• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membahas masalah yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Adapun pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Dalam bab ini berisikan tentang pendahuluan meliputi : Latar Belakang Masalah, Penjelasan Istilah, Pokok Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian Serta Sistematika Penulisan Skripsi.

BAB II : Dalam bab ini berisikan tentang landasan teori meliputi ; demokratisasi pendidikan pada umumnya. Demokratisasi pendidikan di Indonesia serta kondisi sekolah di Indonesia.

17

BAB III : Deskripsi pendidikan anak orang miskin di Desa Karangkepoh yang berisikan latar belakang pendidikan anak orang miskin di Desa Karangkepoh dan kondisi pendidikan anak orang miskin di

Desa Karangkepoh. *

BAB IV : Model alternatif pendidikan anak orang miskin di Desa Karangkepoh

A. Mengaeu pada pendidikan formal

- Jenjang dasar melalui paket A dan SMP terbuka - Jenjang menengah di paket B

- Jenjang tinggi melalui ekstensi

B. Bagi anak didik yang tidak mampu melanjutkan sekolah sebagai altematifnya dengan mengikuti kursus-kursus ketrampilan.

BAB V : Merupakan bagian akhir penulisan yang tercakup di dalamnya kesimpulan saran-saran dan penutup.

, v \ A. Demokratisasi Pendidikan pada Umumnya

Revolusi demokrasi pecah hampir bersamaan ' waktunya/ dengan munculnya revolusi mdustri. Hal ini barangkali bukan kcbetulQ,xkarena adanya revolusi industri telah menimbulkan berbagai perubahan, baiVdalam lingkungan keluarga, hubungan keija, kehioupan individu. Kesemua itu inemerlukan tatanan sosial baru yang barus dikembangkan befdasarkan nilai- nilai demokrasi.

Demokrasi kata orang sering dikonotasikan sebagai suatu kebebasah. Dijaminnya kebebasan berbicara, berpendapat, berpikir, berkehendak, dan berperilaku, tanpa ada yang memaksa dan terpaksa, menekan dan tertekan dan lain-lain, merupakan ciri dari suatu masyarakat yang demokratis.1 Sehingga apapun yang bersifat bebas seolah-olah identik dengan demokrasi itu sendiri.

Ciri utama kehidupan yang demokratis adalah kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, yang dengan sendirinya mengakui kesepakatan umum bahwa demokrasi hanya berkcmbang jika dalam masyarakat tumbuh kebiasaan-kebiasaan bahwa perbedaan tidak mengakibatkan permusuhan dan perbedaan tetap sanggup mengikat semua dalam komitmen bersama mengabdi kepada kepentingan orang banyak, kepentingan bangsa dan negara.1 2

1 Ismail SM dan Abdul Mukti, PenditHkun Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2000, him. 54

2H. Rudini, A t as Nama Demokrasi Indonesia, PT. Bayu Indra Grafika, Yogyakarta, 1994, him. 48

guna mencipt ikan kesejahleraan, mcncgakkan koadilan bails sceata sosiul, ekonomi maupun politik. Den pan kata lain berbicara tentang demokrasi adalah berbieara tentang menlalilas bangsa.

Demokrasi dapat tercipta bila masv; rakat membangun kesadaran sendiri tentang pentingnya demokrasi dalam kehidupan herbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sebaliknva negara sebagai instrumen politik dan ekonomi harus memiliki political will untuk mendukung lerwujudnya demokrasi. Hal ini dapat uilakukan dalam berbagai aspek kehidupan mamisia.

Masyarakat yang selaras dengan tradisi demokrasi biasanya akan menggempur semua kekuatan yang cenderung memproduksi perbedaan- perbedaan sosial dan kelus-kelas. Dengan kata lain masyarakat demukratis berusaha menjalin kehidupan bersama, dimana setiap laki-laki maupun perempuan memiliki martabat sebagai manusia yang bebas. Martabat sebagai manusia bebas ini menyebabkan manusia berhak memilih keyakiran dan pendirian yang tidak bisa diubah seeara paksa oleh siapapun.

Masyaraka* demokrasi menginginkan pemerintahan yang demokrasi pula. Pemerintahan demokrasi biasanya akan bersandar pada kekurangan vang bersumber pada kemampuan dan pengetahuan warga masyarakat. Oleh sebab itu, setiap pemerintahan demokrasi akan memberikan kesempatan seluas- luasnya bagi wa ganya untuk memperoleh pendidikan. Sebab dengan semakin

banyaknya warga yang memperoleh pendidikan dan semakin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh, semakin kuat pemer ntahan demokrasi.

^ D a \a m pcmerintahar. demokrasi setiap orang harus diperlakukan sama untuk mcndapatkan pendidikan, karena kesempatan untuk dapat menikmati pendidikan, baik laki-laki maupun perempuan bagi setiap orang muda usia sekolah yang dapat dididik harus mendapat kesempatan untuk dididik^Dalam ajaran Islam mengajarkan agar anak perempuan dan laki-laki diberi kesempatan yang sama untuk memperoleh pelayanan pendidikan sesuai dengan ptensi, bakat, dan minat masing-masing. Nabi secara tegas mewajibkan setiap muslim laki-laki dan perempuan menuntut ilmu.

(jvLw >J KlLvktAJ

“Menuntut ilmu (belajar) adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan” (HR. Bukhari dan Muslim) ^

Demokrasi dan pendidikan mempunyai hubungan yang saling mcnunjang, karena pendidikan yang sifatnya demokratis akan menempatkan anak sebagai pusat perhatian, melalui pendidikan anak-anak ditempatkan sebagai manusia yang dimanusiakan. Pendidikan hanya memberikan layanan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan optimal anak sekolah harus dikembalikan menjadi milik si anak lagi, anak harus dianggap, dinilai, didampingi dan diajar sebagai anak bukan sebagai orang tua mini, atau prajurit mini, melainkan sebagai anak yang diberikan kesempatan untuk bebas sesuai

'Firdiiu: M Yunus, Pendidikan Bcrbasis Rcalitas Sosial, Logung Pustaka, Yogyakarta,

2004, him S8

( Yumltidiu I'M, Penf>asultan Anak dalam Kc/uarga Islam, l.cmbaga Kajian Agama dan Jcndcr, Jakarta, 1999, him 29

dengan kapasitas sebagai anak. Dengan demikian proses demokrasi bisa berjalan dengan baik.

Siswa di sekolah harus merasakan bahwa sekolah bagi mereka sungguh merupakan surga kecil yang menggembirakan, di sekolah siswa harus dihargai, dipahami dan tidak dibodoh-bodohkan maupun diejek-ejek. Khususnya anak dari masyarakat miskin, biasanya anak >dari masyarakat sering dibodoh-bodohi, dipojokkan, diejek, dihina atau dibiarkan semaunya. Peran guru di sini penting sekali untuk menvembuhkan rasa sakit aKibat ketakutan yang menimpa anak masyarakat miskin.

Pendidikan demokratis harus memiliki tujuan menghasilkan manusia i

yang mampu beremansipasi dalam kehidupan masyarakat dan mampu mempengaruhi pengambilan kebijakan publik. Dengan kata lain pendidikan harus mempu menanamkan kesadaran dan membekali pengetahuan warga dalam masyarakat demokratis. Untuk itu, dalam diri setiap peserta didik harus ditanam dan dikembangkan sikap politik, meskipun sekolah bukan lembaga politik, namun memiliki dampak yang signifikan atas proses politik lewat tafiggung jawab sckolahd alam membekali peserta didik dengan pengetahuan dasar tentang kehidupan sosial, ekor.omi dan politik, serta mengembangkan daya kritis dan kejujuran dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Lebih dari itu sekolah memiliki tanggung jawab melengkapi peserta didik dengan kemampuan memerankan fungsinya sebagai anak bangsa di lingkungan masyarakat yang demokratis.

Sejalan dengan itu, pendidikan demokratis mutlak diperlukar.. *)

Pendidikan demokratis bertujuan mempersiapkan warga inasyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, untuk itu hams memperhatikan tiga hal sebagai awal dari kesadaran dalam berdemokrasi. Pertama, demokrasi adalah bentuk kehidupan bermasyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat itu ;> endiri. Kedua, demokratis adalah suatu learning process yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. Ketiga, kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasilan mentransformasikan nitai-nilai demokrasi, persamaan hak dan keadilan, serta loyal terhadap sistem politik » yang bersifat demokratis.5

k 8. Demokratisasi Pendidikan di Indonesia

Pengalaman bangsa Indonesia, khususnya pada periode reformasi sekarang ini, bahwa proses transisi dan konsolidasi demokrasi tidak akan dapat dilalui dengan baik hanya dengan mengandalkan agenda political crafting semata. Lebih-lebih bila modal atau kontrol sosial dimasukkan dalam

> kerangka perhitungan, maka political crafting tidak akan berbicara banyak

v berkaitan dengan perubahan sikap dari para pelaku politik. Dalam konteks ini modal atau kontrol sosial menjadi penting untuk melengkapi penciptaan kiat- kiat politik yang inemungkinkan demokrasi berkemban karena modal atau kontrol sosial merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan berfungsi tidakr.ya demokrasi dalam suatu masyarakat. Agak disayangkan modal atau kontrol sosial inilah yang selama ini tidak muncul dalam perbincangan tentang

pengembangan demokrasi, baik dalam masa transisi ini, atau pada sebelumnya, perbincangan demokrasi selalu terfokus pada struktur politik, hukum atau perundang-undangan yang sesuai. Sementara hal-hal lain yang berkaitan dengan budaya, pendidikan tidak banyak tersentuh.

Padahal masyarakat Indonesia akan menuju ke arah masyarakat industri. Masyarakat industri adalah masyarakat terbuka, keterbukaan tersebut (

-t

pCrlu ditunjang oleh kemajuan iptek dan kemudahan-kemudahan berkomunikasi. Keterbukaan masyarakat merupakan suatu proses yang tidak dapat dibendung sejalan dengan menderunya proses demokrasi yang melanda kehidupan manusia dewasa ini. Demokrasi cepat atau lam’oat akan muncul dan

terus berlangsung. '

Demokratisasi yang sedang bergulir di Indonesia saat ini merupakan ^ suatu tantangan sekaligus peluang yang perlu disikapi secara sadar oleh seluruh komponen penegak demokrasi seperti birokrasi pemerintah, partai, politik, kelompok gerakan, kalangan pers dan masyarakat pada umumnya. Sebagai tantangan karena agenda demokratisasi cukup banyak seperti dalam bidang politik, ekonmi, hukum, pendidikan dan sosial budaya. Sedangkan sebagai peluang menjadi Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang dapat menerapkan prinsip dan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan6

Demokrasi pada dasamya ialah penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan, tanpa penerapan nilai demokrasi, perkembangan kreatifitas tidak

6A. Ubaidillah, Pendidikan Kewargsfitn, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, IAIN Jakarta Pei s, Jakarta, 2000, him. 202

mungkin menjadi sumber bagi peningkatan hidup manusia. Demokratisasi sebagai proses pendidikan mempunyai dampak yang sangat besar dalam f prases perencanaan dan manajemen pendidikan. Di dalam bidang ini dituntut suatu peralihan dari perencanaan dan manajemen pendidikan yang birokratis ke arah perencanaan manajemen terbuka dan fleksibel.

Perubahan orientasi perencanaan manajemen pendidikan dari pendekatan birokratis dan sentralistis ke pendekatar. yang demokrtis akan mengubah pola metodologi dan perencanaan manajemen pendidikan. Dalam proses perencanaan dan manajemen yang berdasarcar. prinsip-prinsip demokratis dan peningkatan mutu pendidikan, maka proses perencanaan akan dititik beratkan berdasarkan manajemen sumber-sumber pendidikan. Iniiah proses perencanaan dan manajemen pendidikan yang humanistik yang

»

menjadi manusia Indonesia, sebagai titik tolaknya.

Demokrasi pendidikan pada dasamya dapat dilihat dalam dua sudut pandang, pertama, demokrasi secara horisontal, bahwa setiap anak harus mendapat kesempatan yang sama untuk menikniati pendidikan di sekolah. Di Indonesia hal ini jelas sekali tercermin pada UIJD 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu “tiap-tiap warga negara mendapat pengajaran”. Kedua demokrasi secara vertikal, bahwa setiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah setinggi-tingginya, sesuai dengan kemampuannya. Dengan aemikian demokratisasi pendidikan merupakan upaya yang memungkinkan warga negara memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kemajuan zaman. Karena dengan pendidikan, akan menambah dan mengembangkan potensi yang telah ada pada anak secara

optimal, sehingga ia mampu melaksanakan tugas-tugas sebagai khalifah di muka bumi dalam rangka memakmurkan kehidupan di muka bumi. ,

Dalam A1 Qur'an Allah berfirman :

mengingatkan setiap muslim dalam mendidik anak agar senantiasa memperhatikan aspek iman dan moral agama sebagai landasan sikap dan perilaku serta aspek ilmu dan teknologi secara seimbang, tanpa membedakan

Demokrasi di sekolah dan dalam masyarakat harus didukung secara berkelanjutan agar pendidikan nasional dapat diselenggaakan secara demokratis untuk semua warga fr^gara Indonesia. Maka, pemerintah tidak boleh mengcsampingkan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta, atau antara pendidikan di pusat kota dengan pendidikan di pelosok desa. Pelaksanaan pendidikan harus mengikuti tuntutan lokal, nasional maupun transnasional, sehingga pendidikan nasional dapat menuju kepada kemandirian, keunggulan untuk meraih kemajuan dan kemakmuran berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Paneasila.

' Yayasan Penyelenggara Penteijemah/Pentafsir A1 Qur'an, A l Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta, 1971, him. 911

8Fuaduddin TM, op. cit, him. 17

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang heriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Al Mujadilah : I l f

Berdasarkan pemaparan ayat di atas terlihat betapa Al Qur'an telah

Terlaksananya demokrasi dalam pendidikan guru dan murid, merupakan subjek utama bagi proses demokratisasi, pendidikan di sekolah. karena sekolah sebagai sarana dalam mengembangkan sika,p demokrasi, maka kebebasan berbicara, kebebasan mengungkapkan gagasan, kemampuan hidup bersama dan keterlibatan sisv/a dalam berbagai kegiatna perlu diperhatikan oleh sekolah (terutama sekali dengan diberlakunya Undang-undang Sistem pendidikan Nasional pasal 13 ayat 1 yr.ng memberikan kebebasan mendapatkan pendidikan agama kepada setiap peserta didik sesuai dengan agama yang dianut dan diajarkan oleh pendidik yang seagama). Tidak dapat diingkari bahwa mewujudkan sekolah demokratis tidaklah mudah. Ada beberapa alasan tentang sulitnya membangun sistem demokrasi di sekolah. Pertama, filsafat dan anggapan dasar pendidikan yang masih menganggap anak didik sebagai tabularasa, yaitu kertas kosong yang hams diisi oleh pendidik. Kedua, metode pengajaran yang masih tertumpu pada konsep banking system. Ketiga, bahan pelajaran yang masih banyak berasal dari buku atau beberapa praktikum bidar.g sains, kurang menggali dari persoalan masvarakat. Keempat, sikap guru yang indoktrinatif. Kelirna suasana sekolah yang multikultural. Keenam, kurikulum ditentukan oleh pemenntah pusat yang tidak memungkinkan siswa, gum, sekolah, orang tua dan masyarakat untuk membicarakannya. Ketujuh, kegiatan be1 ajar siswa yang berpusat di lingkungan sekolah, tidak memanfaatkan masyarakat di luar sekolah sebagai tempat belajar anak didik.9

1

Pendidikan demokratis pada dasarnya su< ah merjadi keniscayaan yang harus disikapi secara positif oleh semua kompoi ten yang terlibat di dalamnya, terutama pemerintah, para pakar pendidikan dan semua unsur yang mengandung terlaksananya pendidikan. ICarena bagaimanapun sebagai sebuah sistem, pendidikan harus meliBatkan semua pihak. Dengan demikian, penoidikan demokratis aka.i melahirkan geneasi masa depan yang cerdas. Di sini perlu dipahami bahwa pendidikan demokrasi tidak terpaku pada pola tertentu, dalam pengertian bahwa prinsip deinc krasi perlu ditanamkan sedini mungkin, seperti kebebasan berdialog, membangun tradisi ilmiah. Tanpa memperhatikan unsur-unsur tersebut jangan harap bahwa institusi pendidikan bisa menghasilkan generasi yang mandiri, cerdas dan demokratis.

C. ivondisi Sekolah di Indonesia >

Salah satu tujuan negara yang diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Para pendiri negara memahamt betul, untuk bisa mewujudkan cita-cita tersebut pendidikan menjadi prioritas utama. Namun, sektor pendidikan yang merupakan a I at untuk mencapai cita-cita itu saat ini terus mengalami keterpurukan. Berbagai tnasalah yang bermunculan terus rnenggerogoti, mulai dari bangunan sekolah yang kondisinya menyedihkan hingga permasalahan yang sifatnya akademis seperti kurikulum. Lebih parah lagi, beragam permasalahan itu cenderung dibiarkan.10

f l0H. A.R. Tilar, Mendagangkan Sekolah, Studi Kebijakan Manajemen llerbasis Sekolah di DKI Jakarta, Indonesia Corruption Watch, Jakarta, 2004, him. 3

pengaruhnya terhadap sekolah. sekolah yang seharusnya menjadi alat untuk mencerdaskan, memben keterampilan, bahkim untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, tidak lebih dari tempat indoktrinasi. Sekolah hanya menjadi pewarisan dan pelestarian nilai-nilai resmi yang sedang berlaku dan direstui oleh pemerintah. Tak aneh jika terjadi penyeragaman mulai dari pakaian

> hingga mata pelajaran.

Di sisi lain, selain kondisi bangunan dan alat penunjang kegiatan belajar mengajar yang tidak layak, mutu kepala sekolah dan guru pun tergolong buruk. Pada tingkat SD misalnya, menurut Direktur Tenaga Kependidikan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdiknas, 50 persen guru di Indonesia tidak memenuhi standar kualifikasi untuk mengajar sebagaimana yang dipersyaratkan oleh pemerintah." serta ketersediaan buku pelajaran di sekolah tak kalah buruk, prosentasenya cuma sebanyak 20 persen. Artinya, satu set buku digunakan untuk lima siswa sehingga dalam penggunaannya akan sangat menyulitkan siswa. Selain itu, pemerintah sendiri sebenamya telah memprogramkan ketersediaan satu buku (teks wajib) untuk satu siswa.

Masalah drop out lebih parah iagi. Ratusan ribu anak mesti bergulat di jalan karena tak mampu melanjutkan sekolah. Poda tahun 2000/2001, dari sekitar 25 juta siswa SD, 670 ribu putus sekolah. selain itu dari angka tersebut

hanya 72,12 persen yang mampu melanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan. Beidasarkan penyelidikan tentang anak-anak putus sekolah yang hasilnya

dilaporkan oleh UNESCO antara lain menyimpulkan bahvva putus sekolah >

lebih banyak terjadi pada sekolah-sekolah di desa dari pada di kota. Faktor utama yang menvebabkan anak putus sekolah adalah kemiskinan atau ketidak mampuan orang tua untuk membiayai anak-anakr.ya.12 Yang dimaksud dengan putus sekolah adalah anak tidak dapat menamatkan pendidikan formal yang diikutinyai di sekolah. ataupun tidak dapat menikmati pendidikan formal dalam waktu yang lama. Dari gambaian ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang putus sekolah maupun yang tidak berkesempatari belajar di sekolah tejradi di daerah pedesaan karena kemiskinan orang tua. Tetapi ada ' yang berasumsi bahwa keadaan anak usia sekolah yang tidak tertampung atuapun yang putus sekolah terdapat juga di DKI Jakarta. Alasannya, dari f p^nduduk kota Jakarta yang beijumlah 5 juta orang sebagiannya adalah golongan yang berpenghasilan rendah. Pada umumnya golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah di Jakarta bertempat tinggal di daerah perkampungan ataupun di daerah pinggiran kota. Laporan pemerintah DKI Jakarta menunjukkan bahwa dewasa ini di ibu kota masih terdapat paf ng sedikit 90.000 dari rumah tangga tidak mampu, yang belum berkesempatan ^ untuk belajar pada sekolah-sekolah formal.

'\Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers, Kemiskinan don Kebutuhan Pokok, CV Rajawali, Jakarta, 1982, him. 297

Sebenamya bantuan untuk pendidikan memang jumlahnya cukup besar, apalagi terdapai andil berbagai lembaga intemasional. Cotitohnya, seperti bantuan dari International Bank for Reconstruction and Development

I

(IBRD) yang memberikan bantuan operasional terhadap sejumlah lembaga pendidikan. Hal yang sama dilakukan oleh pemerintah Belanda, yang memberikan hibah untuk membangun sekolah-sekolah yang hancurkarena kerusuhan. Ini belum terhitung bantuan dari berbagai perusahaan besar yang mengucurkan dana pada sejumlah sekolah maupun siswa yang tidak mampu.

f Seperti halnya yang dilakukan Perusahaan Penerbangan Singapura Airlines (S£A), yang memberikan bantuan biaya pendidikan sebesar Rp. 10 milyar bagi pelajar Indonesia di tingkat SD, SLTP, SLTA hingga perguruan tinggi. Dana itu dibagi untuk masa 7 tahun dan dialokasikan pada 4.000 pelajar. Tapi bagaimana dampak bantuan-bantuan itu? Apakah bantuan ini memang mengangkat banyak orang miskin sehingga mampu menikmati pendidikan? Atau bantuan ini tclah berhasil mendirikan sekolah yang kokoh, baik dalam ^ bantunan maupun metodologi pengajaran? Semua harapan ini jauh dari maksud semula. Sekolah nyatanya masih belum bisa menjangkau kebutuhan riil mayoritas warga miskin.1’

Anehnya ketergantungan masyarakat terhadap sekolah semakin bertambah. Padahal sekolah bukan satu-satunya institusi tempat peserta didik belajar. Karena ada dua tempat lainnya yang juga memiliki fungsi sama yaitu keluarga dan lingkungan. Namun prakteknya, hanya sekolah yang direpresentasikan sebagai tempat berlangsungya pendidikan. Bahkan,

” Eko Prasetyo, Orang Miskin DUarang Sekolah, Resist Book, Yogyakarta, 2004, him. 18

masyarakat yang menganggap telah menyelesaikan kewajiban mendidik setelah menyekolahkan anaknya. Kewajibannya dianggap tinggal menyelesaikan urusan admird strati f atau fmansial dengan sekolah.14

Sekolah dianggap sebagai tempat ajaib yang mampu memproduksi ; mmnusia super. Posisinya ditemptkan hampir setara dengan agama. Anak yang tidak sekolah dianggap sama dengan orang yang tidak beragama, yang kelak akan hidup sengsara. Apalagi di era yang serba formalistik seperti sekarang, tuntutan dunia keija lebih memprioritaskan mereka yang secara formal mengenyam kursi sekolah. semakin tinggi jenjang yang ditempuh sernakin tinggi pula posisi yang ditawarkan.

Hampir semua orang di negeri ini berpikiran bahwa belajar itu sekolah. orang dikatakan sedang belajar, ya pada saat bersekolah. Selain di sekolah, dikatakan belum belajar. Makanya orang menyebut kaum terpelajar itu, ya mereka yang pemah memkmati bangku sekolah.

)

Tingginya permintaan pada sekolah membuat nilai jual institusi ini semakin mahal. Walau pemerintah menggulirkan program wajib belajar sembilan tahun yang mestinya diiringl dengan pembebasan biaya sekolah minimal pada tingkat SLTPN, kenyataannya biaya sekolah semakin berlambah mahal. Pada akhimya sekolah diposisikan sebagai komoditi bagi para pelaksananya untuk mengeruk kentungan sebesar-bcsarnya. Sebagai komoditi, mereka yang bisa memberi uang banyak akan mendapat pelayanan ijrbaik, sedangkan mereka yang tidak memiliki uang, jangan berharap bisa

kolah.

belum mampu memenuhi kewajibannya. Biasanya sangsi ditimpakan pada siswa, misalnya, dengan cara mengucilkan atau menegur di depan kelas. Tapi cara yang paling umum dipakai adalah dengan menahan hak-hak siswa, seperti

y

rapat atau ijazah. Walaupun menganggap sekolah penting tapi karena biaya sangat mahal, orang tua siswa berpikir dua kali untuk inelanjutkan sekolah anaknya. Mereka menganggap semakin tinggi level pendidikan semakin besar biaya yang harus ditanggung sehingga lebih memilih nendorong anaknya

untuk bekerja atau kawin.13

Lain ada lagi sementara dalam masyarakat yang beranggapan bahwa yang paling penting ialah sekolah. jenis sekolah tidak menjaai soal. Pokoknya mereka atau anak mereka bisa masuk sekolah. belajar di sekolah atau lembaga pendidikan tinggi yang kurang sesuai dengan mmat dan bakat anak dipandang rnasih lebih baik daripada belajar pada suatu ki rsus atau lembaga pendidikan non-formal lainnya, sekalipun program pendidikan di lembaga terakbir ini mungkin lebih sesuai dengan minat dan bakat sang siswa. Karena jumlah

Dokumen terkait