ABSTRAK
ALBERT P. KUHON. Model Simulasi Manajemen Krisis Perusahaan Agroindustri. Dibimbing oleh IRAWADI JAMARAN, DJUMALI MANGUNWIJAYA, MARIMIN, AMRIL AMAN, dan YANDRA ARKEMAN.
Dalam dunia perusahaan atau industri, krisis seringkali diartikan sebagai peristiwa mendadak yang mengakibatkan atau dapat mengundang keruntuhan reputasi dan melumpuhkan peluang perusahaan dalam pertumbuhan, memperoleh keuntungan, atau bahkan bertahan (profits, growth and survival). Penelitian ini bertujuan merekayasa dan menyusun model manajemen krisis dalam perusahaan agroindustri menggunakan akuisisi pengetahuan pakar dan teknik-teknik pengambilan keputusan berbasis logika fuzzy dan analisis ekonomi. Model simulasi yang dihasilkan merupakan piranti yang dapat menyajikan peringatan dini dan dampak maupun peluang krisis internal perusahaan agroindustri dan menyuguhkan alternatif solusi bagi krisis tersebut.
Penelitian ini hanya membahas krisis internal (core crises) pada perusahaan agroindustri. Yakni krisis yang berkaitan dengan segala bentuk eksploitasi suatu perusahaan dalam upaya mengubah risiko menjadi profit. Contoh krisis internal adalah krisis yang muncul akibat pemogokan pekerja, pencabutan izin usaha, dan langkanya bahan baku. Krisis internal yang menimpa suatu perusahaan terjadi akibat (1) kesalahan atau kegagalan teknologi, (2) konfrontasi atau pertentangan, (3) malevolence atau teror, (4) kegagalan manajemen, dan (5) ancaman lain terhadap perusahaan. Ruang lingkup penelitian ini adalah krisis yang melanda perusahaan melalui bahan dan produk, teknologi, sosial maupun bidang hukum, serta ekonomi dan finansial.
Penerapan simulasi dalam penelitian maupun pengembangan manajemen krisis masih terbatas. Model simulasi CrismanSoft (crises management software) yang dihasilkan dalam penelitian ini, menggunakan keterpaduan antara sistem pakar (expert system atau knowledge based system), sistem pusat data (database) dengan sistem pengolahan data (data processing). Hasil akuisisi pengetahuan dan pengalaman praktisi manajemen perusahaan yang diperoleh melalui wawancara dan angket, dipadukan dengan teknik-teknik pengambilan keputusan berbasis logika fuzzy dan analisis ekonomi, diolah menjadi gambaran mengenai dampak dan peluang krisis yang dihadapi perusahaan agroindustri serta solusi terhadap krisis tersebut.
CrismanSoft yang telah melalui proses validasi dan verifikasi, merupakan model yang dapat menyajikan peringatan dini dan memperkirakan tahapan maupun risiko krisis internal yang sedang dihadapi perusahaan agroindustri, serta menyajikan pilihan solusi krisis tersebut. Asupan data mengenai kondisi terhadap model, dapat menghasilkan gambaran dampak dan peluang krisis bahan, teknologi, sosial maupun finansial yang dihadapi perusahaan agroindustri pada perioda tertentu dan pilihan-pilihan guna menyelesaikan krisis tersebut.
ALBERT P. KUHON. A Design Model of Crisis Management Simulation in an Agroindustry Enterprise. Under the direction of IRAWADI JAMARAN (chairman), DJUMALI MANGUNWIJAYA, AMRIL AMAN, MARIMIN, and YANDRA ARKEMAN.
In the industry, crisis is often defined as a sudden big trouble threatening the achievement of the organization’s central goals- profits, growth and survival, or endangers its reputation. This research aims to develop a crisis management model for agroindustry using an integrated expert system or knowledge based system, economics analysis and fuzzy logic. The model, CrismanSoft (crises management software), detects impacts and probabilities of internal crises, provides early warnings and recommendations to solve the crises.
This research is limited to the core crises within the agroindustry companies which related to the exploitation to change risks into profits. Core crises include the crisis caused by labor strikes, permits revocation, and shortages of raw materials, which happen because of technological failures, confrontation or conflicts, malevolence or terror, managerial failures and other threats to the company. The scope of this research is internal crises in an agroindustry caused by raw material and product, technological, social or financial failures.
The application of simulation in crises management research and development is very limited. We integrate the acquired expert’s knowledge, database, and data processing using fuzzy rule-based decision making, economics and financial analysis to engineer
CrismanSoft. This simulation model detects the impacts and probability of crises, and provides the recommendations to solve the crises as well.
The validated and verified CrismanSoft is a model offering early warning, predicting impact and probability of the crises and presenting the solution alternatives for the particular crises. Data inputs to the model can generate prediction of the possibilities and impacts of the material, technological, social and financial crises in the agroindustry on a particular time and provide alternatives to solve the crises.
MODEL SIMULASI
MANAJEMEN KRISIS PERUSAHAAN AGROINDUSTRI
ALBERT P. KUHON
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Simulasi Manajemen Krisis Perusahaan Agroindustri adalah karya dan hasil penelitian saya sendiri dengan diarahkan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Semua sumber informasi dan data yang dikutip atau
dipergunakan telah disebutkan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bintaro, Juli 2007
Albert P. Kuhon
ABSTRAK
ALBERT P. KUHON. Model Simulasi Manajemen Krisis Perusahaan Agroindustri. Dibimbing oleh IRAWADI JAMARAN, DJUMALI MANGUNWIJAYA, MARIMIN, AMRIL AMAN, dan YANDRA ARKEMAN.
Dalam dunia perusahaan atau industri, krisis seringkali diartikan sebagai peristiwa mendadak yang mengakibatkan atau dapat mengundang keruntuhan reputasi dan melumpuhkan peluang perusahaan dalam pertumbuhan, memperoleh keuntungan, atau bahkan bertahan (profits, growth and survival). Penelitian ini bertujuan merekayasa dan menyusun model manajemen krisis dalam perusahaan agroindustri menggunakan akuisisi pengetahuan pakar dan teknik-teknik pengambilan keputusan berbasis logika fuzzy dan analisis ekonomi. Model simulasi yang dihasilkan merupakan piranti yang dapat menyajikan peringatan dini dan dampak maupun peluang krisis internal perusahaan agroindustri dan menyuguhkan alternatif solusi bagi krisis tersebut.
Penelitian ini hanya membahas krisis internal (core crises) pada perusahaan agroindustri. Yakni krisis yang berkaitan dengan segala bentuk eksploitasi suatu perusahaan dalam upaya mengubah risiko menjadi profit. Contoh krisis internal adalah krisis yang muncul akibat pemogokan pekerja, pencabutan izin usaha, dan langkanya bahan baku. Krisis internal yang menimpa suatu perusahaan terjadi akibat (1) kesalahan atau kegagalan teknologi, (2) konfrontasi atau pertentangan, (3) malevolence atau teror, (4) kegagalan manajemen, dan (5) ancaman lain terhadap perusahaan. Ruang lingkup penelitian ini adalah krisis yang melanda perusahaan melalui bahan dan produk, teknologi, sosial maupun bidang hukum, serta ekonomi dan finansial.
Penerapan simulasi dalam penelitian maupun pengembangan manajemen krisis masih terbatas. Model simulasi CrismanSoft (crises management software) yang dihasilkan dalam penelitian ini, menggunakan keterpaduan antara sistem pakar (expert system atau knowledge based system), sistem pusat data (database) dengan sistem pengolahan data (data processing). Hasil akuisisi pengetahuan dan pengalaman praktisi manajemen perusahaan yang diperoleh melalui wawancara dan angket, dipadukan dengan teknik-teknik pengambilan keputusan berbasis logika fuzzy dan analisis ekonomi, diolah menjadi gambaran mengenai dampak dan peluang krisis yang dihadapi perusahaan agroindustri serta solusi terhadap krisis tersebut.
CrismanSoft yang telah melalui proses validasi dan verifikasi, merupakan model yang dapat menyajikan peringatan dini dan memperkirakan tahapan maupun risiko krisis internal yang sedang dihadapi perusahaan agroindustri, serta menyajikan pilihan solusi krisis tersebut. Asupan data mengenai kondisi terhadap model, dapat menghasilkan gambaran dampak dan peluang krisis bahan, teknologi, sosial maupun finansial yang dihadapi perusahaan agroindustri pada perioda tertentu dan pilihan-pilihan guna menyelesaikan krisis tersebut.
ALBERT P. KUHON. A Design Model of Crisis Management Simulation in an Agroindustry Enterprise. Under the direction of IRAWADI JAMARAN (chairman), DJUMALI MANGUNWIJAYA, AMRIL AMAN, MARIMIN, and YANDRA ARKEMAN.
In the industry, crisis is often defined as a sudden big trouble threatening the achievement of the organization’s central goals- profits, growth and survival, or endangers its reputation. This research aims to develop a crisis management model for agroindustry using an integrated expert system or knowledge based system, economics analysis and fuzzy logic. The model, CrismanSoft (crises management software), detects impacts and probabilities of internal crises, provides early warnings and recommendations to solve the crises.
This research is limited to the core crises within the agroindustry companies which related to the exploitation to change risks into profits. Core crises include the crisis caused by labor strikes, permits revocation, and shortages of raw materials, which happen because of technological failures, confrontation or conflicts, malevolence or terror, managerial failures and other threats to the company. The scope of this research is internal crises in an agroindustry caused by raw material and product, technological, social or financial failures.
The application of simulation in crises management research and development is very limited. We integrate the acquired expert’s knowledge, database, and data processing using fuzzy rule-based decision making, economics and financial analysis to engineer
CrismanSoft. This simulation model detects the impacts and probability of crises, and provides the recommendations to solve the crises as well.
The validated and verified CrismanSoft is a model offering early warning, predicting impact and probability of the crises and presenting the solution alternatives for the particular crises. Data inputs to the model can generate prediction of the possibilities and impacts of the material, technological, social and financial crises in the agroindustry on a particular time and provide alternatives to solve the crises.
RINGKASAN
Krisis secara umum diartikan sebagai peristiwa yang datang secara mendadak dan mengakibatkan atau mengundang risiko besar yang tidak mudah dikendalikan. Kebanyakan krisis dalam masyarakat dihubungkan dengan kejadian besar yang menimbulkan korban nyawa atau kerugian material sangat nyata. Di kalangan perusahaan atau industri, krisis seringkali diartikan sebagai peristiwa mendadak yang mengakibatkan atau dapat mengundang keruntuhan reputasi dan melumpuhkan peluang perusahaan dalam pertumbuhan, memperoleh keuntungan, atau bahkan bertahan (profits, growth and survival). Ukuran setiap krisis ditentukan berdasarkan parameter mengenai besarnya dampak kerugian yang ditimbulkan peristiwa itu.
Penelitian mengenai manajemen krisis di lingkungan industri, terutama manajemen krisis dalam bidang agroindustri, sampai saat ini masih langka. Hasil penelitian terhadap ratusan krisis yang terjadi selama dekade 1981-1991 di Amerika Serikat menunjukkan perusahaan pengecer makanan, restoran dan usaha makanan cepat saji (fast food) serta agroindustri (termasuk juga perikanan dan perkebunan) memiliki tingkat risiko sedang atau medium terhadap krisis. Selain itu, risiko dan peluang kerugian finansial pada perusahaan agroindustri tergolong sangat tinggi (Mitroff, 2001; Doherty, 2000; Barton, 1993; Purcell 1991; Jefkins 1987; Fink, 1986; Gittinger, 1986).
Penelitian ini menggunakan perusahaan tapioka sebagai studi kasus karena industri tapioka merupakan salah satu jenis agroindustri yang rawan terhadap krisis internal. Dengan teknologinya yang sangat sederhana, industri tapioka tergolong padat karya dan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku. Perubahan harga bahan baku, ketersediaan uang tunai di perusahaan dan cuaca serta mutu prasarana fisik (jalan raya) sangat berpengaruh terhadap pasokan ubikayu yang menjadi bahan dasar pengolahan tapioka. Proses pengolahan tapioka juga sangat dipengaruhi oleh kelancaran pasokan air dan bahan bakar. Makin ketatnya peraturan mengenai kelestarian lingkungan hidup dan pengendalian pencemaran serta keterbatasan penyediaan bahan baku ubikayu, meningkatkan kemungkinan krisis bagi industri tapioka di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan merekayasa dan menyusun model manajemen krisis menggunakan akuisisi pengetahuan pakar dan teknik-teknik pengambilan keputusan berbasis logika fuzzy dan analisis ekonomi. Model simulasi yang dihasilkan merupakan piranti yang dapat menyajikan peringatan dini dan dampak maupun peluang krisis internal perusahaan agroindustri dan menyuguhkan alternatif solusi bagi krisis tersebut.
Konfigurasi model pengelolaan krisis CrismanSoft (crises management software) tersusun atas Sistem Manajemen Basis Data (Data Base Management System), Sistem Manajemen Basis Model (Model Base Management System) dan Sistem Manajemen Basis Pengetahuan (Knowledge Base Management System). Ketiga sistem itu dihubungkan dengan Sistem Pengolahan Data (data processing) yang menjadi penghubung antar sistem, yang kemudian berinteraksi dengan Sistem Manajemen Dialog yang berfungsi sebagai tampilan bagi pengguna (user interface). Asupan data terhadap model tersebut, setelah diolah bisa menghasilkan gambaran mengenai dampak dan peluang terjadinya krisis serta pilihan-pilihan tindakan guna mencegah atau menanggulangi krisis tersebut.
dalam model manajemen krisis ini menggunakan perhitungan Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), manfaat netto atau Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), tingkat pengembalian modal atau Return on Investment (ROI), titik impas atau Break Even Point (BEP), dan perioda pengembalian modal atau Pay Back Period (PBP).
Pengambilan keputusan dalam model pengelolaan krisis CrismanSoft dilakukan melalui suatu sistem pakar yang didukung teknik fuzzy non-numerik. Keluaran analisis krisis komprehensif merupakan agregasi dari dampak dan peluang krisis bahan, krisis teknologi, krisis sosial dan krisis finansial. CrismanSoft merupakan paket aplikasi komputer yang bisa melakukan analisis mengenai krisis internal perusahaan agroindustri dan menyajikan solusi terhadap krisis tersebut.
Validasi dan verifikasi terhadap CrismanSoft menunjukkan model manajemen krisis bagi perusahaan agroindustri yang direkayasa cukup sahih dan memiliki kemampuan sebagaimana ditetapkan dalam tujuan pembentukannya. Validasi terhadap model-model matematis yang digunakan dalam pemulusan CrismanSoft dilakukan dengan penetapan tingkat akurasinya melalui pemantauan tingkat kesalahan menggunakan antara lain instrumen MAPE, MPE dan PE. Selain itu, dilakukan juga ujicoba CrismanSoft
menggunakan data dari perusahaan tapioka yang berbeda. Kita bisa juga mengukur akurasi pemulusan menggunakan nilai R-square dan Adjusted R-square sebagaimana telah dibahas di bagian depan disertasi ini.
Verifikasi terhadap CrismanSoft dilakukan guna memastikan bahwa model manajemen krisis ini terbebas dari kekeliruan proses logis (logical errors) sehingga dapat berfungsi sesuai dengan tujuan rekayasanya. Langkah verifikasi dilaksanakan antara lain dengan penelisikan (debugging) berulang guna mengurangi kesalahan masing-masing modul sebelum memadukannya menjadi suatu kesatuan. Verifikasi model manajemen krisis ini antara lain dilakukan dengan memeriksa kemampuan kinerja model, ketepatan
interface antara model yang dibentuk dengan aplikasi lainnya.
Langkah verifikasi di antaranya dilakukan dengan membandingkan metoda pemulusan (bersamaan dengan pelaksanaan validasi) bagi semua data yang diperkirakan atau diramal guna dijadikan asupan bagi model. Verifikasi secara uji dinamik atau
dynamic testing (Martis, 2006; Sargent, 2005; Sargent, 2000) terhadap kemampuan model dalam menyajikan peringatan dini, penghitungan dampak krisis maupun peluang terjadinya krisis, dilaksanakan dengan menelusuri langkah-langkah yang ditempuh oleh model ketika memroses data yang dijadikan asupan, sampai diperoleh kesimpulan yang ditargetkan. Pada penelusuran dilakukan juga pembandingan antara hasil yang ditampilkan oleh model menggunakan data Januari 2000-Agustus 2006 dengan hasil yang ditampilkan oleh model menggunakan data Januari 2000-Desember 2006.
Hasil ujicoba menunjukkan model ini mampu secara konsisten mewakili kinerja kepakaran yang digantikannya dalam manajemen krisis pada perusahaan agroindustri tapioka, baik dalam analisis krisis maupun dalam penyajian rekomendasi solusinya. Hasil analisis krisis disajikan dalam kuadran barometer krisis yang dicanangkan oleh Fink (Fink, 1986). Implementasi model ini pada perusahaan agroindustri memerlukan seri data setidaknya 30 bulan, pembaruan (update) data secara kontinyu yang diikuti dengan pemilihan metoda pemulusan yang tepat.
Model yang dihasilkan merupakan piranti yang menggunakan akuisisi pengetahuan pakar dan teknik-teknik pengambilan keputusan berbasis logika fuzzy dan analisis ekonomi dalam penyajian peringatan dini mengenai krisis internal, analisis dampak dan peluang krisis internal maupun penyajian rekomendasi solusinya. Implementasi
vii
aman. Dampak Krisis Komprehensif 2,9 (pada skala 1-10) dengan peluang terjadinya krisis komprehensif 33 persen.
Model manajemen krisis yang dihasilkan dapat diimplementasikan pada perusahaan agroindustri maupun industri lain, namun memerlukan penyesuaian dalam penetapan faktor-faktor penentu krisis maupun besaran-besaran yang menjadi batas antara keadaan krisis dengan keadaan normal. Selain itu, diperlukan juga penetapan kembali asumsi-asumsi yang dipersyaratkan bagi keberlangsungan simulasi manajemen krisis sebagaimana dirancang dalam penelitian ini.
© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor
Hak Cipta Dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut
Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk apa pun, baik cetak,
MODEL SIMULASI
MANAJEMEN KRISIS PERUSAHAAN AGROINDUSTRI
ALBERT P KUHON
DISERTASI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Model Simulasi Manajemen Krisis Perusahaan Agroindustri Nama Mahasiswa : Albert P. Kuhon
Nomor Induk Mhs : P 256 000 08 TIP Program : Doktor (S-3)
Program Studi : Teknologi Industri Pertanian
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Irawadi Jamaran Ketua
Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA Dr. Ir. Amril Aman, MSc Anggota Anggota
Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc Dr. Ir. Yandra Arkeman, MEng
Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan
Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Khairil Anwar Notodipuro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karuniaNya penulis berhasil menyelesaikan disertasi dalam penelitian yang
berjudul Model Simulasi Manajemen Krisis Perusahaan Agroindustri ini. Terimakasih dan
penghargaan disampaikan kepada yang terhormat Dr. Ir. Irawadi Jamaran selaku Ketua
Komisi Pembimbing atas pemberian perhatian, bimbingan, waktu, nasihat, arahan dan
motivasi yang ditujukan penulis sampai selesainya disertasi ini.
Penghargaan dan ucapan terimakasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan
kepada para anggota Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwijaya, DEA;
Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc; Dr. Ir. Amril Aman, MSc; dan Dr. Ir. Yandra Arkeman, MEng
yang telah mengarahkan, memberi saran, meminjamkan buku dan memberi dorongan
sehingga menajamkan pemikiran penulis dalam menyelesaikan disertasi ini. Juga kepada
Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, MEng, selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian maupun
sebagai pribadi, yang berkali-kali menghidupkan kembali semangat dan mendorong
penulis menyelesaikan studi. Ucapan terimakasih secara khusus penulis sampaikan kepada
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja, yang selalu membangkitkan semangat guna menyelesaikan
sekolah, serta berlapang dada mengizinkan penggunaan ruang dan merepotkan diri
sewaktu penulis (dan teman-teman) berkonsultasi dengan Dr Irawadi Jamaran di luar
jam-jam kerja.
Penulis juga berterimakasih kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,
Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, dan Ketua Program Studi Teknologi
Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB atas segala bantuan dan pelayanannya.
Kepada seluruh staf Pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB, penulis
ucapkan terimakasih atas segala curahan waktu, ilmu pengetahuan, dan pengalaman yang
diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
Penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan kepada Ir. Iswanto dari PT Great
Giant Pineapple di Lampung, Ir. Hendro Purnomo dari PT Umas Jaya Agrotama di
Terbanggi (Lampung Tengah), dan Tonny Edyanto dari PT Umas Jaya Agrotama di
Jabung (Lampung Timur), atas segala bantuan dan kesempatan yang diberikan dalam
penyusunan model manajemen krisis ini.
Rasa terimakasih penulis haturkan kepada Ardy Ranieri Kuhon, si bungsu yang
sering merelakan hari liburnya dengan menemani papanya sampai dinihari, serta selalu
Arvy Raoul Kuhon, yang membiarkan papanya tenggelam dalam kesibukan selama
beberapa tahun semasa mengerjakan penelitian dan disertasi ini.
Secara khusus terimakasih penulis sampaikan kepada staf dan kerabat kerja di
Arendi Kemala, terutama Mawan Sugianto dan Imam Maulana, atas segala bantuan dalam proses penyelesaian disertasi. Juga kepada Hadikrun sekeluarga, yang seringkali harus
berjaga sampai dinihari karena menemani penulis menyelesaikan disertasi di kantor.
Kepada Joko Prayitno, yang seringkali harus bekerja sampai larut malam memperbaiki
komputer yang digunakan dalam penyelesaian disertasi.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa
pascasarjana Program Studi Teknologi Industri Pertanian, IPB, khususnya Nunuk Adiarni,
Handojo Kristianto, Bintoro Dibyoseputro, Willem Dagi, Nofialdi, Ari Mirah Darmaputra,
Aidil Yuzar, Herman Widyananda, Dida Heryadi Salya, rekan-rekan S3 TIP angkatan
2000 dan teman-teman di milis Agrin 2000 atas segala kebersamaan, persaudaraan,
maupun kerjasama selama ini. Juga kepada Noke Kiroyan dan segenap anggota Strategic Team pada Kiroyan-Kuhon Partners (KKP), yang mendukung dan memberi penulis peluang menyelesaikan disertasi ini di tengah puncak kesibukan pekerjaan kantor. Kepada
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis
selama mengikuti pendidikan sampai terselesaikannya disertasi ini, juga disampaikan
terimakasih.
Penulis menyadari bahwa masih cukup banyak yang dapat disempurnakan dalam
disertasi ini, karenanya sangat diharapkan saran dan kritik guna perbaikannya. Semoga
disertasi ini bisa bermanfaat.
Bintaro, Juni 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjungkarang pada tanggal 16 Januari 1954 dari ayah Yosef
G. Kuhon dan ibu Tinanny. Penulis lulus dari Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada tahun 1981. Tahun 1994 melanjutkan
kuliah di Graduate School of Technology Management, University of Maryland, Amerika
Serikat dan lulus tahun 1996. Penulis melanjutkan ke program doktor pada Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB tahun 2000.
Penulis pernah bekerja sebagai staf Pusdiklat Departemen Perindustrian RI tahun
1976-1981, ketika masih berkuliah di Yogyakarta. Pada saat yang sama penulis menjadi
wartawan Harian Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta dan Gelora Mahasiswa UGM. Tahun 1981 penulis pindah ke Jakarta, menjadi wartawan di Harian Kompas sampai tahun 1989. Lalu tahun 1989 pindah ke grup Sinar Kasih dan menjadi Redaktur Pelaksana Harian
Jayakarta dan tahun 1990 ditugaskan sebagai Kepala Biro Koresponden Harian Suara Pembaruan di Amerika yang berkedudukan di Washington DC. Pulang ke Indonesia tahun 1997, penulis pindah bekerja di Surya Citra Televisi dengan jabatan terakhir sebagai Produser Eksekutif Liputan 6 dan Senior Manajer Departemen Sistem Mutu yang menyiapkan sertifikasi ISO 2001 bagi SCTV. Tahun 2003 penulis membangun perusahaan
konsultan komunikasi dan manajemen krisis Arendi Kemala, dan sekarang aktif sebagai
direktur dan managing partner pada perusahaan konsultan Kiroyan-Kuhon Partners yang
menangani komunikasi dan solusi bisnis.
Penulis menikah dengan Dra. Saraswati Hidayat pada tahun 1989 dan dikaruniai dua
orang anak, yaitu Arvy Raoul Kuhon (17 tahun), dan Ardy Raniery Kuhon (13 tahun).
AHP : analytical hierarchy process atau proses hierarki analitik, salah satu metoda pengambilan keputusan dengan menerapkan analisis dan sintesis guna menetapkan peubah yang memiliki prioritas tertinggi dan paling berpengaruh terhadap pengambilan keputusan tersebut.
AI artificial intelligence atau kecerdasan buatan yang memungkinkan
suatu komputer dapat bertindak sebaik penalaran manusia dalam pengambilan keputusan
ANFIS : Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System, salah satu teknik neuro
-fuzzy
adjusted R-square : R-square yang disesuaikan derajat kebebasannya
agroindustri : segala jenis industri yang menggunakan bahan baku atau bahan pembantu yang berasal dari produk pertanian
BEP : break even point, titik impas
dfe : Residual atau degree of freedom error
ekstraksi : proses pemisahan bahan padat menggunakan pelarut
expert system : bagian dari AI(artificial intelligent), disebut juga sistem pakar atau sistem berbasis pengetahuan (knowledge based system), merupakan bagian dari kecerdasan buatan yang menggunakan komputer guna menyimpan pengetahuan para pakar sehingga komputer itu dapat meniru keahlian pakar dalam menyelesaikan permasalahan
FIS : fuzzy inference system atau sistem inferensi fuzzy
fuzzy : bilangan atau himpunan bilangan yang tidak memiliki batas yang
terdefinisikan secara jelas (clearly) dan tegas (crisp)
fuzzy logic : disebut juga logika nilai beragam (multivalued logic atau
multivalent logic), logika yang memungkinkan kita menjawab semua pertanyaan dengan ya, tidak, atau nilai-nilai antara ya dan tidak
IRR : internal rate of return, tingkat pengembalian modal atau investasi
inferensi : suatu metoda yang menerjemahkan nilai vektor asupan fuzzy dan mengolahnya berdasarkan beberapa aturan, menempatkan nilai tersebut pada vektor keluaran
krisis : kejadian atau situasi mendadak yang berdampak cukup besar atau fatal bagi suatu lembaga, perusahaan atau entitas lain
krisis internal : krisis yang timbul akibat upaya suatu perusahaan menjalani proses mencari keuntungan
MAE : Mean Absolute Error, harga mutlak rata-rata selisih antara data hasil peramalan dengan kenyataan
xv
ME : Mean Error, rata-rata selisih antara data hasil peramalan dengan
kenyataan
MPE : Mean Percentage Error, rata-rata persentase selisih antara hasil peramalan dengan keadaan yang sebenarnya
MSE : Mean Squares Errors
metodologi : kumpulan metoda yang digunakan dalam pencapaian suatu tujuan model : suatu entitas yang mewakili sistem tertentu
model simulasi : suatu sistem yang direkayasa dan tersusun oleh serangkaian subsistem, yang mampu berperilaku atau bereaksi seperti sistem yang diwakilinya, ketika mendapat asupan, perlakuan atau rangsangan tertentu
model simulasi manajemen krisis :
suatu sistem yang direkayasa dan tersusun oleh serangkaian persamaan matematis serta sistem pakar dan inferensi fuzzy, yang mampu mewakili perilaku dan reaksi para praktisi manajemen dalam menghadapi suatu krisis pada perusahaan agroindustri
NPV : net present value, nilai sekarang dari suatu laba yang timbul karena adanya investasi
net B/C : perbandingan antara keuntungan bersih yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan
nilai keapikan : goodness value, parameter yang menunjukkan tingkat akurasi suatu metoda peramalan
OWA : ordered weighted averaging, salah satu metoda agregasi fuzzyyang memudahkan penggabungan operasi AND dan OR
PBP : pay back period, perioda atau jangka waktu pengembalian investasi
PE : Percentage Error, persentase selisih antara hasil peramalan dengan
keadaan yang sebenarnya
pemodelan : upaya membentuk model sesuai dengan yang ditetapkan atau dirancang sebelumnya
rmse : Root Mean Squares Error
R-square : perbandingan sum of squares of the regression (SSR) dengan total sum of squares (SST)
SDE : Standard Deviation of Errors
SSE : Sum of Squared Error
SSR : Sum of Squares of the regression
SST : total sum of squares, jumlah SSR dan SSE
sistem : kumpulan suatu entitas, dapat berupa manusia atau mesin atau unsur lain, yang bekerja secara sendiri-sendiri maupun bersama guna mencapai suatu tujuan logis tertentu.
sistem pakar : lihat expert system
tapioka : tepung pati kering hasil ekstraksi ubikayu atau singkong
ABSTRACT...iv
RINGKASAN ...v
PRAKATA...xi
RIWAYAT HIDUP... xiii
DAFTAR ISTILAH ...xiv
DAFTAR ISI...xvii
DAFTAR TABEL...xxi
DAFTAR GAMBAR ...xxii
DAFTAR LAMPIRAN...xxv
I. PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Agroindustri Tapioka ...4
1.3. Simulasi Manajemen Krisis ...6
1.4. Tujuan ...9
1.5. Ruang Lingkup...9
II. TINJAUAN PUSTAKA...11
2.1. Krisis ...11
2.2. Krisis dalam Agroindustri ...15
2.3. Manajemen Krisis ...17
2.4. Sistem...19
III. LANDASAN TEORI ...24
3.1. Sistem Pakar...24
3.1.1. Penyerapan Pengetahuan ...25
3.1.2. Pengolahan Data dan Pengetahuan ...25
3.1.3. Penyusunan Model...26
3.2. Metoda Peramalan...26
3.2.1. Mutu Metoda Peramalan...27
3.2.2. Gaussian...29
3.2.3. Polinomial ...31
3.2.4. Eksponensial ...33
3.2.5. Fourier...35
3.3. Fuzzy...36
3.3.1. Logika fuzzy...37
3.3.2. Pengoperasian Logika...40
3.3.3. Fungsi Keanggotaan (Membership Functions)...42
3.3.4. Sistem Inferensi fuzzy...47
3.3.5. Metoda Mamdani ...50
xix
3.4. Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence)...56
3.4.1. FIS dan ANFIS ...57
3.5. Metoda Penilaian Kelayakan Usaha ...59
3.5.1. Net Present Value (NPV)...60
3.5.2. Internal Rate of Return (IRR) ...61
3.5.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)...61
3.5.4. Titik Impas ...62
3.5.5. Pay Back Period (PBP)...62
3.5.6. Return on investment (ROI) ...62
IV. METODOLOGI...63
4.1. Kerangka Pemikiran...63
4.2. Tahapan penelitian ...65
4.2.1. Penetapan Tujuan...67
4.2.2. Perumusan Permasalahan...67
4.2.3. Penelitian...68
4.2.4. Analisis ...68
4.2.5. Perancangan Model Manajemen Krisis ...70
4.2.5. Validasi ...74
4.2.7. Rekayasa Model...74
4.2.8. Verifikasi...74
4.2.9. Perancangan Implementasi ...75
V. ANALISIS SISTEM ...76
5.1. Analisis Kebutuhan ...78
5.2. Perumusan Permasalahan...79
5.2.1. Bahan ...80
5.2.2. Teknologi ...80
5.2.3. Ekonomi dan Finansial ...80
5.2.4. Sosial...81
5.3. Identifikasi Sistem...81
VI. PEMODELAN...85
6.1. Kerangka Model...85
6.2. Sistem Manajemen Basis Data...87
6.2.1. Data bahan ...88
6.2.2. Data Ekonomi dan Finansial...89
6.2.3. Data Ketersediaan Teknologi...90
6.2.4. Data Sosial ...90
6.2.5. Data Solusi Krisis ...90
6.3. Sistem Manajemen Basis Model...90
6.3.1. Submodel Bahan ...91
6.3.2. Submodel Ketersediaan Teknologi ...101
6.3.3. Submodel Ekonomi dan Finansial ...102
6.3.4. Submodel Masalah Sosial ...103
6.3.5. Submodel Alternatif Solusi...104
6.4. Sistem Pengolahan Data...105
6.4.1. Dampak Krisis ...106
6.4.2. Contoh Penetapan Dampak Krisis ...108
VII. VALIDASI DAN VERIFIKASI ...113 7.1. Validasi ...113 7.1.1. Model Krisis Bahan ...114 7.1.2. Model Krisis Finansial dan Ekonomi ...118 7.1.3. Model Krisis Teknologi ...118 7.1.4. Model Krisis Sosial...118 7.1.5. Model Krisis Komprehensif...118 7.1.6. Rekomendasi Solusi Krisis ...119 7.2. Verifikasi...119
VIII. RANCANGAN IMPLEMENTASI ...129 8.1. Asumsi ...129 8.2. Pengambil Keputusan...130 8.3. Lingkungan ...130 8.4. Agroindustri Lain ...131 8.5. Faktor Lain ...132
IX. KESIMPULAN DAN SARAN ...133 9.1. Kesimpulan ...133 9.2 Saran...134
DAFTAR PUSTAKA ...135
DAFTAR BACAAN...140
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi lembaga berdasarkan kepentingan...12 Tabel 2. Fungsi persamaan distribusi...30 Tabel 3. Perbandingan beberapa alternatif metoda pengambilan keputusan ...50 Tabel 4. Parameter linguistik ...50 Tabel 5. Pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan agroindustri ...79 Tabel 6. Klasifikasi pendekatan sistem...82 Tabel 7. Jenis-jenis krisis internal...83 Tabel 8. Komponen model krisis bahan baku...95 Tabel 9. Komponen model krisis pemasaran ...95 Tabel 10. Komponen model krisis bahan bakar...97 Tabel 11. Komponen model krisis air ...99 Tabel 12. Komponen model krisis bahan pembantu...99 Tabel 13. Alternatif dan kriteria masing-masing submodel...105 Tabel 14. Himpunan fuzzy asupan dampak krisis bahan...107 Tabel 15. Himpunan fuzzy keluaran dampak krisis komprehensif...107 Tabel 16. Indikator akurasi peramalan pasokan eksternal Jan-Des 2006 menggunakan
pemulusan Gaussian orde 8...115 Tabel 17. Indikator akurasi peramalan produksi tapioka Jan-Des 2006 menggunakan
Gambar 1. Bagan proses pengolahan tapioka. ...6 Gambar 2. Intervensi terencana penghindaran dan pencegahan krisis. ...13 Gambar 3. Barometer krisis. ...14 Gambar 4. Distribusi Gaussian. ...30 Gambar 5. Distribusi Gaussian dimensi tunggal dengan mean 0 dan σ =1. ...31 Gambar 6. Diagram polinomial...32 Gambar 7. Kasus umum dan contoh khusus inferensi fuzzy....37 Gambar 8. Himpunan nama hari dalam satu minggu...37 Gambar 9. Hari-hari akhir pekan. ...38 Gambar 10. Keanggotaan hari pada akhir pekan dinilai secara ya-tidak (kiri) dan fuzzy
xxiii
Gambar 46. Kaidah pada inferensi fuzzy dampak krisis komprehensif. ...108 Gambar 47. Aturan jika-maka pada penghitungan dampak krisis komprehensif. ...108 Gambar 48. Validasi dan verifikasi model...113 Gambar 49. Perbandingan data pasokan eksternal ubikayu (Jan 2000-Agust 2006) dengan
kurva pemulusannya...116 Gambar 50. Perbandingan data produksi tapioka (Jan 2000-Agust 2006) dengan kurva
pemulusannya...117 Gambar 51. Perbandingan data pasokan air (Jan 2000-Agust 2006) dengan kurva
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Angket Penilaian Krisis... 144
Lampiran 2. Angket Solusi Krisis... 147
Lampiran 3. Hasil Angket Penilaian Krisis... 149
Lampiran 4. Hasil Angket Solusi Krisis ... 152
Lampiran 5. Produksi, Biaya dan Harga Pokok Tapioka... 156
Lampiran 6. Contoh Validasi Metoda Pemulusan... 184
Lampiran 7. Contoh Verifikasi Metoda Pemulusan Menggunakan Indikator
Akurasi ... 217
Lampiran 8. Contoh Verifikasi Metoda Pemulusan. Menggunakan
Pembandingan Grafis... 228
Lampiran 9. Hasil Analisis Kelayakan Usaha... 254
Lampiran 10. Inferensi Fuzzy Penetapan Krisis ... 257 Lampiran 11. Kaidah Penetapan Solusi... 271
1.1. Latar Belakang
Krisis secara umum diartikan sebagai peristiwa yang datang secara mendadak dan
mengakibatkan atau mengundang risiko besar yang tidak mudah dikendalikan. Sampai
kini, kebanyakan krisis dalam masyarakat dihubungkan dengan kejadian besar yang
menimbulkan korban nyawa atau kerugian material sangat nyata seperti bencana alam
(gempa bumi, tsunami, angin puyuh dan lain-lain), kebakaran, peperangan, kecelakaan
pesawat terbang dan sebagainya (Mitroff, 2001; Lerbinger 1997; Mitroff et al., 1996;
Booth, 1993; Fink, 1986).
Luapan lumpur panas di Sidoarjo (Jawa Timur) yang berlangsung sejak
pertengahan tahun 2006 merupakan kejadian yang mengundang krisis berkepanjangan
bagi perusahaan pertambangan yang menjadi pemicu peristiwa itu maupun bagi warga
sekitar lokasi kejadian. Gempa bumi di Yogyakarta akhir Mei 2006, juga menimbulkan
krisis bagi penduduk di sana. Tsunami yang menyerang Aceh dan sejumlah negara yang
berbatasan dengan Lautan Hindia pada akhir tahun 2004, digolongkan sebagai salah satu
bencana alam terdahsyat di dunia yang meninggalkan krisis yang masih membekas. Topan
Andrew yang menimbulkan kerusakan pada sebagian besar wilayah pantai Amerika
Serikat pada tahun 1992, dijuluki sebagai ‘topan termahal’. Kebocoran pada industri kimia
Union Carbide di Bhopal, India, tahun 1984 yang mengakibatkan lebih dari 2.500 korban
tewas disebut sebagai ‘kecelakaan industrial terburuk’. Jumlah korban tewas akibat
kecelakaan industrial yang mendekati dampak kebocoran gas Bhopal terjadi pada ledakan
batubara di Honkeiko (Cina) tahun 1942 dan ledakan truk dinamit di Cali (Columbia)
tahun 1956 (Mitroff, 2001; Lerbinger 1997; Mitroff et al., 1996; Booth, 1993; Fink, 1986).
Contoh lain mengenai krisis adalah ledakan pada pusat listrik tenaga nuklir di
Chernobyl (1986) di Rusia. Dalam peristiwa tersebut dilaporkan beberapa karyawan yang
tewas seketika dan sejumlah petugas pemadam kebakaran meninggal setelah kejadian.
Akibat peristiwa itu, sekitar 140.000 penduduk diungsikan dari sekitar lokasi ledakan.
Lahan pada radius sekitar 5 km dari pusat ledakan nuklir itu tetap bersifat radioaktif
sampai sekitar setahun setelah ledakan. Berbagai jenis produk pertanian seperti
sayur-mayur, susu, daging dan buah-buahan dimusnahkan sampai beberapa minggu setelah
kejadian, guna mencegah penularan cemaran radiasi pada manusia melalui makanan
2
Statistik pada Nexis, sebuah bank data pemberitaan yang online, menunjukkan
setidaknya ada 6.667 judul hasil liputan suratkabar yang berkaitan dengan krisis (crisis)
dan perusahaan (company) selama 1 Januari – 30 Desember 1995. Penelitian Mitroff (1988) mengungkapkan dalam perioda tahun 1900-1988 terjadi 29 kecelakaan (yang
masing-masing mengakibatkan lebih dari 50 korban tewas) pada industri besar di dunia
dan sekitar separuh dari kecelakaan itu terjadi dalam tahun 1980-1988 (Mitroff, 2001;
Schonberger, 2001; White & Mazur, 1998; Lerbinger 1997; Mitroff et al., 1996; Booth,
1993; Mitroff, 1988; Fink, 1986).
Lerbinger (1997) melalui bukunya The Crisis Manager menegaskan bahwa dalam dunia perusahaan atau industri, krisis seringkali diartikan sebagai peristiwa mendadak
yang mengakibatkan atau dapat mengundang keruntuhan reputasi dan melumpuhkan
peluang perusahaan dalam pertumbuhan, memperoleh keuntungan, atau bahkan bertahan
(profits, growth and survival). Ukuran setiap krisis ditentukan berdasarkan parameter mengenai besarnya dampak kerugian yang ditimbulkan peristiwa itu. Pencemaran laut dan
pantai akibat kebocoran minyak dari kapal tanker pada tahun 1989, mengakibatkan
perusahaan minyak Exxon Corporation dari Amerika Serikat harus membayar lebih dari 2
miliar dollar AS guna membersihkan cemaran minyak, ditambah 1,2 miliar dollar AS
ganti rugi kepada pemerintah negara bagian Alaska, dan 5 miliar dollar AS lainnya ganti
rugi kepada nelayan dan warga Alaska. Peristiwa Bhopal, menyebabkan harga saham
Union Carbide merosot dari 59 dollar AS per lembar menjadi 33 dollar AS per lembar
(Mitroff, 2001; Mitroff et al., 1996; Booth, 1993).
Krisis yang melanda perusahaan, termasuk perusahaan agroindustri, dapat
dipilahkan menjadi dua golongan utama yaitu krisis insidental (incidental crises) dan krisis
internal (core crises). Krisis insidental, muncul sebagai akibat suatu peristiwa atau fenomena, yang sama sekali tidak berkaitan langsung dengan kegiatan suatu perusahaan.
Krisis insidental terjadi sangat mendadak dan memiliki tingkat ketidakpastian yang sangat
tinggi, sehingga umumnya pihak perusahaan tak memiliki kemampuan guna
menanganinya dan harus mengalihkan pengelolaan risiko yang timbul akibat krisis
tersebut kepada pihak lain. Contoh krisis insidental adalah krisis yang dialami oleh
sejumlah perusahaan agroindustri di Indonesia setelah pemboman World Trade Center
(WTC) di New York (11 September 2001), akibat pembatasan perdagangan yang
diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat terhadap negara-negara yang dianggap tidak
memerangi terorisme. Peristiwa pemboman WTC di New York itu, sama sekali tidak ada
Krisis internal, berkaitan dengan segala bentuk eksploitasi suatu perusahaan dalam
upaya mengubah risiko menjadi profit. Contoh krisis internal adalah krisis yang muncul
akibat pemogokan pekerja, pencabutan izin usaha, dan langkanya bahan baku. Krisis
internal yang menimpa suatu perusahaan dibagi menjadi lima golongan. Yakni krisis
akibat (1) kesalahan atau kegagalan teknologi, (2) konfrontasi atau pertentangan, (3)
malevolence atau teror, (4) kegagalan manajemen, dan (5) ancaman lain terhadap perusahaan (White & Mazur, 1998). Krisis akibat teknologi (technological crises) umumnya terjadi di lingkungan perusahaan yang sangat tergantung pada teknologi, dan
terjadi akibat kegagalan teknologi yang amat dominan tersebut. Sedang krisis akibat
konfrontasi (confrontation crises) terjadi ketika sejumlah kelompok menentang kebijakan atau sikap perusahaan, baik dalam bentuk kritik maupun tindakan-tindakan lainnya seperti
pemboikotan yang terjadi terhadap produk-produk Nestle atau Procter Gamble pada tahun
1986 (Lerbinger, 1997).
Dimensi situasi krisis internal antara lain (Mitroff, 2001; Mitroff et al., 1996; Fink,
1986):
• Intensitas ancaman, baik terhadap nyawa, keselamatan atau kelanjutan suatu perusahaan.
• Keterbatasan waktu, yang berarti pengambilan keputusan harus dilakukan secara cepat guna menghadapi situasi.
• Intensitas ketegangan atau stress, terutama menghinggapi manajemen atau pihak-pihak
yang bertanggungjawab mengendalikan situasi.
Kemampuan suatu industri mengelola krisis internal, seringkali merupakan hal
yang sangat menentukan bagi kelangsungan perusahaan. Kesalahan pengelolaan krisis
dapat berakibat sangat fatal bagi sebuah perusahaan. Kegiatan manajemen krisis yang
proaktif, meliputi antara lain peramalan mengenai kemungkinan krisis dan perencanaan
cara-cara penanggulangannya. Seluruh tindakan tersebut harus diselesaikan dalam waktu
yang sangat terbatas dan kekeliruan tindakan dapat menimbulkan krisis lanjutan (Mitroff,
2001; Mitroff et al, 1996; Barton, 1993; Gottschalk, 1993; Begelow, Jefkins, 1987; Fink,
1986).
Tindakan intervensi secara tepat, dapat menghindarkan terjadinya krisis maupun
dampak yang timbul akibat krisis. Penerapan manajemen krisis memerlukan perencanaan
mengenai antisipasi terhadap krisis, dampak krisis maupun kejadian tak terduga yang lain
4
penyusunan rencana rinci dan akurat mengenai penghindaran maupun penanggulangan
krisis (Mitroff, 2001; Hendricks, 2000; White & Mazur, 1998; Crandall & Menefee, 1996;
Mitroff et al, 1996; Lippitt, 1994; Barton, 1993; Glen, 1993; Gottschalk, 1993; Fink,
1986).
Pertumbuhan teknologi komunikasi yang sangat cepat, tuntutan keterbukaan
pemerintah, laporan dan advokasi lembaga swadaya masyarakat, serta perkembangan
kehandalan investigasi di kalangan pelaku media massa, mengakibatkan upaya
menyembunyikan krisis makin sulit dilakukan. Informasi mengenai peristiwa krisis di
suatu tempat, dapat segera tersebar ke benua lain dalam waktu yang singkat dengan
bantuan teknologi satelit, yang mengakibatkan krisis makin sulit dikelola. Kebanyakan
lembaga atau perusahaan kurang memperhatikan pengelolaan krisis dan baru menyadari
hal tersebut sangat penting ketika sudah dilanda krisis. Kendala utama bagi perkembangan
manajemen krisis di lingkungan industri adalah faktor penyebab krisis terlalu banyak,
kehadiran krisis sulit diramal, tahapan krisis sukar dideteksi serta penguasaan terhadap
manajemen krisis di tingkat perusahaan masih rendah. (Mitroff, 2001; Lerbinger, 1997;
Augustine, 1995; Fink, 1986).
1.2. Agroindustri Tapioka
Penelitian mengenai manajemen krisis di lingkungan industri, terutama manajemen
krisis dalam bidang agroindustri, sampai saat ini masih langka. Hasil penelitian terhadap
ratusan krisis yang terjadi selama dekade 1981-1991 di Amerika Serikat menunjukkan
perusahaan pengecer makanan, restoran dan usaha makanan cepat saji (fast food) serta agroindustri (termasuk juga perikanan dan perkebunan) digolongkan sebagai perusahaan
yang memiliki tingkat risiko sedang atau medium terhadap krisis. Selain itu, risiko dan
peluang kerugian finansial pada perusahaan agroindustri tergolong sangat tinggi (Mitroff,
2001; Doherty, 2000; Barton, 1993; Purcell 1991; Jefkins 1987; Fink, 1986; Gittinger,
1986).
Berbagai penelitian menunjukkan kebanyakan perusahaan, termasuk perusahaan
agroindustri, kurang memperhatikan manajemen krisis. Penelitian pada tahun 1989 yang
dilakukan oleh perusahaan kehumasan Golin/Harris di Amerika Serikat menunjukkan
sekitar 66 persen dari responden mereka menyadari adanya krisis dalam 5 tahun terakhir,
yang diamati mulai memiliki kesiagaan menghadapi krisis (crisis preparedness). Dua orang dosen administrasi bisnis dari Portland (AS), Janice Jackson dan William Schantz,
memperkirakan sekitar 60 persen dari perusahaan industri Fortune 1000 dan perusahaan
jasa Fortune 500 yang memiliki rencana operasional manajemen krisis (Mitroff, 2001;
Lerbinger, 1997; Barton, 1993; Booth, 1993; Pauchant & Mitroff, 1992;. Janis, 1989;
Fink, 1986).
Setidaknya dua hal yang mengakibatkan risiko krisis menjadi meningkat dalam era
kemajuan teknologi. Yang pertama adalah kerumitan teknologi yang digunakan dalam
perusahaan, yang merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih besar dan sekaligus juga
memiliki subsistem. Kedua, hubungan yang sangat erat antara masing-masing subsistem
yang memungkinkan kegagalan salah satu subsistem memicu akibat yang tidak terduga
pada subsistem lainnya. Kerentanan agroindustri terhadap krisis cukup tinggi karena
industri hasil pertanian belakangan ini sangat banyak mengadopsi kemajuan teknologi
(Lerbinger, 1997; Betz, 1995; Perrow, 1984).
Penelitian ini menggunakan perusahaan tapioka sebagai studi kasus karena industri
tapioka merupakan salah satu jenis agroindustri yang rawan terhadap krisis internal. Meski
teknologinya sangat sederhana, industri tapioka tergolong padat karya dan sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku. Perubahan harga bahan baku, ketersediaan
uang tunai di perusahaan dan cuaca serta mutu prasarana fisik (jalan raya) sangat
berpengaruh terhadap pasokan ubikayu yang menjadi bahan dasar pengolahan tapioka.
Proses pengolahan tapioka juga sangat dipengaruhi oleh kelancaran pasokan air dan bahan
bakar.
Kerawanan industri tapioka terhadap krisis internal meningkat seiring dengan
makin ketatnya peraturan mengenai kelestarian lingkungan hidup dan pengendalian
pencemaran. Tambahan pula, pertumbuhan industri tapioka di beberapa daerah tidak
diiringi dengan perkembangan areal tanaman ubikayu sehingga sejumlah perusahaan
tapioka dalam waktu dekat akan kekurangan bahan baku. Selain itu, kehadiran tapioka
impor memperburuk keadaan industri tapioka di Indonesia.
Prinsip utama dalam pengolahan ubikayu menjadi tapioka adalah proses ekstraksi
pati yang terdapat dalam bahan baku. Secara ringkas prosesnya dapat dilihat pada diagram
alir pengolahan tapioka. Dalam proses tersebut ubikayu dihancurkan, patinya diekstrak
secara basah kemudian hasil ekstraknya dikeringkan sampai menjadi tepung yang dijual
sebagai tapioka. Randemen proses pengolahan tapioka dari ubikayu berkisar 22 persen.
6
pengeringannya membutuhkan sekitar 35 liter bahan bakar. Selain itu, diperlukan tenaga
listrik sekitar 180 Kwh guna menggerakkan mesin-mesin pengolahan dalam menghasilkan
1 ton tapioka. Bagan prosesnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Pada umumnya air yang digunakan dalam proses pengolahan tapioka bersumber
dari sungai yang terdekat dengan lokasi pabrik, sehingga perlu diolah dulu sebelum
digunakan dalam pemrosesan tapioka. Pembersihan air kebutuhan pengolahan tapioka
dilakukan antara lain dengan tawas dan belerang, yang dalam penelitian ini digolongkan
[image:33.595.126.519.252.544.2]sebagai bahan pembantu.
Gambar 1.Bagan proses pengolahan tapioka.
1.3. Simulasi Manajemen Krisis
Penerapan simulasi dalam penelitian maupun pengembangan manajemen krisis
masih sangat terbatas. Quanjel et al (1998), mengungkapkan upaya membangun model
simulasi krisis yang dinamakan Crisislab. Perangkat lunak itu merupakan simulasi dan permainan (simulation and gaming) yang memungkinkan penggunanya berinteraksi ketika dihadapkan pada suatu situasi tiruan krisis tertentu. Fokus utama permainan melalui
perangkat lunak Crisislab adalah proses pengambilan keputusan dan koordinasi di lingkungan penggunanya, yang terdiri atas pihak-pihak yang bertanggungjawab atas
Penelitian dan pengembangan manajemen krisis pada perusahaan agroindustri
yang menggunakan pendekatan simulasi masih sangat langka. Erna Rusliana Muhamad
Saleh (2004) dari Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan
penelitian tesis mengenai manajemen krisis mengenai suplai sayuran ke wilayah
perkotaan. Saleh membangun model sistem penunjang keputusan dan merumuskan solusi
alternatif dalam manajemen krisis pasokan sayuran ke wilayah perkotaan. Ia menggunakan
distribusi beta, distribusi uniform, teknik heuristik dan analytical hierarchy process (AHP) dalam rekayasa basis modelnya. Penelitiannya menghasilkan pengembangan perangkat
lunak prototipe manajemen krisis suplai sayuran ke wilayah perkotaan menggunakan
bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 yang diaplikasikan dalam paket program komputer
Maskot 1.04.
Di lain pihak, Imam Santoso (2004) dari Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor (IPB) melakukan penelitian disertasi yang menghasilkan perangkat lunak sistem
penunjang keputusan manajemen risiko M-Risk bagi pengembangan agroindustri berkelanjutan. Penelitian Santoso difokuskan pada penentuan produk unggulan dilihat dari
aspek pengadaan bahan baku, proses pengolahan, pemasaran, kelayakan finansial dan
kelembagaan. Santoso menggunakan metoda perbandingan eksponensial (MPE), pohon
pengambilan keputusan (decision tree), Independent Preference Evaluation (IPE) fuzzy
non numerik multi expert multi criteria decision making (ME-MCDM), proses hierarki analitik (analytical hierarchy process atau AHP), dan pemodelan interpretasi struktural (interpretative structural modeling atau ISM).
Dida Heryadi Salya (2006) dari Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
(IPB) melakukan penelitian disertasi yang menghasilkan perangkat lunak sistem deteksi
dini dan manajemen kontrol perniagaan minyak goreng DETRIME. Salya mendasarkan
peramalan krisisnya pada perubahan harga eceran minyak goreng. Ia menggunakan
pendapat pakar terhadap peubah yang memiliki korelasi dekat dengan harga, kemudian
membangun sub model peramalan melalui proses pembelajaran terhadap situasi yang
terjadi pada masa krisis ekonomi tahun 1997-1998. Pengolahan data dilakukan dengan
metoda jaringan syaraf tiruan (JST) dengan teknik Jaringan Propagasi Balik Lapisan
Jamak (Multi-layer Back Propagation Network).
Penelitian mengenai manajemen krisis perusahaan agroindustri ini bertujuan
merekayasa dan menyusun model simulasi manajemen krisis menggunakan akuisisi
8
suatu sistem yang dapat menyajikan peringatan dini dan tahapan maupun risiko krisis
internal yang sedang dihadapi perusahaan agroindustri serta menyuguhkan alternatif
pencegahan, penghindaran dan penanggulangan krisis tersebut. Hasil penelitian ini, dapat
membantu kalangan manajemen menghindari, mencegah, menghadapi dan menanggulangi
krisis yang mungkin timbul atau sedang berlangsung di lingkungan perusahaan
agroindustri.
Model simulasi manajemen krisis yang dihasilkan dapat menyajikan:
1. Diagnostik dan identifikasi, mengenai tahapan, magnitude dan risiko krisis yang dihadapi oleh perusahaan agroindustri, dengan menganalisis data dan
informasi yang tersedia.
2. Peringatan dini, mengenai risiko krisis yang mungkin dihadapi pada waktu
tertentu, berdasarkan informasi dan data mengenai keadaan pada saat itu.
3. Pencegahan dan penghindaran krisis, berupa alternatif penghindaran atau
pencegahan sebelum terjadinya krisis dalam suatu perusahaan agroindustri,
dengan menganalisis data dan informasi yang tersedia.
4. Penanggulangan krisis, berupa alternatif penyelesaian atau penanggulangan
krisis yang tidak tercegah atau terhindari oleh perusahaan agroindustri dan
perhitungan kemungkinan risiko krisis.
5. Transparansi, berupa hasil pemantauan keadaan suatu perusahaan agroindustri
(terutama perusahaan yang telah go public) sehubungan dengan risiko krisis. 6. Pengambilan keputusan, mengenai tahapan krisis dan solusi alternatif
sehubungan dengan situasi krisis yang dihadapi perusahaan agroindustri.
Model simulasi manajemen krisis yang dihasilkan dalam penelitian ini
menggunakan keterpaduan antara subsistem pakar (expert subsystem atau knowledge based subsystem), subsistem pusat data (database) dengan sistem pengolahan data (data processing). Hasil akuisisi pengetahuan pakar dari berbagai disiplin ilmu dipadukan dengan teknik-teknik pengambilan keputusan berbasis logika fuzzy dan analisis ekonomi. Asupan data mengenai kondisi pada saat tertentu terhadap model tersebut, dapat
menghasilkan diagnosis dan identifikasi krisis, maupun gambaran tahapan krisis yang
dihadapi oleh suatu perusahaan agroindustri, kemungkinan risiko dan potensi kerugian
yang dapat muncul serta pilihan-pilihan langkah menghadapi krisis tersebut maupun biaya
1.4. Tujuan
Penelitian ini bertujuan merekayasa dan menyusun model manajemen krisis
menggunakan akuisisi pengetahuan pakar dan teknik-teknik pengambilan keputusan
berbasis logika fuzzy dan analisis ekonomi. Model simulasi yang dihasilkan merupakan piranti yang dapat menyajikan peringatan dini dan dampak maupun peluang krisis internal
perusahaan agroindustri dan menyuguhkan alternatif solusi bagi krisis tersebut.
1.5. Ruang Lingkup
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka ruang lingkup penelitian ditetapkan meliputi
(1) bahan (bahan baku, bahan pembantu, air, bahan bakar dan produk), (2) teknologi, (3)
ekonomi dan finansial serta (4) sosial. Rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Bahan. Diagnosis dan identifikasi mengenai dampak krisis internal pada kurun
waktu tertentu dan peluang krisis tersebut, dengan mengamati, mengukur,
menganalisis data dan informasi tentang:
a. Tingkat kebutuhan dan pasokan produk pertanian yang dijadikan bahan
dasar dan bahan pembantu pada pengolahan produk agroindustri yang
diamati
b. Tingkat kebutuhan dan pasokan air, bahan pembantu maupun bahan
bakar yang diperlukan dalam proses pengolahan produk agroindustri
yang diamati
c. Laju produksi, laju penjualan produk dan daya tampung gudang produk
hasil pengolahan
2. Teknologi. Gambaran mengenai dampak dan peluang krisis internal yang
dihadapi perusahaan agroindustri karena masalah teknologi, terbatas pada hasil
pengamatan tentang:
a. Ketersediaan teknologi dan peralatan utama yang digunakan dalam
proses pengolahan
b. Kelancaran pasokan utilities yang menjadi kebutuhan utama (listrik,
telepon dan lain-lain)
c. Ketersediaan sistem penunjang atau sistem cadangan yang dapat
menjamin kelancaran operasi perusahaan jika sistem utamanya
mengalami hambatan
3. Ekonomi dan Finansial. Diagnosis, identifikasi dan peringatan dini mengenai
langkah-10
langkah strategis yang dapat ditempuh perusahaan agroindustri guna
menghadapi krisis tersebut; didasarkan pada pengamatan, penghitungan dan
analisis mengenai:
a. Laba atau rugi perusahaan dan membandingkannya dengan rataan
tingkat sukubunga yang berlaku
b. Likuiditas finansial perusahaan
c. Kenaikan/penurunan harga saham perusahaan dan membandingkannya
dengan kenaikan/penurunan indeks harga saham gabungan
d. beberapa parameter yang dapat dijadikan indikator mengenai kinerja
perusahaan secara finansial dan ekonomi seperti titik impas atau BEP
(break even point), NPV (net present value), IRR (internal rate return), PBP (pay back period) dan ROI (return on investment)
4. Sosial. Diagnosis, identifikasi dan peringatan dini mengenai tahapan maupun
magnitude krisis yang timbul akibat masalah SDM, hukum dan aksi kekerasan,
serta alternatif langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh perusahaan
agroindustri guna menghadapi krisis tersebut; didasarkan pada pengamatan,
penghitungan dan analisis mengenai:
a. Gejala keresahan atau ketidakpuasan dan tingkat pengunduran diri
karyawan penting serta manajemen
b. Aksi mogok, kekerasan, penculikan dan penyanderaan karyawan atau
manajemen
c. Ancaman, teror maupun kerusuhan di tempat kerja atau di lingkungan
perusahaan agroindustri
d. Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan atau manajemen
perusahaan agroindustri.
Penelitian guna menghasilkan model simulasi manajemen krisis ini melibatkan
narasumber yang terdiri atas praktisi atau para pelaku (elemen) yang terlibat secara
langsung dalam agroindustri tapioka. Sebelum dijadikan acuan, pendapat para praktisi
industri tapioka tersebut dikonfirmasikan dengan para pemangku kepentingan lain seperti
petani, masyarakat sekitar, pengusaha, pegawai dan manajemen perusahaan industri, dan
2.1. Krisis
Penelitian dan telaah mengenai krisis masih terbilang jarang, terutama tentang
krisis pada agroindustri. Perkembangan studi tentang krisis, analisis krisis, cara
penanganan dan situasi pemulihannya mulai terlihat selama sekitar 30 tahun terakhir.
Kebanyakan pustaka membahas manajemen krisis dari segi komunikasi pada saat krisis
maupun setelah peristiwa krisis berlalu.
Sejumlah pustaka membahas manajemen krisis menggunakan pendekatan
individualistik dan studi kasus yang umumnya berdasarkan pengalaman penulisnya
(Fearn-Banks, 1996; Glen, 1993; Gottschalk, 1993; Meyers dan Holusha, 1988; Mitroff,
1988; Shrivastava, 1987; Boulton, 1978; Allison, 1971). Selain itu, ada penulis yang
membahas masalah krisis secara lebih komprehensif (Lerbinger, 1997; Booth, 1993;
Miller, 1988, Perrow, 1984), dan sebagian lainnya menggunakan pendekatan empirik
dalam manajemen krisis (Mitroff, 2001; Kennedy, 1996; Fink, 1996; Mitroff et al., 1996;
Isselbacher dan Upton, 1994; Lippitt, 1994; Barton, 1993; Gottschalk, 1993; Pauchant &
Mitroff, 1992).
Penelitian ini bertujuan menghasilkan model berupa piranti lunak yang dapat
digunakan sebagai simulasi pengelola perusahaan agroindustri dalam menghadapi suatu
keadaan krisis. Model tersebut dapat menyajikan peringatan dini, tahapan krisis, risiko
krisis dan solusi alternatif terhadap krisis yang dihadapi. Model manajemen krisis yang
dihasilkan berbasis pengetahuan kecerdasan (intelligence knowledge based system) yang memungkinkan pengambilan keputusan berdasarkan atas sekumpulan aturan. Pengguna
model yang berinteraksi dengan model seakan berkonsultasi dengan pakar, guna
mengetahui tahap krisis, risiko yang mungkin timbul dan mendapatkan solusi krisis yang
dihadapi perusahaan agroindustri yang ditelaah.
Krisis merupakan peristiwa yang timbul akibat suatu tindakan atau kegagalan
bertindak yang mengakibatkan suatu organisasi mengalami gangguan fungsi-fungsi,
penerimaan keuntungan, maupun keberadaannya. Krisis menimbulkan gangguan yang
secara fisik berdampak nyata terhadap suatu sistem dan mengancam eksistensi maupun
kelangsungan sistem tersebut. Setidaknya, krisis adalah situasi mendadak yang ekstrim,
menimbulkan ketegangan, berisiko besar dan sulit terkendali, yang tidak dapat dihadapi
menggunakan prosedur rutin yang normal. Situasi itu dapat menimbulkan risiko tinggi
12
segala sumberdaya dan fasilitas yang tersedia dengan upaya yang melampaui kinerja pada
saat normal (Mitroff, 2001; Schonberger, 2001; Hendricks, 2000; White & Mazur, 1998;
Mitroff et al, 1996; Barton, 1993; Glen, 1993; Gottschalk, 1993; Fink, 1986; Doherty,
1985).
Krisis dapat terjadi pada perorangan maupun terhadap organisasi atau lembaga.
Setiap jenis lembaga melayani kepentingan pihak tertentu sesuai dengan bentuknya dan
masing-masing memiliki potensi masalah utama tersendiri. Masing-masing jenis lembaga,
memiliki struktur formal, kemampuan dan pendekatan maupun intervensi yang berbeda
ketika menghadapi krisis atau perubahan mendadak (Mitroff, 2001; Barton, 1993; Booth,
1993; Glen, 1993; Pauchant dan Mitroff, 1992; Janis, 1989). Klasifikasi lembaga
berdasarkan kepentingannya dapat dilihat pada Tabel 1.
Bentuk Kepentingan utama yang harus dilayani Contoh Masalah utama
Bisnis Pemilik saham Perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara, dll Harus mencari keuntungan
Non profit Kelompok penerima jasa Universitas Harus menyeleksi calon penerima jasa Perhimpunan Para anggota Serikat pekerja, koperasi, perhimpunan tani dll Harus memenuhi kebutuhan anggota Lembaga
publik Masyarakat umum
Polisi, instansi pemerintah dll
Harus melaksanakan prosedur tertentu
Diolah dari Kreitner, 1986
Metoda yang paling sederhana dalam menghindari krisis adalah konsensus yang
memungkinkan para pihak yang berkepentingan berpartisipasi dalam upaya mencegah
konflik. Pengambilan keputusan berdasarkan konsensus tergantung pada dua hal, yakni (1)
optimasi dari terpenuhinya kepentingan para pihak dan (2) kompromi dari pihak-pihak
yang berkepentingan. Pemilihan langkah antara pencegahan, penghindaran dan
penanggulangan tergantung pada perbandingan antara biaya perlakuan dengan dampak
yang mungkin timbul. Jika biaya penghindaran atau pencegahan lebih besar dibandingkan
dengan kerugian yang timbul akibat dampak krisis, maka pihak manajemen lebih tepat
memilih penanggulangan krisis tersebut (Mitroff, 2001; Moscovici & Doise, 1994;
Gottschalk, 1993; Fink, 1986).
Pencegahan dan penghindaran krisis tergolong langkah yang sangat rumit, karena
datangnya krisis pada umumnya sangat mendadak serta perkembangannya sangat cepat.
Sehingga, upaya melakukan konsensus guna menyelesaikan krisis, sangat sulit dilakukan
setelah krisis mulai berlangsung. Perencanaan dan kesiagaan penanggulangan krisis (crisis planning and preparedness) yang tepat merupakan faktor kunci bagi keberhasilan
penanganan krisis dalam suatu perusahaan (Mitroff, 2001; White & Mazur, 1998; Jackson
& Center, 1995; Barton, 1993; Fink, 1986). Pengaruh tindakan intervensi terhadap
perkembangan krisis, dilukiskan pada Gambar 2.
Sumber: Gonzales-Herrero & Pratt (1995)
Secara garis besar krisis dapat dibagi menjadi empat tahapan, yakni prodromal atau
awal, akut, kronis dan tingkat penyelesaian. Situasi awal krisis antara lain ditandai oleh
peningkatan intensitas ketegangan, peningkatan perhatian media massa atau pemerintah,
kemunculan hambatan atau gangguan terhadap operasi bisnis, gangguan citra perusahaan,
serta kehancuran prinsip-prinsip atau tata nilai dalam perusahaan (Mitroff, 2001; Fink,
1986).
Krisis prodromal dapat berkembang menjadi krisis akut jika peringatan dini
mengenai kemunculan persoalan tidak ditangani secara serius. Pada tahap akut, persoalan
sudah menjadi lebih serius dan gejala krisis terlihat jelas. Dengan perencanaan dan
penanganan yang tepat, ledakan krisis pada tahap akut dapat diatur waktu, tempo maupun
magnitudenya sehingga dampak buruk dapat dikendalikan. Perioda krisis tingkat akut
kebanyakan berlangsung singkat, lalu dilanjutkan dengan krisis tingkat kronis (Mitroff,
2001; Fink, 1986).
Krisis pada tingkat kronis sulit dikendalikan. Tidak sedikit perusahaan yang
memulai analisis, audit dan upaya pemulihan setelah krisis mencapai tahap kronis.
Perencanaan dan penanganan yang tepat dapat memperpendek perioda krisis kronis.
Tahapan berikutnya adalah penyelesaian atau resolusi krisis. Pada tahap ini, krisis dapat
diubah menjadi kesempatan atau peluang bagi perusahaan sehingga harus diupayakan agar
krisis terselesaikan secara tuntas (Mitroff, 2001; Fink, 1986).
14
Identifikasi krisis dan penentuan tindakan penyelesaian krisis, dilakukan dengan
menghitung nilai dampak krisis (Crisis Impact Value) berdasarkan faktor peluang krisis (Probability Factor) dan tingkat pengaruh (Degree of Influence) dan biaya intervensi (Cost of Intervention). Potensi pengaruh krisis diperkirakan menggunakan skala nilai 0-10 dengan memperhitungkan:
• Eskalasi intensitas krisis
• Kemungkinan peningkatan perhatian media massa atau pemerintah
• Penghambatan terhadap operasi perusahaan
• Kerusakan citra baik perusahaan di mata publik
• Kehancuran prinsip-prinsip dasar perusahaan
Rata-rata jumlah seluruh nilai yang diperoleh disebut angka Skala Dampak Krisis
(Crisis Impact Scale atau CIV). Langkah berikutnya adalah memperkirakan secara subjektif mengenai potensi terjadinya krisis menggunakan skala 0-100 persen (Fink,
1986). Perpaduan antara kedua skala itu dalam kuadran terlihat pada Gambar 3.
Pada kuadran hijau, dampak krisis rendah dan kemungkinan terjadinya krisis juga
rendah, sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan nyaris tidak terancam oleh krisis.
Pada kuadran kuning, faktor kemungkinan terjadinya krisis memang rendah namun jika
krisis terjadi dampaknya akan sangat merugikan perusahaan. Pada kuadran merah, berarti
perusahaan yang bersangkutan sangat mudah terlanda krisis dan dampak krisisnya sangat
buruk. Sedang pada kuadran kelabu, tingkat kemungkinan terjadinya krisis cukup tinggi
namun dampak krisis yang ditimbulkan nyaris tidak terlalu berarti.
Peluang krisis (%)
0 100
N
ilai dampak
kr
is
is
0 10
Rendah Rendah
Tinggi Rendah
Tinggi Tinggi
Rendah Tinggi
KUNING
MERAH
HIJAU KELABU
[image:41.595.198.413.513.724.2]Sumber: Fink, 1986
Krisis tidak mengenal batas dan terjadi pada perusahaan, perhimpunan, lembaga
pemerintah, koperasi maupun keluarga. Bagi suatu perusahaan, krisis dan kejadian susulan
setelah krisis menimbulkan kerugian yang sangat besar. Pengendalian dampak dan
guncangan akibat suatu krisis, memerlukan proses yang panjang dan waktu yang lama.
Kebanyakan perusahaan mengandalkan sumberdaya atau konsultan dari luar guna
mengatasi krisis.
Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan dengan krisis adalah krisis internal yang
merupakan suatu peristiwa besar yang tak terduga, berdampak negatif dan dapat
menimbulkan kerugian yang sangat berarti bagi suatu perusahaan. Kerugian tersebut
meliputi aspek pemasaran produk atau jasa, kondisi keuangan, citra atau reputasi
perusahaan, semangat kerja karyawan di lingkungan perusahaan tersebut dan bahkan dapat
merupakan campuran dari berbagai aspek tersebut (Mitroff, 2001; Doherty 2000; Fink,
1986).
2.2. Krisis dalam Agroindustri
Salah satu contoh mengenai krisis internal yang melanda perusahaan agroindustri
terjadi di Amerika Serikat (AS) tahun 1987. Akhir Maret 1987, televisi CBS dalam program ’60 Minutes’ menyiarkan bahwa 30 persen dari daging ayam yang dijual di Amerika Serikat terkontaminasi oleh bakteri salmonella yang berbahaya bagi kesehatan
manusia. Laporan bertajuk One Out of Three tersebut mengutip keterangan seorang mantan pejabat Departemen Pertanian AS yang membidangi industri peternakan ayam,
sejumlah pejabat inspektur dari lingkungan pemerintah, serta seorang mantan karyawan
pabrik pemrosesan daging ayam di sana (Lerbinger 1997; Booth, 1993; Gottschalk, 1993).
Para narasumber menilai perusahaan-perusahaan penghasil daging ayam (poultry) biasa melakukan pelanggaran terhadap peraturan kesehatan dan menjual produk yang
tercemari bakteri berbahaya akibat kelemahan pengawasan Departemen Pertanian AS.
Siaran CBS tersebut kemudian disusul oleh publikasi negatif berbagai media massa AS, termasuk Harian Los Angeles Times (edisi 19 Mei 1987) dan Washington Post (3 Juni 1987). Parlemen AS menyelenggarakan dengar pendapat mengenai masalah tersebut awal
Juni 1987. Industri peternakan ayam pedaging, Dewan Nasional Ayam Pedaging, serta
berbagai industri pemrosesan yang menjadi matarantai dalam pemrosesan maupun
pemasaran daging ayam di AS dilanda krisis sampai awal September 1987 dan baru pulih
16
Statistik tahun 1986 menunjukkan penjualan daging ayam di AS pada tingkat
grosir mencapai 12 miliar dollar AS. Setiap keluarga di AS mengkonsumsi sekitar 27 kg
daging ayam per tahun. Siaran program ’60 Minutes’ tayangan Televis