BAB I PENDAHULUAN
G. Sistematika Penulisan
Data yang dipergunakan dalam srkipsi ini adalah data sekunder dan didukung data primer. Data sekumder meliputi perundang-undangan, buku-buku, situs internet dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan polisi dan Pengurus LSM
3. Metode Pengumpulan data
Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode library research (penelitian kepustakaan), yakni dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, situs internet dan digunakan juga metode field research yaitu melakukan wawancara dengn narasumber.
4. Analisis data
Data sekunder dan primer yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini, yaitu data yang diperoleh dari penelitian di lapangan dianalisis secara utuh dan menyeluruh tanpa menggunakan statistik.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab, yaitu ; BAB I. Pendahuluan
Bab ini dimulai dengan memaparkan latar belakang, permasalahan diskresi kepolisian kepada anak penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka yang membahas tentang
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
pengertian diskresi, pengertian kepolisian, pengertian anak, batas usia anak, pengertian tindak pidana, penggolongan tindak pidana psikotropika dan narkotika kemudian metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika yang dilakukan oleh Anak
Bab ini memberikan uraian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan dan faktor-faktor yang menyebabkan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang dilakukan oleh anak.
BAB III. Peraturan-peraturan yang Berkaitan dengan Perlindungan Terhadap anak Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika
Bab ini akan membahas mengenai peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap anak korban penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yaitu UU No.22 tahun 1997 Tentang Narkotika, Undang-Undang No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
BAB IV. Diskresi Kepolisian RI dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba yang Dilakukan oleh Anak
Bab ini akan membahas mengenai faktor-faktor yang harus diperhatikan dan bagaimana prospek pelaksanaan diskresi terhadap penyalahgunaan narkotika
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
dan psikotropika yang dilakukan oleh anak di Kepolisian Kota Besar Medan dab Kepolisian Sektor Kota Medan Sunggal.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari seluruh bab-bab yang terdapat dalam skripsi ini sebagai jawaban dari permasalahan dan kemudian dibuat saran-saran yang merupakan sumbangan pemikiran penulis terhadap permasalahan yang telah dikemukakan dalam skripsi ini.
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
BAB II
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
Penyalahgunaan narkotika dan psikotropika merupakan merupakan akibat dari berbagai faktor yang secara kebetulan terjalin menjadi suatu kehidupan yang sangat merugikan bagi semua pihak. Faktor-faktor tersebut tidak terlepas dari sebab-sebab timbulnya kejahatan menurut teori-teori kejahatan.
a. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Timbulnya Kejahatan.
Kejahatan merupakan sebahagian dari masalah manusia dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena itu kita harus memberikan batasan tentang apa yang dimaksud dengan kejahatan itu sendiri sebelum membahas mengenai faktor-faktor penyebabnya.
Pengertian Kejahatan dapat dipandang dari 4 segi, antara lain : a. Kejahatan dipandang dari segi sosiologi
Dipandang dari segi sosiologis, kejahatan adalah salah satu jenis gejala sosial, yaitu suatu kelakuan yang asosial dan amoral yang tidak dikehendaki oleh kelompok pergaulan dan secara sadar ditentang oleh Pemerintah.
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
Kejahatan adalah perbuatan yang dilarang oleh undang-undnag dan barang siapa yang melakukan sesuatu perbuatan bertentangan dengan undang-undnag tersebut, maka ia akan dihukum31
c. Kejahatan dipandang dari segi kejiwaan .
Dipandang dari segi kejiwaan (psikologis), setiap perbuatan manusia adalah dicerminkan oleh kejiwaan dari manusia bersangkutan, yang dalam tindakannya, terdapat dalam masyarakatnya. Jadi dapat dikatakan bahwa perbuatan jahat (kejahatan) adalah suatu tindakan (perbuatan) yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat tertentu tersebut yang oleh karena itu oula perbuatan itu dapat dikatakan adalah tidak normal (abnormal)32
d. Batasan pengertian kejahatan menurut para sarjana antara lain : .
1. W.A Bonger
Perbuatan yang sangat immoral dan asosial yang tidak dikehendaki oleh masyarakat dan harus dihukum oleh masyarakat.33
2. Paul Mudikdo Muliono
Menyatakan pengertian kejahatan adalah perbuatan manusia yang merupakan pelanggaran norma, yang dirasa merugikan, menjengkelkan, sehingga tidak boleh dibiarkan34
Membedakan pengertian kejahatan secara yuridis dan pengertian secara sosiologis. Ditinjau dari segi yuridis pengertian kejahatan
. 3. R. Soesilo
31
W.A. Bonger dalam H. Ridwan Hasibuan.S.H, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, Medan: USU Press, 1994, hal. 9.
32
Ibid., hal. 10.
33
Noach, B. Simanjuntak, I.L Pasaribu, Kriminologi, Bandung: Tarsito, 1984, hal. 44.
34
Paul Mudikdo Muliono dalam Prof. Chainur Arrasjid, SH. Suatu Pemikiran tentang Psikologi Kriminil, Medan: USU Press, 1999, hal. 27.
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
adalah suatu perbuatan tingkahlaku yang bertentangan dengan undang-undang.untuk dapat melihat apakah perbuatan bertentangan dengan undang-undang, maka undang-undnag itu haruslah diciptakan terlebih dahulu sebelum adanya peristiwa pidana, hal ini selian untuk mencegah adanya tindakan yang sewenang-wenang dari pihak penguasa juga agar dapat emberikan kepastian hukum.ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalahperbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.35
4. M.A Elliot
Mengatakan bahwa kejahatan artinya suatu problem dalam masyarakat modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi hukuman penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya.36
5. Dr. J.E Sahetapy, SH dan B. Marjono Reksodipuro, SH
Di dalam bukunya Paradox Kriminologi mengatakan bahwa kejahatan adalah setiap perbuatan (termasuk kelalaian) yang dilarang oleh hukum public untuk melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh negara. Perbuatan tersebut diberi hukuman pidana karena melanggar norma-norma sosial masyarakat mengenai tingkah laku yang patut dari seorang warga negaranya. Selanjutnya Dr. J.E Sahetapy mengatakan bahwa kejahatan adalah tidak lain dan tidak bukan hanyalah suatu penanaman belaka yang diberikan oleh pemerintah selaku pihak yang berkuasa yang dalam pelaksanaannya
35
H.M Ridwan, S.H., Ediwarman, Azas-Azas Krimonologi, Medan: USU Press, 1994, hal. 45.
36
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
dibebankan kepada pundak hakim untuk memberikan penilaian/pertimbangan apakah suatu persoalan yang diajukan kepadanya adalah perbuatan pidana atau bukan.
6. Noach
Mengatakan bahwa kejahatan adalah setiap perbuatan yang melanggar undang-undang dan merugikan masyarakat.
7. Thomas Hobbes
Mengatakan bahwa “A crime is a sinne consisting in the committing
(by deed of the word) of that which the law for biddeth, or the omission of what it hath commanded, so that every crime is a sinne, but not every sinne is a crime”.
8. Korn
Mengatakan bahwa “A crime is a act or omission ascribd to a person
when he is punishment by the authorities in continuous political control over the territory in which he is.
9. J.M. Bemmelem
Mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman/pidana kepada penjahat.
Dari pengertian-pengertian kejahatan tersebut maka dapatlah kita ketahui bahwa penafsiran masyarakat mengenai kejahatan bersifat subjektif, dalam arti
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
penafsirannya dipengaruhi dengan waktu, tempat dimana masyarakat tersebut berada.
Menurut Mr. Bonger, terdapat beberapa unsur yang turut menyebabkan terjadinya kejahatan menurut penyelidikannya, yaitu :
a. Terlantarnya anak-anak b. Kesengsaraan
c. Nafsu ingin memiliki d. Demoralisasi seksuil e. Alkoholisme
f. Kurangnya peradaban g. Perang
Mengenai sebab-sebab terjadinya kejahatan, dalam teori-teori tentang kejahatan dapat dibagi dalam beberapa aliran, yaitu :
A. 1. Aliran Klasik
Dasar pemikiran dari ajaran klasik ini adalah adanya pemikiran bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas (Free
Will). Di mana dalam bertingkah laku, ia memiliki kemampuan untuk
memperhitungkan segala tindakan berdasarkan keinginannya. Dengan kata lain manusia dalam berperilaku dipandu oleh dua hal yaitu penderitaan dan kesenangan yang menjadi resiko dari tindakan yang dilakukannya. Dalam hal ini hukuman dijatuhkan berdasarkan tindakannya, bukan kesalahaannya.
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, Cessare Bonesana Marchese de Beccaria menuntut adanya persamaan di hadapan hukum bagi semua orang dan keadilan dalam penerapan sanksi. Ia menginginkan kesebandingan antara tindakan dan hukuman yang dijatuhkan.
Selain Beccaria, sarjana lain yang mengungkapkan mengenai free will dan
hedonisme manusia adalah Jeremy Bentham yang merupakan seorang sarjana
Inggris. Sebagai seorang ahli hukum ia menyatakan bahwa tujuan dari pemberian sanksi semata-mata berfungsi sebagai alat preventie bagi lahirnya kejahatan. Ide dari para sarjana ini mengilhami lahirnya Code Civil Napoleon 1791 dan juga Konstitusi Amerika pada masa itu. Adanya persamaan di hadapan hukum dan keseimbangan antara hukuman dankejahatan secara murni pada saat itu
A. 2. Aliran Neo Klasik
Aliran Neo Klasik pada dasarnya bertolak pada pemikiran aliran klasik. Namun demikian para sarjana aliran Neo Klasik ini justru menginginkan pembaharuan pemikiran dari aliran klasik setelah pada kenyataannya pemikiran pada aliran klasik justru menimbulkan ketidakadilan.
Pemberlakuan secara kaku Code Penal Perancis terhadap pelaku kejahatan di bawah umur, di mana tidak adanya suatu pembedaan pemberian hukuman terhadapnya, dinilai sebagai suatu ketidakadilan. Aspek mental dan kesalahan seseorang seseorang tidak diperhitungkan oleh Code Penal Perancis tersebut.
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
Meski aliran neo klasik tidak dilandaskan pada pemikiran ilmiah, namun aspek-aspek kondisi pelaku dan lingkungannya mulai diperhatikan. Hal tersebut yang membuatnya berbeda dengan aliran klasik.
A. 3. Aliran Positif
Secara garis besar aliran positifis membagi dirinya menjadi dua pandangan, yaitu :
a. Determinisme Biologis
Teori-teori yang termasuk dalam aliran ini mendasari pemikiran bahwa perilaku manusia sepenuhnya tergantung pada pengaruh biologis yang ada dalam dirinya.
b. Determinisme kultural
Teori-teori yang masuk dalam aliran ini mendasari pemikiran mereka pada pengaruh sosial, budaya dan sosial dimana seseorang itu hidup.
Penjelasan yang berikut ini akan memulai pembagian dari pandangan determinisme biologis sebagai asal mula lahirnya aliran positifis ini
Tokoh aliran positifis adalah Cesare lambroso, yang di sebut sebagai
Father of Modern Criminology. Lambroso merupakan orang yang pertama
meletakkan metode ilmiah (rational-scientist thinking and experimental) dalam mencari penjelasan tentang sebab kejahatan serta melihatnya dari banyak faktor.37
37
Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Jakarta: PT Raja Garfindo Persada, 2001, hal. 21-23.
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
Teori Born Criminal Lambroso lahir dari ide yang diilhami oleh teori Darwin tentang evolusi manusia. Di sini Lambroso membantah tentang sifat free
will yang dimiliki manusia. Doktrin atavisme (bakat jahat dapat dilihat dari
ciri-ciri biologis, seperti memiliki dahi yang sempit dan melengkung ke belakang, rahang yang besar dan gigi taring tajam, berbadan tegap dan tangan lebih panjang, bibir tebal, hidung tidak mancung, dan lain-lain) menurutnya membuktikan adanya sifat hewani yang diturunkan oleh nenek moyang manusia. Gen ini dapat muncul sewaktu-waktu dari turunannya yang memunculkan sifat jahat pada manusia modern. Pendapat bahwa para penjahat mempunyai ciri-ciri fisik yang khusus, sebenarnya sudah ada sebelum Lambroso muncul dengan teorinya “Born
Criminal”38
Berdasarkan penelitian ini, Lambroso mengklasifikasikan penjahat ke dalam (4) empat golongan, yaitu
.
Dalam perkembangan teorinya ini, Lambroso mendapati kenyataan bahwa manusia jahat dapat ditandai dari sifat-sifat fisiknya. Lambroso menggunakan posisinya sebagai dokter militer, untuk meneliti 3000 tentara melalui rekam medis (medical-record)-nya, yang antara lain yaitu telinga yang tidak sesuai ukurannya, dahi yang menonjol, tangan yang panjang, rahang yang menonjol, ataupun hidung yang bengkok. Penelitian ini melahirkan berbagai tulisannya pada masa itu.
39
1. Born Criminal yaitu orang berdasarkan dokrin atavisme;
:
2. Insane Criminal yaitu orang-orang yang tergolong ke dalam kelompok
idiot, embisil dan paranoid;
38
Noach, B. Simanjuntak, I.L Pasaribu, Op. Cit., hal: 67
39
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
3. Occasional Ciminal atau Criminaloid yaitu pelaku kejahatan berdasarkan
pengalaman yang terus-menerus sehingga mempengaruhi kepribadiannya; 4. Criminal of Passion yaitu pelaku kejahatan yang melakukan tindakannya
karena marah, cinta atau karena kehormatan.
Teori Lambroso mendapat kritikan dari berbagai sarjana antaranya Lacassagne (1834-1924), Manouvier (1850-1927) dan Tarde (1834-1904). Kritik ini muncul bersamaan dengan pesatnya perkembangan ilmu-ilmu alam di Eropa pada abad ke-19, khususnya di Perancis. Lassagne berpendapat bahwa kejahatan merupakan suatu jenis penyakit yang disebabkan oleh kuman, namun berkembangnya kuman tetap digantungkan pada kondisi manusianya. Pandangan ini berdasarkan tren pada masa itu di mana mikroskop baru ditemukan.
Pendapat lain dilontarkan oleh Manouvier. Ia tidak menyetujui generalisasi yang dilakukan Lambroso yang menyatakan bahwa asal mula kejahatan berasal dari gen kebuasan dan sikap liar yang diturunkan oleh nenek moyang manusia. Nenek moyang menusia tersebut oleh Manouvier dianggap biadab apabila diukur dari kebudayaan yang sekarang.
Menurut Manouvier kejahatan lebih banyak disebabkan oleh mileu atau lingkungan di mana manusia yang bersangkutan itu hidup. Pengaruh lingkungan inilah yang menurutnya banyak mempengaruhi sikap jahat seseorang. Kritik lain dilontarkan oleh Trade, antropolog ini juga menggunakan mileu sebagai landasan teorinya. Ia menyatakan bahwa perilaku jahat seseorang sesungguhnya timbul dari hukum imitasi atau meniru perilaku orang lain. Ketiga orang ini menolak teori born criminal yang dilontarkan oleh Lambroso. Enricco Ferri, murid Lambroso kemudian menengahi dengan merangkum semua teori di atas. Meski tetap
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
berkeyakinan bahwa ada orang-orang yang dilahirkan jahat, namun lingkungan pun memiliki pengaruh dalam membentuk perilaku jahat tersebut.
Di samping teori biologi dari Lambroso tersebut, terdapat beberapa teori lain yang menitikberatkan kepada kondisi individu penjahat, antara lain :
a. Teori Psikis, dimana sebab-sebab kejahatan dihubungkan dengan kondisi kejiwaan seseorang. Sarana yang digunakan adalah tes-tes mental seperti tes IQ. Metode ini sempat tampil dengan meyakinkan setelah dibuat tes terhadap sejumlah narapidana, yang ternyata memiliki IQ di bawah 00. jadi penjahat menurut teori ini adalah orang-orang yang memiliki keterbelakangan mental dan bodoh. Namun teori ini gugur, manakala dilakukan tes serupa pada serdadu Amerika pada perang dunia I. mereka yang dipandang sebagai pahlawan dan orang yang baik ternyata sebahagian besar memiliki IQ di bawah 100.
b. Teori yang menyatakan bahwa penjahat memiliki bakat yang diwariskan oleh orang tuanya. Pada mulanya sangat mudah mendapati anak yang memiliki karakter seperti orang tuanya, namun ternyata hasil yang sama pun tidak jarang ditemui pada anak yang diadopsi atau anak-anak angkat. c. Teori Psikopati, berbeda dengan teori-teori yang menekankan pada
intelejensia atau kekuatan mental pelaku, teori psikopati mencari sebab-sebab kejahatan dari kondisi jiwanya yang abnormal. Seorang penjahat di sini terkadang tidak memiliki kesadaran atas jejahatan yang telah diperbuatnya sebagai akibat gangguan jiwanya.
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
d. Teori bahwa kejahatan sebagai gangguan kepribadian sempat digunakan di Amerika untuk menjelaskan beberapa perilaku yang dikategorikan sebagai
crime without victim (kejahatan tanpa korban) seperti pemabuk,
gelandangan, perjudian, prostitusi, pengguna obat bius.40
Di samping teori-teori yang menitikberatkan pada kondisi individu, ada pula golongan sarjana yang mencari sebab-sebab kejahatan pada pengaruh sosial kebudayaan, yang kemudian dapat digolongkan ke dalam 4 (empat) kelompok besar, yaitu :
1. Kelompok teori yang mendasarkan kejahatan dengan kondisi ekonomi; 2. Kelompok yang melihat kejahatan sebagai pelaku yang dipelajari secara
normal;
3. Kelompok teori yang melihat konflik sebagai sebab-sebab kejahatan. 4. Kelompok teori yang disebut sebagai teori kritis atau modern.
Jika dikaitkan dengan teori-teori kejahatan yang telah dibahas tersebut maka terdapat hubungan antara sebab-sebab seorang anak melakukan tindak pidana atau kenakalan anak remaja. Yang termasuk dalam kenakalan anak remaja yaitu penyalahgunaan narkoba.
Adapun sebab-sebab kenakalan anak remaja dapat di lihat dari 2 (dua) faktor , yaitu:
1. Faktor intrinsic 2. Faktor ekstrinsik
40
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
Faktor intrinsik yang menyebabkan timbulnya kenakalan anak remaja yaitu:
1. Faktor biologis
Tingkah laku pada anak dapat muncul karena faktor-faktor biologis atau struktur jasmaniah seseorang. Kejahatan ini berlangsung melalui gen disebabkan tidak adanya gen tertentu yang kesemuanya dapat memunculkan penyimpanan tingkah laku pada anak tersebut.
2. Faktor Psikologis
Faktor penyebab anak melakukan tindak pidana ini dapat ditinjau dari aspek psikologis atau kejiwaannya. Faktor psikologis itu antara lain faktor intelegensia. Dengan kecerdasan yang tumpul dan wawasan sosial yang kurang tajam, mereka mudah sekali terseret oleh ajakan buruk untuk menjadi jahat.
Konflik batin dalam menghadapi keadaan sosial dan pola-pola hidup keluarga, sehingga menimbulkan tindakan kriminal dari berlagak jago untuk menutupi rasa tidak percaya dirinya sampai menggunakan narkoba untuk menghilangkan rasa kkecewaan dan frustasi.
Faktor ekstrinsik yang menyebabkan timbulnya kenakalan anak remaja yaitu:
1. Faktor keluarga
Tidak seorang anak pun yang dilahirkan memiliki tabiat sebagai seorang yang patuh/baik ataupun sebagai seorang anak yang nakal atau jahat. Karena keluargalah yang merupakan lingkungan pertama yang mempengaruhi perkembangan anak.
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
Kualitas kehidupan keluarga mempunyai peranan paling besar dalam membentuk kepribadian anak. Kondisi keluarga yang dapat memberikan dampak buruk misalnya rumah tangga yang berantakan, kurangnya perhatian dari orang tua. Semua ini merupakan kondisi yang dominant untuk memunculkan kenakalan anak termasuk penyalahgunaan narkoba.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan sekitar tidak selalu baik dan menguntungkan bagi perkembangan anak. Pengaruh lingkungan yng biasanya dihuni oleh orang dewasa dan remaja yang anti sosial dapat merangsang timbulnya reaksi emosional buruk pada anak remaja yang jiwanya masih labil.
B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Penyalahgunaan Narkoba yang Dilakukan Oleh Anak
Anak merupakan bagian terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia, karena pada masa anak-anaklah sesungguhnya karakter dasar seseorang dibentuk baik yang bersumber dari fungsi otak maupun emosionalnya. Berkualitas atau tidaknya seseorang di masa dewasa sangat dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan pendidikan yang diterima di masa kanak-kanaknya. Dengan kata lain, kondisi seseorang di masa dewasa adalah merupakan hasil dari proses pertumbuhan yang diterima di masa anak-anak. Adapun faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan anak adalah orang tua,
Eka Novia Sari : Diskresi Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Poldasu), 2008.
USU Repository © 2009
sekolah dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan41
1. Faktor Internal .
Penyalahgunaan narkoba bukanlah suatu kejadian yang sederhana yang bersifat mandiri, melainkan merupakan akibat dari berbagai faktor yang secara kebetulan terjalin menjadi suatu fenomena yang sangat merugikan bagi semua pihak yang terkait. Adapun faktor-faktor penyalahgunaan narkoba pada anak-anak dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu :
2. Faktor Eksternal 1. Faktor Internal
Sudah merupakan suatu kodrat bahwa manusia terdiri dari roh, jiwa dan raga. Idealnya, roh, jiwa dan raga harus berfungsi secara seimbang. Jiwa manusia terdiri dari tiga aspek, yaitu kognisi (pikiran), afeksi (emosi, perasaan), konasi (kehendak, kemauan, psikomotor). Selain mengalami pertumbuhan fisik, manusia juga mengalami perkembangan jiwanya. Di dalam masa perkembangan kejiwaan inilah kepribadian terbentuk, dan terbentuknya kepribadian itu sangat dipengaruhi oleh dinamika perkembangan konsep dirinya. Perkembangan ini dialami secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Karenanya tidak akan ada