ANALISA RESPON MEKANIK GENTENG KOMPOSIT BETON
BUSA DIPERKUAT SERAT TKKS AKIBAT BEBAN
FLEXURE
DENGAN VARIASI UKURAN BUTIR PASIR
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
MUHAMMAD ILHAM
NIM.100401017
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Perkembangan industri kelapa sawit dewasa ini semakin pesat. Salah satu hasil industri kelapa sawit yang kerap menjadi limbah adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS ini dapat diolah menjadi serat yang akhirnya dapat dimanfaatkan sebagai material engineering. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa mutu fisik dan respon mekanik produk genteng komposit berbahan
concrete foam yang diperkuat serat TKKS akibat beban flexure secara eksperimental. Pada penelitian ini spesimen yang akan diuji berukuran 380×235×15 mm dan analisa mutu fisik ditinjau dari makrostruktur dan uji rembesan air. Kekuatan mekanik material diperoleh dengan cara melakukan pengujian yaitu menggunakan uji flexure. Dari hasil analisa mutu fisik produk genteng komposit diperoleh rata-rata area porositas pada spesimen genteng komposit mesh 10 sebanyak 34,54 %, genteng komposit pada mesh 20 sebanyak 29,56 %, genteng komposit pada mesh 30 sebayak 23,22 % dan pada genteng komposit mesh 40 sebanyak 19,34 %, dan pada hasil uji rembesan air tidak ditemukan adanya kerusakan struktur dan rembesan air, namun terjadi penyerapan air. Dari hasil pengujian flexure diperoleh genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 10 memilki kekeuatan flexure 0,0057, genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 20 yang memilki kekeuatan flexure 0,007, genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 30 yang memilki kekeuatan flexure 0,0099, genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 40 yang memilki kekeuatan flexure 0,01047.
Kata kunci : Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit, Material Engineering,
ABSTRACT
Development of the palm oil industry is increasing rapidly these days. The outcome of the palm oil industry, which become waste are empty palm bunches (EPB). This EPB can be processed into fibers that eventually can be used as engineering materials. The purpose of this research is to analyze the physical quality and the mechanical response of composite roof tile products made from EPB fiber-reinforced concrete foam due to the load of flexure test experimentally. In this study, the specimens to be tested were measured as 380×235×15 mm and analysis of physical quality are based of 3 terms which is macrostructure and permeability. The mechanical strength of the materials obtained by using flexure test. From the results of the analysis of physical quality of composite roof tile products obtained an average area of porosity on composite tile mesh specimen 10 as much as 34,54%, composite tile on mesh 29,56% as many as 20, the composite tile on mesh 30 sebayak 23,22% and composite tile on mesh 40 19,34%, and as much on the test results of water seepage is not found the presence of damage to the structure and seepage of water, but the water absorption occurs. Flexure test results obtained from tile composite mesh sand size 10 has a lot of 0,0057 flexure, tile composite mesh sand size 20 that has a lot of 0,007 flexure, tile composite mesh sand size 30 which has a lot of 0,0099 composite tile, flexure with 40 mesh sand size that has a lot of flexure 0,01047.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH Subhanahuwata’ala yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad
SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini.
Skripsi ini adalah salah satu syarat mahasiswa untuk dapat lulus menjadi
Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang dipilih diambil dari mata kuliah
Proses Produksi Non-Logam, yaitu “ANALISA RESPON MEKANIK
GENTENG KOMPOSIT BETON BUSA DIPERKUAT SERAT TKKS
AKIBAT BEBAN FLEXURE DENGAN VARIASI UKURAN BUTIR
PASIR”.
Di dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini serta penulis banyak mengucapkan banyak terima
kasih Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME sebagai Dosen Pembimbing yang
telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih
sedalam-dalamnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta dan tersayang,Ayahanda Syahrial Koto dan
Ibunda Nurmala Chaniago serta adik tersayang Muhammad Fahmi
Nurseha Amd dan Dinda Rezeki Fadillah atas doa dan motivasinya yang
tiada hentinya untuk memberikan semangat kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof.Dr.Ir.Bustami Syam, MSME sebagai Dosen Pembimbing
Skripsi yang banyak memberi arahan, bimbingan, motivasi, nasehat, dan
pelajaran yang sangat berharga selama proses penyelesaian Skripsi ini.
3. Bapak Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri dan Ir.Syahril Gultom, MT selaku
Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.
Bapak Ir.Tugiman, MT selaku Koordinator Skripsi.
4. Seluruh Staf Pengajar DTM FT USU yang telah memberikan bekal
pengetahuan kepada penulis hingga akhir studi selesai, dan seluruh
5. Teman-teman satu tim IFRC Fakhrur Rozy, Ahmad Riyaldi, Feby
Danimasthari, Suhandika Putra, Afrinedi, Muhammad Zakiy, Siddiq yang
telah bersama-sama menyelesaikan skripsi ini dengan kerja sama.
6. Abang dan Kakak Magister Teknik Mesin S2 (Nuzuli Fitriadi, ST, Ade
Irwan ST, Mahadi ST, Ria Dini Wanty ST) yang telah banyak
memberikan motivasi dan arahan buat penulis
7. Seluruh kawan-kawan stambuk 2010 yang telah memberikan dukungan
baik berupa tenaga dan motivasi kepada penulis.
8. Serta teman-teman angkatan 2007 SMA N2 Tebing Tinggi XII IA1 (D’pha
One) yang telah memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis.
Semoga skripsi ini dapat memberikan ilmu tambahan bagi pembaca serta
dapat bermanfaat bagi orang lain. Penulis menyadari akan kekurangan skripsi ini
sehingga penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun
dalam penyempurnaan skripsi. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas
kerjasamanya.
Medan, Juni 2015
Muhammad Ilham
DAFTAR ISI
2.4. Klasifikasi Material Komposit ...10
2.5. Teknik Pembuatan Material Komposit ...11
2.6. Beton ...12
2.7. Adukan Beton ...13
2.8. Material Komposit Concreate Foam ...14
2.8.1. Semen ...15
2.8.2. Pasir ...16
2.8.3. Air ...16
2.8.4. Bahan Pengembang ...17
2.8.5. Serat TKKS ...17
2.9.Perilaku Mekanik Akibat Beban Flexure ...19
2.10.Porositas ...20
3.3. Desain Genteng Komposit ...27
3.3.1. Genteng Profil Medium ...27
3.3.3. Genteng High Profil ...28
3.4. Proses Pembuatan Genteng Komposit ...29
3.5. Makrostruktur ...30
3.6.Uji Rembesan Air ...31
3.7. Prosedur Pengujian Flexure ...31
3.7.1. Set up Alat Uji ...34
3.8. Diagram Alir Penelitian ...35
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...36
4.1. Pendahuluan ...36
4.2. Hasil Pembuatan Genteng Komposit ...36
4.3. Analisa Hasil Produk ...37
4.3.1.Hasil Makrostruktur ...37
4.3.2. Hasil Uji Rembesan Air ... 44
4.4. Hasil Uji Flexure ...45
4.4.1Genteng komposit mesh 10 ...45
4.4.2Genteng komposit mesh 20 ...47
4.4.3Genteng komposit mesh 30 ...48
4.4.4Genteng komposit mesh 40 ...49
4.5. Pembahasan Genteng Komposit Ukuran Mesh Pasir ...50
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...51
5.1.Kesimpulan ...51
5.2.Saran ...52
DAFTAR PUSTAKA ...53 LAMPIRAN 1 DATA UJI FLEXURE
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Parameter tipikal TKKS per kg ...17
Tabel 2.2 Perbandingan tensile strength dan tensile modulus serat alam ...18
Tabel 2.3 Karakteristik beban lentur minimal genteng ...20
Tabel 2.4 Konversi dari mesh ke milimeter ...23
Tabel 3.1 Lokasi dan aktivitas penelitian ...25
Tabel 3.2 Alat-alat penelitian ...25
Tabel 3.3 Bahan-bahan penelitian ...26
Tabel 3.4 Komposisi bahan dalam satuan gram ...29
Tabel 4.1 Rata-rata area porositas permukaan ...43
Tabel 4.2 Rata-rata area porositas dalam ...44
Tabel 4.3 Hasil uji rembesan air ...44
Tabel 4.4 Hasil uji pasir mesh 10 ...46
Tabel 4.5 Hasil uji pasir mesh 20 ...47
Tabel 4.6 Hasil uji pasir mesh 30 ...48
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Aktifitas pemasangan atap ...4
Gambar 2.1. Berbagai type genteng berdasarkan desain profilnya ...8
Gambar 2.2. Gabungan makroskopis fasa-fasa pembentuk komposit ...9
Gambar 2.3. Serat TKKS setelah diproses dan dihaluskan ...18
Gambar 2.4. Ilustrasi beban flexure pada material ...19
Gambar 2.5. Saringan yang memiliki ukuran pori tertentu ...22
Gambar 2.6. Gambar Vibrating scener ...22
Gambar 2.7. Gambar pasir yang sudah diayak sesuai dengan ukuran (a) mesh 10, (b) mesh 20, (c) mesh 30, (d) mesh 40 ...24
Gambar 3.1. Model genteng profil medium ...27
Gambar 3.2. Model genteng profil datar ...28
Gambar 3.3. Model genteng high profil ...28
Gambar 3.4. Set up uji rembesan air ...31
Gambar 3.5 Set-up Uji Tekan Flexure ...32
Gambar 3.6 Skematik pembebanan pada uji flexure ...33
Gambar 3.7 Pengujian specimen genteng concreate foam ...33
Gambar 3.8 Diagram alir penelitian ...35
Gambar 4.1 Spesimen hasil cetakan ...36
Gambar 4.2 Analisa makrostruktur permukaan genteng mesh 10 ...37
Gambar 4.3 Analisa makrostruktur bagian dalam genteng mesh 10 ...37
Gambar 4.4 Analisa makrostruktur permukaan genteng mesh 20 ...38
Gambar 4.5 Analisa makrostruktur bagian dalam genteng mesh 20 ...39
Gambar 4.6 Analisa makrostruktur permukaan genteng mesh 30 ...40
Gambar 4.7 Analisa makrostruktur bagian dalam genteng mesh 30 ...41
Gambar 4.8 Analisa makrostruktur permukaan genteng mesh 40 ...42
Gambar 4.9 Analisa makrostruktur bagian dalam genteng mesh 40 ...43
Gambar 4.10 Proses patahan yang diakibatkan beban flexure ...45
Gambar 4.11 Genteng komposit mesh 10 yang telah diuji ...46
Gambar 4.12 Grafik tegangan vs regangan mesh 10 yang telah diuji ...46
Gambar 4.13 Genteng komposit mesh 20 yang telah diuji ...47
Gambar 4.14 Grafik tegangan vs regangan mesh 20 yang telah diuji ...47
Gambar 4.15 Genteng komposit mesh 30 yang telah diuji ...48
Gambar 4.16 Grafik tegangan vs regangan mesh 30 yang telah diuji ...48
Gambar 4.17 Genteng komposit mesh 40 yang telah diuji ...49
Gambar 4.18 Grafik tegangan vs regangan mesh 40 yang telah diuji ...49
DAFTAR NOTASI
Simbol Keterangan Satuan
σ Tegangan Mpa
M Momen N/mm
C Jarak dengan sumbu netral mm
ABSTRAK
Perkembangan industri kelapa sawit dewasa ini semakin pesat. Salah satu hasil industri kelapa sawit yang kerap menjadi limbah adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS ini dapat diolah menjadi serat yang akhirnya dapat dimanfaatkan sebagai material engineering. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa mutu fisik dan respon mekanik produk genteng komposit berbahan
concrete foam yang diperkuat serat TKKS akibat beban flexure secara eksperimental. Pada penelitian ini spesimen yang akan diuji berukuran 380×235×15 mm dan analisa mutu fisik ditinjau dari makrostruktur dan uji rembesan air. Kekuatan mekanik material diperoleh dengan cara melakukan pengujian yaitu menggunakan uji flexure. Dari hasil analisa mutu fisik produk genteng komposit diperoleh rata-rata area porositas pada spesimen genteng komposit mesh 10 sebanyak 34,54 %, genteng komposit pada mesh 20 sebanyak 29,56 %, genteng komposit pada mesh 30 sebayak 23,22 % dan pada genteng komposit mesh 40 sebanyak 19,34 %, dan pada hasil uji rembesan air tidak ditemukan adanya kerusakan struktur dan rembesan air, namun terjadi penyerapan air. Dari hasil pengujian flexure diperoleh genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 10 memilki kekeuatan flexure 0,0057, genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 20 yang memilki kekeuatan flexure 0,007, genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 30 yang memilki kekeuatan flexure 0,0099, genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 40 yang memilki kekeuatan flexure 0,01047.
Kata kunci : Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit, Material Engineering,
ABSTRACT
Development of the palm oil industry is increasing rapidly these days. The outcome of the palm oil industry, which become waste are empty palm bunches (EPB). This EPB can be processed into fibers that eventually can be used as engineering materials. The purpose of this research is to analyze the physical quality and the mechanical response of composite roof tile products made from EPB fiber-reinforced concrete foam due to the load of flexure test experimentally. In this study, the specimens to be tested were measured as 380×235×15 mm and analysis of physical quality are based of 3 terms which is macrostructure and permeability. The mechanical strength of the materials obtained by using flexure test. From the results of the analysis of physical quality of composite roof tile products obtained an average area of porosity on composite tile mesh specimen 10 as much as 34,54%, composite tile on mesh 29,56% as many as 20, the composite tile on mesh 30 sebayak 23,22% and composite tile on mesh 40 19,34%, and as much on the test results of water seepage is not found the presence of damage to the structure and seepage of water, but the water absorption occurs. Flexure test results obtained from tile composite mesh sand size 10 has a lot of 0,0057 flexure, tile composite mesh sand size 20 that has a lot of 0,007 flexure, tile composite mesh sand size 30 which has a lot of 0,0099 composite tile, flexure with 40 mesh sand size that has a lot of flexure 0,01047.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman sekarang kebutuhan hidup manusia akan tempat tinggal semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Sehingga
permintaan akan rumah minimalis yang nyaman membuat perkembangan dunia
industri terutama industri bahan bangunan meningkat. Sehingga industri dituntut
untuk membuat yang ramah lingkungan dan lebih unggul dari pada bahan
bangunan yang konvensional seperti akan permintaan kebutuhan akan atap rumah.
Sejarah genteng ditemukan pada awal millennium ke-3 SM di Yunani.
Situs ini berisi ribuan puing-puing ubin terakota yang jatuh dari temuan awal
genteng di Yunani kuno yang didokumentasikan berasal dari daerah yang sangat
terbatas yaitu sekitar Korintus (Yunani), di mana genteng mulai menggantikan
atap jerami di dua kuil Apollo dan Poseidon antara 700-650 SM [1].
Genteng merupakan bahan bangunan yang sangat penting yang berfungsi
melindungi bagian dalam bangunan dari faktor luar seperti angin, cahaya
matahari, hujan, salju dan badai dan juga genteng harus mampu menahan beban
flexure dan juga beban dinamik dan mampu meredam kebisingan yang
ditimbulkan akibat rain drop, tidak mudah terdeformasi akibat perubahan suhu,
serta memiliki bobot yang tidak terlalu berat. Sehingga dibutuhkan genteng
alternatif yang lebih kuat, lebih tahan cuaca dan suhu, lebih ringan, lebih tahan
lama. Material yang digunakan sekarang ini untuk pembuatan genteng antara lain:
beton, tanah liat, metal, polimer. Material-material tersebut memiliki kelemahan
dan keunggulan masing-masing sehingga perlu ada penelitian untuk mencari
genteng yang mempunyai keunggulan yang dapat meredam kebisingan, tahan
beban flexure, tidak mudah terderformasi perubahan suhu, dan genteng yang
ringan. Peneliti mencoba untuk membuat genteng komposit yang menggunakan
concreate foam yang diperkuat dengan tandan kosong kelapa sawit dengan variasi
dari butiran pasir. Dipasaran sekarang ini genteng konvensional mempunyai
beberapa perbedaan dari bentuk tebal dan panjangnya yang memilki nama flat
Studi mengenai genteng komposit berpenguat serat alam telah banyak
diteliti, diantaranya penggunaan serat ijuk, serat sawit dan lain-lain. Serat-serat
alami pada pembuatan genteng beton telah terbukti mampu memperbaiki sifat
fisis mekanis yang dimiliki, seperti meningkatkan kekuatan lentur dan
mengurangi sifat regasnya. Hasil penelitian sebelum-sebelumnya juga
membuktikan bahwa penambahan serat alami menyebabkan benda uji (genteng
dan panel dinding) tidak mengalami patah kejut saat dibebani. Disini penelitian
menggunakan serat tandan kosong kelapa sawit dalam pembuatan genteng.
Disini peneliti membuat genteng komposit dengan mencampurkan serat
sawit sebagai filler. Agregat penguat (reinforcing filler) digunakan untuk
meningkatkan sifat-sifat mekanikal concrete foam seperti yang telah dijelaskan
diatas. Sedangkan pengisi bukan penguat seperti foaming agent digunakan untuk
membuat pori-pori udara dalam concrete foam. Setiap jenis agregat ringan
memberikan sifat-sifat tertentu kepada concrete foam sebagai akibat dari sifatnya
yang spesifik. Agregat penguat yang digunakan adalah limbah serat Tandan
Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Peneliti mengambil serat sawit sebagai campuran
karena selama ini tandan sawit yang sudah dioalah di pabrik-pabrik kurang
dimanfaatkan. Biasanya tandan yang sudah dioalah hanya diolah untuk pupuk
kelapa sawit itu sendiri. Serat TKKS memiliki sifat kekuatan tarik yang baik
terutama setelah dilakukan perlakuan (treatment) khusus yaitu merendam serat
tersebut ke dalam 1% cairan NaOH yang berfungsi untuk menghilangkan
beberapa kandungan seperti lignin, minyak, protein, dan lain-lain yang dapat
menyebabkan pembusukan pada serat. Pembuatan beton ringan menggunakan
metode fisika dengan mencampurkan semen dengan busa dan serat TKKS dengan
bentuk spesimen uji. Busa berfungsi untuk membentuk butir udara yang dibuat
melalui foam generator sehingga dapat mengurangi beratnya. Komposisi Serat
material bahan beton ringan diambil berdasarkan fraksi berat material penyusun
dari masing-masing material pendukungnya dengan variasi terhadap semen, pasir,
air dan serat TKKS, sedangkan jumlah foam adalah tetap. Variasi tersebut untuk
membentuk material beton ringan yang mempunyai kekuatan yang berbeda
sehingga dapat diketahui komposisi yang lebih baik, ekonomis, serta dapat
1.2 Rumusan Masalah
Pembangunan sekarang harus dituntut menghasilkan konstruksi yang tahan
terhadap beban- beban yang bekerja padanya. Beban–beban yang bekerja tersebut
perilakunya tentu pula beraneka ragam diantaranya beban yang menghasilkan
benturan-benturan. Beban yang seperti ini biasanya kekuatannya agak besar
sehingga diperlukan konstruksi yang lebih kuat. Beban yang demikian terdapat
pada bangunan hidrolik, jalan raya, lantai jembatan dan landasan pesawat udara.
Sekarang ini genteng beton konvensioanal yang ada dipasaran ada 3
bentuk profil yaitu flat profil, medium profil, high profil genteng konvensional ini
dikenal kuat, kokoh, serta memiliki kemampuan serap bunyi dan panas yang baik.
Namun genteng jenis ini memiliki bobot yang berat, sehingga mengakibatkan
rangka atap menerima beban yang berat. Pada umumnya, produk genteng beton
dengan ukuran 380×235×15 mm memiliki bobot sekitar 2,7 kg/pcs.
Sehingga pada penelitian genteng berbahan komposit busa polimer
diperkuat serat TKKS akan dijadikan subjek penelitian. Dipilihnya material
tersebut karena diketahui bahwa material tersebut mampu mereduksi berat
konstruksi [2]. Namun produk genteng berbahan PF maupun CF diperkuat serat
TKKS harus memenuhi kualifikasi sifat-sifat fisis dan mekanis tertentu yang
mengacu pada standar SNI 0096:2007 [3]. Dimana kualifikasi sifat fisis dan
mekanis tersebut menurut standar SNI antara lain:
1. Sifat tampak, genteng harus mempunyai permukaan atas yang mulus,
tidak terdapat retak, atau cacat lainyang mempengaruhi sifat pemakaian.
2. Ketetapan ukuran, genteng untuk semua tingkat mutu harus memiliki
ukuran yang konsisten yang telah ditetapkan oleh BSNI.
3. Kerataan maksimal 3mm.
4. Penyerapan air maksimum 10%.
5. Permeabilitas genteng, yaitu genteng harus mampu untuk menampung
air dengan kuantitas dan jangka waktu tertentu tanpa rembesan.
6. Mampu menahan beban lentur tertentu sesuai tipe genteng.
Selain harus memenuhi syarat-syarat tersebut genteng sebagai pelindung
bagian dalam bangunan juga kerap mendapatkan pembebanan impak akibat
berkemungkinan kejatuhan benda asing ketika cuaca buruk, sehingga
menimbulkan kerusakan seperti diperlihatkan pada gambar 1.1. Sehingga pada
penelitian ini, juga akan diteliti respon mekanik produk genteng akibat beban
impak kecepatan rendah.
Gambar. 1.1. Aktifitas pemasangan atap
Dikarenakan penelitian produk genteng berbahan komposit busa
diperkuat serat TKKS ini masih dalam skala pengembangan laboratorium,
sehingga kajian yang dilakukan pada penelitian ini dibatasi pada:
1. Pembuatan spesimen uji berupa produk genteng dari beton busa
komposit diperkuat serat TKKS.
2. Pengujian kekuatan flexure genteng dengan metode three point
bending.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Dari hasil latar belakang dan rumusan masalah pada pendahuluan
didapatkan tujuan umum dari penelitian adalah untuk menganalisis respon
mekanik dan mutu fisik genteng komposit berbahan concreate foam yang
diperkuat serat TKKS akibat dari beban flexure dengan variasi pasir secara
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya:
1.Untuk menganalisa hasil produk genteng komposit berbahan concreate
foam yang diperkuat serat TKKS berdasarkan mutu fisik yang terdiri
dari distribusi porositas dan rembesan air
2.Untuk mendapatkan nilai beban flexure maksimum yang mampu
diterima genteng dengan metode three point bending terhadap variasi
butir pasir.
1.4. Batasan Masalah
Untuk dapat arah penelitian yang baik maka perlu adanya batasan masalah
sebagai berikut:
1. Membuat genteng komposit berbahan concreate foam diperkuat dengan
serat TKKS dengan metode penuangan dan pengeringan dengan suhu
ruangan.
2. Ukuran spesimen genteng komposit yang dibuat adalah 380×235×15
mm.
3. Menganalisa mutu fisik hasil produk genteng komposit.
4. Menganalisa nilai respon mekanik yang diterima genteng akibat beban
flexure.
5. Menganalisa butiran pasir terhadap beban flexure.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dari proses penelitian ini
antara lain:
1. Memberi masukan kepada dunia pendidikan dan industri tentang
performa produk genteng ringan dari material concrete foam diperkuat
serat TKKS secara fisis dan mekanis.
2. Dapat menjadi referensi untuk pengembangan dan aplikasi material
terkhusus material concrete foam diperkuat serat TKKS di masa yang
1.6 Sistematika Penulisan
Agar penyusunan skripsi ini dapat tersusun secara sistematis dan
mempermudah pembaca memahami tulisan ini, maka dilakukan pembagian bab
berdasarkan isinya. Tulisan ini akan disusun dengan urutan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang yang menentukan pengambilan penelitian dan
dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
batasan maslah, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini menjelaskan tentang ulasan teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian skripsi ini baik dari teori dasar maupun teori penunjang lainnya.
BAB III METODOLOGI
Di bab ini membahas tentang hal-hal yang ditujukan untuk mencapai tujuan
dimana mencakup dalam segi perencanaan dan perhitungan
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan hasil dari yang didapat dari hasil penelitian
meliputi data-data yang sudah ada maupun data-data tambahan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari semua penelitian yang dilakukan untuk
skripsi ini dan saran yang mendukung kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi seluruh reverensi yang digunakan dalam penelitian untuk pembuatan
tugas akhir ini.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Genteng sendiri merupakan bagian dari atap rumah yang memiliki fungsi
dan kegunaan untuk melindungi bagian dalam rumah maupun dari luar rumah dari
benda-benda asing. Sehingga kebutuhan akan genteng sendiri cukup besar seiring
dengan kebutuhan akan rumah minimalis pun meningkat karena perkembangan
hidup dari manusia itu sendiri. Sehingga sekarang ini penelitian akan genteng
cukup banyak sekarang ini penelitian bertujuan menggunakan serat alami.
Penelitian terhadap bahan campuran pembuatan genteng sekarang sudah mulai ke
komposit yaitu dengan adanya penambahan dari bahan-bahan alami seperti serat
sawit yang dapat diteliti pengaruh penambahan serat sawit akan kekuatan genteng
tersebut sehingga genteng harus bisa menahan kekuatan lentur dan kekuatan
impak selain itu genteng harus bisa melindungi bagian dalam rumah dari cahaya
matahari, hujan, salju, dan angin.
2.2 Genteng
Genteng umumnya memiliki beberapa model dan bentuk yang terdapat
dipasaran saat ini dengan harga yang berbeda-beda dengan tipe flat/low profile,
medium profile, high profile. Saat ini memiliki permukaan datar atau
bergelombang, dan berbentuk persegi panjang. Genteng tersedia dalam berbagai
luas penampang profil, bentuk, ukuran, tekstur permukaan, dan warna.
Berdasarkan desain profilnya, secara umum genteng diklasifikasikan dalam
beberapa tipe antara lain:
1. Flat/LowProfile (Gambar. 2.1 (a)). Genteng yang memiliki desain
profile rata atau ketinggian profil kurang dari ½ inch.
2. MediumProfile (Gambar. 2.1 (b)). Genteng yang ketinggian profilnya
lebih besar dari ½ inch, dan rasio perbandingan antara tinggi dan lebar
profilnya kurang atau sama dengan 1:5.
3. High Profile (Gambar. 2.1 (c)). Genteng dengan rasio perbandingan
Gambar. 2.1. Berbagai type genteng berdasarkan desain profilnya; (a). Flat/Low
Profile, (b). Medium Profile, dan (c). High Profile
2.3 Pengertian Komposit
Komposit dikenal sebagai bahan teknologi karena diperoleh dari hasil
teknologi pemprosesan bahan. Kemajuan teknologi pemprosesan bahan dewasa
ini telah menghasilkan bahan teknik yang dikenal sebagai bahan komposit.
Komposit adalah campuran dua material atau lebih yang dicampur secara
makroskopik untuk menghasilkan suatu material baru [4]. Material komposit
terdiri dari dua bagian utama yaitu: (1) Matriks dan (2) penguat (reinforcement).
Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume
terbesar (dominan). Matriks mempunyai fungsi:
a. mentransfer tegangan ke serat.
b. membentuk ikatan koheren, permukaan matriks/serat.
c. melindungi serat.
d. memisahkan serat.
e. melepas ikatan.
f. tetap stabil setelah proses manufaktur.
Reinforcement atau filler atau Fiber salah satu bagian utama komposit
adalah reinforcement (penguat) yang berfungsi sebagai penanggung beban utama
pada komposit. Pada penelitian pembutan genteng komposit ini peneliti
menggambil filler dari serat sawit untuk menambah kekuatan dari genteng dalam
menahan tegangan flexure.
Pada desain struktur dilakukan pemilihan matriks dan penguat sesuai
kebutuhan, biasanya unsur pembentuk komposit dipilih berdasarkan kebutuhan (c)
terhadap sifat fisis dan mekanis tertentu. Secara skematik hal ini dapat
diilustrasikan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Gabungan makroskopis fasa-fasa pembentuk komposit
Berdasarkan definisi ini maka pemilihan jenis material yang tepat dalam
penelitian ini ialah jenis material komposit, dimana yang diharapkan adalah
kekuatan material yang lebih baik dari penggabungan dua atau lebih material
penyusunnya. Pada desain struktur dilakukan pemilihan matriks dan penguat, hal
ini dilakukan untuk memastikan kemampuan material sesuai dengan produk yang
akan dihasilkan. Komposit dikenal sebagai bahan teknologi karena diperoleh dari
hasil teknologi pemrosesan bahan.
Dari hasil teknologi pemprosesan bahan komposit dikenal sebagai bahan
teknologi. Kemajuan teknologi pemprosesan bahan telah menghasilkan bahan
teknik yang dikenal sebagai bahan komposit. Ada tiga faktor yang menentukan
sifat-sifat dari material komposit, yaitu:
1. Material pembentuk. Sifat-sifat intrinsik material pembentuk
memegang peranan yang sangat penting terhadap pengaruh sifat
kompositnya.
2. Susunan struktural komponen. Dimana bentuk serta orientasi dan
ukuran tiap-tiap komponen penyusun struktur dan distribusinya
merupakan faktor penting yang memberi kontribusi dalam penampilan
komposit secara keseluruhan.
3. Interaksi antar komponen. Karena komposit merupakan penggabungan
beberapa komponen yang berbeda, baik dalam hal bahannya maupun
bentuknya, maka sifat kombinasi yang diperoleh pasti akan berbeda.
penyusun, serta interaksi antara keduanya. Parameter penting lain yang mungkin
mempengaruhi sifat bahan komposit adalah bentuk, ukuran, orientasi dan
disribusi dari penguat (filler) dan berbagai ciri-ciri dari matriks. Sifat mekanik
merupakan salah satu sifat bahan komposit yang sangat penting untuk dipelajari.
Untuk aplikasi struktur, sifat mekanik ditentukan oleh pemilihan bahan. Sifat
mekanik bahan komposit bergantung pada sifat bahan penyusunnya [5].
Peran utama dalam komposit berpenguat serat adalah untuk
memindahkan tegangan (stress) antara serat, memberikan ketahanan terhadap
lingkungan yang merugikan dan menjaga permukaan serat dari efek mekanik dan
kimia. Sementara kontribusi serat sebagian besar berpengaruh pada kekuatan
tarik (tensile strength) bahan komposit [5].
2.4 Klasifikasi Material Komposit
Dewasa ini teknologi komposit banyak digunakan sebagai aplikasi pada
proses manufaktur sebagai material baru, material komposit mampu menggeser
dominan logam dalam aplikasi dan struktur. Secara garis besar klasifikasi material
komposit dibagi menjadi 3 yang berdasarkan pada matrik penyusunnya komposit
terdiri dari beberapa jenis material komposit yaitu:
1.Metal Matric Composite (MMC)
Metal Matric composite adalah salah satu jenis komposit yang memiliki
matric logam. Terdiri dari matrik logam aluminium, timbal, tungsten,
magnesium, kobalt, molibdenum, besi, dan keramik. Kelebihan MMC:
a.Transfer tegangan dan regangan yang baik.
b.Ketahanan terhadap temperature tinggi.
c.Tidak mudah terbakar.
2.Ceramic Matric Composite (CMC)
CMC merupakan material 2 fasa dengan 1 fasa berfungsi sebagai
reinforcement dan 1 fasa sebagai matriks, dimana matriksnya terbuat dari
keramik. Reinforcement yang umum digunakan pada CMC adalah
oksida, carbide, dan nitrid. Kelebihan dari CMC:
a.Dimensinya stabil bahkan lebih stabil dari pada logam.
c.Unsur kimianya stabil stabil pada temperature tinggi.
3. Polymers Matric Composite
Terdiri dari matrik termoset seperti polyester tidak jenuh dan epoxiy
atau termoplastik seperti Polycarbonate, polivinilklorida, nylon,
polystrene dan kaca, karbon, baja, serbuk kayu atau serat kevlar.
Kelebihan Polymers Matric Composite:
a.Biaya pembuatan lebih rendah.
b.Dapat dibuat dengan produksi massal.
c.Ketangguhan baik.
2.5 Teknik Pembuatan Material Komposit
Pembuatan material komposit pada umumnya tidak melibatkan
penggunaan suhu dan tekanan yang tinggi. Penggabungan material matriks dan
penguat dilakukan dengan proses pengadukan. Proses pengadukan ini dilakukan
dengan selang waktu tertentu sebelum terjadi pengerasan material komposit. Ada
beberapa metode pembuatan material komposit diantaranya adalah:
1. Metode penuangan secara langsung. Pada metode penuangan
secara langsung dilakukan dengan cara melekatkan atau menyentuhkan
material-material penyusun pada cetakan terbuka dan dengan
perlahan-lahan diratakan dengan menggunakan roda perata atau dengan
pemberian tekanan dari luar. Metode ini cocok untuk jenis serat
kontiniu.
2. Metode pemampatan atau tekanan. Pada metode pemampatan atau
dengan menggunakan tekanan ini menggunakan prinsip ekstrusi
dengan pemberian tekanan pada material bakunya yang dialirkan
kedalam cetakan tertutup. Metode ini umumnya berupa injeksi,
mampatan atau semprotan. Material yang cocok untuk jenis ini adalah
penguat partikel.
3. Metode pemberian tekanan dan panas. Metode selanjutnya adalah
metode pemberian panas dan tekanan, dimana metode ini
menggunakan tekanan dengan pemberian panas awal yang bertujuan
yang sulit terjangkau atau ukuran yang sangat kecil.
2.6. Beton
Beton menyerupai batu yang biasanya berbentuk persegi panjang yang
diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai komposisi tertentu
dari semen, pasir, batu-batu kerikil , dan air untuk membuat campuran tersebut
menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi struktur yang
diinginkan.
Pada umumnya beton terdiri dari ± 15% semen, ± 8% air, ± 3% udara,
selebihnya pasir dan kerikil. Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai
sifat yang berbeda-beda, tergantung pada cara pembuatannya. Perbandingan
campuran, cara pencampuran, cara mengangkut, cara mencetak, cara
memadatkan, dan sebagainya akan mempengaruhi sifat-sifat beton. Sifat beton
diantaranya mudah diaduk, disalurkan, dicor, dipadatkan dan di-finishing tanpa
menimbulkan pemisahan bahan susunan pada adukan dan mutu beton yang
disyaratkan oleh konstruksi tetap dipenuhi. Material beton mempunyai beberapa
keunggulan teknis jika dibanding dengan material konstruksi lainnya. Bahan baku
pembuatan beton, seperti semen, pasir dan batu pecah, yang sangat mudah
diperoleh.
Keunggulan lain yang dimiliki beton dibandingkan dengan material
lainnya adalah mempunyai kuat tekan dan stabilitas volume yang baik dan biaya
perawatannya relatif lebih murah. Selain itu, material beton juga lebih tahan
terhadap pengaruh lingkungan, tidak mudah terbakar, dan lebih tahan terhadap
suhu tinggi, sehingga banyak digunakan sebagai pelindung struktur baja terhadap
pengaruh kebakaran pada bangunan gedung. Sifat dan karakter mekanik beton
secara umum:
1. Beton sangat baik menahan gaya tekan (high compressive strength),
tetapi tidak begitu pada gaya tarik (low tensile strength). Bahkan
kekuatan gaya tarik beton hanya sekitar 10% dari kekuatan gaya
tekannya.
2. Beton tidak mampu menahan gaya tegangan (tension) yang tinggi,
3. Konduktivitas termal beton relatif rendah.
Beton akan memberikan hasil akhir yang bagus jika pengolahan akhir
dilakukan dengan cara khusus umpamanya diekspose agregatnya (agregat yang
mempunyai bentuk yang bertekstur seni tinggi diletakkan di bagian luar, sehingga
nampak jelas pada permukaan betonnya). Dalam keadaan yang mengeras, beton
bagaikan batu karang dengan kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat
diberi bermacam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni
arsitektur atau semata-mata untuk tujuan dekoratif.
Faktor–faktor yang membuat beton banyak digunakan karena beton memiliki keunggulan–keunggulannya antara lain:
1. Kemudahan pengolahannya.
2. Material yang mudah didapat.
3. Kekuatan tekan tinggi.
4. Daya tahan yang tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dari
kelebihannya.
Selain memiliki kunggulan-keunggulan seperti disebutkan di atas, beton
juga memiliki kekurangan seperti berikut:
1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah,
2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.
3. Berat (bobotnya besar).
4. Daya pantul suara yang besar.
Sebagian besar bahan pembuat beton adalah bahan lokal, kecuali semen
portland atau bahan tambahan kimia. Sehingga sangat menguntungkan secara
ekomoni. Namun pembuatan beton akan menjadi mahal jika perencanaan tidak
memahami karakteristik bahan-bahan penyusun beton yang harus disesuaikan
dengan perilaku struktur yang akan dibuat [6].
2.7 Adukan Beton
Beton yang berasal dari pengadukan bahan-bahan penyusun agregat kasar
dan agregat halus kemudian diikat dengan semen yang bereaksi dengan air
sebagai bahan perekat, harus dicampur dan diaduk dengan benar dan merata agar
dilakukan menggunakan mesin pengaduk kecuali jika hanya untuk mendapatkan
beton mutu rendah pengadukan dapat dilakukan tanpa menggunakan mesin
pengaduk.
Waktu pengadukan lamanya tergantung pada kapasitas isi mesin
pengaduk, jumlah adukan, jenis serta susunan butir bahan penyusun, dan slump
beton, pada umumnya tidak kurang dari 1,5 menit dimulai semenjak
pengadukan, dan hasil umumnya menunjukkan susunan dan warna merata.
Sesuai dengan tingkat mutu beton yang dihasilkan memberikan:
1. Keenceran dan kekentalan adukan yang memungkinkan pengerjaan
beton (penuangan, perataan, pemadatan) dengan mudah
kedalam adukan tanpa menimbulkan kemungkinan terjadinya
segregation atau pemisahan agregat.
2. Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (kedap air, korosif).
3. Memenuhi uji kuat yang hendak dipakai.
Beton memilki densitas yang berbeda-beda sehingga beton bisa
dikelompokkn dan diklasifikasikan. Beton diklasifikasikan menjadi dua jenis,
yaitu beton normal dan beton ringan. Beton normal adalah beton memiliki
densitas 2,2x10-3 kg/m3 hingga 2,5x10-3 kg/m3. beton ringan adalah beton yang memiliki densitas kurang dari 1,9x10-3 kg/m3. Beton ringan juga terbagi dalam
dua jenis, yaitu beton ringan berpori dan beton ringan tidak berpori. Sehingga
beton yang dklasifikasikan mempunyai perbedaan porositas.
2.8 Material Komposit Concreate Foam Dengan Serat TKKS
Material Komposit Concreate Foam dengan serat TKKS merupakan
material yang terdiri dari semen, pasir, air, blowing agent, dan serat TKKS.
Blowing agent dalam bahan kimia dalam penelitian pembuatan genteng komposit
yang digunakan adalah surfaktan yang dicampur dengan air dengan menggunakan
mesin foam generator. Penelitian sebelumnya mengenai concreate foam yang
dilakukan oleh Nuzuli Fitriadi pengujian pada komposisi B4 memiliki material
yang kuat tekan, tarik dan modulus elastisitas yang optimal dengan Kekuatan
tarik impak sebesar 4,54 MPa dan nilai modulus elastisitas dinamik sebesar 5,82
2.8.1 Semen
Semen adalah zat yang digunakan untuk merekat batu, bata, batako,
maupun bahan bangunan lainnya. Sedangkan kata semen sendiri berasal dari
caementum (bahasa Latin), yang artinya memotong menjadi bagian-bagian kecil
tak beraturan [8].
Material semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan
kohesif yang diperlukan untuk mengikat agregat-agregat menjadi suatu massa
yang padat yang mempunyai kekuatan yang cukup. Semen merupakan hasil
industri dari paduan bahan baku: batu gamping/kapur sebagai bahan utama, yaitu
bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), dan
lempung/tanah liat yaitu bahan alam yang mengandung senyawa: Silika Oksida
(SiO2), Aluminium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3) dan Magnesium Oksida
(MgO) atau bahanpengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk
bubuk (bulk), tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau
membatu pada pencampuran dengan air. Untuk menghasilkan semen, bahan baku
tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang
kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang
sesuai. Fungsi utama dari semen adalah untuk mengikat partikel agregat yang
terpisah sehingga menjadi satu kesatuan. Bahan dasar pembentuk semen adalah:
a.3CaO.SiO2 (tricalcium silikat) disingkat C3S (58% - 69%)
b.2CaO.SiO2 (dicalcium silikat) disingkat C2S (8% - 15%)
c.3CaO.Al2O3 (tricalcium aluminate) disingkat C3A (2% - 15%)
d.4CaO.Al2O3.Fe2O3 (tetracalcium alummoferrit) disingkat
C4AF(6-14%)
Faktor semen sangatlah mempengaruhi karakteristik campuran beton.
Sehingga faktor dari semen itu sendiri menentukan. Kandungan semen hidraulis
yang tinggi akan memberikan banyak keuntungan, antara lain dapat membuat
campuran mortar menjadi lebih kuat, lebih padat, lebih tahan air, lebih cepat
mengeras, dan juga memberikan rekatan yang lebih baik. Kerugiannya adalah
dengan cepatnya campuran beton mengeras, maka dapat menyebabkan susut
kering yang lebih tinggi pula. Beton dengan kandungan hidraulik rendah akan
2.8.2 Pasir
Pasir merupakan agregat alam yang terdapat pada batuan sedimen sisa
hasil rombakan batuan padat. Butir pasir yang berukuran 1-2 milimeter disebut
pasir kasar, dan yang berukuran (1/16)-(1/8) millimeter disebut pasir sangat halus,
menurut skala wentworth. Pasir umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2
milimeter. Materi pembentuk pasir adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa
pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur yang digunakan
untuk mengisi bagian terbesar dari beton yang mana mengisi 75% bagian dari
beton. Semakin besarnya ukuran agregat yang digunakan maka akan semakin
mengurangi jumlah semen yang digunakan. Hal ini juga akan mengurangi panas
yang timbul pada saat pencampuran air dan hubungan antara thermal stresses dan
shrinkage cracks. Umumnya untuk beton dengan kekuatan lebih dari 20 Mpa
ukuran agregatnya lebih dari 40 mm dan untuk kekuatan diantaranya 30 Mpa
agregat yang digunakan berukuran 20 mm.
2.8.3 Air
Air digunakan untuk membuat adukan menjadi bubur kental dan juga
sebagai bahan untuk menimbulkan reaksi pada bahan lain untuk dapat mengeras.
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,
membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Oleh
karena itu, air sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pengerjaan bahan. Nilai
banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan water cement
ratio (w.c.r). Berdasarkan SNI 03-6817-2002 air yang dapat digunakan dalam
proses pencampuran beton adalah sebagai berikut [9]:
1.Air yang digunakan pada campuran beton haruslah bersih dan bebas
dari bahan–bahan yang merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan–bahan lainnya yang merugikan terhadap beton.
2.Air pencampur yang digunakan pada beton atau pada beton yang di
dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang
terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam
2.8.4 Bahan Pengembang
Bahan pengembang adalah material yang digunakan untuk menghasilkan
struktur berongga pada komposit yang dibentuk, agar material komposit
mengalami pengembangan volume. Pada penelitian ini menggunakan bahan kimia
Surfactant (surface active agent) dan stabilizer yang berfungsi sebagai bahan
untuk menghasilkan foam (busa) guna mengembangkan volume adonan bata
ringan. Bahan ini mempunyai kemampuan menyangga pengembangan adonan
sampai setting time adonan tercapai (biasanya selama 2 jam sejak proses mixing).
Alat yang digunakan untuk mengolah bahan pengembang dalam penelitian ini
menggunakan foam generator.
2.8.5 Serat TKKS
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) merupakan salah satu
tanaman palma penghasil minyak nabati yang dapat dimakan dengan melakukan
beberapa pengolahan. Tandan buah segar yang sudah diolah melalui beberapa
tahapan dipabrik akan menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan dari
pabrik-pabrik kelapa sawit ini kurang dimanfaatkan dengan maksimal sehingga limbah
kelapa sawit ini dibuang begitu saja. Limbah yang dihasilkan ini berupa janjangan
sawit. Janjangan sawit ini lah yang akan diolah untuk mengambil serat sawit.
Serat TKKS ialah serat alami yang terbuat dari tandan kosong kelapa sawit yang
merupakan limbah pada proses pengolahan di suatu pabrik kelapa sawit.
Kandungan yang terdapat pada serat sawit dilihat dari komposisi material
kimianya diketahui bahwa kandungan material serat dalam TKKS seperti
diperlihatkan pada tabel 2.1. [10].
Tabel 2.1. Parameter tipikal TKKS per kg
No. Material-material Kandungan Komposisi (%)
No. Material-material Kandungan Komposisi (%)
11. P 0.06
12. Mn, Zn, Cu, Fe 1.07
T O T A L 100.00
Proses yang dilakukan dalam mengolah tandan kelapa sawit dilakukan
secara kimiawi untuk mengurangi tingginya kandungan zat ekstraktif dan asam
lemak, sehingga serat sawit harus diolah dengan perendaman agar tidak
menurunkan sifat mekanik material yang ingin dibentuk. Setelah menghilangkan
zat ekstraktif dan asam lemak sawit dicacah dengan mesin penggiling. Seperti
pada gambar 2.3. adalah sawit yang telah dicacah menjadi bagian kecil dan serat
TKKS yang telah dihaluskan.
Gambar 2.3. Serat TKKS setelah diproses dan dihaluskan
Tandan kosong segar yang dihasilkan PKS pada umumnya memiliki komposisi lignoselulosa 30,5%, minyak 2,5%, dan air 67%. Serat tandan kosong kelapa sawit memiliki kekuatan tensile strength yang rendah, sedangkan tensile modulus agak conservative di antara serat alam lainnya[11], seperti terlihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Perbandingan tensile strength dan tensile modulus serat alam
Natural Fiber Name Ave. Tensile Strength (MPa)
Ave.Tensile Modulus (GPa)
Bamboo fiber 25 – 35
(EFB) Ǿ= 0.44 mm 253 16
Coir, cocos nucifera 220 6
Sisal, agave sissalan 400-600 38
Jute 430 – 530 10 – 30
2.9 Perilaku Mekanik Akibat Beban Flexure
Pengujian beban lentur merupakan salah satu cara uji sifat mekanis
genteng. Pengujian lentur secara normal digunakan untuk menentukan
karakteristik perkerasan beton dan hasilnya dinyatakan dalam modulus of rupture.
Dikenal juga dengan uji bending atau uji flexure yang untuk mengetahui nilai
Modulus of Rupture (MOR) atau disebut juga sebagai kekuatan patah (flexural
strength). MOR menyatakan ketahanan material terhadap mechanical stress
maupun thermal stress. Ketika gaya yang bekerja pada benda sehingga terjadi
pelenturan benda disepanjang sumbunya menyebabkan sisi bagian atas tertekan,
karena memendek, dan sisi bagian bawah tertarik, karena bertambah panjang,
dengan demikian struktur material benda di atas sumbu akan mengalami tegangan
tekan, sebaliknya dibagian bawah sumbu akan menderita tegangan tarik.
Sedangkan daerah diantara permukaan atas dan bawah, yaitu yang sejajar dengan
sumbu benda tetap, tidak mengalami perubahan, ini disebut sebagai bidang netral.
Sumbu netral merupakan titik potong permukaan netral dengan penampang
melintang balok yang tegaklurus terhadap sumbu memanjangnya disebut sumbu
netral (neutral axis). Semua serat yang terletak disebelah sumbu netral dalam
kondisi tarik dan disebelah lainnya dalam kondisi tekan. Kekuatan patah amat
dipengaruhi oleh komposisi, struktur material, pori-pori, dan ukuran butiran. Ada
dua metode untuk mengukur kekuatan patah material, yaitu: metode three point
bending, dan four point bending. Dimana, metode four point bending dilakukan
ketika sebuah material belum mampu patah jika dilakukan dengan metode three
point bending. Secara skematik, material yang mengalami beban flexure
diperlihatkan pada Gambar. 2.4.
Flexural strength pada batang dapat dihitung dengan persamaan:
σ =
� �� ………..(2.1) dimana:
σ = Tegangan bending maksimum, (MPa)
M= Momen pada sumbu netral (N/mm)
C= Jarak tegak lurus dengan sumbu netral (mm)
I= Momen inersia penampang benda (mm4)
Menurut SNI-9006-2007, genteng harus mampu menumpu beban flexure
tertentu sesuai dengan geometri dan dimensinya, yang diperlihatkan pada tabel 2.3
[3].
Tabel 2.3. Karakteristik beban lentur minimal genteng
Tinggi profil
Beban lentur (N) 2000 1400 1400 1000 1200 800 550
2.10 Porositas
Porositas adalah besarnya persentase ruang- ruang kosong atau besarnya
kadar pori yang terdapat pada beton dan merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi kekuatan beton. Pori-pori beton biasanya berisi udara atau
berisi air yang saling berhubungan dan dinamakan dengan kapiler beton. Kapiler
beton akan tetap ada walaupun air yang digunakan telah menguap, sehingga
kapiler ini akan mengurangi kepadatan beton yang dihasilkan. Dengan
bertambahnya volume pori maka nilai porositas juga akan semakin meningkat
dan hal ini memberikan pengaruh buruk terhadap kekuatan beton [12].
Beton mempunyai kecenderungan berisi rongga akibat adanya
gelembung-gelembung udara yang terbentuk selama atau sesudah pencetakan.
Dapat ditambahkan bahwa selain air yang mengawali pemakaian ruangan dan
persentase yang kecil. Hal lain adalah terdapatnya pengurangan volume absolut
dari semen dan air setelah reaksi kimia dan terjadi pengeringan sedemikian rupa
sehingga pasta semen yang sudah kering akan menempati volume yang lebih
kecil dibandingkan dengan pasta yang masih basah [13].
Agregat yang menempati kurang lebih 70-75% dari volume beton akan
sangat berpengaruh terhadap porositas beton akibat porositas yang dimiliki oleh
agregat sendiri. Butiran yang dimiliki oleh agregat juga berpengaruh
terhadap nilai porositas beton karena dengan ukuran yang seragam maka
porositas akan semakin besar sedangkan dengan ukuran yang tidak seragam
porositas beton justru berkurang. Ini dikarenakan butiran yang kecil dapat
menempati ruangan/pori diantara butiran yang lebih besar sehingga porositas
beton menjadi kecil.
2.11 Ukuran Pengayakan Pasir
Pengayakan adalah sebuah cara pengelompokan butiran, yang akan
dipisahkan menjadi satu atau beberapa kelompok. Dengan demikian dapat
dipisahkan antara partikel lolos ayakan (butiran halus) dan yang tertinggal di
ayakan ( butiran kasar). Ukuran butiran tertentu yang masihdapat melintasi ayakan
dinyatakan sebagai butiran batas. Proses pengayakan juga digunakan sebagai alat
pembersih, pemisah kontaminan yang ukurannya berbeda dengan bahan baku.
Pengayakan memudahkan kita untuk mendapatkan serbuk dengan ukuran yang
seragam. Dengan demikian pengayakan dapat didefinisikan sebagai suatu metode
pemisahan berbagai campuran partikel padat sehingga didapat ukuran partikel
yang seragam serta terbebas dari kontaminan yang memiliki ukuran yang berbeda
dengan menggunakan alat pengayakan tersebut pasir dapat tersaring. Produk dari
proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu: ukuran lebih besar daripada
ukuran lubang-lubang ayakan (oversize), ukuran yang lebih kecil daripada ukuran
lubang-lubang ayakan (undersize). Dua teknik yang dapat diaplikasikan dalam
proses pengayakan, yaitu teknik pengayakan manual dan teknik pengayakan
mekanik sehingga didalam pengayakan terdapat cara dalam menyeleksi butiran
pasir. Berikut adalah penjelasan mengenai teknik pengayakan manual dan teknik
Pada pengayakan manual, bahan dipaksa melewati lubang ayakan,
umumnya dengan bantuan sebilah kayu atau sebilah bahan sintetis atau dengan
sikat. Teknik pemisahan ini merupakan teknik manual, teknik ini dapat dilakukan
untuk campuran heterogen khususnya campuran dalam fasa padat. Proses
pemisahan didasari atas perbedaan ukuran partikel didalam campuran tersebut.
Sehingga ayakan memiliki ukuran pori atau lubang tertentu, ukuran pori
dinyatakan dalam satuan mesh yang diperlihatkan pada gambar 2.5.
Gambar 2.5. Saringan yang memiliki ukuran pori tertentu
Pengayakan secara mekanik (pengayakan getaran, guncangan, atau
kocokan) dilakukan dengan bantuan mesin, yang umumnya mempunyai satu set
ayakan dengan ukuran lebar lubang standar yang berlainan.
Vibrating screener merupakan alat yang digunakan untuk memisahkan
padatan dengan cairan dengan menggunakan peralatan penyaringan berlapis serta
adanya nilai mesh saringan yang berbeda-beda. Peralatan ini memanfaatkan
getaran dan tambahan air yang memudahkan bahan yang hendak dipisahkan bisa
lewat saringan. Getaran yang dihasilkan, selain untuk meratakan permukaan
bahan yang akan disaring juga berfungsi untuk mengarahkan bahan yang tidak
tersaring, dalam hal ini ampas, untuk masuk ke saluran keluar, sedangkan untuk
larutan yang telah terpisahkan akan keluar melalui saluran yang berada di bawah
saringan/filter. Berikut gambar mesin vibrating screener yang diperlihatkan pada
Gambar 2.6. Vibrating screener
Mesh adalah jumlah lubang yang terdapat dalam ayakan tiap 1 inchi
persegi, jika ada ayakan yang keterangan 5 mesh artinya tiap 1 inchi persegi
terdapat 5 lubang. Kesimpulannya, makin besar jumlah mesh berarti ukuran
lubang akan semakin kecil.
Pada tabel dapat dijelaskan sebagai berikut, untuk ayakan 3 mesh, tiap 1
linier inchi ada 3 lubang. dan tiap lubang ukuran diameternya 6.73 mm. Untuk
mengetahui konversi dari mesh ke milimeter disajikan pada tabel berikut :
Tabel 2.4. konversi dari mesh ke milimeter
Mesh
Milimeter
3
6.730
4
4.760
5
4.000
6
3.360
7
2.830
8
2.380
10
2.000
12
1.680
14
1.410
16
1.190
18
1.000
20
0.841
25
0.707
30
0.595
35
0.500
Gambar hasil pasir yang sudah diayak secara manual yang menggunakan
saringan pasir sesuai dengan ukuran mesh 10, 20, 30, 40 yang diperlihatkan pada
gambar 2.7.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2.7. pasir yang sudah diayak sesuai dengan ukuran (a) mesh 10, (b) mesh
20, (c) mesh 30, (d) mesh 40
2.12 Uji Rembesan Air
Pengujian ini bertujuan untuk melihat adanya kebocoran pada genteng
dengan mengikuti standar SNI-0096-2007. Sebelum dilakukan pengujian genteng
dicat dengan cat beton. Kemudian genteng di rendam 1 hari untuk mengetahui
adanya kebocoran pada genteng. Adapun rumus untuk menghitung nilai
rembesan air adalah sebagai berikut:
Rembesan air = �−�
� x 100 % ……...……...(2.2)
Dengan,
W= berat genteng dalam keadaan basah
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian mengenai genteng komposit busa diperkuat serat TKKS
dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yaitu seperti diuraikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Lokasi dan waktu penelitian
No. Waktu Aktifitas Lokasi Penelitian
1. November-Desember Persiapan serat TKKS Pusat Riset Impak dan
Keretakan, Dept. Teknik
4. April Analisa data/olah data.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian genteng komposit busa
diperkuat serat TKKS ini diperlihatkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Alat-alat penelitian
No Nama Alat Fungsi Spesifikasi
1. Universal testing
3. Foam generator Membuat foam Putaran: 2500 rpm
Beban maks. 5kg
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses penelitian genteng komposit
busa diperkuat serat TKKS diperlihatkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Bahan-bahan penelitian
NO Bahan Jenis bahan
1 Serat TKKS Kelapa Sawit PT PTPN III
2 Air Air PDAM TIRTANADI
3 Pasir Pasir dari sungai bingai
4 Semen Merek Semen Padang
3.3 Desain Genteng Komposit
Genteng komposit concreate foam dengan serat TKKS. Genteng yang ada
dipasaran sekarang ini ada 3 genteng yaitu flat profile, medium profile, high
profile. Bentuk genteng yang dipilih peneliti ini sudah ada dipasaran dengan nama
genteng profil datar. Genteng konvesional yang sudah ada dipasaran ini banyak
dipilh untuk rumah minimalis tetapi genteng ini memiliki bobot yang berat yang
berat rata-rata genteng ini 2,7 kg sehingga genteng ini lama kelamaan semakin
berkurang dipasaran. Peneliti membuat desain genteng sama dengan bentuk,
ukuran genteng konvesional yang sudah ada dipasaran. Bentuk dan ukuran yang
akan dibuat memiliki bentuk yang sudah ada dipasaran.
3.3.1 Genteng Profil Medium
Genteng profil medium ini yang ada dipasaran memilki Genteng yang
ketinggian profilnya lebih besar dari ½ inch, dan rasio perbandingan antara tinggi
dan lebar profilnya kurang atau sama dengan 1:5.
3.3.2 Genteng Profil Datar
Genteng yang sudah ada dipasaran sekarang ini memiliki desain profile rata
atau ketinggian profil kurang dari ½ inch yang memilki ukuran 420×361.
Gambar 3.2. model genteng profil datar
3.3.3 Genteng High Profil
Genteng dengan rasio perbandingan antara tinggi dan lebar profilnya
diatas 1:5.
3.4 Proses Pembuatan Genteng Komposit
Sebelum genteng komposit dibuat serat TKKS harus melaui tahapan
untuk menghilangkan kandungan minyaknya. Serat TKKS yang diperoleh dari
hasil pengolahan tandan kosong kelapa sawit, di-treatment untuk menghilangkan
kandungan protein dan ligninnya agar serat tidak membusuk. Adapun urutan
prosedur perlakuan serat TKKS adalah sebagai berikut:
1. Perendaman TKKS dalam air yang mengandung larutan NaOH 1%
selama 20 jam ± 5 menit.
2. Pencucian dengan air bersih.
3. Pengeringan dengan cara menjemur serat ini dibawah sinar matahari
selama 3 hari.
4. Pencacahan serat menjadi bagian-bagian kecil (5 s.d.10 cm).
5. Penghalusan serat dengan menggunakan mesin penghalus serat.
Tahapan pembuatan genteng komposit adalah sebagai berikut:
1. Pasir diayak sesuai dengan mesh (10, 20, 30, 40) untuk mendapatkan
ukuran butir yang sama dan memisahkan partikel lain yang tidak
dibutuhkan seperti kotoran kayu, daun kering, dll.
2. Semen diayak untuk memisahkan gumpalan-gumpalan semen yang
disebabkan oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.
3. Serat disiapkan dan ditimbang sesuai dengan komposisi yang
telah ditentukan.
4. Bahan ditimbang sesuai komposisi seperti ditunjukkan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. K omposisi bahan dalam satuan gram
5. Mesin horizontal shaft mixer dihidupkan.
6. Pasir, semen, serat TKKS dan air diaduk ke dalam mesin horizontal shaft
Semen Pasir Air Bahan Pengembang TKKS
Foam Air
7. Bahan pengembang diaduk dalam foam generator, foam yang
dihasilkan ditambahkan ke dalam adonan dan diaduk hingga merata.
8. Hasil adonan dituang kedalam cetakan yang sudah disiapkan.
9. Setelah 24 jam cetakan dibuka dan hasil produk direndam selama 7 hari,
kemudian dikeringkan dalam suhu ruangan ± 30oC dan kelembaban
relatif 40%.
3.5 Makrostruktur
Untuk melihat berapa besar persentase ruang-ruang kosong atau besarnya
kadar pori yang terdapat pada beton yang merupakan salah satu faktor utama
yang mempengaruhi kekuatan beton maka diperlukan prosedur pengukuran dan
menganalisa menggunakan software Image J untuk mendapatkan jumlah dan
besar butir udara adalah sebagai berikut:
1. Klik start menu dan pilih Image J
2. Klik File Open Pilih gambar yang sudah dipotong dengan software
Adobe Photoshop.
3. Klik icon Line dan buatlah garis secara horizontal dari sisi kiri ke sisi kanan.
4. Klik icon rectangle lalu klik kanan pilih duplicate
5. Klik Analyze Set Scale Known distance = ukuran spesimen Unit of
length adalah mm OK.
6. Pilih image lalu pilih type 8 bit.
7. Klik process binary make binary.
8. Klik Analyze Analyze particles Pada Show pilih Outlines Centang
Display result OK.
9. Simpan file dalam format Ms. Excel.
untuk permukaan dalam genteng
10. Klik process binary make binary
11. Klik Image Adjust Treshold Treshold color B&W Close window.
12. Klik Analyze Analyze particles Pada Show pilih Outlines Centang
Display result OK.
3.6 Uji Rembesan Air
Pengujian kemampuan kedap air pada genteng pada penelitian
ini mengacu pada standar SNI-0096-2007 dengan skema set-up uji
seperti diperlihatkan pada Gambar 3.4 [3].
Gambar 3.4 Set up uji rembesan air
Langkah-langkah pengujian permeabilitas genteng adalah sebagai berikut:
1. Siapkan genteng komposit sebanyak 3 buah.
2. Letakkan genteng pada penyangga.
3. Lapisi sekeliling benda uji dengan pasta penambal (seal).
4. Tuang air keatas genteng hingga ketinggian 15 mm.
5. Biarkan selama 20 jam ± 5 menit dalam suhu ruangan 30oC dan kelembaban relatif 40%.
6. Catat ada atau tidak adanya tetesan air yang jatuh pada permukaan
cermin.
3.7 Prosedur Pengujian Flexure
Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat uji Servopulser.
Pengujian impak dilakukan dilaboratoriun Riset Impak dan Keretakan Unit II
Magister Teknik Mesin Universitas sumatera Utara.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui respon tegangan pada material.
Alat uji ini dapat mengukur beban tekan maksimum hingga mencapai 2000
Kgf dengan kecepatan tekan yang dapat diatur.
Dengan 2 bilah penumpu yang dilapisi elastomer dengan tinggi bilah 1 inchi dan
lebar 1 inchi. Bilah penumpu dibuat dengan bentuk dari profil genteng yang
dibuat dari kayu atau resin.
Nama alat untuk pengujian genteng concreate foam ini adalah servopulser.
Alat uji ini terdiri dari load cell, hidraulic, chuck, pin crosshead operation,
controller, labjack, personal computer, loader, spesimen, support. Spesimen
genteng concreate foam mempunyai ukuran 380×235×x15mm spesimen
diletakkan diantara 2 bilah penumpu yang telah dibuat dari resin atau kayu yang
diletakkan secara horizontal diantara chuck atas dan bawah sehingga chuck
tersebut akan menekan spesimen tersebut sampai terjadi kegagalan. Hasil
pengujian yang ditunjukkan oleh software dapat disimpan dalam format Excel
untuk pengolahan data sehingga diperoleh nilai tegangan flexure. Diperlihatkan
pada gambar 3.5.
Gambar 3.5. Set-up Uji Tekan Flexure
Skematik pengujian genteng disesuaikan dengan bentuk profilnya,
dimana bilah penumpu dan pembeban dibentuk mengikuti bentuk profil dan
dilapisi elastomer dengan ketebalan 10 mm. Jarak dari bilah penumpu 2/3 dari
panjang genteng dan kedua bilah penumpu mempunyai lebar 1 inchi dan tinggi 1
Gambar. 3.6. Skematik pembebanan pada uji flexure
Set up pada saat pengujian spesimen genteng concreate foam dengan 2
bilah yang menumpu genteng sudah dilapisi elastomer dengan chuck bagian atas
yang disesuaikan dengan bentuk profil genteng dan chuck bagian bawah diberi
plat untuk menahan 2 bilah penumpu yang dilapisi dengan elastomer yang
diperlihatkan pada gambar 3.7.