TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRAKTIK PENAKARAN UPAH DALAM PROSES
PENYELENGGARAAN JENAZAH
(Studi Kasus di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Untuk Gelar Sarjana Hukum (SH) Pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Oleh:
DESI IRAWATI NIM. 1217060
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIA (MUAMALAH)
FAKULTAS SYARIAHINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
TAHUN 2021 M/1442 H
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul : “Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktik
Penakaran Upah Dalam Proses Penyelenggaraan Jenazah” (Studi Kasus di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar)”, yang disusun oleh Desi Irawati, NIM: 1217.060 telah memenuhi persyaratan ilmiah dan disetujui untuk diajukan pada Sidang Munaqasyah.
Demikianlah persetujuan ini diberikan untuk dapat dipergunakan semestinya.
Bukittinggi, 09 Juli 2021
Dosen pembimbing
Hj. Shafra, M, AG NIP. 197408052000032002
Mengetahui
Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi
Dr.Beni Firdaus, S.HI, M.A NIP.197907142005011005
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Desi Irawati
NIM : 1217060
Tempat/Tanggal Lahir: TJ. Barulak/ 01 November 1997
Program Studi : Hukum Ekonomi Syari`ah (Muamalah) Fakultas : Syari`ah
Judul Skripsi : Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktik Penakaran Upah dalam Proses Penyelenggaraan Jenazah (Studi Kasus di Kenagarian Pitalah, Kec. Batipuh, Kab. Tanah datar)
Menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa karya ilmiah (skripsi) penulis dengan judul di atas adalah benar asli karya penulis. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri, maka penulis bersedia diproses sesuai hukum yang berlaku dan gelar kesarjanaan penulis dicopot hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bukittinggi, 09 Juli 2021 Yang menyatakan
Desi irawati NIM:1217060
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRAKTIK PENAKARAN UPAH DALAM PROSES PENYELENGGARAAN JENAZAH (Studi Kasus di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar) yang ditulis oleh Desi Irawati, NIM 1217.060, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, tahun 1442 H/2021 M.
Motivasi penulis memilih judul ini karena adanya praktik penakaran upah penyelenggaraan jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar yang sudah menjadi kebiasan dari masyarakat. Memberikan upah dalam proses penyelenggraan yang dimaksud yaitu pada proses memandikan, mengafani dan menguburkan terkecuali pada proses mensholatkan. Padahal prosesi penyelenggaraan jenazah memandikan, mengafani, mensholatkan, dan menguburkan satu rangakaian dan hukumnya fardhu kifayah. Inilah yang mendorong penulis membahasnya lebih lanjut.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan metode kualitatif. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan wawancara dengan informan yang terkait dengan pelaksanaan penakaran upah pada proses penelenggaraan jenazah. Disamping itu juga membaca buku-buku yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti dengan menggunakan metode berfikir deskriptif analisis, dan deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: bahwa terjadi praktik penakaran upah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar pada proses mengafani, memandikan dan menguburkan jenazah, yang dilakukan oleh alim ulama yang berperan sebagai petugas penyelenggaraan jenazah dan dibantu oleh beberapa masyarakat atau ahli waris yang mengerti dengan proses penyelenggaraan jenazah. Waktu pengupahan ada dua bentuk yaitu setiap selesai dari tiap-tiap proses penyelenggaraan jenazah kecuali pada proses mensholatkan jenazah dan pengupahan terjadi ketika telah selesainya proses penyelenggaraan jenazah. Tinjauan hukum Islam terhadap praktik penakaran upah di Kenagarian Pitalah tidak sesuai dengan syari‟at karena adanya unsur patokan upah yang dilakukan oleh petugas penyelenggaraan jenazah tanpa memandang unsur keikhlasan dalam penyelenggaraan jenazah tersebut.
Sebaiknya petugas penyelenggaraan jenazah tidak menakarkan berapa jumlah imbalan yang harus diberikan oleh ahli waris kepadanya. Karena memandikan, mengafani, dan menguburkan jenazah merupakan sebuah kewajiban kaum muslim sehingga tidak tepat menukar suatu kewajiban tersebut dengan penakaran upah. Akan tetapi jika pihak ahli waris ingin bemberi atas dasar rasa terimakasih atau ingin bersedekah, maka ini dibolehkan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan karunia-Nya, karena limpahan rahmad serta kasih sanyang-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan kewajiban penulis dalam membuat karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul: Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktik Penakaran Upah Dalam Proses Penyelenggaraan Jenazah”
(Studi Kasus di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar).
Shalawat dan salam kita kirimkan kepada Allah SWT Semoga tercurah selalu kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa ummat dari zaman jahiliyah kepada zaman yang penuh ilmu pengetahuan, seperti saat ini.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini ialah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan Program S1 untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Fakultas Syariah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa adanya do‟a, dukungan dan motivasi dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pertama penulis persembahkan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada ayahanda Nasrul. yang merupakan seorang ayah yang tangguh dalam hidup penulis, karena tanpa jasa dari seorang ayah mungkin penulis tidak akan mampu untuk menempuh jenjang pendidikan sampai saat ini dan
ibunda Nurmawan yang merupakan seorang ibu yang sangat kuat bagi penulis, yang senantiasa menyemangati dan yang selalu mendo‟akan penulis di setiap sujud dan tadahan tangannya kepada Tuhan yang Maha Segalanya agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan sebaik-baiknya, kemudian kepada Kakek, Nenek, Mamak-Mamak, kakak, adik-adik penulis dan khususnya kepada keluarga besar penulis yang selalu mendo‟akan penulis agar dapat menyelesaikan pendidikan ini secepatnya.
Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, kepada yang terhormat:
1. Ibu Rektor dan Bapak-Bapak Wakil Rektor, Bapak Dekan Fakultas Syari‟ah dan Bapak-Bapak Wakil Dekan, serta Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) yang telah menfasilitasi penulis dalam menuntut Ilmu pengetahuan di IAIN Bukittinggi.
2. Bapak H. Bustamar, S.Ag. M.H selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi motivasi dan doronggan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di IAIN Bukittinggi ini.
3. Ibu Hj.Shafra,M.Ag selaku Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan penulis berbagai ilmu pengetahuan selama menuntut ilmu di IAIN Bukittinggi.
5. Pimpinan serta karyawan/ti di perpustakaan IAIN Bukittinggi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis untuk mencari materi-materi yang
terkait dengan penulisan skripsi ini.
6. Kepada Masyarakat Jorong Baru Kenagari Pitlah Kec. Batipuh memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kenagarian Pitalah . 7. Kepada Niniak Mamak dan Bundo Kanduang yang telah Mensuport dan
menyemangati hingga menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada sahabat-sahabat dan kawan-kawan penulis yang telah menyemagati dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penulis, menyemangati, serta memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga amal ibadah mereka diterima dan dilipat gandakan Allah SWT.
Bukittinggi, 09 Juli 2021 Penulis
DESI IRAWATI NIM. 1217.060
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING... i
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Masalah ... 7
D. Tinjauan Kepustakaan ... 7
E. Penjelasan Judul ... 13
F. Metode Penelitian... 15
G. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pengupahan dalam Islam ... 19
1. Pengertian Upah ... 19
2. Dasar Hukum Upah ... 21
3. Syarat dan Rukun Upah ... 23
4. Macam-macam Upah ... 26
5. Pembatalan dan Berakhirnya Upah ... 30
6. Hikmah Upah ... 31
B. Penyelenggaraan Jenazah dalam Islam ... 32
1. Pengertian Penyelenggaraan Jenazah ... 32
2. Pengurusan dan Dasar Hukum Pengurusan Jenazah ... 33
BAB III PENAKARAN UPAH DALAM PENYELENGGARAAN JENAZAH di KENAGARIAN PITALAH KECAMATAN BATIPUH KABUPATEN TANAH DATAR
A. Monografi Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah
Datar ... 38
1. Sejarah Berdirinya Kenagarian Pitalah ... 38
2. Kondisi Geografis Kenagarian Pitalah ... 40
3. Struktur Organisasi Kenagarian Pitalah ... 41
B. Penakaran Upah dalam Penyelenggaraan Jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar ... 41
C. Tinjauan Hukum Islam Tentang Penakaran Upah dalam Penyelenggaraan Jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar ... 44
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 53
B. Saran ... 54 DAFTAR KEPUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam kehidupannya memiliki kebutuhan yang beragam, dalam memenuhi kebutuhan tersebut, seseorang membutuhkan kerjasama dengan orang lain. Muamalah merupakan salah satu bentuk kerjasama dalam Islam. Beragam bentuk kerjasama dalam bidang muamalah, salah satunya ialah upah mengupah. Secara umum upah adalah pembayaran yang diterima pekarja/buruh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan.1 Sedangkan upah dalam literatur fiqih sering disebut dengan istilah ijarah yang berarti Sewa, Jasa atau Imbalan yaitu Akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.2Dalam syara‟ Ijarah berarti melakukan akad mengambil manfaat sesuatu yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar sesuai dalam perjanjian yang telah ditentukan dengan syarat-syarat tertentu pula.
Ujrah yang diperoleh dapat berupa uang atau barang yang dapat dimanfaatkan, yang diberikan seseorang atau suatu lembaga atau instansi terhadap orang lain atas usaha, kerja dan prestasi kerja atau pelayanan yang dilakukan.
Pengupahan dalam hukum Islam diatur dalam Al-Qur‟an dan Sunnah.
Allah telah mensyariatkan upah mengupah dalam Al-Qur‟an surah (65) At-
1 Zaeni Asyhadie dan Rahmawati, Hukum Ketenagakerjaan Dalam Teori & Praktik di Indonesia,(Jakarta Timur: Prenadamedia Group,2019), hal. 77
2Ika Novi Nur Hidayati, Pengupahan Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif, Az Zarqa‟, Vol. 9, No. 2, Desember 2017. Hal. 187
Thalaq ayat 6,yakni:3
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya”4
Ayat tersebut memerintahkan untuk memberikan upah atau imbalan yang pantas kepada mereka yang telah melakukan suatu pekerjaan, seperti menyusui seorang anak.
Menanggapi persoalan mengambil upah terhadap pengurusan jenazah, para ulama ada yang membolehkan dan ada juga yang melarangnya diantaranya adalah menurut Imam Al-Quyubi berpendapat sah (boleh) mengambil upah dari pengurusan (memandikan dan mengafankan) mayat dan mengebumikannya, dan juga mengajari Al-Qur‟an. Hal itu diterangkan dalam kitab hasyiyah al-qalyubi. Dalam kitab ini dijelaskan bahwa menurut Imam Al-Quyubi perbuatan-perbuatan yang berbentuk ketaatan dan kebaikan dalam ibadah, lalu pelaku ketaatan itu mengambil upahnya, maka hukumnya adalah boleh. Adapun yang menjadi landasan dalam hal ini adalah Hadis yang di riwayatkan oleh Imam Al Bukhariy :
ُسوُي ُقوُدَص َوُى ُّيِرْصَبْلا ٍرَشْعَم وُبَأ اَنَ ثَّدَح ُّيِلِى اَبْلا ٍدَّمَُمُ وُبَأ ٍبِراَضُم ُنْب ُناَدْيِس ِْنَِثَّدَح ُُ اَّرَ بْلا َدْيَِِي ُنْب ُف
ُنْب ِالله ُدْيَ بُع ِنَِثَّدَح َلاَق ِِّبَّنلا ِباَحْصَا ْنِم اًرَفَ ن َّنَأ ٍساَّبَع ِنْبا ْنَع َةَكْيَلُم ِبَِأ ِنْبا ْنَع ٍكِلاَم وُبَأ ِسَنْخَْلْا
َقَ ف ُِ اَمْلا ِلْىأ ْنِم ٌلُجَر ْمَُلَ َضَرَعَ ف ٌمْيِلَس ْوَا ٌغيِدَل ْمِهْيِف ٍُ اَِبِ اوُّرَم َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُالله ىَّلَص ْمُكْيِف ْلَى َلا
َّنِا ٍقاَر ْنِم
َاَرَ بَ ف ٍُ اَش ىَلَع ِباِكْلا ِةَِتِاَفِب َاَرَقَ ف ْمُهْ نِم ٌلُجَر َقَلَطْن اَف ًمْيِلَس ْوَأ اًغْ يِدَل ًلًُجَر ُِ اَمْلا ِْفِ
َلَِا ُِ اَّشلِبِ َُ اَجَف
َق َّتََّح اًرْجَا ِالله ِباَتِك ىَلَع َتْذَخَا اوُلاَقَو َكِلَذ اوُىِرَكَف ِوِباَحْصَا ىَلَع َذَخَا ِالله َلوُسَر َيَ اوُلاَقَ ف َةَنْ يِدَمْلا اوُمِد
اَتِك اًرْجَا ِوْيَلَع ُْتُْذَخَا اَم َّقَحَا َّنِا َمَّلَس ِوْيَلَع ُالله ىَّلَص ِالله ُلوُسَر َلاَقَ ف اًرْجَا ِالله ِباَتِك ِالله ُب
.
3Syafriadi, Upah Buruh Karyawan Ditinjau Dalam Prspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Di Kabupaten Pidie, Al-Mursalah, Vol. 3, no. 2, Juli – Desember 2017. Hal.112
4At-Thayyib, Al-Qur‟an terjemah,(Bekasi: Cipta Bagus Segara,2011), Hal. 559
“Telah menceritakan kepada kami Sidan bin Muddzarib Abu Muhammad Al Bahili telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar Al Bashri dia adalah seorang yang jujur yaitu Yusufbin Yazid Al Barra` dia berkata; telah menceritakan kepadaku 'Ubaidullah bin Al Ahnas Abu Malik dari Ibnu Abu Mulaikah dari Ibnu Abbas bahwa beberapa sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melewati sumber mata air dimana terdapat orang yang tersengat binatang berbisa, lalu salah seorang yang bertempat tinggal di sumber mata air tersebut datang dan berkata; "Adakah di antara kalian seseorang yang pandai menjampi? Karena di tempat tinggal dekat sumber mata air ada seseorang yang tersengat binatang berbisa." Lalu salah seorang sahabat Nabi pergi ke tempat tersebut dan membacakan al fatihah dengan upah seekor kambing. Ternyata orang yang tersengat tadi sembuh, maka sahabat tersebut membawa kambing itu kepada teman-temannya. Namun teman- temannya tidak suka dengan hal itu, mereka berkata; "Kamu mengambil upah atas kitabullah?" setelah mereka tiba di Madinah, mereka berkata;
"Wahai Rasulullah, ia ini mengambil upah atas kitabullah." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil adalah upah karena (mengajarkan) kitabullah."(HR.
Bukhari).5
Menurut Imam Ibnu „Abidin haram hukumnya mengambil upah atau gaji dari hasil mengurus jenazah. Hal itu diterangkan dalam kitab rad al- mukhtar. Dalam kitab ini dijelasakan bahwa menurut Imam Ibnu „Abidin secara hukum asalnya, bahwasanya setiap bentuk ketaatan yang khusus berkaitan dengan seorang muslim, maka tidak boleh meminta upah dari padanya menurut kami. Adapun yang menjadi landasan dalam hal ini adalah Hadis yang di riwayatkan oleh Abu Daud:
َطُه ْيَع ِء َلََعْلا ًِبَأ ْيَع ُّي ِشٌْ َشُجْلا ٌذٍِعَس اًَ َشَبْخَأ ٌداَّوَح اٌََثَّذَح َلٍِعَوْسِإ ُيْب ىَسىُه اٌََثَّذَح ْيَع ِ َّاللَّ ِذْبَع ِيْب ِف ِّش
َس اٌَ َلاَق ِصاَعْلا ًِبَأ َيْب َىاَوْثُع َّىِإ َشَخآ ٍع ِض ْىَه ًِف ىَسىُه َلاَق َو ُتْلُق َلاَق ِصاَعْلا ًِبَأ ِيْب َىاَوْثُع ِ َّاللَّ َلىُس
ِخَّتا َو ْنِهِفَعْضَأِب ِذَتْقا َو ْنُهُهاَهِإ َتًَْأ َلاَق ًِه ْىَق َماَهِإ ًٌِْلَعْجا ا ًشْجَأ ِهًِاَرَأ ىَلَع ُزُخْأٌَ َلَ اًًِّرَؤُه ْز
.
“Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma‟il telah menceritakan kepada kami Hammad telah mengabarkan kepada kami Sa‟id Al-Jurairi dari Abu Al-„ala` dari *Mutharrif bin Abdullah+ dari Utsman bin Abi Al-„Ash dia berkata; Aku pernah berkata; Wahai Rasulullah, jadikanlah saya sebagai imam kaumku! Beliau shallallahu „alaihi wasallam bersabda: ‚Kamu adalah
5 Qalyubi, Hasyiata Qalyubi wa‟umairah, juz III (indonesia: karya insan, t.th) hal 76
imam mereka, dan jadikanlah makmum yang terlemah di antara mereka sebagai pertimbangan (ketika mengimami shalat), dan jadikanlah muadzin dari orang yang tidak mengambil upah adzannya. (HR. Abu Daud).6
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa ijarah atau dalam perbuatan taat seperti menyewa orang lain untuk shalat, puasa, haji, atau membaca Al-Quran yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu, seperti kepada arwah ibu bapak dari yang menyewa, azan, qomat, dan menjadi imam, haram hukumnya mengambil ujrah (upah) dari pekerjaan tersebut. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah bahwa pengambilan upah menggali kuburan dan membawa jenazah boleh, namun pengambilan upah memandikan mayit tidak boleh.7
Pada dasarnya telah menjadi kewajiban ahli waris atau umat Islam yang hadir ketika ada yang wafat untuk menyelenggarakan jenazah.
Penyelenggaraan jenazah itu wajib kifayah bagi umat Islam yang hidup.
Adapun hal-hal yang wajib diselenggarakan orang yang hidup terhadap jenazah ialah memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan.
Praktek penakaran upah ditemukan dalam proses penyelenggaraan jenazah. Proses penyelenggaraan jenazah adalah suatu kewajiban setiap umat muslim, yang apa bila dikerjakan oleh satu umat muslim saja maka lepaslah tanggung jawab umat muslim yang lainnya dalam kajian hukum Islam disebut fardhu kifayah. Praktek Penakaran upah dalam proses penyelenggaran jenazah terjadi di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar merupakan suatu kebiasan dan tidak dapat dihilangkan.
Penakaran upah yang dilakukan masyarakat Kenagarian Pitalah yang
6 Ibnu „abidin, rad al-mukhtar, juz VI (Mesir: Mustafa Al-Bady Al-Halabi, cet II, 1386) hal 55
7Hendi Suhendi, figh muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2020) hal. 120
penulis maksud adalah pada proses memandikan, mengafani dan menguburkan.
Sedangkan pada proses mensholatkan tidak terjadi pengupahan, karena mensholatkan jenazah dianggap oleh masyarakat Kenagarian Pitalah merupakan suatu ibadah yang hukumnya fardhu kifayah. Namun pada proses memandikan, mengafani dan menguburkan tidak terlihat jelas bahwasanya hukum dari ketiga proses tersebut juga fardhu kifayah. Jika dilihat dari Kenagarian lain tidak terjadi penakaran upah, akan tetapi hanya pemberian upah pada proses memandikan, mengafani dan menguburkan.
Orang yang berperan penting dalam memandikan, mengafani dan menguburkan adalah alim ulama yang ahli dibidang memandikan, mengafani dan menguburkan serta dibantu oleh kalangan masyarakat yang mengerti dibidang menandikan, mengafani dan menguburkan. Biasanya masyarakat yang berperan sebagai pembantu alim ulama tersebut berjumlah tiga orang paling banyak. Jika ahli waris dari jenazah itu sendiri alim ulama atau sebagai pembantu alim ulama dalam proses memandikan, mengafani dan menguburkan maka tidak berlaku pengupahan pada ahli waris tersebut.
Jika jenazah itu dari kalangan yang berada, maka membayarupah sebasar Rp.100.000/ orang yang ikut serta dalam memandikan, mengafani dan menguburkan. Jika satu orang melakukan tiga tahap yaitu memandikan, mengafani, menguburkan jenazah, maka upah yang diterima adalah Rp.300.000/ orang. Begitu juga sebaliknya bagi kalangan menengah kebawah maka membayar upah sebesar Rp. 50.000/ orang. Jika satu orang ikut serta dalam memandikan, mengafani dan menguburkan tersebut upah yang diterima
adalah Rp.150.000/ orang . Pemberian upah dialakukan dengan dua bentuk yaitu pemberian upah dilakukan setiap selesai dari proses tersebut dan ada juga menggunakan cara menanyakan berapa orang yang ikut dalam proses memandikan, mengafani, dan menguburkan sekaligus mencatat berpa uang yang akan dikeluarkan pada setiap tahap tersebut dan diberikan ketika proses penguburan telah selesai.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, kiranya dipandang layak untuk mengadakan penelitian tentang “Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktik Penerapan Upah dalam Proses Penyelenggaraan Jenazah (Studi kasus di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Praktik Penerapan Upah dalam Proses Penyelenggaraan Jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang Praktik Penerapan Upah dalam Proses Penyelenggaraan Jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Praktik Penerapan Upah dalam Proses Penyelenggaraan Jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam tentang Praktik Penerapan Upah dalam Proses Penyelenggaraan Jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar
Adapun kegunaan penelitian ini adalah menambah wawasan penulis secara khusus dan pembaca secara umum tentang bagaimana hukumnya Praktik Penerapan Upah dalam Proses Penyelenggaraan Jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar.
D. Tinjauan Kepustakaan
Di beberapa tulisan yang telah saat ini ada beberapa penelitian ilmiah yang berkaitan dengan Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktik Penerapan Upah dalam Proses Penyelenggaraan Jenazah sebagai pembanding diataranya:
Pertama Skripsi berjudul Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktik Upah Dalam Proses Pemakaman Jenazah yang ditulis oleh Sherli Andini, Universitas Islam Negeri Raden Intan, tahun 2019. Adapun yang menjadi Rumusan masalah dalam Skripsi ini adalah Bagaimana Praktik Upah dalam proses pemakaman jenazah di Desa Lematang Tanjung Bintang Lampung Selatan dan bagaimana tinjauan Hukum Islam Tentang Praktik Upah Dalam Proses Pemakaman Jenazah, di Desa Lematang Tanjung Bintang Lampung Selatan. Sedangkan yang menjadi kesimpulannya adalah praktik upah yang dilakukan Di Desa Lematang sudah sesuai dengan rukun dan syarat upah mengupah. Adapun praktik upah mengupah dalam proses memakaman jenazah adalah di benarkan dalam Islam. Kegiatan muamalah tidak bertentangan dengan hukum syara‟ karena terdapat kerelaan dari kedua belah
pihak, antara mu‟jir dengan mustajir telah ikhlas dan terdapat unsur tolong menolong dalam pekerjaan tersebut. Kerelaan antara kedua belah pihak dan tidak ada unsur paksaan dalam pemberian upah, serta keridhoan dari kedua belah pihak dalam memberi dan menerima upah maka dapat disimpulkan bahwa paraktik upah mengupah dalam proses pemakaman jenazah diperbolehkan dalam Islam, dengan ketentuan pihak pemberi upah ikhlas dalam memberikan upah dan yang menerima upah ikhlas dalam melansungkan proses pemakaman jenazah.
Kedua Skripsi berjudul Pemberian Uang Shalat Jenazah Perspektif Hukum Islam di Desa Notoharjo Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah yang ditulis oleh Nia Erviyani, Institut Agama Islam Negeri Metro, tahun 2019. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana hukum pemberian uang shalat jenazah berdasarkan perspektif hukum Islam di Desa Notoharjo Kecamatan Trimurjo Lampung Tengah.
Sedangkan yang menjadi kesimpulannya adalah hukum pemberian uang jenazah yaitu mubah (boleh). Sehingga berdasarkan perspektif hukum Islam pemberiang uang sholat jenazah di Desa Notoharjo Kecamatan Trimurjo Lampung Tengah tidak bertentangan dengan hukum Islam sehingga kebiasaan ini dapat diterima dan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan masalah hukum.
Ketiga Skripsi berjudul Hukum Mengambil Upah Mengurus Jenazah Perspektif Imam Al-Quyubi dan Imam Ibnu „Abidin yang ditulis oleh Imam Kurniadi, Universitas Islam Negeri Sumatra Utara Medan, tahun 2017.
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah Bagaimana Pendapat Imam Al-Quyubi dan Imam Ibnu „Abidin tentang mengambil upah dari mengurus jenazah, apa sebab terjadi perbedaan tersebut, bagaimana prilaku yang dilaksanakan terhadap pengurusan jenazah di Kecamatan Pulau Rakyat dan mana pendapat yang masyhur dan relevan dari kedua imam tersebut, setelah diadakan munaqasyah adillah tentang mengambil upah mengurus jenazah di Kecamatan Pulau Rakyat, serta apa yang mempengaruhi pendapat masyarakat tersebut. Sedangkan yang menjadi kesimpulannya adalah bahwa pendapat Imam Al-Quyubi lebih masyhur, karena melihat dari pendapat-pendapat yang disampaikan oleh masyarakat dan tokoh agama Kecamatan Pulau Rakyat.
Keempat, Adapun penelitian yang hampir serupa dengan tema penelitian yang dilakukan adalah Penelitian dari Dian Hasanah (2015) dalam skripsi dengan judul Pandangan Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah terhadap Tradisi Upah Pelayat (Studi Kasus di Desa Haur Gajrug, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak Banten). Meskipun Penelitian sama- sama berkaitan dengan Penyelenggaraan jeanazah, akan tetapi objek penelitian yang dilakukan berbeda. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dian Hasanah (2015) membahas mengenai perbandingan pandangan ulama Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah terhadap tradisi upah pelayat, sedangkan dalam penelitian yang peneliti lakukan akan membahas mengenai penakaran upah dalam proses memandikan, mengafani, dan menguburkan ditinjau dari hukum Islam.
Kelima, Skripsi berjudul Pelaksanaan Al-Ujrah Ala At-Tho‟ah Menurut Pandangan Hukum Islam di Tangkerang Timur Tenayan Raya Pekanbaru yang ditulis oleh Sairi, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, tahun 2013. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana kesadaran pengurus mesjid/ mushalla dalam pelaksanaan al-ujrah ala at-Tho‟ah di Kelurahan Tangkeng Timur, bagaimana dampak pelaksanaan al-ujrah ala at-Tho‟ah terhadap aktivitas keagamaan di Kelurahan Tangkeng Timur, dan bagaimana hukum Islam terhadap pelaksanaan al-ujrah ala at-Tho‟ah di Kelurahan Tangkeng Timur. Sedangkan yang menjadi kesimpulanya adalah penulis memperoleh jawaban bahwa pelaksanaan al-ujrah ala at-tho‟ah (upah atas ibadah) di Kelurahan Tangkerang Timur itu boleh (mubah).
Keenam, Skripsi berjudul Dimensi Maslahah dan Madlarat Dalam Pemanfaatan Tirkah Untuk Hibah Uang Kepada Jama‟ah Sholat Jenazah yang ditulis oleh Imam Bakhrudin Yusuf, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, tahun 2017. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah apa tujuan masyarakat Desa Leran Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik dalam pemanfaatan tirkah untuk hibah uang kepada para jama‟ah sholat jenazah dan bagaimana dimensi maslahah dan madharat dalam tirkah untuk hibah uang kepada para jama‟ah sholat jenazah di Desa Leran Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik. Sedangkan yang menjadi kesimpulanya adalah masyarakat Desa Leran melakukan tradisi tersebut bertujuan untuk sedekah yang pahalanya dihadiahkan kepada jenazah, dan
memperkuat nilai solidaritas masyarakat sebagai makhluk sosial serta eksistensi tradisi pemanfaatan tirkah untuk hibah uang kepada jama‟ah sholat jenazah sampai saat ini adalah karena peran hukum adat („urf) yang mengandung beberapa nilai maslahah yang bersifat umum, namun jika tradisi tersebut diperinci dan dibenturkan dengan keadaan-keadaan sosial di masyarakat terdapat pula nilai-nilai kemadharatan didalamnya, sehingga sesuai dengan kaidah fiqh “menolak kerusakan atau kemadharatan lebih utama dari pada menarik kemaslahatan”. Akan tetapi lebih baik jika tradisi tersebut tidak bersifat memaksa bagi masyarakat yang tidak mampu untuk memenuhinya, sehingga tidak menimbulkan kemudharatan.
Ketujuh, Skripsi berjudul Sampainya Hadiah Pahala Terhadap Orang Yang Meninggal Dunia (Studi Sanad dan Matan) yang ditulis oleh Fahrul Ilmi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2008.
Skripsi ini menjelaskan tentang kehujjahan hadits tentang Sampainya Hadiah Paha Terhadap Orang Yang Meninggal Dunia. Penulis menyatakan bahwa setelah melakukan penelitian terhadap hadits riwayat al-Tirmizi tentang sampainya pahala terhadap orang yang meninggal dunia, dilihat dari segi sanad shahih, dari segi matan juga shahih. Jadi penulis menyatakan bahwa hadits tersebut boleh dijadikan hujjah, tentang sampainya hadiah pahala terhadap orang yang meninggal dunia.
Kedelapan, Skripsi berjudul Menghadiahkan Pahala Uantuk Orang Yang Meninggal (Studi Komparatif Penafsiran Ibnu Katsir dan Ibn „Asyur) yang ditulis oleh Dani Kamaludin, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, tahun 2014. Skripsi ini menjelaskan tentang enafsiran dua tokoh mufassir lintas generasi yang berada dalam mazhab fiqihnya yaitu Ibnu Katsir dan Ibn „Asyur. Penulis menyatakan setelah melakukan penelitian terhadap kedua endapat tersebut terdapat ikhtilaf. Menurut Ibn Katsir, doa dan pahala sedekah yang dihadiahkan kepada orang yang meninggal akan sampai, namun pada pahala membaca Al-Qur‟an tidak akan sampai, karena pada dasarnya setiap praktek ibadah telah lebih dahulu dicontohkan dari Rasulullah dan sahabat. Adapun menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur‟an adalah tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya, sehingga pahalana tidak akan sampai kepada orang yang meninggal. Sedangka Ibn „Asyur, doa dan pahala sedekah yang dihadiahkan kepada orang yang meninggal akan sampai. Begitupun pahala bacaan Al-Qur‟an akan sampai.
Kesembilan, Tesis berjudul Presepsi Ulama Tentang Ijarah Jamaah Shalat Jenazah di Kecamatan Tamban Catur Km 20 Kabupaten Kapuas yang ditulis oleh Muhammad Noor, Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin, tahun 2015. Tesis ini mengemukakan presepsi Ulama di Kecamatan Tamban Catur Km 20 Kabupaten Kapuas terhadap ijarah yang diberikan kepada orang-orang yang ikut serta dalam sholat jenazah. Dalam hasil penelitiannya Ulama setempat ada yang berpendapat bahwa tradisi tersebut dihukumi boleh dan sunnah dengan bersedekah uantuk mayit dengan catatan uang yang diberikan bukan merupakan uang peninggalan simayit.
Ulama yang lainya juga berpendapat, tradisi memberikan upah dan menerima upah dalam melaksanakan shalat jenazah Kitabullah maupun dari As-Sunnah
yang memerintahkan kita untuk membayar atau menerima bayaran dalam melaksanakan sholat jenazah. Setiap sesuatu hal yang berkaitan dengan ibadah adalah harus sesuai dengan perintah.
E. Penjelasan Judul
Untuk menghindari kesalah pahaman dan kekeliruan bagi pembaca, serta untuk mempermudah memehami maksud dari judul ini, maka penulis akan menjelaskan penjelasan terhadap kata-kata atau istilah yang terdapat dalam judul, sebagai berikut:
Tinjauan: Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tinjauan dalah mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dan sebagainya).8
Hukum Islam: Sekumpulan aturan keagamaan, perintah-perintah Allah yang mengatur perilaku kehidupan orang Islam dalam seuruh aspeknya.9
Praktik: Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata praktik berarti pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori.10
Penakaran: Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata penakaran adalah proses, cara, perbuatan menakar.11
Upah: Hak Pekerja/Buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan.12
8 Tinjau (Def.1) (n.d), Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, Diakses melalui http://kbbi.web.id/ tinjau, 22 agustus 2020.
9Rohidin, Pengantar Hukum Islam Dari Semenanjung Arabia Sampai Indonesia , (Yogyakarta : Lintang Rasi Aksara Boks, 2016) hal. 4
10Praktik (Def.1) (n.d), Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, Diakses melalui http://kbbi.web.id/ praktik, 22 agustus 2020.
11Takar (Def.1) (n.d), Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, Diakses melalui http://kbbi.web.id/ takar, 22 agustus 2020.
12Dalianama terlaumbanua, hukum ketenagakerjaan, (Yogyakarta: CV Budi Utama,
Proses: Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata Proses adalah Pro-ses/ Proses artinya Runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu.13
Penyelengaraan Jenazah: adalah Perbuatan-perbuatan seorang muslim terhadap muslim lain yang meninggal yang meliputi memandikan, mensholatkan, mengafani dan menguburkan yang mana hukumnya adalah fardhu kifayah.14
Kenagarian Pitalah merupakan pembagian wilayah adinistratif sesudah Kecamatan Batipuh pada Kabupaten Tanah Datar di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Istilah nagari menggantikan istilah desa atau kelurahan, yang digunakan di provinsi lain di Indonesa.
Berdasarkan dari beberapa istilah diatas, dapat dipahami bahwa maksud dari judul ini adalah suatua upaya pengkajian secara mendalam mengenai praktik penakaran upah dalam proses penyelenggaraan jenazah yang terdapat di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan induktif, alasannya untuk menarik sebuah kesimpulan dari hasil penelitian dari metode yang dipelajari dari suatu gejala yang khusus untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku di lapangan dan lebih umum mengenai fenomena yang menjadi objek penelitian.
2019) hal. 25
13Proses (Def.1) (n.d), Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, Diakses melalui http://kbbi.web.id/proses, 8 oktober 2020.
14Agus riyadi, upaya pemberdayaan dan peningkatan keterampilan pemulasaraan jenazah, Dimas Vol. 13, No.2, tahun 2013. hal. 202
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian lapangan (Field Research), yaitu suatu penelitian pengumpulan data yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Prime
Data primer merupakan data yang didapat atau diperoleh dari sumber pertama. Adapun sumber data yang diperoleh dari data-data lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan dalam keadaan yang sebenarnya dengan cara wawancara, observasi yang hasilnya diperoleh dari masyarakat serta tokoh masyarakat desa setempat.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah Data yang diperoleh secara tidak langsung, misalnya di dapat dengan cara membaca buku-buku, artikel, jurnal serta bahan lainnya yang terkait dengan penelitian, yang bertujuan untuk memperkuat penelitian serta melengkapi informasi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : a. Wawancara
Wawancara adalah Proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan- keterangan. Teknik wawancara banyak dilakukan di Indonesia sebab merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam setiap survei.
Tanpa wawancara penelitian akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan bertanya langsung kepada responden.15penelitian ini, dilakukan wawancara kepada warga dan pengurus jenazah yang ada di desa setempat.
b. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data yang tidak terbatas pada orang saja, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
4. Teknik Analisis Data
Analisa data adalah Proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Dengan cara menyusun pola, memilih mana yang penting dan harus dipelajari, membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami diri sendiri maupun orang lain. Adapun metode berfikir dalam penelitian ini menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu metode berfikir yang
15 Cholid Narbuko, Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2015),hal. 83.
berangkat dari fakta-fakta yang umum, persoalan-persoalan yang umum, kemudian peristiwa yang umum itu ditarik beberapa kesimpulan yang bersifat khusus atau spesifik.
G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih jelas terarahnya proposal ini, maka penulis membuat sistematika, penulisannya sebagai berikut:
Sistematika penulisan proposal ini terdiri dari lima bab yang masing- masing menampakkan titik berat yang berbeda, namun pada satu kesatuan yang berkolerasi.
Bab I terdiri dari latar belakang , rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan kepustakaan, penjelasan judul, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Penakaran Upah dalam penyelenggaraan jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar. Mencakup tentang pengertian upah, dasar hukum upah, syarat dan rukun upah, macam-macam upah, pembatalan dan berakhirnya upah, hikmah upah begitu pula dengan jenazah, mencakup pengertian penyelenggaraan jenazah serta Pengurusan dan Dasar Hukum Pengurusan Jenazah.
Bab III Monografi Kenagarian Pitalah Kecapatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar meliputi gambaran umum Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar, penakaran upah dalam penyelenggaraan jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar dan tinjauan hukum Islam tentang penakaran upah dalam penyelenggaraan
jenazah di Kenagarian Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar.
Bab IV terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
BAB II
PENAKARAN UPAH DALAM PROSES PENYELENGGARAAN JENAZAH A. Upah dalam Islam
1. Pengertian upah (ijarah)
Secara bahasa ijarah diambil dari kata al ajru yang berarti al iwadu (ganti) dan oleh karena itu ath thawab atau (pahala) ganti dari sebuah perbuatan dikenal dengan ajru (upah).16 Dalam Islam upah dikenal dengan istilah ijarah. Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah ialah ijarah.17 Karena itu, lafaz ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atau pemanfaatan sesuatu benda atau imbalan sesuatu kegiatan, utau upah karena melakukan sesuatu aktivitas.18
Menurut istilah, ijarah adalah akad untuk mengambil manfaat dengan kompensasi upah.19 Ijarah ada dua bentuk manfaat yang bisa diambil, manfaat barang dan manfaat jasa. Ijarah merupakan kegiatan ekonomi dan bisnis yang bertujuan saling memenuhi kebutuhan dalam menunjang kehidupan yang baik. 20 Secara umum, pengertian upah adalah hakpekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-
16Mahmudatus Sa‟diyah, Fiqh Muamalah II (Teori dan Praktik), (Jawa Tengah: Unisnu Press, 2019), hal. 71
17 Helmi karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1993), hal.29
18Ibid
19 Abd Rahman Ghazali, Ghufran Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta:
Kencana, 2010), hal. 285
20Dhaifina Fitriani, Studi Al-Qur‟an Dan Hadis Aturan Hukum Konkrit: Ijarah (Sewa Menyewa), lentera, vol 2, no.1, 2020, hal. 36
undangan.21
a. kepemilikan manfaat dengan jangka waktu tertentu yang diperbolehkan dengan jangka waktu tertentu dengan kompensasi tertentu.22
b. Menurut Malikiyah dan Hanabilah al ijarah adalah menjadikan milik atau kemanfaatan yang mubah dalam waktu tetentu dengan pengganti.23
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahawa ijarah adalah akad atas menfaat barang atau manfaat jasa yang bersifat mubah, yang nantinya diberi imbalan yang sesuai, dengan jumlah yang telah disepakatai atau dalam jumlah tertentu.
2. Dasar Hukum Upah (ijarah)
Pada dasarnya hukum asal dari ijarah menurut Jumhur Ulama adalah mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syarak berdasarkan ayat al-qur‟an, hadis Nabi, dan ijma‟ ulama. Adapun yang menjadi dasar hukum tentang akad ijarah adalah sebagai berikut:
21Dalianama Terlaumbanua, Hukum Ketenagakerjaan, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019) hal. 25
22Dimyauddin Djuwani, Op. Cit. hal. 154
23Rachmad Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 122
a. Al-Qur‟an
1) Surat At-Thalaq ayat 6
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya”24
2) Surat Al-Qashas ayat 26
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".”25
Berdasarkan ayat diatas dapat disimpulkan bahwa upah mengupah dalam suatu pekerjaan dibenarkan dalam Islam. Upah mengupah yang dibolehkan dalam kebaikan.
b. Hadis
َلْبَ ق ُهَرْجَأ َرْ يِجَْلْا اوُطْعَأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُالله ىَّلَص ِالله ُلْوُسَر َلاَق َلاَق َرَمُع ِنْب ِالله ِدْبَع ْنَع َّفَِيَ ْنَأ
)نيابرطلاو وجام نبإ هاور(.ُوُقَرَع
“Dari Abdullah bin Umar ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya” (Hr Ibnu Majah dan At-Thabrani)”26
ُهَرْجَا َماَّجُْلْا ِطْعاَو ْمِجَتْحِا
“Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu. (HR Bukhari dan Muslim)”27
24At-Thayyib, Al-Qur‟an terjemah, (Bekasi: Cipta Bagus Segara,2011), hal. 559
25Kementian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah, Halim, hal. 388
26 Dhaifina fitriani, Loc.Cit. hal. 155
27 Dhaifina fitriani, Loc.Cit. hal. 156
Berdasarkan hadis diatas dapat disimpulkan bahwa upah mengupah dibolehkan seperi yang dilakukan Nabi SAW.
c. Ijma‟
Umat Islam pada masa sahabat telah berijma; bahwa ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.28 Sekalipun ada beberpa orang diantara mereka berbeda pendapat, akan tetapi hal itu tidak dianggap.29Konsep ijarah dalam kontek manfaat mempunyai pengertian yang sangat luas ada yang meliputi imbalan manfaat atas manfaat suatu benda atau upah terhadap suatu pekerjaan tertentu. Jadi, ijrah merupakan konsep mengambil manfaat dari suatu benda dengan suatu imbalan yang dinamakan sewa-menyewa dan mengambil manfaat dari suatu pekerjaan dengan suatu imbalan dinamakan upah mengupah.30 3. Rukun dan Syarat Upah (ijarah)
a. Rukun Upah (ijarah)
Pada umumnya dalam kitab fiqh disebutkan bahwa rukun ijarah adalah pihak yang menyewa (musta‟jir), pihak yang menyewakan (mu‟jir), ijab dan qabul (sigah), manfaat barang yang disewakan dan upah. KHES menyebutkan dalam pasal 251 bahwa rukun ijarah adalah: pihak yang menyewa, pihak yang menyewakan, benda yang diijarahkan, dan akad. Masing-masaing rukun ini mempunyai syarat tertentu yang akan dijelaskan dalam masalah syarat ijarah.31
28 Helmi karim, Op.Cit, hal. 30
29Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 13, cet. ke 10, (Bandung: PT almaarif,Cet ke 1 1987), hal.
11
30Panji Adam, Fikih Muamalah Maliyah, (Bandung: PT Refika Aditama, 2017), hal.199
31 Imam Mustofa, Figh Muamalah Kontenporer, (Depok: PT Raja Garfindo Persada,
Ulama Hanafiyah berpendapat rukun ijarah ada dua yaitu ijab dan qabul menggunakan kalimat al-ijarah, al-isti‟jar, dan al-ikra.
berbeda dengan Jumhur Ulama berpendapat rukun ijarah ada empat yaitu:32
1) Aqid (orang yang berakad) yaitu mu‟jir/muajir yang berati orang yang menyewakan atau orang yang memberikan upah dan musta‟jir yang berarti orang yang menyewa atau orang yang menerima upah.
2) Shigat Aqad, yaitu ijab dan qabul antar mu‟jir dengan musta‟jir.
3) Ujrah yaitu upah atau imbalan
4) Ma‟kud Alaih atau manfaah, yaitu manfaat/ barang yang disewakan dan sesuatu yang dikerjakan.
b. Syarat Upah (ijarah)
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam akad ijarah, yaitu sebagai berikut:33
1) Untuk kedua orang yang berakad (al-muta‟aqidain), menurut ulama Syafi‟iyah dan Hanabila, diisyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang gila, menyewakan harta mereka atau mereka (sebagai buruh), manurut mereka, ijarahnya tidak sah. Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang berakad itu tidak harus usia baligh, tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan 2018), hal. 105
32Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya Pada LKS, (Jakarta:
Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2011), Cet 1. hal. 159
33 Abdul Rahman Ghazali, Op.Cit. hal. 278
akad ijarah. Namun, mereka mengatakan, apabila seorang anak yang mumayyiz melakukan akad ijarah terhadap harta atau dirinya, maka akad itu baru dianggap sah apabila dengan walinya.
2) Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT QS An-Nisaa‟(4) ayat 29.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”34
3) Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang menjadi objek tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu harus dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya dan penjelasan berapa lama manfaat itu ditangan penyewa.
4) Objek ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secara lansung dan tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, para ulama fiqh sepakat, bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan dimanfaatkan lansung oleh penyewa. Misalnya,
34 Kementian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah, Halim, hal.83
seseorang menyewa rumah, maka rumah itu dapat lansung diambil kuncinya dan dapat lansung boleh ia manfaatkan.
5) Objek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara‟, oleh sebab itu para ulama fiqh sepakat mengatakan tidak boleh menyewa seseorang untuk menyantet orang lain, menyewa seseorang untuk membunuh orang lain, demikian juga tidak boleh menyewakan rumah untuk dijadikan tempat-tempat maksiat.
6) Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang bisa disewakan seperi rumah, kendaraan, dan alat-alat perkantoran.
7) Upah atau sewa dalam ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang memiliki nilai ekonomi.35
4. Macam-Macam Upah (ijarah)
Ada beberapa macam ijarah yang dilihat dari segi objek dan pemilik manfaat:36
a. Macam-Macam ijarah dari Segi Objek
1) Ijrah „ala al-manafi‟, yaitu menjadikan manfaat dari suatu barang sebagai ma‟qud alaih. Seperti menyewakan sebuah rumah untuk ditemapati dan menyewakan kendaraan untuk dikendarai.
35Ibid.hal 279
36 Firman Setiawan, Op.Cit. 110
2) Ijrah „ala al-mal, yakni menjadikan pekerjaan atau jasa dari seseorang sebagai ma‟qud alaih. Seperti menyewa atau mengupah sesorang untuk membangun sebuah bagunan atau menjahit baju dan lain-lain. Akad Ijrah „ala al-mal berkaitan erat dengan masalah upah mengupah. Oleh karena itu pembahasannya lebih di titik beratkan kepada pekerjaan atau buruh. Ijrah „ala al-mal ini menurut ulama fiqh, hukunya boleh apabila pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, dan tukang sepatu.
b. Macam-Macam ijarah dari Segi Pemilik Manfaat
1) Ijarah khas, yakni ijarah yang manfaatnya dimiliki satu orang tertentu, seperti mengupah seorang pembantu rumah tangga.
2) Ikarah musytarakah, yakni ijarah yang manfaatnya demikian oleh beberapa orang secara berserikat. Misalnya sekelompok orang yang menyewa sebuah rumah untuk di temapatu bersama-sama.
Maka ujrah ditanggung bersama, dan hak atas manfaat rumah juga dimiliki bersama.
c. Upah (Ijarah) dalam perbuatan ibadah
Salah satu bentuk upah dalam perbuatan ibadah adalah proses pengurusan jenazah. Persoalan mengambil upah terhadap pengurusan jenazah, para ulama ada yang membolehkan dan ada juga yang melarangnya diantaranya adalah menurut Imam Al-Quyubi
berpendapat sah (boleh) mengambil upah dari pengurusan (memandikan dan mengafankan) mayat dan mengebumikannya, dan juga mengajari Al-Qur‟an. Hal itu diterangkan dalam kitab hasyiyah al-qalyubi. Dalam kitab ini dijelaskan bahwa menurut Imam Al- Quyubi perbuatan-perbuatan yang berbentuk ketaatan dan kebaikan dalam ibadah, lalu pelaku ketaatan itu mengambil upahnya, maka hukumnya adalah boleh.37 Adapun yang menjadi landasan dalam hal ini adalah hadis yang di riwayatkan oleh Imam Al Bukhariy :
ُسوُي ُقوُدَص َوُى ُّيِرْصَبْلا ٍرَشْعَم وُبَأ اَنَ ثَّدَح ُّيِلِى اَبْلا ٍدَّمَُمُ وُبَأ ٍبِراَضُم ُنْب ُناَدْيِس ِْنَِثَّدَح ُنْب ُف
ُُ اَّرَ بْلا َدْيَِِي اًرَفَ ن َّنَأ ٍساَّبَع ِنْبا ْنَع َةَكْيَلُم ِبَِأ ِنْبا ْنَع ٍكِلاَم وُبَأ ِسَنْخَْلْا ُنْب ِالله ُدْيَ بُع ِنَِثَّدَح َلاَق
ُجَر ْمَُلَ َضَرَعَ ف ٌمْيِلَس ْوَا ٌغيِدَل ْمِهْيِف ٍُ اَِبِ اوُّرَم َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُالله ىَّلَص ِِّبَّنلا ِباَحْصَا ْنِم ِم ٌل
ِلْىأ ْن
َ ف ْمُهْ نِم ٌلُجَر َقَلَطْن اَف ًمْيِلَس ْوَأ اًغْ يِدَل ًلًُجَر ُِ اَمْلا ِْفِ َّنِا ٍقاَر ْنِم ْمُكْيِف ْلَى َلاَقَ ف ُِ اَمْلا ِةَِتِاَفِب َاَرَق
َتْذَخَا اوُلاَقَو َكِلَذ اوُىِرَكَف ِوِباَحْصَا َلَِا ُِ اَّشلِبِ َُ اَجَف َاَرَ بَ ف ٍُ اَش ىَلَع ِباِكْلا اًرْجَا ِالله ِباَتِك ىَلَع
ُالله ىَّلَص ِالله ُلوُسَر َلاَقَ ف اًرْجَا ِالله ِباَتِك ىَلَع َذَخَا ِالله َلوُسَر َيَ اوُلاَقَ ف َةَنْ يِدَمْلا اوُمِدَق َّتََّح ِوْيَلَع
ِالله ُباَتِك اًرْجَا ِوْيَلَع ُْتُْذَخَا اَم َّقَحَا َّنِا َمَّلَس .
“Telah menceritakan kepada kami Sidan bin Muddzarib Abu Muhammad Al Bahili telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar Al Bashri dia adalah seorang yang jujur yaitu Yusufbin Yazid Al Barra`
dia berkata; telah menceritakan kepadaku 'Ubaidullah bin Al Ahnas Abu Malik dari Ibnu Abu Mulaikah dari Ibnu Abbas bahwa beberapa sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melewati sumber mata air dimana terdapat orang yang tersengat binatang berbisa, lalu salah seorang yang bertempat tinggal di sumber mata air tersebut datang dan berkata; "Adakah di antara kalian seseorang yang pandai menjampi? Karena di tempat tinggal dekat sumber mata air ada seseorang yang tersengat binatang berbisa." Lalu salah seorang sahabat Nabi pergi ke tempat tersebut dan membacakan al fatihah dengan upah seekor kambing. Ternyata orang yang tersengat tadi sembuh, maka sahabat tersebut membawa kambing itu kepada teman- temannya. Namun teman-temannya tidak suka dengan hal itu, mereka berkata; "Kamu mengambil upah atas kitabullah?" setelah mereka tiba
di Madinah, mereka berkata; "Wahai
Rasulullah,ia ini mengambil upah atas kitabullah." Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil adalah upah karena (mengajarkan) kitabullah."(HR. Bukhari)38
Menurut Imam Ibnu „Abidin haram hukumnya mengambil upah atau gaji dari hasil mengurus jenazah. Hal itu diterangkan dalam kitab rad al-mukhtar. Dalam kitab ini dijelasakan bahwa menurut Imam Ibnu
„Abidin secara hukum asalnya, bahwasanya setiap bentuk ketaatan yang khusus berkaitan dengan seorang muslim, maka tidak boleh meminta upah dari padanya menurut kami. Adapun yang menjadi landasan dalam hal ini adalah Hadis yang di riwayatkan oleh Abu Daud:
َشُجْلا ٌذٍِعَس اًَ َشَبْخَأ ٌداَّوَح اٌََثَّذَح َلٍِعَوْسِإ ُيْب ىَسىُه اٌََثَّذَح ِيْب ِف ِّشَطُه ْيَع ِء َلََعْلا ًِبَأ ْيَع ُّي ِشٌْ
ًِبَأ َيْب َىاَوْثُع َّىِإ َشَخآ ٍع ِض ْىَه ًِف ىَسىُه َلاَق َو ُتْلُق َلاَق ِصاَعْلا ًِبَأ ِيْب َىاَوْثُع ْيَع ِ َّاللَّ ِذْبَع ُهاَهِإ َتًَْأ َلاَق ًِه ْىَق َماَهِإ ًٌِْلَعْجا ِ َّاللَّ َلىُس َس اٌَ َلاَق ِصاَعْلا َلَ اًًِّر َؤُه ْز ِخَّتا َو ْنِهِفَعْضَأِب ِذَتْقا َو ْنُه
ا ًشْجَأ ِهًِاَرَأ ىَلَع ُزُخْأٌَ
.
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma‟il telah menceritakan kepada kami Hammad telah mengabarkan kepada kami Sa‟id Al- Jurairi dari Abu Al-„ala` dari *Mutharrif bin Abdullah+ dari Utsman bin Abi Al„Ash dia berkata; Aku pernah berkata; Wahai Rasulullah, jadikanlah saya sebagai imam kaumku! Beliau shallallahu „alaihi wasallam bersabda:‚Kamu adalah imam mereka, dan jadikanlah makmum yang terlemah di antara mereka sebagai pertimbangan (ketika mengimami shalat), dan jadikanlah muadzin dari orang yang tidak mengambil upah adzannya.” (HR. Abu Daud).39
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa ijarah atau dalam perbuatan taat seperti menyewa orang lain untuk shalat, puasa, haji, atau membaca Al-Quran yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu, seperti kepada arwah ibu bapak dari yang menyewa, azan, qomat, dan menjadi imam, haram hukumnya mengambil ujrah (upah) dari
38 Qalyubi, loc.cit.
39 Ibnu „abidin, loc. cit.
pekerjaan tersebut. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah bahwa pengambilan upah menggali kuburan dan membawa jenazah boleh, namun pengambilan upah memandikan mayit tidak boleh.40
5. Pembatalan dan Berakhirnya Upah (ijarah)
Setiap transaksi dalam ijarah tetntunya ada batas waktu yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak, keduanya harus menepati perjanjian yang sudah disepakati, tidak saling menambah dan mengurangi waktu yang ditentukan. Ulama fikih berpendapat bahwa berakhirnya akad ijarah adalah sebagai berikut :41
a. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad sudah berakhir. Apabila yang disewakan tanah pertanian, rumah, pertokoan, tanah perkebunan, maka semua barang sewaan tersebut dalam harus dkembalikan kepada pemiliknya, dan apabila yang disewakan itu jasa seseorang, maka ia segera dibayar upahnya.
b. Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad karena akad ijarah, menurut mereka tidak bisa diwariskan. Akan tetapi menurut jumhur ulama, akad ijarah tidak batal dengan wafatnya salah seorang yang bertransaksi, karena manfaat menurut mereka bisa diwariskan dan ijarah sama dengan jual beli, yaitu mengikuti kedua belah pihak yang berakad.
c. Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada masalah dari salah satu pihak, seperti rumah yang disewakan disita negara karena terkait dengan
40Hendi Suhendi, loc.cit.
41 Abu Azam Al-Hadi, loc. cit. hal. 86
utang yang banyak, maka transaksi ijarah batal. Masalah-masalah yang dapat membatalkan transaksi ijarah menurut ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak bangkrut, dan berpindah tematnya penyewa, suatu contoh apabila ada seseorang dibayar untuk menggali atau ngebor air bawah tanah, sebelum pekerjaan selesai, penduduk desa itu pindah ke desa lain. Beda dengan jumhur ulama, masalah yang bisa membatalkan transaksi ijarah hanya apabila objekny mengandung cacat atau manfaat yang dimaksud tidak ada atau hilang, seperti kebakaran dan terjadi banjir besar.
6. Hikmah Upah (ijarah)
Hikmah disyari‟atkan ijarah dalam bentuk pekerjaan atau upah mengupah adalah karena dibutuhkan dalam kehidupan manusia.42 Pada dasarnya dibolehakan ijarah adalah untuk menringankan suatu pekerjan dan memberikan peluang pekerjaan bagi orang yang mampu dalam pekerjaan tersebut. Tujuan khusnya adalah usaha yang dilakukan dan upah yang diterima merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dengan adanya ijarah akan mampu membina kerja sama antara mu‟jir dan musta‟jir. Sehingga akan menciptakan kedamaian dihati mereka. Dengan diterimanya upah dari orang yang memakai jasa, maka yang menberi jasa dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Apabila kebutuhan hidup terpenuhi maka musta‟jir tidak lagi resah ketika hendak
42Hamzah Ya‟qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, (Bandung: Diponegoro, 1992).Crt.2. hal.319
beribadah kepada Allah.
Dengan transaksi upah-mengupah dapat berdamapak positif terhadap masyarakat terutama bidang ekonomi, karena masayarakat dapat mencapai kesejahteraan yang lebih tinggi. Bila masing-masing individu dalam suatu masyarakat itu lebih dapat memenuhi kebutuhannya, maka masyarakat itu akan tentram dan aman.
B. Jenazah
1. Pengertian dan Penyelenggaraan Jenazah
Dalam Islam jika meninggal salah seorang muslim dari kalangan umat Islam dinamakan jenazah. Jenazah (mayat atau jasad) adalah orang yang telah meninggal dunia.43 Setelah proses itu pengurusan jenazah maka ada empat tugas umat muslim yang masih hidup atas jenazah tersebut yaitu memandikan, mengafani, mensholatkan, dan menguburkan, dari tugas yang empat tersebut dinamakan penyelenggaran jenzah yang hukumnya adalah fardu kifayah. Jadi dapat diartikan penyelenggaraan jenazah adalah perbuatan seorang muslim terhadap muslim yang lainya yang telah meninggal yang terdiri dari memandikan, mengafani, mensholatkan, menguburkan.
2. Pengurusan dan Dasar Hukum Pengurusan Jenazah a. Memandikan
Jenazah atau mayat harus dimandika dengan diberi kain
43Husnan m. Thaib, Keutamaan Menjenguk Orang Sakit Dan Tata Cara Mengurus Jenazah, (Aceh:Dayah Riyadhus Shalihin Al Ziziyah,2019), hal.9