Di dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah penelitian yaitu pengaruh visibility K-Pop sebagai brand ambassador terhadap purchase intention pada e-commerce Shopee di kota Medan; rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis; serta sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori :
Dalam bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang dipilih yang akan dijadikan landasan dalam penelitian ini, yaitu visibility brand ambassador dan purchase intention.
Selain itu pada bab ini juga akan dipaparkan mengenai penelitian terdahulu yang mendorong untuk dilakukannya penelitian selanjutnya, disamping itu juga dijelaskan mengenai hipotesis dari penelitian ini.
BAB III Metode Penelitian :
Bab ini membahas mengenai jenis penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian; populasi, sampel dan metode pengambilan sampel; metode pengambilan data, uji coba alat ukur, hasil uji coba alat ukur, serta metode analisis data yang digunakan untuk melakukan pengolahan data.
BAB IV Analisa Data dan Pembahasan
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum subjek
penelitian, hasil utama penelitian dan pembahasan dari hasil penelitian.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dan saran metodologis serta saran praktis yang disampaikan peneliti
BAB II
LANDASAN TEORI 2.1 Purchase Intention
2.1.1 Definisi Purchase Intention
Purchase intention merupakan bagian dari komponen perilaku seseorang dalam mengkonsumsi sesuatu. Menurut Howard (1994) purchase intention merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak produk tersebut dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa purchase intention merupakan pernyataan mental dari konsumen dalam merefleksikan rencana pembelian mereka untuk sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para pemasar untuk mengetahui purchase intention konsumen terhadap suatu produk, baik pemasar maupun ahli – ahli dalam bidang ekonomi menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku konsumen di masa yang akan datang.
Sedangkan menurut Kotler (2000) definisi Purchase Intention adalah perilaku konsumen terjadi ketika konsumen didorong oleh faktor eksternal seperti menerima pengaruh dari produk tertentu, sehingga timbul lah kecenderungan pada calon konsumen untuk mengkonsumsi produk dan pada akhirnya mengambil keputusan pembelian berdasarkan karakteristik pribadi dan proses pengambilan keputusan. Purchase intention ini terjadi sebelum individu melakukan transaksi dengan perusahaan (Kotler, 2006).
Schiffman dan Kanuk (2008) menyatakan bahwa niat merupakan salah satu aspek psikologis yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap sikap perilaku seseorang. Niat juga dapat menjadi sumber motivasi yang akan mengarahkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau tindakan. Schiffman dan Kanuk (2006) menjelaskan bahwa Purchase Intention diartikan sebagai aktivitas psikis yang timbul karena adanya perasaan (afektif) dan pikiran (kognitif) terhadap suatu barang atau jasa yang diinginkan, dan ini merupakan suatu bentuk pikiran dan perasaan yang nyata dari refleksi rencana pembeli untuk membeli beberapa unit dari beberapa merek yang tersedia dalam periode waktu tertentu. Dalam proses pembelian, minat beli konsumen ini berkaitan erat dengan motif yang dimilikinya untuk memakai ataupun membeli produk tertentu.
Berdasarkan uraian beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa purchase intention adalah sesuatu yang berhubungan dengan perilaku konsumen dimana konsumen memusatkan perhatiannya terhadap suatu barang yang disertai perasaan senang dan tertarik, kemudian merefleksikan rencana untuk membeli atau menggunakan beberapa unit dari beberapa merek tersebut.
Hal ini terjadi akibat adanya pengaruh eksternal yang menimbulkan pikiran dan perasaan tertarik akan suatu barang atau jasa. Purchase intention ini terjadi sebelum adanya keputusan pembelian dan purchase intention lah yang akan membawa konsumen pada tahap keputusan pembelian.
2.1.2 Aspek – Aspek Purchase Intention
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), terdapat beberapa aspek purchase intention pada konsumen, yaitu:
1. Tertarik untuk mencari informasi tentang produk. Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak tentang produk.
2. Mempertimbangkan untuk membeli. Melalui pengumpulan informasi, konsumen mempelajari merek-merek yang bersaing serta fitur merek tersebut untuk mendapatkan produk yang lebih baik.
3. Tertarik untuk mencoba. Konsumen akan mencari manfaat tertentu dari solusi produk dan melakukan evaluasi terhadap produk-produk tersebut.
4. Ingin mengetahui produk. Konsumen akan memandang produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan.
5. Ingin memiliki produk. Para konsumen akan memberikan perhatian besar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Purchase Intention
1. Brand Image
Brand image adalah apa yang konsumen pikirkan dan rasakan ketika mendengar atau melihat nama suatu merek. Atau dengan kata lain, brand image merupakan bentuk atau gambaran tertentu dari suatu jejak makna yang tertinggal dipikiran para konsumen, yang kemudian menuntun konsumen untuk bersikap terhadap brand tersebut (Wijaya, 2012).
2. Trust
Trust merupakan kemauan untuk bergantung pada partner jual beli, yang mana partner tersebut dapat dipercaya. Pembangunan kepercayaan dan komitmen merupakan hal yang mendasar dalam jual- beli, dan hal ini bergantung pada komunikasi yang efektif dan nilai-nilai tertentu yang kita alokasikan pada para pelanggan, Moorman & Zaltman 2013 (dalam, Rahman & Nurlatifah, 2020).
3. Product knowledge
Product knowledge merupakan keseluruhan dari informasi dari sebuah produk yang disimpan dalam ingatan seorang konsumen yang menjadikan informasi tersebut dapat membantu sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tindakan selanjutnya. Pentingnya tingkat pengetahuan tentang sebuah produk atau product knowledge dari seorang konsumen akan mempengaruhi niat konsumen untuk
membeli produk, Sumarwan 2004 (dalam, Resmawa 2017).
4. Kemasan produk
Kemasan produk merupakan proses kemasan yang melibatkan kegiatan mendesain dan memproduksi yang akan menarik konsumen untuk membeli, Kotler 2012 (dalam, Handoko 2017).
5. Easy of use
Kemudahan akses adalah sebuah tingkatan dimana seseorang percaya bahwa menggunakan sebuah system dapat digunakan dengan mudah tanpa dibutuhkan banyak usaha, Davis 1989 (dalam, Nindy Riska Amalia & Saryadi, 2018).
6. Adversiting
Adversiting adalah salah satu alternatif yang sering digunakan perusahaan dalam melakukan bauran komunikasi pemasaran. Efektivitas periklanan bergantung pada reseptif pengguna terhadap pesan iklan dan sikap mereka terhadap periklanan, Manfred 2010 (dalam, Winata &
Cahya 2017).
7. Price
Price adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh suatu barang dan pelayanan yang menyertainya. Harga yang tepat yaitu
harga yang sesuai dengan kualitas produk serta dapat memberikan manfaat dan kepuasan kepada konsumen (Kotler dan Keller, 2008).
8. Celebrity endorse
Celebrity endorse adalah iklan yang menggunakan orang atau tokoh terkenal (public figure) dalam mendukung suatu iklan (Shimp, 2003).
9. Brand Ambassador
Brand Ambassador adalah alat yang digunakan oleh perusahaan untuk berkomunikasi dan terhubung dengan publik, dan dengan begitu mereka diharapkan benar-benar dapat meningkatkan penjualan, Lea- Greenwood 2012 (dalam, Lestari, Sunarti, & Bafadhal, 2019). Hal tersebut juga dibuktikan dalam penelitian yang berjudul pengaruh brand ambassador, kepercayaan dan price discount terhadap minat beli di aplikasi Tokopedia yang menunjukan hasil bahwa brand ambassador berpengaruh terhadap minat beli dengan nilai uji t variabel brand ambassador sebesar 2,368 dengan nilai signifikan 0,020 (Johannes &
Siagian, 2021).
10. Visibility
Visibility merujuk pada sejauh mana seorang brand ambassador tersebut dikenal oleh masyarakat. Apabila dihubungkan dalam popularitas, maka dapat ditentukan dengan seberapa banyak penggemar
yang dimiliki oleh seorang brand ambassador dan bagaimana tingkat keseringan tampilnya di depan khalayak (Royan, 2004). Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian yang berjudul kontribusi visibility, kredibilitas, daya Tarik dan kekuatan foodgram Batamliciouz terhadap minat beli konsumen di Batam yang menunjukan hasil bahwa visibility berpengaruh terhadap minat beli masyarakat di Batam dengan hasil pengujian signifikansi variabel visibility lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa visibility Batamliciouz berpengaruh terhadap minat beli masyarakat di Batam (Cornelia & Nuryanto, 2019). Hal ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Sharon et al., 2018) yang memberikan hasil serupa.
2.2 Visibility
2.2.1 Definisi Visibility
Menurut Rossiter dan Percy (1985) Visibility ialah seberapa jauh popularitas yang melekat pada selebritis yang mewakili produk tersebut. Popularitas yang dimiliki brand ambassador memberikan dampak pada popularitas produk.
Semakin bagus popularitas yang dimiliki brand ambassador maka akan memberikan dampak positif pada produk. Mekanisme proses yang berhubungan dengan visibility adalah ketika endorser dinilai memiliki elemen visibility yang tinggi maka diharapkan hal tersebut dapat terlihat dari perhatian endorser dalam iklan, sehingga merek yang diiklankan juga dipandang atau diakui oleh konsumen.
Sedangkan menurut Royan (2004) Visibility merujuk pada sejauh mana seorang brand ambassador tersebut dikenal oleh masyarakat. Apabila dihubungkan dalam popularitas, maka dapat ditentukan dengan seberapa banyak penggemar yang dimiliki oleh seorang brand ambassador dan bagaimana tingkat keseringan tampilnya di depan khalayak. Brand ambassador yang sudah dikenal oleh masyarakat luas dan telah memiliki prestasi dalam bidangnya tentunya akan secara mudah mencuri perhatian masyarakat sehingga dapat menjalankan tugasnya secara maksimal sebagai kepercayaan dari merek dan perusahaan dalam mempromosikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa visibility ialah seseorang yang memiliki kemampuan untuk diperhatikan dan digemari oleh orang banyak atau publik. Visibility dalam hal ini merupakan brand ambassador yang memiliki popularitas dan pengaruh pada masyarakat sehingga kepopularannya tersebut diharapkan juga dapat membuat brand yang diwakilkannya menjadi popular. Sehingga dapat dikatakan semakin bagus popularitas yang dimiliki brand ambassador maka akan memberikan dampak positif pada produk karena dengan kepopularitasannya dapat dengan mudah mencuri perhatian konsumen.
2.2.2 Aspek – Aspek Visibility
Menurut Royan (2004) aspek – aspek Visibility dapat diukur melalui :
1) Popularitas
Seorang yang menjadi brand ambassador biasanya sedang dikenal dan banyak digemari oleh masyarakat luas.
2) Prestasi
Seseorang yang sedang popular dan diangkat menjadi brand ambassador pastinya memiliki prestasi dalam bidangnya yang diketahui oleh banyak orang dan hal tersebut yang membuat mereka terkenal dan semakin digemari.
Selain itu, prestasi juga yang membuat mereka diberikan kepercayaan untuk menjadi seorang brand ambassador.
3) Dikenal sebagai brand ambassador brand
Meskipun seseorang tersebut sedang banyak dikenal dan digemari, seseorang dapat dikatakan visibility jika masyarakat mengetahui dan mengenalnya sebagai brand ambassador dari sebuah brand yang sedang dibawakan.
4) Menarik
Seorang yang menjadi brand ambassador tidak hanya menunjukkan penampilan menariknya dalam bidangnya tetapi juga menarik dalam mempromosikan suatu brand.
2.3 Brand Ambassador
2.3.1 Definisi Brand Ambassador
Brand ambassador adalah seseorang yang mempresentasikan gambaran terbaik dari produk atau layanan yang diwakilkannya. Siapapun bisa menjadi brand ambassador termasuk karyawan perusahaan,
pelanggan atau celebrity endorser (Soehadi, 2005). Sedangkan menurut Royan (2005) brand ambassador ialah seseorang yang dipercaya untuk mewakili produk tertentu. Penggunaan brand ambassador dilakukan oleh perusahaan untuk mempengaruhi atau mengajak konsumen untuk menggunakan sebuah produk, pemilihan brand ambassador biasanya seorang selebriti yang terkenal.
Menurut Doucett (2008) brand ambassador adalah seseorang yang memiliki ketertarikan terhadap sebuah brand, mau memperkenalkannya, dan bahkan dengan sukarela memberikan informasi mengenai brand tersebut kepada khalayak.
Sedangkan menurut Lea-Greenwood 2012 (dalam, Lestari, Sunarti,
& Bafadhal, 2019) Brand Ambassador adalah alat yang digunakan oleh perusahaan untuk berkomunikasi dan terhubung dengan publik, dan dengan begitu mereka diharapkan benar-benar dapat meningkatkan penjualan.
Berdasarkan uraian definisi dari beberapa tokoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa brand ambassador adalah seseorang yang digunakan sebagai alat dalam berkomunikasi untuk mempromosikan sebuah brand.
Brand ambassador ini yang akan mempengaruhi masyarakat dan diharapkan akan membuat citra brand menjadi baik sehingga dapat menarik minat beli dan meningkatkan penjualan.
2.3.2 Indikator Brand Ambassador
Menurut Lea - Greenwood (2012) ada beberapa indikator Brand Ambassador:
1. Transference
Transference adalah ketika seorang selebriti mendukung merek yang dikaitkan dengan profesi mereka.
2. Congruence (kesesuaian)
Congruence adalah konsep dalam duta merek yang akan memastikan bahwa ada 'kecocokan' (kesesuaian) antara merek dan selebriti.
3. Credibility
Credibility adalah sejauh mana konsumen melihat sumber (brand ambassador) yang dimilikinya seperti pengetahuan, keahlian atau pengalaman relevan dan brand ambassador bisa dipercaya untuk memberikan informasi yang obyektif dan tidak biasa.
4. Appeal
Appeal adalah daya tarik penampilan non fisik yang dapat mendukung suatu produk atau iklan.
5. Power
Power adalah karisma yang dipancarkan oleh sumbernya untuk dapat mempengaruhi konsumen sehingga konsumen terpengaruh untuk membeli atau gunakan produk.
2.3.3 Fungsi dan Manfaat Penggunaan Selebriti (Brand ambassador) Menurut Royan (2004) Brand ambassador mempunyai fungsi dan maanfaat tersendiri bagi perusahaan. Brand ambassador disini yang merupakan orang – orang yang digunakan untuk mempromosikan produk mereka dapat berfungsi untuk :
1) Memberikan kesaksian (testimonial)
2) Memberikan dorongan dan penguatan (endorsement)
3) Bertindak sebagai aktor dalam topik (iklan) yang diwakilinya.
4) Bertindak sebagai juru bicara perusahaan.
2.4 Dinamika Antar Variabel
Di era yang serba canggih ini membuat segala sesuatunya menjadi lebih mudah, salah satunya seperti berbelanja. Saat ini semakin banyak bisnis online yang biasa disebut sebagai e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak dan lain sebagainya. E-commerce sendiri ialah kegiatan melakukan transaksi bisnis secara online melalui media irnternet dan perangkat - perangkat yang terintregasi dengan layanan internet. E-commerce merupakan peluang bisnis yang sangat besar pada saat ini karena perilaku masyarakat yang kebanyakan memiliki mobilitas yang tinggi membuat masyarakat ingin mendapatkan sesuatu yang cepat dan instan (Laudon, 2012).
Semakin banyak e-commerce yang tersedia maka semakin tinggi pula tingkat persaingan pada bisnis online ini. Setiap perusahaan tentunya menginginkan bisnis mereka lebih unggul dibanding pesaing – pesaing
mereka. Maka dari itu tentunya setiap e-commerce memiliki strategi agar bisinisnya dapat lebih unggul. Salah satu strategi yang dilakukan e-commerce dalam berbisnis yaitu mencari cara agar dapat meningkatkan purchase intention pada konsumen. Purchase intention merupakan aktivitas psikis yang timbul karena adanya perasaan (afektif) dan pikiran (kognitif) terhadap suatu barang atau jasa yang diinginkan, dan ini merupakan suatu bentuk pikiran dan perasaan yang nyata dari refleksi rencana pembeli untuk membeli beberapa unit dari beberapa merek yang tersedia dalam periode waktu tertentu (Schiffman dan Kanuk, 2006).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi purchase intention salah satunya visibility. Visibility dalam hal ini merupakan karakteristik yang dimiliki oleh seorang brand ambassador. Menurut Royan (2004) Visibility merujuk pada sejauh mana seorang brand ambassador tersebut dikenal oleh masyarakat.
Brand ambassador sendiri merupakan alat yang digunakan oleh perusahaan untuk berkomunikasi dan terhubung dengan publik, dan dengan begitu mereka diharapkan benar-benar dapat meningkatkan penjualan, Lea- Greenwood 2012 (dalam, Lestari, Sunarti, & Bafadhal, 2019).
Apabila perusahaan menginginkan hasil yang positif untuk bisnis yang sedang mereka jalankan, maka brand ambassador yang dipilih oleh perusahaan haruslah sesuai dengan image merek yang dibentuk oleh perusahaan. Selain itu, brand ambassador yang dipilih oleh perusahaan di dalam keseharian juga harus sesuai dengan merek produk yang diwakilinya supaya para calon
konsumen merasa dekat dan secara tidak langsung brand ambassador tersebut memberikan persuasi yang tanpa disadari oleh calon konsumen (Nindwalanju, 2013).
Dengan begitu perusahaan harus mempertimbangkan brand ambassador seperti apa yang cocok untuk bekerjasama dalam mempromosikan brand mereka. Seperti yang dikatakan Royan (dalam Raymon, 2013) terdapat beberapa karakteristik brand ambassador salah satunya yaitu visibility. Ia mengungkapkan bahwa visibility yang dimiliki brand ambassador memberikan dampak pada popularitas brand dengan begitu juga dapat mempengaruhi purchase intention konsumen. Sehingga, untuk menggunakan brand ambassador juga harus melalui beberapa pertimbangan, diantaranya adalah tingkat popularitas selebriti dan permasalahaan apakah selebriti tersebut dapat mewakili karakter brand yang diiklankan Royan, 2005 (dalam Ardiyanto, 2013).
Hal tersebut didukung oleh beberapa penelitian, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Cornelia & Nuryanto (2019) yang meneliti tentang pengaruh visibility terhadap purchase intention konsumen dengan hasil yang menyatakan bahwa visibility terbukti berpengaruh secara positif terhadap purchase intention konsumen. Selain itu juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rachmat, Aryanti & Zuliestiana (2016) yang mendapatkan hasil bahwa visibility berpengaruh signifikan terhadap minat beli konsumen pada produk haha hijab di media soasial Instagram pada akun @zahratuljannah.
hijab di media sosial Instagram. Kemudian juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sharon (2018) yang memberikan hasil serupa.
2.5 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini menggunakan hipotesa satu arah, yaitu :
Visibility K-Pop sebagai brand ambassador berpengaruh positif terhadap purchase intention e-commerce Shopee di kota Medan. Artinya, semakin tinggi tingkat visibility seorang brand ambassador, maka akan semakin kuat purchase intention konsumen terhadap brand tersebut.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan panduan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan dengan menggunakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan maksud tertentu. Secara umum data yang telah diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah (Sudiyono,2008:3). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan suatu pendekatan yang menekankan analisis lebih pada data-data numerical yang kemudian diolah dengan metode statistika (Azwar, 2010). Metode penelitian yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif analisis regresi linear sederhana. Penelitian analisis regresi linear sederhana bertujuan untuk menyelidiki apakah ada pengaruh visibility K-Pop sebagai brand ambassador terhadap purchase intention pada e-commerce Shopee di Kota Medan.
3.2 Variabel Penelitian
Menurut Azwar (2013) variabel adalah suatu konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subjek penelitian yang bervariasi secara kuantitatif dan kualitatif. Menurut Sugiyono (2016) variabel penelitian adalah suatu atribut yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua variabel yaitu:
Independent Variable : visibility
Dependent Variable : purchase intention
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah spesifikasi peneliti dalam mendefinisikan dan mengukur variabel dalam sebuah penelitian (Creswell, 2012). Definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah :
1. Purchase Intention
purchase intention adalah kecenderungan konsumen untuk membeli/menggunakan suatu produk yang timbul setelah menerima stimulus.
Purchase intention diukur dengan menggunakan skala purchase intention yang terdiri dari beberapa aspek, yaitu : Tertarik untuk mencari informasi tentang produk, mempertimbangkan untuk membeli, tertarik untuk mencoba, ingin mengetahui produk, dan ingin memiliki produk. Dalam penelitian ini peneliti akan melihat hasil skor dari purchase intention konsumen. Skor yang diperoleh dari skala akan menunjukkan seberapa kuat atau lemahnya purchase intention konsumen. Semakin tinggi skor yang diperoleh dari skala, maka semakin kuat pula purchase intention yang dimiliki konsumen. Sebaliknya, semakin rendah
skor yang diperoleh dari skala maka semakin rendah pula purchase intention yang dimiliki konsumen tersebut.
2. Visibility
Visibility merupakan seberapa jauh popularitas yang melekat pada seorang brand ambassador. Visibility diukur dengan menggunakan skala visibility yang terdiri dari empat aspek yaitu : Popularitas, prestasi, dikenal sebagai brand ambassador brand, dan menarik. Skor yang diperoleh dari skala menunjukkan tinggi atau rendahnya tingkat visibility seorang brand ambassador. Semakin tinggi skor yang diperoleh dari skala maka semakin tinggi tingkat visibility seorang brand ambassador. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh dari skala, maka semakin rendah pula tingkat visibility seorang brand ambassador tersebut.
3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek atau individu yang diteliti memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik yang sama yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain (Azwar, 2012). Adapun populasi dalam penelitian ini melibatkan masyarakat kota Medan yang mengetahui K-Pop dan belum pernah menggunakan Shopee. Melihat besarnya cakupan populasi menyebabkan peneliti kesulitan untuk menjangkau dalam pengambilan data, maka peneliti memutuskan
untuk mengambil subjek sebagian dari keseluruhan populasi yang disebut sampel.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Maka dari itu, sampel yang diambil dari populasi harus benar- benar representative (mewakili) (Sugiyono, 2012). Jumlah populasi dalam penelitian ini tidak diketahui secara pasti. Menurut Widiyanto (2013) jika jumlah populasi tidak diketahui maka jumlah besar sampel yang digunakan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
= Jumlah Sampel
Z = Score pada tingkat signifikansi tertentu (derajat keyakinan 95%) maka Z= 1,96
Moe = Margin of error, tingkat kesalahan maksimum adalah 5%
= 384.16 = 384
Dari hasil perhitungan diatas, diperoleh bahwa jumlah sampel untuk penelitian ini adalah minimal sebanyak 384 responden.
3.4.3 Teknik Penarikan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik Non-Probability Sampling dengan pendekatan Purposive Sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2017: 85). Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini ialah :
1. Belum pernah menggunakan e – commerce Shopee 2. Mengetahui K-Pop
3. Berdomisili di Kota Medan 3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan metode skala. Metode skala digunakan untuk mengukur data berupa konsep psikologi yang dapat diungkapkan secara tidak langsung dengan adanya indikator - indikator perilaku dari setiap variabel yang diterjemahkan ke item-item pernyataan (Azwar, 2000). Dalam penelitian ini akan menggunakan model skala Likert yang merupakan model skala pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar,
Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan metode skala. Metode skala digunakan untuk mengukur data berupa konsep psikologi yang dapat diungkapkan secara tidak langsung dengan adanya indikator - indikator perilaku dari setiap variabel yang diterjemahkan ke item-item pernyataan (Azwar, 2000). Dalam penelitian ini akan menggunakan model skala Likert yang merupakan model skala pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar,