• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Sistematika Penulisan

Agar dapat memberikan gambaran yang jelas tentang penulisan penelitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan yang berisi informasi mengenai materi-materi yang akan dibahas dalam setiap bab. Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penelusuran penelitian yang relevan, dan sistematika penulisan.

BAB II KERANGKA TEORITIS / TINJAUAN TEORITIS

Bab ini berisi tentang kerangka teoritis / landasan teori yang mendasari penelitian, kerangka pemikiran, serta hipotesis.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang pendekatan penelitian, waktu dan tempat penelitian, definis variabel yang akan diteliti, populasi dan penentuan sampel, teknik pengumpulan data serta metode pengumpulan data dan teknik analisis yang digunakan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang deskripsi objek penelitian, hasil analisis data, dan pembahasan.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi hasil penelitian, serta kesimpulan dan saran untuk penelitian ini.

15 A. Kerangka Teori / Landasan Teoritis

1. Perbankan Syariah

a. Pengertian Bank Syariah

Dalam UU No. 21 Tahun 2008, yang dimaksud bank syariah adalah “Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, dan menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”. Dan yang dimaksud “Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”, sedangkan “Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberi pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’ah.1

Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efisiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara

1 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Yogyakarta: Ekonisia, 2004, h.

27.

sinergis untuk memperoleh keuntungan yang besar. Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Dan kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.

Bank umum syariah yang pertama di Indonesia, lahir Mei 1992 dengan otoritas modal 500 miliar (kira-kira 250 juta US dollar menurut kurs tahun 1992) dan membayar penuh modal 135 miliar atau 67,5 juta US dollar dan menjadi bank baru dengan jumlah pembayaran modal yang besar yang pernah ada. Dengan lebih dari 100 ribu pemegang saham, bergerak dari bank kecil pemerintah hingga kalangan pebisnis dan konglomerat, Bank Muamalat Indonesia dianggap sebagai “bank rakyat”.

Diawal-awal beroperasinya, rekening giro Bank Muamalat Indonesia berdasarkan prinsip wadi’ah dan penyimpanan serta rekening investasi berdasarkan prinsip mudharabah. Berkenaan dengan pembiayaan, bank mengembangkan produk pembiayaan pembelian investasi barang dan modal kerja masing-masing berdasarkan prinsip pada bai’ bithaman ajil dan murabahah.2

2 H. Cecep Maskanul Hakim, M.Ec., Belajar Mudah Ekonomi Islam, Tangerang: Shuhuf Media Insani, 2011, h. 24-25.

b. Dasar Hukum Operasional Bank Syariah di Indonesia

Bank umum syariah didirikan pertama kali di Indonesia pada tahun 1992 berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang bank beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil. Sedangkan, landasan hukum BPRS adalah UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan dan Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang DPR beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil.

Sesuai dengan perkembangan perbankan, maka UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan disempurnakan dengan UU No. 10 Tahun 1998 yang didalamnya tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah.3 Namun, pengaturan mengenai perbankan syariah di dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 belum spesifik, sehingga perlu diatur secara khusus dalam suatu undang-undang tersendiri dengan dikeluarkannya UU. No. 21 Tahun 2008.

c. Kegiatan Bank Syariah

Kegiatan bank syariah diuraikan sebagai berikut:4

1) Manajer investasi, yang mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi.

3 Sofyan Safri Harahap, Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta: LPFE Urasakti, 2007, h.

2-3

4 Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah Berdasarkan PSAK dan PAPSI, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005, h.76

2) Investor, yang menginvestasikan dana yang dimiliki maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan membagi hasil yang diperoleh dengan nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana.

3) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, seperti bank non-syariah sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

4) Pengembang fungsi sosial, berupa pengelolaan dana zakat, infaq, shodaqoh seperti pinjaman kebajikan (qardhul hasan) sesuai ketentuan yang berlaku.

Kegiatan Usaha Bank Syariah, diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 tertanggal 14 Oktober 2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Adapun kegiatan usaha tersebut meliputi:

1) Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi.

2) Melakukan penyaluran dana.

3) Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad wakalah, hawalah, kafalah, atau rahn.

4) Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah.

5) Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau Bank Indonesia.

6) Menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.

7) Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip syariah.

8) Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.

9) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yad dhamanah.

10) Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah.

11) Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip syariah.

12) Memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip syariah.

13) Melakukan kegiatan usaha kartu debet, charge card berdasarkan prinsip syariah.

14) Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah.

15) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang disetujui oleh Bank Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional.

d. Karakteristik Bank Syariah

Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik sebagai berikut:5

1) Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya.

2) Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (Time Value of Money).

3) Konsep uang sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas.

4) Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif.

5) Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang.

6) Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.

Pada dasarnya sistem bagi hasil (profit loss sharing) yang digunakan oleh bank syariah itu merupakan karakteristik umum yang dimiliki oleh bank syariah. Sedangkan, menurut Direktorat Perbankan Syariah RI menguraikan ada 7 karakteristik utama yang menjadi prinsip sistem perbankan syariah di Indonesia, dan menjadi landasan pertimbangan bagi calon nasabah serta landasan kepercayaan bagi nasabah yang telah loyal. 7 karakteristik perbankan syariah tersebut adalah sebagai berikut:

1) Universal, yaitu bahwa bank syariah berlaku untuk setiap orang tanpa memandang perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama.

5 Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami..., h. 75

2) Adil, yaitu memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta melakukan sesuatu sesuai dengan posisinya dan melarang adanya unsur maysir (unsur spekulasi atau untung-untungan), gharar (ketidakjelasan), dan riba.

3) Transparan, artinya dalam kegiatannya bank syariah sangat terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat.

4) Seimbang, yaitu mengembangkan sektor keuangan melalui aktivitas perbankan syariah yang mencakup pengembangan sektor riil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).

5) Kemaslahatan, artinya keberadaan bank syariah akan bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan.

6) Variatif, artinya produk-produk bank syariah cukup bervariasi mulai dari tabungan haji dan umrah, tabungan umum, giro, deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual beli, dan sewa, sampai kepada produk jasa kustodian, jasa transfer, dan jasa pembayaran (debet card, syariah charge).

7) Fasilitas, yaitu penerimaan dan penyaluran zakat, sedekah, wakaf, dana kebajikan (qardh), memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking, dan interkoneksi antarbank syariah.

e. Fungsi dan Peran Bank Syariah 1) Fungsi Bank Syariah

Keberadaan perbankan Islam di Indonesia telah mendapatkan pijakan kokoh setelah lahirnya Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 yang direvisi melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dengan tegas mengakui keberadaan dam berfungsinya bank bagi hasil atau bank Islam. Bank ini merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip bagi hasil. Bagi hasil adalah prinsip muamalah berdasarkan syariah dalam melakukan kegiatan usaha bank.

Fungsi bank syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvesional, yaitu sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang menghimpun dana dari masyarakat dan

menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan.

2) Peran Bank Syariah

Peranan bank syariah secara umum, di antaranya adalah sebagai berikut:6

a) Memurnikan operasional perbankan syariah sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat;

b) Meningkatkan kesadaran syariah umat Islam sehingga dapat memperluas segmen dan pasar perbankan syariah;

c) Menjalin kerjasama dengan para ulama karena bagaimanapun peran ulama khususnya di Indonesia sangat dominan bagi kehidupan umat Islam.

6 S. Muhammad, “Jurnal Manajemen dan Keuangan: Pengaruh Rasio Kesehatan Bank Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah dan Bank Konvensional di Indonesia”, Makassar:

FEB UNHAS Makassar, 2012, h. 15.

f. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Secara umum, perbedaan bank syariah dan bank konvensional adalah seperti yang disajikan dalam Tabel sebagai berikut:7

Tabel 2.1

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank Syariah Bank Konvensional Berlandaskan pada nilai-nilai

dan hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Berdasarkan ketentuan dan prinsip ekonomi dan bisnis pada umumnya serta legalitas yang telah disahkan sesuai dengan hukum dan kepentingan publik yang berlaku.

Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa.

Memakai perangkat bunga.

Melakukan investasi yang halal saja.

Investasi yang halal dan haram.

Profit dan falah oriented. Profit oriented.

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan.

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk debitur dan kreditur.

Penghimpunan dan

penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Tidak terdapat dewan sejenis dalam penerapan penghimpunan dan penyaluran dana.

7 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 29-34.

Badan Penyelesai Sengketa dilakukan oleh Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI).

Badan penyelesai sengketa dilakukan oleh peradilan negeri.

Memiliki struktur pengawas khusus, yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS), dan Dewan Syariah Nasional (DNS).

Tidak memiliki dewan pengawas khusus dan hanya sebatas Dewan Komisaris.

2. Likuiditas

a. Pengertian Likuiditas

Likuiditas adalah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi kewajibannya setiap saat. Dalam kewajiban di atas, termasuk penarikan yang tidak dapat diduga seperti commitment loan maupun penarikan-penarikan tidak terduga lainnya.8

Likuiditas bisnis perbankan adalah kemampuan sebuah bank untuk menyediakan alat-alat lancar guna membayar kembali titipan yang jatuh tempo dan memberikan pinjaman kepada nasabah yang membutuhkannya.9 Karena likuiditas perbankan adalah kemampuan

8 Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, M.B.A. dkk., Bank and Financial Institution Management, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007, h. 386.

9 Komaruddin Sastradipoera, Strategi Manajemen Bisnis Perbankan, Bandung: Kappa Sigma, 2004, h. 247.

bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban jangka pendek maka likuiditas mempunyai peranan penting dalam keberhasilan pengelolaan bank, sebab likuiditas diperlukan, antara lain untuk:

1) Pemenuhan dana reserve requirement atau cadangan wajib minimum yang ditetapkan bank sentral;

2) Penarikan dana oleh deposan;

3) Penarikan dana oleh debitur;

4) Pembayaran kewajiban yang jatuh tempo.

Pentingnya likuiditas dapat dilihat dengan mempertimbangkan dampak yang berasal dari ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Kurangnya likuiditas menghalangi perusahaan untuk memperoleh keuntungan, juga berarti pembatasan kesempatan dan tindakan manajemen.

Masalah likuiditas yang parah dapat mencerminkan ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancar dan dapat mengarah pada penjualan investasi dan aktiva dengan terpaksa, dan dalam bentuk yang lebih parah, mengarah pada insolvensi dan kebangkrutan. Likuiditas merupakan jantung utama perbankan karena jika sekali saja pemilik uang tidak dapat mengambil uangnya yang disimpan di bank yang bersangkutan, maka masyarakat akan tidak percaya pada bank tersebut dan para deposan akan menarik dananya yang disimpan pada bank tersebut. Jika hal ini terjadi, bank tersebut

dapat mengalami kebangkrutan karena terjadinya rush (penarikan uang dari bank secara besar-besaran).

Bank dikatakan likuid apabila:10

1) Bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk memenuhi likuiditasnya;

2) Bank tersebut memiliki cash assets yang lebih kecil dari butir (a) di atas, tetapi bank yang bersangkutan juga mempunyai asset lainnya (khususnya surat-surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya;

3) Bank tersebut mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash assets baru melalui berbagai bentuk hutang.

Likuiditas bank biasanya disebut alat likuid atau reserve requirement atau simpanan uang di Bank Indonesia dalam bentuk Giro

dalam jumlah yang ditentukan, disebut Giro Wajib Minimum. Dengan demikian, suatu bank syariah dikatakan likuid apabila:11

1) Dapat memelihara Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2) Dapat memelihara giro di bank koresponden. Giro di bank koresponden adalah rekening yang dipelihara di bank koresponden yang besarnya ditetapkan berdasarkan saldo minimum.

10 Teguh Pudjo Muljono, Analisa Laporan Keuangan untuk Perbankan, Jakarta: Jambatan Anggota IKPI, 1986, h. 60.

11 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: EKONOSIA, 2005, h. 66.

3) Dapat memelihara sejumlah kas secukupnya untuk memenuhi pengambilan uang tunai.

b. Financing to Deposit Ratio (FDR)

Financing to Deposit Ratio (FDR) atau yang dalam bank

konvensional disebut juga Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya yang berasal dari permintaan pembiayaan. Rasio ini dihitung dengan membandingkan komposisi jumlah pembiayaan yang diberikan dengan jumlah dana pihak ketiga.

Loan to Deposit Ratio ini menyatakan kemampuan bank dalam

membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengendalikan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya, atau dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang hendak menarik kembali dananya yang telah disalurkan oleh bank berupa kredit.12

Pada penelitian bank syariah digunakan rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga disebut FDR (Financing to Deposit Ratio) yaitu perbandingan antara kredit yang disalurkan dengan dana masyarakat yang dikumpulkan bank baik berupa tabungan, giro, maupun deposito. FDR memberikan indikasi mengenai jumlah dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk pembiayaan. Besarnya

12 Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, M.B.A. dkk., Bank…, h. 394.

Financing to Deposit Ratio menurut peraturan pemerintah maksimum

adalah 110%.13

Dengan ditetapkannya batas maksimum pemberian kredit (pembiayaan) dan Financing to Deposit Ratio yang harus diperhatikan oleh bank syariah, maka bank syariah tidak dapat secara berlebihan melakukan ekspansi pembiayaan dengan tujuan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, karena hal ini akan membahayakan kelangsungan hidup bank tersebut dan lebih lanjut akan membahayakan dan simpanan para nasabah penyimpan dari bank itu.14 Rumus yang digunakan untuk menghitung FDR yaitu:

FDR = Total Pembiayaan yang Diberikan

Total Dana Pihak Ketiga × 100%

3. Rentabilitas

a. Pengertian Rentabilitas

Profitabilitas atau kemampuan menghasilkan laba merupakan ukuran seberapa baik suatu sistem berfungsi menurut besarnya laba yang berhasil dicetak.15 Laba adalah tujuan dengan alasan:16

1) Dengan laba yang cukup dapat dibagi keuntungan kepada pemegang saham, meningkatkan dana cadangan modal dan memperluas

13 Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: Rajawali Press, 2003, h. 272.

14 Sutan Remy Sjadeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: PT. Pustaka Umum Grafiti, 2007, h. 177.

15 Benyamin Molan, Glosarium Prentice hall untuk Manajemen dan Pemasaran, (Jakarta:

Prenhallindo, 2002, h. 123.

16 O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, h. 152.

kesempatan masyarakat untuk meminjam dana sehingga akan menaikkan kredibilitas bank di mata masyarakat.

2) Laba merupakan penilaian keterampilan pimpinan. Pimpinan bank yang cakap dan terampil umumnya dapat mendatangkan keuntungan yang lebih besar daripada pimpinan yang kurang cakap.

3) Meningkatkan daya tarik bagi pemilik modal untuk menanamkan modalnya dengan membeli saham yang dikeluarkan oleh bank. Pada gilirannya bank akan mempunyai kekuatan modal untuk memperluas penawaran produk dan jasanya pada masyarakat.

4) Bila tingkat laba bank bertambah diharapkan lalu lintas keuangan terjamin sehingga pemerintah dan masyarakat merasa tenang.

Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri, profitabilitas dapat digunakan sebagai evaluasi atau efektivitas pengelolaan badan usaha tersebut. Dengan demikian, bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini.17

Profitabilitas atau Rentabilitas adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Hal ini terlihat pada perhitungan tingkat produktivitasnya, yang ditunjukkan dalam Return On Asset (ROA). Jika

17 Djarwanto, Pokok-pokok Analisa Laporan Keuangan, Yogyakarta: BPFE, 1997, h. 129.

kredit tidak lancar, maka profitabilitasnya menjadi kecil. Return On Asset (ROA) memiliki dua elemen, yaitu elemen yang dapat dikontrol

dan elemen yang tidak dapat dikontrol.

Elemen Return On Asset (ROA) yang dapat dikontrol, meliputi:

bauran bisnis, penciptaan laba, kualitas kredit, dan pengeluaran biaya.

Sedangkan, elemen yang tidak dapat dikontrol merupakan elemen di luar lingkungan perusahaan, seperti gejala perekonomian, perubahan peraturan pemerintah, berubahnya selera konsumen, perubahan teknologi, dan sebagainya.18

Rentabilitas bisnis perbankan (banking business profitability) adalah kesanggupan bisnis perbankan untuk memperoleh laba berdasarkan investasi yang dilakukannya.19 Rentabilitas bisnis perbankan yang tinggi akan menguntungkan bank, karena:

1) Dapat menarik calon investor untuk menanamkan modal atau cadangannya dengan membeli saham yang diterbitkan bank. Dengan hal itu, bisnis perbankan dapat mempebesar dayanya untuk melayani nasabah. Sebaliknya, rentabilitas yang rendah akan menyulitkan penjualan saham, atau mendorong para persero yang ada bahkan menjual kembali sahamnya sehingga karenanya kurs saham akan tertekan di bursa efek.

18 Herman Darmawi, Manajemen Perbankan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012, h. 200.

19 Komaruddin Sastradipoera, Strategi…, h. 274.

2) Dapat menambah cadangan bisnis perbankan, sehingga kredibilitas nasabah terhadap bank itu pun akan bertambah besar. Sebaliknya, rentabilitas yang rendah akan menurunkan kredibilitas nasabah terhadap manajemen bisnis perbankan. Oleh karena itu, soliditas (mutu kepastian) manajemennya juga akan menurun.

Bank syariah merupakan lembaga keuangan syariah yang berorientasi laba (profit). Laba bukan hanya untuk kepentingan pemilik, tetapi juga sangat penting untuk pengembangan usaha bank syariah.

Laba bank syariah terutama diperoleh dari selisih antara pendapatan atas penanaman dana dan biaya-biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu.

Untuk dapat memperoleh hasil yang optimal, bank syariah dituntut untuk melakukan pengelolaan dananya secara efisien dan efektif baik atas dana-dana yang dikumpulkan dari masyarakat (dana pihak ketiga), serta dana pemilik bank syariah maupun atas pemanfaatan atau penanaman dana tersebut.20

b. Return On Asset (ROA)

Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan21. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat

20 Muhammad, Manajemen Dana…, h. 101

21 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009, h. 38.

keuntungan yang dicapai bank tersebut dan menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik.

Return On Asset (ROA) dipilih sebagai indikator pengukur

kinerja keuntungan perbankan, karena Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Semakin besar ROA, menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian (return) semakin besar.

Bank Indonesia, selaku pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang perolehan dananya sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat.22

Klasifikasi tingkat ROA menurut Bank Indonesia secara rinci adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2

Klasifikasi Tingkat ROA Menurut BI

Tingkat ROA Predikat

22 Dahlan Siamat, Manajemen Keuangan, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005, h. 50.

Rumus yang digunakan untuk menghitung ROA yaitu:

ROA = Laba Sebelum Pajak

Total Aktiva × 100%

Besarnya nilai untuk laba sebelum pajak dapat dilihat pada perhitungan laba rugi bank, sedangkan total aktiva dapat dilihat pada neraca bank. Adapun ROA untuk bank syariah, biasanya menggunakan laba sebelum zakat dan pajak.

Laba sebelum pajak adalah laba rugi bank yang diperoleh dalam periode berjalan sebelum dikurangi pajak. Sedangkan total aktiva merupakan komponen yang terdiri dari kas, giro pada BI, penempatan pada bank lain, piutang, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, pembiayaan dengan prinsip jual beli, pembiayaan dengan prinsip sewa, pinjaman qardh, aktiva tetap, dan lain-lain.23

4. Kecukupan Modal a. Pengertian Modal

Modal Sendiri Bank adalah sejumlah uang tunai yang telah disetorkan pemilik dan sumber-sumber lainnya yang berasal dari dalam bank itu sendiri.24

Fungsi utama dari modal bank adalah melindungi para penyimpan uang (deposan) dari kerugian yang timbul. Walaupun

23 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005, h. 22

24 Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006, h. 61.

pernyataan di atas mengandung kebenaran tetapi tidak cukup

pernyataan di atas mengandung kebenaran tetapi tidak cukup

Dokumen terkait