• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistematika Pembahasan

Dalam dokumen KONSEP TABAYYUN DALAM AL-QUR AN (Halaman 34-40)

Dalam penulisan penelitian, dibutuhkan sebuah sistematika penulisan agar pembahasan tersusun secara sistematis dan tidak keluar dari pokok permasalahan yang akan diteliti. Adapun sistematika pembahasan proposal ini adalah sebagai berikut :

Bab I, berisikan Pendahuluan. Bab ini mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Hal ini sangatlah penting untuk dikaji agar diketahui problem akademik serta beberapa langkah penelitian yang akan dilakukan untuk menjawab problem akademik tersebut.

Bab II, terdiri dari tiga sub bab yaitu menguraikan ayat-ayat tabayyun dalam al-Qur’an, kemudian menjelaskan makna dasar tabayyun dan makna relasional yang meliputi analisis sintagmatik dan paradigmatik serta medan semantik.

Dengan mengetahui makna dasar dan makna relasional tabayyun maka akan tampak bahwa makna dasar selalu melekat di saat yang sama dan akan memiliki makna yang berbeda jika dihubungkan dengan konsep-konsep lainnya.

Bab III, terdiri dari empat sub bab, yaitu menjelaskan klasifikasi ayat-ayat makkiyyah dan madaniyyah, kemudian menjelaskan makna sinkronik dan diakronik kata tabayyun yang terdiri dari periode pra Qur’anik, Qur’anik dan pasca Qur’anik. Kemudian sub bab terakhir menjelaskan weltanschauung kata tabayyun. Dari sini maka akan diketahui bahwa kata tabayyun mengalami perkembangan makna pada periode Qur’anik dan memiliki perbedaan konotasi

16

makna antara periode pra Qur’anik dan pasca Qur’anik yang sangat dipengaruhi oleh konteks historis dan biasa disebut dengan weltanschauung atau pandangan dunia al-Qur’an terhadap kosakata tabayyun.

Bab IV, merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran. Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dari penelitian ini dan mengungkapkan segala bentuk kekurangan serta saran agar para peneliti selanjutnya diharapkan dapat lebih baik lagi dalam meneliti konsep ini.

143 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Dari uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan:

1. Makna Dasar dan Makna Relasional Tabayyun

Pencarian makna dasar kata tabayyun diambil dari perubahan bentuk katanya, yaitu bāna, bayyana, abāna, tabayyana, dan istabāna.

Dari penelitian penulis, kelima perubahan kata tabayyun itu merujuk pada dua makna, yaitu ittaḍaḥa dan ẓahara. Kata ittaḍaḥa memiliki arti menjadikannya jelas, terang atau nyata.1 Sedangkan kata ẓahara memiliki arti muncul, tampak, terang atau lahir.2 Penggunaan kata ittaḍaḥa dan ẓahara juga berkaitan dengan menjelaskan sesuatu yang bersifat material dan immaterial, karenanya, tabayyun dalam dunia masyarakat orang Arab digunakan dalam menjelaskan sesuatu, baik yang bersifat material maupun immaterial.

Makna relasional tabayyun terbagi menjadi dua analisis, yaitu analisis sintagmatik dan analisis paradigmatik. Analisis sintagmatik kata tabayyun, berdasarkan dari kata tabayyana, tabayyanat, yatabayyanu dan tabayyanū memiliki empat makna, yaitu kejelasan yang diingkari, berfungsi sebagai batasan, bukti kekuasaan Allah dan kejelasan atas informasi. Dari penjelasan makna relasional kata tabayyun analisis

1 Aḥmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hlm. 1564

2 Aḥmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia,...., hlm. 883

144

sintagmatik, setidaknya menghasilkan tiga pola umum. Pola umum yang pertama ialah dilihat dari objek yang dijelaskan dan dari objek yang diberikan kejelasan. Dari objek yang dijelaskan ini, memunculkan pola umum yang kedua dan juga pola umum yang ketiga, yaitu penjelasan objek yang dijelaskan mengenai sesuatu yang bersifat material dan immaterial, kemudian objek yang dijelaskan dilihat dari adanya lawan kata atau oposisi pada objek penjelasannya, yaitu penjelasan kata secara ekspilist dan implisit.

Sedangkan pada analisis paradigmatik kata tabayyun, penulis dapatkan pada kata al-kasyf dan ‘addā sebagai sinonim kata tabayyun atau bentuk dari konotasi positifnya. Sedangkan kata ‘ajalah dan al-ẓann sebagai antonim kata tabayyun atau bentuk dari konotasi negatifnya.

2. Makna Sinkronik dan Diakronik Tabayyun

Pada pemaknaan sinkronik tabayyun merujuk pada makna relasional kata tabayyun pada makna sintagmatik dan paradigmatik dan juga pemaknaan pada masa Qur’anik. Sedangkan yang dimaksud dengan makna diakronik tabayyun ialah adanya perkembangan makna tabayyun dilihat dari penggunaannya pada tiga masa, yaitu pra Qur’anik, Qur’anik dan pasca Qur’anik. Pada masa pra Qur’anik, kata tabayyun lebih banyak digunakan dalam soal sosial dan bersifat material. Pada masa Qur’anik, kata tabayyun bersifat sosio-teologis, artinya klarifikasi tidak hanya digunakan sebagai sarana dalam

145

berinteraksi sosial, tetapi juga sebagai jalan ketaatan menuju Tuhan.

Sedangkan pada masa pasca Qur’anik, pemaknaan kata tabayyun lebih ditekankan dan dikhususkan lagi pada penafsiran yang terdapat pada kitab-kitab tafsir awal. Meskipun terdapat perbedaan penafsiran atau pemaknaan terhadap kata tabayyun, ia sebenarnya memiliki maksud yang sama, yaitu untuk memperkuat penjelasan kata tabayyun pada masa Qur’anik.

3. Weltanschauung

Konsep weltanschauung kata tabayyun kembali pada pemaknaan kata tabayyun pada masa Qur’anik, yaitu bersifat sosio-teologis.

Artinya, perintah klarifikasi tidak hanya berhubungan dengan interaksi sosial antara sesama manusia, tetapi ia juga berhubungan dengan ketundukan kepada Tuhan. Ketika konsep tabayyun ini digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang bersifat material maupun immaterial, pada saat itu sebenarnya ia ingin mengarahkan manusia untuk bijak dalam menyaring dan juga menerima berita, serta bijak dalam melakukan klarifikasi dan tidak tergesa-gesa untuk menyebarkan berita yang diterima.

B. Saran-saran

Setelah penulis menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa sebuah penelitian pasti tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, penelitian ini tidak dapat dikatakan telah selesai, tapi masih bisa dikaji ulang secara

146

mendalam lagi, mengingat masih ada yang perlu dikaji lebih dalam lagi penelitian ini:

Pertama, pengkajian secara mendetail mengenai konsep tabayyun dalam pasca Qur’anik yang tidak hanya berkisar pada kitab-kitab tafsir awal masa pembukuan. Tetapi bisa diluaskan lagi dengan menambah literatur tafsir yang bercorak teologi, fikih maupun tasawuf.

Kedua, pengkajian konsep tabayyun dengan metode lain seperti semiotik, hermeneutik dan lain sebagainya. Namun bisa juga pengkajian konsep lain dengan menggunakan steori emantik, mengingat bahwa suatu pengkajian kosakata semantik akan sangat membantu dalam memahami kosakata dalam al-Qur’an yang sarat akan budaya, pesan moral dan peradaban.

147

Dalam dokumen KONSEP TABAYYUN DALAM AL-QUR AN (Halaman 34-40)

Dokumen terkait