• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Sistematika Penulisan

Bab ini berisi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan mengenai teori-teori yang akan berhubungan dengan masalah yang menjadi topik penelitian pengendalian internal terhadap sistem penjualan perusahaan.

BAB III: Metode Penelitian

Bab ini berisi tentang jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data, data yang diperlukan, teknik pengambilan data, dan teknik analisis data.

BAB IV: Gambaran Umum Perusahaan

Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum perusahaan yang terdiri dari sejarah dan struktur organisasi beserta fungsi-fungsinya.

9 BAB V: Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengendalian internal terhadap penjualan tunai di Bilik Kayu Heritage Resto Yogyakarta.

BAB VI: Penutup

Bab ini berisi kesimpulan dari analisis data yang diperoleh peneliti selama melakukan penelitian dan juga berisi saran bagi Bilik Kayu Heritage Resto Yogyakarta

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sistem Pengendalian Internal

1. Pengertian Sistem Pengendalian Internal

Sistem Pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang di koordinasikan untuk menjaga aset organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen (Mulyadi 2016: 129).

Menurut Romney, Marshal B (2014: 226), sistem pengendalian internal adalah proses yang dijalankan untuk menyediakan jaminan memadai bahwa tujuan-tujuan pengendalian berikut telah dicapai:

a. Mengamankan aset, mencegah atau mendeteksi perolehan, penggunaan, atau penempatan yang tidak sah.

b. Mengelola catatan dengan detail yang baik untuk melaporkan aset perusahaan secara akurat dan wajar.

c. Memberikan informasi yang akurat dan reliabel.

d. Menyiapkan laporan keuangan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

e. Mendorong dan memperbaiki efisiensi operasional.

11

f. Mendorong ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang telah ditentukan.

g. Mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.

2. Tujuan Sistem Pengendalian Internal

Tujuan dari sistem pengendalian internal yaitu untuk mencegah kesalahan atau kecurangan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

Pengendalian internal ini dilakukan dalam perencaan maupun dalam pelaksanaan agar sistem dan prosedur yang ada dalam perusahaan dapat terlaksana dengan baik dan tidak menyimpang dari sistem yang telah berlaku dalam perusahaan itu sendiri.

Menurut Nugroho (2001: 18) tujuan dari sistem pengendalian intern yaitu:

a. Mengamankan aktiva perusahaan

Kekayaan fisik suatu perusahaan dapat dicuri, disalah gunakan atau hancur karena kecelakaan tersebut dilindungi dengan pengendalian yang memadai, begitu juga dengan kekayaan perusahaan yang tidak memiliki wujud fisik seperti piutang dagang akan rawan oleh kecurangan jika dokumen penting tidak dijaga.

12

b. Mengecek kecermatan dan ketelitian data akuntansi

Manajemen memerlukan informasi keuangan yang teliti dan handal untuk menjalankan kegiatan usahanya. Banyak informasi akuntansi digunakan manajemen untuk kegiatan usahanya sebagai dasar pengambilan keputusan penting.

c. Meningkatkan efisiensi

Pengendalian intern ditujukan untuk mencegah duplikasi usaha yang tidak perlu atau pemborosan dalan kegiatan bisnis perusahaan dan untuk mencegah penggunaan sumber daya perusahaan yang tidak efisien.

Menurut Mulyadi (2002: 180) tujuan dari pengendalian internal adalah untuk memberikan keyakinan memadai dalam pencapaian tiga golongan tujuan:

1) Keandalan informasi keuangan.

2) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

3) Efektivitas dan efisiensi operasi.

3. Keterbatasan Sistem Pengendalian Internal

Pengendalian internal dalam setiap entitas memiliki keterbatasan bawaan. Menurut Mulyadi (2002: 181) keterbatasan dalam pengendalian internal yaitu sebagai berikut:

13 a. Kesalahan dalam pertimbangan

Seringkali manajemen dan personel lain dapat salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak memadai informasi, keterbatasan waktu, atau tekanan lain.

b. Gangguan

Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan.

Perubahan yang bersifat sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan.

c. Kolusi

Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi. Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian intern yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian intern yang dirancang.

14 d. Pengabaian oleh manajemen

Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan, atau kepatuhan semu.

e. Biaya lawan manfaat

Biaya dapat diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian intern tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian intern tersebut.

4. Unsur Sistem Pengendalian Internal

Mulyadi (2016:130) menyebutkan beberapa unsur pokok sistem pengendalian internal, antara lain:

a. Organisasi

1) Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kas. Fungsi penjualan yang merupakan fungsi operasi harus dipisahkan dari fungsi kas yang merupakan fungsi penyimpanan. Pemisahan ini mengakibatkan setiap penerimaan kas dari penjualan tunai dilaksanakan oleh dua fungsi yang saling mengecek. Dalam struktur organisasi, fungsi penjualan berada di tangan bagian order penjualan dan fungsi kas berada di tangan bagian kasa.

Penerimaan kas yang dilakukan bagian kasa akan dicek

15

kebenarannya oleh bagian order penjualan karena dalam sistem penjualan tunai transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai tidak akan terjadi tanpa diterbitkannya faktur penjualan tunai oleh bagian order penjualan.

2) Fungsi kas harus terpisah dari fungsi akuntansi. Berdasar unsur sistem pengendalian internal yang baik, fungsi akuntansi harus dipisahkan dari kedua fungsi pokok yang lain: fungsi operasi dan fungsi penyimpanan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga aset perusahaan dan menjamin ketelitian dan keandalan data akuntansi. Dengan kata lain, suatu sistem yang menggabungkan fungsi akuntansi dengan kedua fungsi pokok yang lain: fungsi operasi dan fungsi penyimpanan akan membuka kesempatan bagi karyawan perusahaan untuk melakukan kecurangan dengan mengubah catatan akuntansi untuk menutupi kecurangan yang dilakukannya. Dalam struktur organisasi, fungsi kas berada di tangan bagian kasa dan fungsi akuntansi berada di tangan bagian jurnal. Pemisahan kedua fungsi pokok ini akan mencegah terjadinya penggunaan kas dari penjualan tunai oleh bagian kasa untuk kepentingan pribadinya.

3) Transaksi penjualan tunai harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kas, fungsi pengiriman, dan fungsi akuntansi.

Tidak ada transaksi penjualan tunai yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh suatu fungsi tersebut. Dengan

16

dilaksanakannya setiap transaksi penjualan tunai oleh berbagai fungsi tersebut akan tercipta adanya pengecekan intern pekerjaan setiap fungsi tersebut oleh fungsi yang lainnya.

b. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan

1) Penerimaan Order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir faktur penjualan tunai. Transaksi penjualan tunai dimulai dengan diterbitkannya faktur penjualan tunai oleh fungsi penjualan. Dengan formulir ini fungsi penerimaan kas akan menerima kas dan fungsi pengiriman akan menyerahkan barang kepada pembeli. Faktur penjualan tunai harus diotorisasi oleh fungsi penjualan agar menjadi dokumen yang sahih, yang dapat dipakai sebagai dasar bagi fungsi penerimaan kas untuk menerima kas dari pembeli, dan menjadi perintah bagi fungsi pengiriman untuk menyerahkan barang kepada pembeli setelah harga barang dibayar oleh pembeli tersebut, serta sebagai dokumen sumber untuk pencatatan dalam catatan akuntansi.

2) Penerimaan kas diotorisasi oleh fungsi penerimaan kas dengan cara membubuhkan cap “lunas” pada faktur penjualan tunai dan penempelan pita register kas pada faktur tersebut. Sebagai bukti bahwa fungsi penerimaan kas telah menerima kas dari pembeli, fungsi tersebut harus membubuhkan cap “lunas” dan menempelkan pita register kas pada faktur penjualan tunai.

17

Dengan cap “lunas” dan pita register kas tersebut, dokumen faktur penjualan tunai dapat memberikan otorisasi bagi fungsi pengiriman untuk menyerahkan barang kepada pembeli.

3) Penjualan dengan kartu kredit bank didahului dengan permintaan otorisasi dari bank penerbit kartu kredit. Masalah yang dihadapi oleh merchant dalam penjualan dengan kartu kredit dari bank adalah penentuan bonafiditas pemegang kartu kredit. Dalam sistem yang online, merchant dilengkapi dengan suatu alat yang dihubungkan secara online dengan komputer bank penerbit kartu kredit. Otorisasi diperoleh merchant dengan cara memasukkan kartu kredit pelanggan ke dalam alat tersebut.

Dengan alat tersebut, merchant terhindar dari kemungkinan ketidakbonafitan pemegang kartu kredit. Jika buka sistem online yang digunakan oleh perusahaan untuk menghindari pemegang kartu kredit yang tidak bonafit, bagian kasa harus meneliti apakah pemegang kartu kredit tercantum dalam daftar hitam yang diterbitkan oleh bank penerbit kartu kredit secara berkala.

4) Penyerahan barang diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara membubuhkan cap “sudah diserahkan” pada faktur penjualan tunai. Cap “sudah diserahkan” yang dibubuhkan oleh fungsi pengiriman pada faktur penjualan tunai membuktikan telah diserahkannya barang kepada pembeli yang berhak.

Dengan bukti ini fungsi akuntansi telah memperoleh bukti yang

18

sahih untuk mencatat adanya transaksi penjualan tunai dengan mendebit akun kas dan mengkredit akun hasil penjualan.

Kemudian, transaksi penjualan tersebut juga dicatat dengan mendebit beban pokok penjualan dan mengkredit persediaan barang.

5) Pancatatan ke dalam catatan akuntansi harus didasarkan atas dokumen sumber yang di lampiri dengan dokumen pendukung yang lengkap. Catatan akuntansi harus diisi informasi yang berasal dari dokumen sumber yang sahih (valid). Kesahihan dokumen sumber dibuktikan dengan dilampirkannya dokumen pendukung yang lengkap, telah di otorisasi oleh pejabat yang berwenang. Dalam sistem penjualan tunai, pencatatan mutasi piutang harus didasarkan pada faktur penjualan tunai sebagai dokumen sumber dan pita register kas sebagai dokumen pendukung.

6) Pencatatan ke dalam catatan akuntansi harus dilakukan oleh karyawan yang diberi wewenang untuk melaksanakannya.

Setiap pencatatan ke dalam catatan akuntansi harus dilakukan oleh karyawan yang diberi wewenang untuk mengubah catatan akuntansi tersebut. Setelah karyawan tersebut di mutakhirkan (up-date) catatan akuntansi berdasarkan dokumen sumber, ia harus membubuhkan tanda tangan dan tanggal pada dokumen sumber sebagai bukti telah dilakukannya pengubahan data yang

19

dicatat dalam catatan akuntansi pada tanggal tersebut. Dengan cara ini maka tanggungjawab atas pengubahan catatan akuntansi dapat dibebankan kepada karyawan tertentu sehingga tidak ada satupun perubahan data yang dicantumkan dalam catatan akuntansi yang tidak dipertanggungjawabkan. Pencatatan ke dalam jurnal penjualan dan jurnal penerimaan kas diotorisasi oleh fungsi akuntansi (bagian jurnal) dengan cara membubuhkan tanda tangan dan tanggal pencatatan ke dalam dokumen sumber (faktur penjualan tunai). Pencatatan ke dalam kartu persediaan diotorisasi oleh bagian kartu persediaan dan biaya dengan cara membubuhkan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan tunai).

c. Praktik yang sehat

1) Faktur penjualan tunai yang bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan. Dalam organisasi, setiap transaksi keuangan hanya akan terjadi jika telah mendapat otorisasi yang berwenang.

Otorisasi dari yang berwenang tersebut diwujudkan dalam bentuk tanda tangan pada formulir. Dengan demikian untuk mengawasi semua transaksi keuangan yang terjadi di dalam perusahaan dapat dilakukan dengan mengawasi penggunaan formulir yang digunakan sebagai media untuk otorisasi terjadinya transaksi tersebut. Salah satu cara pengawasan

20

formulir adalah dengan merancang formulir yang bernomor urut tercetak.

2) Jumlah kas yang diterima dari penjualan tunai disetor seluruhnya ke bank pada hari yang sama dengan transaksi penjualan tunai atau hari kerja berikutnya. Penyetoran segera seluruh jumlah kas yang diterima dari penjualan tunai ke bank akan menjadikan jurnal kas perusahaan dapat diuji ketelitian dan keandalannya dengan menggunakan informasi dari bank yang tercantum dalam rekening koran bank (bank statement).

Jika kas yang diterima setiap hari disetor ke bank seluruhnya pada hari yang sama atau hari kerja berikutnya, bank akan mencatat setoran tersebut ke dalam catatan akuntansinya.

Dengan demikian jurnal kas perusahaan dapat di cek ketelitian dan keandalannya dengan catatan akuntansi bank dengan cara melakukan rekonsiliasi catatan kas perusahaan dengan rekening koran bank.

3) Perhitungan saldo kas yang ada di transaksi fungsi kas secara periodik dan secara mendadak oleh fungsi pemeriksa intern.

Perhitungan kas secara periodik dan secara mendadak akan mengurangi resiko penggelapan kas yang diterima oleh kasir.

Dalam perhitungan fisik kas ini dilakukan pencocokan antara jumlah kas hasil hitungan dengan jumlah kas yang seharusnya

21

ada menurut faktur penjualan tunai dan bukti penerimaan kas yang lain.

Menurut Mulyadi (2016), pemahaman atas pengendalian intern menggunakan 3 macam cara yaitu:

1) Kuesioner pengendalian intern (Internal Control Questionnaire) 2) Uraian tertulis (Written Description)

3) Bagan Alir Sistem (System Flowchart)

5. Standar-Standar Pengendalian Internal

Menurut Sawyer (2006:73-74), terdapat kerangka standar yang harus diikuti sistem pengendalian internal yaitu:

a. Standar-standar umum, yang berisi:

1. Keyakinan yang wajar 2. Perilaku yang mendukung 3. Integritas dan Kompetensi 4. Tujuan Pengendalian 5. Pengawasan Pengendalian b. Standar-standar rinci, yang berisi:

1. Dokumentasi

2. Pencatatan transaksi dan kejadian dengan tepat waktu 3. Otorisasi dan pelaksanaan transaksi dan kejadian 4. Pembagian tugas

5. Pengawasan

22

6. Akses dan akuntabilitas ke sumber daya / catatan.

B. Sistem Penjualan Tunai

1. Pengertian Sistem Penjualan Tunai

Pengertian penjualan tunai menurut Mulyadi (2016) mengatakan bahwa penjualan tunai dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara mewajibkan pembeli melakukan pembayaran harga barang terlebih dahulu sebelum barang diserahkan oleh perusahaan kepada pembeli.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penjualan tunai merupakan penjualan dengan mengambil barang dari supplier dan langsung di terima oleh customer dengan pembayaran secara langsung menggunakan uang tunai.

2. Fungsi-Fungsi Dalam Sistem Penjualan Tunai

Fungsi-fungsi yang terkait dengan sistem penjualan tunai menurut Mulyadi (2016:385) yaitu:

a. Fungsi Penjualan

Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggungjawab unyuk menerima order dari pembeli, mengisi faktur penjualan tunai, dan menyerahkan faktur tersebut kepada pembeli guna kepentingan pembayaran harga barang ke fungsi kas.

b. Fungsi Kas

Dalam transaksi ini penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggungjawab sebagai penerimaan kas dari pembeli.

23 c. Fungsi Gudang

Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggungjawab untuk menyiapkan barang yang dipesan oleh pembeli, serta menyerahkan barang tersebut kepada fungsi penerimaan.

d. Fungsi Pengiriman

Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggungjawab untuk membungkus barang dan menyerahkan barang yang telah dibayar harganya kepada pembeli.

e. Fungsi Akuntansi

Fungsi ini bertanggungjawab sebagai pencatat transakasi penjualan dan penerimaan kas serta membuat laporan penjualan saat transaksi penjualan telah dilaksanakan.

3. Jaringan Prosedur yang membentuk Sistem Penjualan Tunai Menurut Mulyadi (2016:392-393), prosedur dalam membentuk penjualan tunai adalah sebagai berikut:

a. Prosedur Order Penjualan

Dalam prosedur ini bagian penjualan menerima order dari pembelian dan membuat faktur penjualan tunai untuk memungkinkan pembeli melakukan pembayaran harga barang ke bagian kasa dan untuk

24

memungkinkan bagian gudang dan bagian pengiriman barang menyiapkan barang yang akan diserahkan ke pembeli.

b. Prosedur Penerimaan Kas

Dalam prosedur ini bagian kasa menerima pembayaran harga barang dari pembeli dan memberikan tanda pembayaran berupa pita register kas dan cap “lunas” pada faktur penjualan tunai kepada pembeli untuk memungkinkan pembeli tersebut melakukan pengambilan barang yang dibelinya dari bagian pengiriman barang.

c. Prosedur Penyerahan Barang

Dalam prosedur ini bagian pengiriman barang menyerahkan barang kepada pembeli.

d. Prosedur Pencatatan Tunai

Dalam prosedur ini bagian jurnal buku besar dan laporan melakukan pencatatan transaksi penjualan tunai dalam jurnal penjualan dan jurnal penerimaan kas. Disamping itu, bagian kartu persediaan dan kartu biaya mencatatkan berkurangnya persediaan barang-barang yang dijual dengan kartu persediaan.

e. Prosedur Penyetoran Kas ke Bank

Sistem pengendalian intern terhadap kas mengharuskan penyetoran dengan segera ke bank untuk semua kas yang di terima pada hari itu.

25

Dalam prosedur ini bagian kasa menyetorkan kas yang diterima dari penjualan tunai ke bank dalam jumlah penuh.

Prosedur dari penjualan tunai menurut Mulyadi (2016), diantaranya berasal dari Over-the Counter Sale. Dalam Over-the Counter Sale perusahaan menerima uang tunai, cek pribadi (personal check) atau pembayaran langsung dari pembeli dengan credit card, sebelum barang diserahkan kepada pembeli. Over-the Counter Sale dilaksanakan melalui prosedur berikut:

a. Pembeli memesan barang langsung kepada wiraniaga bagian penjualan.

b. Bagian kassa menerima pembayaran dari pembeli, yang dapat berupa uang tunai, cek pribadi, atau kartu kredit.

c. Bagian penjualan memerintahkan bagiian pengiriman untuk menyerahkan barang kepada pembeli.

d. Bagian pengiriman menyerahkan barang kepada pembeli.

e. Bagian kassa menyetorkan kas yang diterima ke bank.

f. Bagian akuntansi mencatat pendapatan penjualan dalam jurnal penjualan, kemudian mencatat penerimaan kas dari penjualan tunai dalam jurnal penerimaan kas.

26 4. Bagan Alir Sistem Penjualan Tunai

Menurut Romney (2015: 69) menjelaskan bahwa bagan alir merupakan teknik analitis bergambar yang digunakan untuk menjelaskan beberapa aspek sistem informasi secara jelas, tepat, dan logis. Bagan alir menggunakan serangkaian simbol standar untuk menguraikan prosedur pengolahan transaksi yang digunakan oleh sebuah perusahaan, sekaligus menguraikan aliran data dalam sebuah sistem.

Terdapat dua jenis bagan alir menurut Romney (2015:68) yaitu:

a. Bagan alir dokumen (document flowchart)

b. Bagan alir pengendalian internal (internal control flowchart) c. Bagan alir sistem (system flowchart)

d. Bagan alir program (program flowchart)

5. Informasi yang Diperlukan dalam Penjualan Tunai

Informasi yang diperlukan manajemen dari transaksi penjualan tunai menurut Mulyadi (2016):

a. Jumlah pendapatan penjualan menurut jenis produk atau kelompok produk selama jangka waktu tertentu.

b. Jumlah kas yang diterima dari penjualan tunai.

c. Jumlah harga pokok produk yang dijual selama jangka waktu tertentu.

27 d. Nama dan alamat pembeli.

e. Nama dan wirania yang melakukan penjualan.

f. Otoritas pejabat yang berwenang.

6. Dokumen yang Digunakan

Dokumen yang digunakan pada penjualan tunai menurut Mulyadi (2016:386-391):

a. Faktur Penjualan Tunai

Faktur ini digunakan untuk merekam berbagai informasi yang diperlukan oleh manajemen yang mengenai transaksi penjualan tunai.

Faktur penjualan tunai diisi oleh fungsi penjualan yang berfungsi sebagai pengantar pembayar oleh pembeli kepada fungsi kas dan sebagai dokumen sumber untuk pencatatan transaksi.

b. Pita Register Kas (Cash Register Tape)

Dokumen ini dihasilkan fungsi kas dengan cara mengoperasikan mesin register kas (Cash Register). Pita register kas ini merupakan bukti penerimaan kas yang dikeluarkan oleh fungsi kas dan merupakan dokumen pendukung faktur penjualan tunai yang dicatat dalam jurnal penjualan.

28 c. Bill of Landing

Dokumen ini merupakan bukti penyerahan barang dari perusahaan penjualan barang kepada perusahaan angkutan umum.

d. Faktur penjualan COD

Dokumen ini digunakan untuk merekam penjualan Cash On Delievery (COD) dan digunakan untuk menagih kas yang harus dibayar oleh pelanggan pada saat penyerahan barang yang dipesan oleh pelanggan.

e. Buku Setor Bank

Dokumen ini dibuat oleh fungsi kas sebagai bukti penyetoran kas ke bank.

f. Rekapitulasi Harga Pokok Penjualan

Dokumen ini digunakan oleh fungsi akuntansi untuk meringkas harga produk yang dijual selama satu periode.

7. Catatan Akuntansi dalam Penjualan Tunai

Menurut Mulyadi (2016:391-392), catatan akuntansi yang digunakan dalam penjualan tunai yaitu:

1. Jurnal Penjualan

Jurnal penjualan digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat dan meringkas data penjualan.

29 2. Jurnal Penerimaan Kas

Jurnal penerimaan kas digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat penerimaan kas dari berbagai sumber.

3. Jurnal Umum

Jurnal ini digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat penerimaan kas dari berbagai sumber diantaranya dari penjualan tunai.

4. Kartu Persediaan

Kartu persediaan digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat berkurangnya harga pokok produk yang dijual. Kartu persediaan ini diselenggarakan di fungsi akuntansi untuk mengawasi mutasi dan persediaan barang yang disimpan di gudang.

5. Kartu Stock

Catatan ini tidak termasuk sebagai catatan akuntansi karenanya berisi data kuantitas persediaan yang disimpan di gudang. Catatan ini diselenggarakan oleh fungsi gudang untuk mencatat mutasi dan persediaan barang yang disimpan dalam gudang.

30

C. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

1. Pengertian UMKM

Pengertian UMKM yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam Pasal 1, dinyatakan bahwa Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tersebut. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut.

2. Kriteria UMKM

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Pasal 6 UMKM memiliki kriteria sebagai berikut:

31 a. Kriteria Usaha Mikro yaitu:

1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).

b. Kriteria Usaha Kecil yaitu:

1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000 (lima puluh

1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000 (lima puluh

Dokumen terkait