauh ini merupakan pengertian umum model yang biasanya digunakan dalam ilmu keteknikan atau ekonomi dan manajemen (Marimin, 2004; Jackson, 2000; Kahaner, 1996; Mulyono, 1996; Coyle, 1995; Underwood, 1994; Law & Kelton, 1991).

Model matematis mewakili suatu sistem dalam bentuk kinerja logis maupun kuantitatif, sehingga memungkinkan dimanipulasi dan diubah guna diamati bagaimana reaksi dari sistem yang diwakilinya menghadapi perubahan atau tindakan manipulasi tersebut. Pembentukan model matematis, biasanya dilakukan guna mencari pemecahan analitis (analytical solution) atau upaya simulasi.

Suatu model matematis, harus diuji kesahihannya dalam mewakili sistem aslinya menanggapi perubahan-perubahan yang dihadapinya. Suatu model yang sederhana, dapat bekerja melalui hubungan-hubungan dan nilai-nilai tertentu sehingga menghasilkan

pemecahan analitis. Misalnya model matematis yang sederhana, berupa persamaan perpindahan panas (heat transfer) dapat digunakan dalam perhitungan analitis kebutuhan daya suatu proses pengolahan pangan. Pada kenyataan sehari-hari banyak sekali pencarian penyelesaian masalah secara analitis yang sangat rumit, seperti menghitung posisi bintang tertentu pada gugus Bimasakti, yang memerlukan komputasi rumit (Gates & Hemingway, 2000; Honeycutt, 2000; Law & Kelton, 1991; Blanchard & Fabrycky, 1981).

Penyelesaian analitis yang sahih bagi pemodelan sistem yang rumit, memerlukan berbagai persamaan matematis yang sangat pelik sehingga kemungkinan menghasilkan pemecahan yang diinginkan menjadi sangat kecil. Guna mengatasinya, pembelajaran mengenai model harus dilakukan melalui simulasi. Model matematis yang dipelajari secara simulasi, disebut model simulasi (Blanchard, 1998; Kahaner, 1996; Coyle, 1995; Law & Kelton, 1991; Blanchard & Fabrycky, 1981).

Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan sebagai model simulasi manajemen krisis adalah suatu sistem yang direkayasa dan tersusun oleh serangkaian persamaan matematis serta sistem pakar dan inferensi fuzzy, yang mampu mewakili perilaku para pakar dalam menghadapi suatu krisis pada perusahaan agroindustri. Sistem terstruktur yang dipadu dengan sistem pakar (expert system atau knowledge based system), sistem pusat data (database) dan pengolahan data (data processing) tertentu dapat membentuk suatu model yang dapat menghasilkan gambaran mengenai tahapan krisis yang dihadapi, kemungkinan risiko yang muncul serta pilihan-pilihan penanggulangan agar krisis tersebut agar tidak berkembang sampai ke tahap yang lebih sulit ditangani (Mitroff, 2001; Doherty, 2000; Moscovici & Doise, 1994; Barton, 1993; Gottschalk, 1993; Fink, 1986).

III. LANDASAN TEORI

Dokumen terkait