• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk lebih jelas terarahnya proposal ini, maka penulis membuat sistematika, penulisannya sebagai berikut:

Sistematika penulisan proposal ini terdiri dari lima bab yang masing-masing menampakkan titik berat yang berbeda, namun pada satu kesatuan yang berkolerasi.

Bab I terdiri dari latar belakang , rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan kepustakaan, penjelasan judul, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Penakaran Upah dalam penyelenggaraan jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar. Mencakup tentang pengertian upah, dasar hukum upah, syarat dan rukun upah, macam-macam upah, pembatalan dan berakhirnya upah, hikmah upah begitu pula dengan jenazah, mencakup pengertian penyelenggaraan jenazah serta Pengurusan dan Dasar Hukum Pengurusan Jenazah.

Bab III Monografi Kenagarian Pitalah Kecapatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar meliputi gambaran umum Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar, penakaran upah dalam penyelenggaraan jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar dan tinjauan hukum Islam tentang penakaran upah dalam penyelenggaraan

jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar.

Bab IV terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

BAB II

PENAKARAN UPAH DALAM PROSES PENYELENGGARAAN JENAZAH A. Upah dalam Islam

1. Pengertian upah (ijarah)

Secara bahasa ijarah diambil dari kata al ajru yang berarti al iwadu (ganti) dan oleh karena itu ath thawab atau (pahala) ganti dari sebuah perbuatan dikenal dengan ajru (upah).16 Dalam Islam upah dikenal dengan istilah ijarah. Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah ialah ijarah.17 Karena itu, lafaz ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atau pemanfaatan sesuatu benda atau imbalan sesuatu kegiatan, utau upah karena melakukan sesuatu aktivitas.18

Menurut istilah, ijarah adalah akad untuk mengambil manfaat dengan kompensasi upah.19 Ijarah ada dua bentuk manfaat yang bisa diambil, manfaat barang dan manfaat jasa. Ijarah merupakan kegiatan ekonomi dan bisnis yang bertujuan saling memenuhi kebutuhan dalam menunjang kehidupan yang baik. 20 Secara umum, pengertian upah adalah hakpekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan

16Mahmudatus Sa‟diyah, Fiqh Muamalah II (Teori dan Praktik), (Jawa Tengah: Unisnu Press, 2019), hal. 71

17 Helmi karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1993), hal.29

18Ibid

19 Abd Rahman Ghazali, Ghufran Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta:

Kencana, 2010), hal. 285

20Dhaifina Fitriani, Studi Al-Qur‟an Dan Hadis Aturan Hukum Konkrit: Ijarah (Sewa Menyewa), lentera, vol 2, no.1, 2020, hal. 36

undangan.21

a. kepemilikan manfaat dengan jangka waktu tertentu yang diperbolehkan dengan jangka waktu tertentu dengan kompensasi tertentu.22

b. Menurut Malikiyah dan Hanabilah al ijarah adalah menjadikan milik atau kemanfaatan yang mubah dalam waktu tetentu dengan pengganti.23

Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahawa ijarah adalah akad atas menfaat barang atau manfaat jasa yang bersifat mubah, yang nantinya diberi imbalan yang sesuai, dengan jumlah yang telah disepakatai atau dalam jumlah tertentu.

2. Dasar Hukum Upah (ijarah)

Pada dasarnya hukum asal dari ijarah menurut Jumhur Ulama adalah mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syarak berdasarkan ayat al-qur‟an, hadis Nabi, dan ijma‟ ulama. Adapun yang menjadi dasar hukum tentang akad ijarah adalah sebagai berikut:

21Dalianama Terlaumbanua, Hukum Ketenagakerjaan, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019) hal. 25

22Dimyauddin Djuwani, Op. Cit. hal. 154

23Rachmad Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 122

a. Al-Qur‟an

“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya”24

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".”25

Berdasarkan ayat diatas dapat disimpulkan bahwa upah mengupah dalam suatu pekerjaan dibenarkan dalam Islam. Upah mengupah yang dibolehkan dalam kebaikan.

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya” (Hr Ibnu Majah dan At-Thabrani)”26

ُهَرْجَا َماَّجُْلْا ِطْعاَو ْمِجَتْحِا

“Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu. (HR Bukhari dan Muslim)”27

24At-Thayyib, Al-Qur‟an terjemah, (Bekasi: Cipta Bagus Segara,2011), hal. 559

25Kementian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah, Halim, hal. 388

26 Dhaifina fitriani, Loc.Cit. hal. 155

27 Dhaifina fitriani, Loc.Cit. hal. 156

Berdasarkan hadis diatas dapat disimpulkan bahwa upah mengupah dibolehkan seperi yang dilakukan Nabi SAW.

c. Ijma‟

Umat Islam pada masa sahabat telah berijma; bahwa ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.28 Sekalipun ada beberpa orang diantara mereka berbeda pendapat, akan tetapi hal itu tidak dianggap.29Konsep ijarah dalam kontek manfaat mempunyai pengertian yang sangat luas ada yang meliputi imbalan manfaat atas manfaat suatu benda atau upah terhadap suatu pekerjaan tertentu. Jadi, ijrah merupakan konsep mengambil manfaat dari suatu benda dengan suatu imbalan yang dinamakan sewa-menyewa dan mengambil manfaat dari suatu pekerjaan dengan suatu imbalan dinamakan upah mengupah.30 3. Rukun dan Syarat Upah (ijarah)

a. Rukun Upah (ijarah)

Pada umumnya dalam kitab fiqh disebutkan bahwa rukun ijarah adalah pihak yang menyewa (musta‟jir), pihak yang menyewakan (mu‟jir), ijab dan qabul (sigah), manfaat barang yang disewakan dan upah. KHES menyebutkan dalam pasal 251 bahwa rukun ijarah adalah: pihak yang menyewa, pihak yang menyewakan, benda yang diijarahkan, dan akad. Masing-masaing rukun ini mempunyai syarat tertentu yang akan dijelaskan dalam masalah syarat ijarah.31

28 Helmi karim, Op.Cit, hal. 30

29Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 13, cet. ke 10, (Bandung: PT almaarif,Cet ke 1 1987), hal.

11

30Panji Adam, Fikih Muamalah Maliyah, (Bandung: PT Refika Aditama, 2017), hal.199

31 Imam Mustofa, Figh Muamalah Kontenporer, (Depok: PT Raja Garfindo Persada,

Ulama Hanafiyah berpendapat rukun ijarah ada dua yaitu ijab dan qabul menggunakan kalimat al-ijarah, al-isti‟jar, dan al-ikra.

berbeda dengan Jumhur Ulama berpendapat rukun ijarah ada empat yaitu:32

1) Aqid (orang yang berakad) yaitu mu‟jir/muajir yang berati orang yang menyewakan atau orang yang memberikan upah dan musta‟jir yang berarti orang yang menyewa atau orang yang menerima upah.

2) Shigat Aqad, yaitu ijab dan qabul antar mu‟jir dengan musta‟jir.

3) Ujrah yaitu upah atau imbalan

4) Ma‟kud Alaih atau manfaah, yaitu manfaat/ barang yang disewakan dan sesuatu yang dikerjakan.

b. Syarat Upah (ijarah)

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam akad ijarah, yaitu sebagai berikut:33

1) Untuk kedua orang yang berakad (al-muta‟aqidain), menurut ulama Syafi‟iyah dan Hanabila, diisyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang gila, menyewakan harta mereka atau mereka (sebagai buruh), manurut mereka, ijarahnya tidak sah. Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang berakad itu tidak harus usia baligh, tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan 2018), hal. 105

32Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya Pada LKS, (Jakarta:

Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2011), Cet 1. hal. 159

33 Abdul Rahman Ghazali, Op.Cit. hal. 278

akad ijarah. Namun, mereka mengatakan, apabila seorang anak yang mumayyiz melakukan akad ijarah terhadap harta atau dirinya, maka akad itu baru dianggap sah apabila dengan walinya.

2) Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT QS An-Nisaa‟(4) ayat 29.



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”34

3) Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang menjadi objek tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu harus dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya dan penjelasan berapa lama manfaat itu ditangan penyewa.

4) Objek ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secara lansung dan tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, para ulama fiqh sepakat, bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan dimanfaatkan lansung oleh penyewa. Misalnya,

34 Kementian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah, Halim, hal.83

seseorang menyewa rumah, maka rumah itu dapat lansung diambil kuncinya dan dapat lansung boleh ia manfaatkan.

5) Objek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara‟, oleh sebab itu para ulama fiqh sepakat mengatakan tidak boleh menyewa seseorang untuk menyantet orang lain, menyewa seseorang untuk membunuh orang lain, demikian juga tidak boleh menyewakan rumah untuk dijadikan tempat-tempat maksiat.

6) Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang bisa disewakan seperi rumah, kendaraan, dan alat-alat perkantoran.

7) Upah atau sewa dalam ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang memiliki nilai ekonomi.35

4. Macam-Macam Upah (ijarah)

Ada beberapa macam ijarah yang dilihat dari segi objek dan pemilik manfaat:36

a. Macam-Macam ijarah dari Segi Objek

1) Ijrah „ala al-manafi‟, yaitu menjadikan manfaat dari suatu barang sebagai ma‟qud alaih. Seperti menyewakan sebuah rumah untuk ditemapati dan menyewakan kendaraan untuk dikendarai.

35Ibid.hal 279

36 Firman Setiawan, Op.Cit. 110

2) Ijrah „ala al-mal, yakni menjadikan pekerjaan atau jasa dari seseorang sebagai ma‟qud alaih. Seperti menyewa atau mengupah sesorang untuk membangun sebuah bagunan atau menjahit baju dan lain-lain. Akad Ijrah „ala al-mal berkaitan erat dengan masalah upah mengupah. Oleh karena itu pembahasannya lebih di titik beratkan kepada pekerjaan atau buruh. Ijrah „ala al-mal ini menurut ulama fiqh, hukunya boleh apabila pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, dan tukang sepatu.

b. Macam-Macam ijarah dari Segi Pemilik Manfaat

1) Ijarah khas, yakni ijarah yang manfaatnya dimiliki satu orang tertentu, seperti mengupah seorang pembantu rumah tangga.

2) Ikarah musytarakah, yakni ijarah yang manfaatnya demikian oleh beberapa orang secara berserikat. Misalnya sekelompok orang yang menyewa sebuah rumah untuk di temapatu bersama-sama.

Maka ujrah ditanggung bersama, dan hak atas manfaat rumah juga dimiliki bersama.

c. Upah (Ijarah) dalam perbuatan ibadah

Salah satu bentuk upah dalam perbuatan ibadah adalah proses pengurusan jenazah. Persoalan mengambil upah terhadap pengurusan jenazah, para ulama ada yang membolehkan dan ada juga yang melarangnya diantaranya adalah menurut Imam Al-Quyubi

berpendapat sah (boleh) mengambil upah dari pengurusan (memandikan dan mengafankan) mayat dan mengebumikannya, dan juga mengajari Al-Qur‟an. Hal itu diterangkan dalam kitab hasyiyah al-qalyubi. Dalam kitab ini dijelaskan bahwa menurut Imam Al-Quyubi perbuatan-perbuatan yang berbentuk ketaatan dan kebaikan dalam ibadah, lalu pelaku ketaatan itu mengambil upahnya, maka hukumnya adalah boleh.37 Adapun yang menjadi landasan dalam hal ini adalah hadis yang di riwayatkan oleh Imam Al Bukhariy :

ُسوُي ُقوُدَص َوُى ُّيِرْصَبْلا ٍرَشْعَم وُبَأ اَنَ ثَّدَح ُّيِلِى اَبْلا ٍدَّمَُمُ وُبَأ ٍبِراَضُم ُنْب ُناَدْيِس ِْنَِثَّدَح

Muhammad Al Bahili telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar Al Bashri dia adalah seorang yang jujur yaitu Yusufbin Yazid Al Barra`

dia berkata; telah menceritakan kepadaku 'Ubaidullah bin Al Ahnas Abu Malik dari Ibnu Abu Mulaikah dari Ibnu Abbas bahwa beberapa sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melewati sumber mata air dimana terdapat orang yang tersengat binatang berbisa, lalu salah seorang yang bertempat tinggal di sumber mata air tersebut datang dan berkata; "Adakah di antara kalian seseorang yang pandai menjampi? Karena di tempat tinggal dekat sumber mata air ada seseorang yang tersengat binatang berbisa." Lalu salah seorang sahabat Nabi pergi ke tempat tersebut dan membacakan al fatihah dengan upah seekor kambing. Ternyata orang yang tersengat tadi sembuh, maka sahabat tersebut membawa kambing itu kepada teman-temannya. Namun teman-temannya tidak suka dengan hal itu, mereka berkata; "Kamu mengambil upah atas kitabullah?" setelah mereka tiba

di Madinah, mereka berkata; "Wahai

Rasulullah,ia ini mengambil upah atas kitabullah." Maka Rasulullah

shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil adalah upah karena (mengajarkan) kitabullah."(HR. Bukhari)38

Menurut Imam Ibnu „Abidin haram hukumnya mengambil upah atau gaji dari hasil mengurus jenazah. Hal itu diterangkan dalam kitab rad al-mukhtar. Dalam kitab ini dijelasakan bahwa menurut Imam Ibnu

„Abidin secara hukum asalnya, bahwasanya setiap bentuk ketaatan yang khusus berkaitan dengan seorang muslim, maka tidak boleh

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma‟il telah menceritakan kepada kami Hammad telah mengabarkan kepada kami Sa‟id Al-Jurairi dari Abu Al-„ala` dari *Mutharrif bin Abdullah+ dari Utsman bin Abi Al„Ash dia berkata; Aku pernah berkata; Wahai Rasulullah, jadikanlah saya sebagai imam kaumku! Beliau shallallahu „alaihi wasallam bersabda:‚Kamu adalah imam mereka, dan jadikanlah makmum yang terlemah di antara mereka sebagai pertimbangan (ketika mengimami shalat), dan jadikanlah muadzin dari orang yang tidak mengambil upah adzannya.” (HR. Abu Daud).39

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa ijarah atau dalam perbuatan taat seperti menyewa orang lain untuk shalat, puasa, haji, atau membaca Al-Quran yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu, seperti kepada arwah ibu bapak dari yang menyewa, azan, qomat, dan menjadi imam, haram hukumnya mengambil ujrah (upah) dari

38 Qalyubi, loc.cit.

39 Ibnu „abidin, loc. cit.

pekerjaan tersebut. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah bahwa pengambilan upah menggali kuburan dan membawa jenazah boleh, namun pengambilan upah memandikan mayit tidak boleh.40

5. Pembatalan dan Berakhirnya Upah (ijarah)

Setiap transaksi dalam ijarah tetntunya ada batas waktu yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak, keduanya harus menepati perjanjian yang sudah disepakati, tidak saling menambah dan mengurangi waktu yang ditentukan. Ulama fikih berpendapat bahwa berakhirnya akad ijarah adalah sebagai berikut :41

a. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad sudah berakhir. Apabila yang disewakan tanah pertanian, rumah, pertokoan, tanah perkebunan, maka semua barang sewaan tersebut dalam harus dkembalikan kepada pemiliknya, dan apabila yang disewakan itu jasa seseorang, maka ia segera dibayar upahnya.

b. Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad karena akad ijarah, menurut mereka tidak bisa diwariskan. Akan tetapi menurut jumhur ulama, akad ijarah tidak batal dengan wafatnya salah seorang yang bertransaksi, karena manfaat menurut mereka bisa diwariskan dan ijarah sama dengan jual beli, yaitu mengikuti kedua belah pihak yang berakad.

c. Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada masalah dari salah satu pihak, seperti rumah yang disewakan disita negara karena terkait dengan

40Hendi Suhendi, loc.cit.

41 Abu Azam Al-Hadi, loc. cit. hal. 86

utang yang banyak, maka transaksi ijarah batal. Masalah-masalah yang dapat membatalkan transaksi ijarah menurut ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak bangkrut, dan berpindah tematnya penyewa, suatu contoh apabila ada seseorang dibayar untuk menggali atau ngebor air bawah tanah, sebelum pekerjaan selesai, penduduk desa itu pindah ke desa lain. Beda dengan jumhur ulama, masalah yang bisa membatalkan transaksi ijarah hanya apabila objekny mengandung cacat atau manfaat yang dimaksud tidak ada atau hilang, seperti kebakaran dan terjadi banjir besar.

6. Hikmah Upah (ijarah)

Hikmah disyari‟atkan ijarah dalam bentuk pekerjaan atau upah mengupah adalah karena dibutuhkan dalam kehidupan manusia.42 Pada dasarnya dibolehakan ijarah adalah untuk menringankan suatu pekerjan dan memberikan peluang pekerjaan bagi orang yang mampu dalam pekerjaan tersebut. Tujuan khusnya adalah usaha yang dilakukan dan upah yang diterima merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dengan adanya ijarah akan mampu membina kerja sama antara mu‟jir dan musta‟jir. Sehingga akan menciptakan kedamaian dihati mereka. Dengan diterimanya upah dari orang yang memakai jasa, maka yang menberi jasa dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Apabila kebutuhan hidup terpenuhi maka musta‟jir tidak lagi resah ketika hendak

42Hamzah Ya‟qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, (Bandung: Diponegoro, 1992).Crt.2. hal.319

beribadah kepada Allah.

Dengan transaksi upah-mengupah dapat berdamapak positif terhadap masyarakat terutama bidang ekonomi, karena masayarakat dapat mencapai kesejahteraan yang lebih tinggi. Bila masing-masing individu dalam suatu masyarakat itu lebih dapat memenuhi kebutuhannya, maka masyarakat itu akan tentram dan aman.

B. Jenazah

1. Pengertian dan Penyelenggaraan Jenazah

Dalam Islam jika meninggal salah seorang muslim dari kalangan umat Islam dinamakan jenazah. Jenazah (mayat atau jasad) adalah orang yang telah meninggal dunia.43 Setelah proses itu pengurusan jenazah maka ada empat tugas umat muslim yang masih hidup atas jenazah tersebut yaitu memandikan, mengafani, mensholatkan, dan menguburkan, dari tugas yang empat tersebut dinamakan penyelenggaran jenzah yang hukumnya adalah fardu kifayah. Jadi dapat diartikan penyelenggaraan jenazah adalah perbuatan seorang muslim terhadap muslim yang lainya yang telah meninggal yang terdiri dari memandikan, mengafani, mensholatkan, menguburkan.

2. Pengurusan dan Dasar Hukum Pengurusan Jenazah a. Memandikan

Jenazah atau mayat harus dimandika dengan diberi kain

43Husnan m. Thaib, Keutamaan Menjenguk Orang Sakit Dan Tata Cara Mengurus Jenazah, (Aceh:Dayah Riyadhus Shalihin Al Ziziyah,2019), hal.9

basahan. Mayat laki-laki dimandikan oleh laki-laki, dan perempuan oleh perempuan tetapi sebaliknya jika sebagai muhrimnya, ahli warisnya atau dalam keadaan darurat. Dalam memandikan mayat hendaklah berlapis kain dan dilarang menyentuh kelaminnya.

Sedangkan bagi yang kena penyakit menular dibolehkan lebih dahulu memakai obat pembunuh hama penyakit untuk disiramkan pada seluruh tubuhnya. Adapun air yang dipakai adalah air yang bercampur dengan bidara, dan jika tidak ada maka boleh diganti dengan sabun, sedangkan yang terakhir adalah air bermacampur dengan kapur barus.44Sesuai dengan hadit Nabi SAW:

ٍساَّبَع ِنْبا ْنَع

orang yang mati terjatuh dari kendaraannya: mandikan ia dengan air dan daun bidara.”(HR. Bukhari dan Muslim)45

Air hangat boleh dipakai jika kotoran tidak bisa hilang atau udara terlalu dingin. Perut mayat harus ditekan agar kotorannya keluar yang kemudian diikuti dengan harum-haruman. Lalu dimulailah pemakaian air dengan dimulai penyiramannya untuk anggota-anggota wudhu‟nya, dimulai pada anggota yang kanan kemudian yang kiri.

Jumlah banyaknya dimandikan boleh sekali untuk seluruh tubuhnya, dan sunnat 3 kali atau lebih dengan bilangan ganjil . kukunya yang telah dipotong, rambutnya yang disisir, dan bulu-bulunya yang

44Hussein Bahreisy, Pedoman Fiqh Islam, (Surabaya: Al-Ikhalas-Surabaya,1981), hal. 93

45Sa‟adah, Materi Ibadah Menjaga Akidah & Khusu‟ Beribadah, (Surabaya: amelia surabaya, 2006 ), hal. 162

digunting atau tercabut hendaklah dibungkus. Sedangkan kotoran yang keluar sesuadah dimandikan yang menyentuh badanya hendaklah dibersihkan dan kalau perlu diwudhukan kembali. Sabda Nabi SAW:

ِنْبا ْنَع

“Barangsiapa memandikan mayat dengan menyembunyikan rahasia mayat itu maka allah akan mengampuni kepada yang memandikannya 40 kali.”(HR. Hakim) 46

b. Mengafani

Mayat yang sudah dimandikan hendaklah dikapani atau dibungkus dengan kain kapan dari harta si mayat atau dari harta familinya atau harta kaum muslimin atau dari pemerintah setempat, atau dari dana sosial. mayat dapat dikapani dengan selapis kain putih yang menyelubungi seluruh tubuhnya baik untuk laki-laki maupun perempuan, sedangkan seluruh tubuhnya ditaburi dengan kapur barus.

Dan disunatkan menggunakan 3 lapis yaitu selapis sebagai sarungnya (dari pinggang hingga paha), dan 2 lapis yang meliputi seluruh tubuhnya. Adapun bagi perempuan jumlahnya 5 lapis yaitu lapis pertama untuk sarung, lapis kedua untuk baju, lapis ketiga untuk kerudung (tutup kepala), dan dua lapis yang meliputi seluruh tubuhnya. Dalam beberapa lapisan itu diberi harum-haruman dan setidak-tidaknya kapur barus.47 Hadis yang berkaitan dengan mengafani adalah:

46Hussein Bahreisy, op.cit. hal. 94

47Ibid. hal. 94

َسَو ِوْيَلَع ُالله ىَّلَص َِّللَّا َلوُسَر َنِّفُك َةَشِئاَع ْنَع ٌصْيِمَق اَهْ يِف َسْيَل ٍفُسْرُك ْنِم ٍةَّيِلْوُحَس ٍضْيِب ِباَوْ ثَا ِةَث َلًَث َمَّل

)ويلع قفتم( ٌةَم اَمِع َلَْو

“Dari Aisyah, bahwa Rasulullah SAW, dikafani dengan tiga lapis kainputih bersih yang terbuat dari kapas, tidak ada di dalamnya baju dan tidak pula serban.” (Muttafaq‟alaih)48 memandkan Ummi Kaltsum putri Rasulullah SAW. Ketika wafatnya.

Yang mula-mula dinerikan Rasulullah SAW. Kepad kami ialah kain basahan, lalu baju, tutup kepala, lalu kerudung, kemudian kain yang menutup seluruh badannya. Laila berkata: sedangkan Rasulullah SAW.

Berdiri di tengah pintu membawa kafannya, dan memberikannya kepada kami sehelai-sehelai.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud)49

c. Menshalatkan

Telah disepakati oleh para ulama bahwa shalat atas jenazah merupakan fardhu kifayah berdasarkan beberapa hadis sahih, diantaranya ketika beliau memerintah para sahabat untuk melakukannya ketika salah seorang dari mereka meninggal dunia, shalatkanlah jenazah kawan kalian itu (HR Bukhari dan Muslim).

Untuk sahnya shalat tersebut, harus dipenuhi beberapa persyaratan seperti halnya dalam shalat biasa, yaitu suci dari hadas besar maupun kecil, suci dari najis, menutup aurat dan berdiri

48Ibid. hal. 95

49Ibid. hal. 96

menghadap kiblat (atau sambil duduk bagi yang tidak kuasa berdiri).

Shalat jenazah boleh dilaksanakan di rumah ataupun di masjid, baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Walaupun demikian, shalat jenazah berjamaah lebih afdal, demikian pula makin banyak orang yang melaksanakannya, lebih besar pahalanya. Telah diriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah berkata:

ْخااَم ْرُظْنا ُبْيَرُكَيَ َلاَقَ ف َناَفْسُعِب ْوَأ ٍدْيَدُقِب ُوَل ٌنْبا َتاَم َلَق ُوَّنَا ُوْنَع ُالله َيِضَر ِبْيَرُك ْنَع

wahai Kuraib (bekas budak Ibnu „Abbas), lihat berapa banyak manusia yang menyolati jenazahnya.”Kuraib berkata,” aku keluar, ternyata orang-orang sudah berkumpul dan akumengabarkan kepada mereka pertanyaan Ibnu „Abbas tadi. Lantae mereka menjawab,” ada 40 orang

“.Kuraib berkata,”baik kalau begitu.”Ibnu „Abbas lantas berkata,”keluarkan manyit tersebut. Karena aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,”tak seorang pun muslim meninggal dunia, lalu jenazahnya dishalatkan oleh 40 orang, yang mereka itu tidak

“.Kuraib berkata,”baik kalau begitu.”Ibnu „Abbas lantas berkata,”keluarkan manyit tersebut. Karena aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,”tak seorang pun muslim meninggal dunia, lalu jenazahnya dishalatkan oleh 40 orang, yang mereka itu tidak

Dokumen terkait