BAB II KAJIAN TEORI
D. Siswa SMA Sebagai Remaja
1. Pengertian Siswa SMA sebagai Remaja
Siswa yang berada di Sekolah Menengah Atas berusia rata-rata 15-19
tahun. Pada saat individu berusia 15-19 tahun, menurut beberapa ahli individu
tersebut memasuki masa remaja. Masa remaja adalah suatu masa ketika: 1)
individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual; 2) individu
mengalami perkembangan psikologi dan pola indentifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa; dan 3) terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi
yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri Remaja dalam arti
adolescence (Inggris) berasal dari kata Latin adolescere yang artinya tumbuh
ke arah kematangan (Muss, 1968; dalam Sarlito, 1988 dalam Agoes Dariyo,
terutama kematangan sosial-psikologi. Arti adolescence mencakup
kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1980 dalam Agoes
Dariyo, 2004). Masa remaja ditandai oleh perubahan-perubahan psikologis
dan fisik yang pesat. Remaja telah meninggalkan masa anak-anak, tetapi ia
belum menjadi orang dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan atau
transisi. Remaja mengalami berbagai masalah sebagai akibat
perubahan-perubahan dalam interaksinya dengan lingkungan.
Remaja ada di antara anak dan orang dewasa oleh karena itu, remaja
masih seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan
badai”. Remaja masih belum mampu menguasi dan memfungsikan secara
maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks dkk., 1989; dalam Ali &
Asrori, 2005 dalam Agoes Dariyo, 2004). Namun, yang perlu ditekankan
adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada
pada masa potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik
Jadi dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah suatu tahap
perkembangan dimana individu mengalami perkembangan psikologis dan
pola identifikasi dari masa kanak-kanak menjadi orang dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional.
2. Karakteristik Remaja SMA
Karakteristik umum perkembangan remaja adalah bahwa remaja
menunjukkan sifat-sifat karakteristik, seperti kegelisahan, kebingungan karena
menjadi suatu pertentangan, keingin untuk mengkhayal, dan aktivitas
berkelompok
Siswa SMA kelas dua adalah siswa berusia antara 15 tahun sampai
dengan 19 tahun, yang masih tergolong remaja tengah atau akhir dimana
karakteristik khas masa remaja awal, yaitu: ketaksetabilan keadaan perasaan
dan emosi, hal sikap dan moral menonjol menjelang akhir remaja awal, hal
kecerdasan atau kemampuan mental mulai sempurna, hal status remaja sangat
membingungkan, remaja awal banyak masalah yang dihadapinya, dan masa
remaja adalah masa yang kritis. Dikatakan kritis sebab dalam masa ini remaja
akan dihadapkan dengan soal apakah ia dapat menghadapi dan memecahkan
masalahnya atau tidak.
3. Tahap-tahap Perkembangan Sosialisasi
Sepanjang hidup, setiap orang mengalami sosialisasi dalam
lingkungannya. Thornburg (Agoes Dariyo: 2004, 95) mengemukakan
tahap-tahap perkembangan sosialisasi dan masing-masing tahap-tahap memiliki
karakteristik berbeda-beda. Menurutnya ada 5 tahap perkembangan
sosialisasi, yaitu:
a. Kesempatan belajar sosial.
b. Konfirmasi belajar sosial.
d. Integrasi sosial.
e. Menemukan identitas sosial.
Seorang individu mampu bersosialisasi secara sehat yakni ditandai
dengan kemampuan untuk memiliki hubungan secara emosional dengan orang
lain. Dengan kedekatan emosional, seorang anak akan dapat menyerap
nilai-nilai, norma, etika, dari budaya sosialnya, terutama dari orang tuanya. Sebab
dengan berkomunikasi, sebenarnya seorang anak akan mengimitasi sikap dan
tindakan tokoh model guna melakukan proses identifikasi dengan orang
tuanya. Identifikasi ialah proses pengambilan nilai-nilai, norma, etika maupun
karakteristik dari lingkungan sosial budaya keluarga untuk dijadikan sebagai
bagian dalam hidup seseorang (Agoes Dariyo :2004).
Pada masa remaja, individu mengalami krisis akan pencarian jati
dirinya, yakni suatu masalah yang berkaitan dengan tugas perkembangan yang
harus dilalui oleh setiap individu, termasuk remaja. Keberhasilan menghadapi
krisis akan meningkatkan dan mengembangkan kepercayaan dirinya, berarti
mampu mewujudkan jati dirinya atau identintas diri sehingga ia merasa siap
untuk menghadapi tugas perkembangan berikutnya dengan baik (Agoes Daryo
:2004, 79).
Ciri-ciri individu yang memiliki identitas diri yakni individu tersebut
a. Konsep diri.
Konsep diri yakni gambaran diri tentang aspek fisiologis maupun
psikologis yang berpengaruh pada perilaku individu dalam penyesuaian
diri dengan orang lain.
b. Evaluasi diri
Penerimaan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri individu yang
baik, berarti ia memiliki kemampuan untuk menilai, menaksir,
mengevaluasi potensi diri sendirinya.
c. Harga diri
Seorang yang mampu mengevaluasi diri akan memungkinkan diri individu
dapat menempatkan diri pada posisi yang tepat, artinya sejauh mana dia
dapat menghargai diri sebagai seorang pribadi yang memiliki
kemandirian, kemauan, kehendak, dan kebiasaan dalam, menentukan
perilaku dalam hidupnya.
d. Efikasi diri
Efikasi diri yakni kemampuan untuk menyadari, menerima dan
mempertanggungjawabkan semua potensi, ketrampilan atau keahlian
secara tepat.
e. Kepercayaan diri
Kepercayaan diri tumbuh dari kehidupan kelompok sosial atau keluarga
f. Tanggung jawab
Rasa tanggung jawab yakni tanggung jawab terhadap apa yang menjadi
hak dan kewajibannya. Seseorang yang bertanggung jawab biasanya akan
melaksanakan kewajiban dan tugas-tugasnya sampai selesai.
g. Komitmen
Komitmen yakni tekad atau dorongan internal yang kuat untuk
melaksanakan suatu janji, ketetapan hati yang telah disepakati
sebelumnya, sampai benar-benar selesai dengan baik.
h. Ketekunan
Untuk melakukan tanggung jawab dan komitmen sampai tuntas,
dibutuhkan suatu sifat setia dan tekun untuk tetap bertahan pada
kewajibannya.
i. Kemandirian.
Kemandirian merupakan salah satu sifat dalam diri orang yang memiliki
identitas diri. Kemandirian ialah sifat yang tidak bergantung pada diri
orang lain. Ia akan berusaha menyelesaikan masalah dalam hidupnya
sendiri.
E. Persepsi Siswa tentang Kemampuan Guru dalam Membina Hubungan