• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten tahun ajaran 2010/2011 tentang kemampuan guru dalam membina hubungan antar pribadi dengan siswa - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Persepsi siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten tahun ajaran 2010/2011 tentang kemampuan guru dalam membina hubungan antar pribadi dengan siswa - USD Repository"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

BRPERSEPSI SISWA KELAS XI SMA PADMAWIJAYA KLATEN TAHUN AJARAN 2010/2011TENTANG KEMAMPUAN GURU DALAM

MEMBINA HUBUNGAN ANTAR PRIBADI DENGAN SISWA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: ANDREAS SANTOSO

NIM : 021114026

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO dan PERSEMBAHAN

(taken from : text message by Wahyu Evi Lestari, 27 Januari 2011)

(5)

v

KATA PENGANTAR

Penulisan skripsi ini terselesaikan karena ada berbagai pihak yang berkenan

membantu, membimbing dan memotivasi penulis. Pantaslah penulis mengucapkan

terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Maria Margaretha Sri Hastuti, M.Si., selaku Ketua Program Studi

Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan

pengetahuan dan pengalaman yang berguna bagi penulis serta memberikan

kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Puji Purnomo, M.Si., selaku Ketua Jurusan yang telah memberikan

ijin perpanjangan studi untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. R.H. Dj. Sinurat, MA., yang telah banyak membantu memberikan

sumbangan ide dan inspirasi dalam penulisan skripsi ini.

4. Br. Triyono, S.J; MA, sebagai dosen pembimbing yang penuh kesabaran,

pengertian, ketelatenan, membimbing dann membantu penulis.

5. Ibu Dra. M.J. Retno Priyani M.Si., yang selalu memberikan semangat lewat

facebook.

6. Pak Moko dan segenap Karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah

membantu urusan segala keperluan administrasi penulis.

7. Bapak Drs. H. Sriyanto, selaku Kepala Sekolah SMA Padmawijaya Klaten yang

(6)

vi

8. Ibu Maria Margaretha Wirena Ar. S.Pd., selaku guru Bimbingan dan Konseling

SMA Padmawijaya Klaten yang telah membantu penulis dalam mengkoodinir

penyebaran kuesioner penelitian.

9. Orangtuaku terkasih yang senantiasa membantu, memberikan dukungan, dana dan

doa untuk penulis dalam menyelesaikan studi.

10.Jenius Santoso, S.Kom., yang telah mendukung dan memberi semangat kepada

penulis.

11.Ria Endriana Utami, S.Si., sepupuku yang selalu mendorong dan memberi

semangat kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

12.Kenny Susanto, yang telah memberikan pinjaman buku tentang Reliabilitas dan

Validitas.

13.Winggiana Surya Menanda, yang telah meluangkan waktu untuk membantu

memberi ide dan saran dalam pembuatan item kuesioner.

14.Wahyu Evi Lestari, S.Pd., yang selalu mau membantu mencari buku, mengetik

dan memberikan semangat lewat SMS.

15.Mbak Anita Lowi – Mas Nanang Raharjo Rental Kaboel yang senantiasa sabar

dan setia dalam membantu pengeditan revisi.

16.Averous Meidyza S. Ikom., yang telah berkenan memberikan bantuan dalam

pengetikan.

(7)

vii

18.Madam Anita, Bu Ellyawati, Mbak Icha, Hasibuan Santoso, Koh Dante, Tante

Ve, Ci’ Dewi, Mas Heri Bayu Saputro, Popo Liongchi, Tante Lin Shiang, Pak

Wiyono, Pak Gembong, yang selalu memberikan semangat.

19.Teman-teman Bimbingan dan Konseling angkatan 2002-2003 : Devi, Nadya,

Sherly, Peppy, Nena, Ina, Sari, Tuti, Pipit, Bismo, Tutus, Iin, Wicha,Wulan,

Sonia, Lita, Bertha. Terima kasih banyak atas saran-sarannya.

20.Teman-teman Bimbingan dan Konseling angkatan 2004-2006 : Novi, Anisa, Estu,

Agam, Br. Edi. Sr. Miryam, Sr. Emil, Lopez, Lina, Desi “klopo mas”, Helnike,

Mbak Endang, Hendra, Uday, Sabrina, Tina Ande Raya, Tina Sitanggang, Ayu

Grace, Yayuk, Yasintha “miss perfect”, dan teman-teman yang lain yang sudah

selalu menghibur dan menemani penulis.

21.Mbak Iske, Wak Ik, dan para pengasuh di Panti Asuhan Diakonia Harapan Bawen

yang selalu mendoakan penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan

dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 11 Februari 2011

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... xii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... xiii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Definisi Operasional ... 6

BAB II KAJIAN TEORI... 8

A. Persepsi ... 8

(9)

ix

Halaman

2. Proses Persepsi ... 9

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 11

B. Kemampuan Guru dalam Membina Hubungan Pribadi ... 12

1. Pengertian Relasi Guru-Siswa yang Baik... 12

2. Pemenuhan Kebutuhan Bersama ... 22

3. Aspek-aspek Penghalang Terjadinya Hubungan Antar Pribadi Guru dan Siswa yang Baik ... 27

C. Guru ... 29

D. Siswa SMA Sebagai Remaja... 31

1. Pengertian Siswa SMA Sebagai Remaja ... 31

2. Karakteristik Remaja SMA... 33

3. Tahap-tahap Perkembangan Sosialisasi... 34

E. Persepsi Siswa tentang Kemampuan Guru dalam Membina Hubungan Antar Pribadi dengan Siswa... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Populasi Penelitian ... 39

C. Prosedur Pengumpulan Data ... 41

(10)

x

Halaman

2. Pelaksanaan Penelitian ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Hasil Penelitian... 47

B. Pembahasan ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 54

A. Ringkasan ... 54

B. Kesimpulan... 57

C. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA

(11)

xi

ABSTRAK

PERSEPSI SISWA KELAS XI SMA PADMAWIJAYA KLATEN TAHUN AJARAN 2010/2011TENTANG KEMAMPUAN GURU DALAM

MEMBINA HUBUNGAN ANTAR PRIBADI DENGAN SISWA

Andreas Santoso Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta, 2011

Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

Komunikasi antara guru dan siswa merupakan masalah penting yang sering terjadi. Komunikasi lebih dari sekedar “guru bicara-siswa mendengar”. Ketika siswa menyadari bahwa mereka telah didengarkan dan apa yang mereka atau katakan tidak dinilai secara negatif, siswa merasa lebih bebas untuk mempercayai gurunya dan berbicara lebih terbuka. Siswa yang memiliki konflik terhadap gurunya cenderung menjadi enggan untuk berpartisipasi aktif dan tidak percaya akan apa yang disampaikan gurunya sehingga besar kemungkinan tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak tercapai.

(12)

xii

ABSTRACT

THE PERCEPTION OF XI GRADE STUDENTS IN PADMAWIJAYA SENIOR HIGH SCHOOL KLATEN IN ACADEMIC PERIOD OF 2010/2011 ON TEACHERS’ COMPETENCE IN CONSTRUCTING INTERPERSONAL

RELATIONSHIP WITH THE STUDENTS

Andreas Santoso Sanata Dharma University

Yogyakarta, 2011

Process of teaching-learning is a process contains a set of activities of teachers and students based on reversive relationship of which runs in educative situation to achieve certain purpose.

Communication among teachers and students is an important problem of which often happens. Communication is more than “teacher talks-student hears”. While the students consider that they has been heard and what they felt or said is not evaluated neatively, the students feel more free to believe their teacher and talk more openly. Students who have conflict with their teacher tend to be resist to actively participate and do not believe on wat will be conveyed by their teacher, thus it is most possibly the purpose of teaching-learning activitiy will not be achieved.

(13)
(14)
(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A.Latar Belakang Masalah

Berkomunikasi antar pribadi, atau secara ringkas berkomunikasi,

merupakan keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa

berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya.

Selain itu, ada sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang hanya dapat

dipuaskan lewat komunikasi dengan sesamanya. Oleh karena itu penting bagi kita

menjadi terampil berkomunikasi. Komunikasi antar pribadi sangat penting bagi

kebahagiaan hidup kita karena menunjukkan beberapa peranan yang

disumbangkan oleh komunikasi antar pribadi dalam rangka menciptakan

kebahagiaan hidup manusia (Johnson dalam Supratiknya, 1995)

Setiap hari di dalam kelas guru harus berhadapan dengan bermacam

karakter murid. Bermacam pula latar belakang lingkungannya. Tugas utama

mengajar bukan selalu melakukan sesuatu bagi siswa, tetapi lebih berupa

menggerakkan siswa melakukan hal-hal sesuai yang dirumuskan dalam tujuan

pembelajaran. Bukan pula menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku, tetapi

mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motivasi-motivasi, dan

(16)

Yang mutlak diperlukan di sini adalah tersambungnya komunikasi.

Tentunya, komunikasi dua arah. Dari guru ke murid dan sebaliknya.

Ada dua macam komunikasi yang kita kedepankan di sini yaitu komunikasi

verbal dan non verbal. Penggunaan komunikasi verbal di dalam kelas hendaknya

didesain seefisien mungkin, sehingga pembelajaran tidak menggusur format siswa

sebagai subyek dan sentra aktivitas belajar. Banyak pula siswa yang lebih

membutuhkan model komunikasi non verbal. Misalnya dengan body language,

curahan perhatian, tulisan-tulisan suportif di buku tulisnya, misal: hebat, pintar,

dan sebagainya. Semua bergantung pada karakter dan lingkungan sosial yang

menyertai murid. Rangkaian pembelajaran seharusnya mengarahkan siswa kepada

tercapainya tujuan pembelajaran itu sendiri.

Komunikasi antara guru dan siswa merupakan masalah penting yang

sering terjadi. Komunikasi lebih dari sekedar “guru bicara-siswa mendengar.”

Juga lebih dari pertukaran kata-kata antara dua orang atau lebih. Guru

berkomunikasi dengan berbagai cara. Apa yang guru lakukan, gerakan guru, nada

bicara, ekspresi wajah, dan banyak sikap nonverbal lainnya yang mejadi pesan

bagi siswa. Berkali-kali, pesan yang guru kirimkan bukanlah apa yang siswa

terima. Dengan mencoba mendengarkan siswa dan menghindari kecenderungan

untuk terlalu cepat memberi saran, solusi, kritik, penolakan, atau interogasi, guru

membuka jalur komunikasi selebar mungkin. Ketika siswa menyadari bahwa

(17)

secara negatif, siswa merasa lebih bebas untuk mempercayai gurunya dan

berbicara lebih terbuka.

Proses belajar mengajar merupakan inti dari pendidikan keseluruhan

dengan seorang guru sebagai peranan utama. Perwujudan proses belajar

mengajar yang dikelompokkan kedalam 4 hal, yaitu: (1) proses informasi, (2)

perkembangan pribadi, (3) interaksi sosial, (4) modifikasi tingkah laku.

Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung

serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang

berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau

hubungan antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya

proses belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan

guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya

bagaimana komunikasi dalam penyampaian pesan berupa materi pelajaran,

melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar karena

sebagian besar siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten menginjak masa remaja,

anak mengalami masa peralihan dimana hal tersebut merupakan masa ketegangan

emosi tinggi sebagai akibat dari perubahan fisik termasuk kelenjarnya. Ekspresi

emosinya terungkap dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau mengkritik

dengan suara keras. Hal ini menjadi salah satu penyebab siswa mengalami

masalah pribadi dan konflik terhadap gurunya. Siswa yang memiliki konflik

(18)

percaya akan apa yang disampaikan gurunya sehingga besar kemungkinan tujuan

dari kegiatan belajar mengajar menjadi tidak tercapai.

Pada masa remaja ini siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten pun

sedang dalam mencari identitas diri, mengalami melalui proses belajar sosial, dan

perkembangan kepribadian. Dalam pembentukan kepribadian sangat berperanlah

pentingnya kemampuan guru dalam membina hubungan antarpribadi dengan

siswanya sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

Mengingat pentingnya kemampuan guru dalam membina hubungan antar

pribadi dengan siswanya, maka peneliti ingin meneliti sejauh mana kemampuan

guru kelas XI SMA Padmawijaya Klaten dalam membina hubungan antar pribadi

dengan siswanya melalui pendapat, keyakinan atau persepsi siswa kelas XI SMA

Padmawijaya Klaten. Dengan mengetahui persepsi siswa kelas XI SMA

Padmawijaya Klaten mengenai kemampuan gurunya dalam membina hubungan

antar pribadi dengan siswanya, dapat dirumuskan berbagai upaya yang perlu

dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam membina hubungan antar

pribadi dengan siswanya demi tercapainya tujuan pembelajaran yang maksimal.

B.Perumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui persepsi siswa kelas XI

SMA Padmawijaya Klaten tahun ajaran 2010/2011 tentang kemampuan guru

dalam membiasakan hubungan antarpribadi dengan siswanya. Pertanyaan yang

(19)

Bagaimanakah persepsi siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten tahun ajaran

2010/2011 tentang kemampuan guru dalam membina hubungan antar pribadi

dengan siswanya?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa kelas XI SMA

Padmawijaya Klaten tahun ajaran 2010/2011 tentang kemampuan guru dalam

membina hubungan antarpribadi dengan siswanya

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk pihak sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru-guru di

SMA Padmawijaya Klaten mengenai persepsi siswanya tentang kemampuan

para guru dalam membiasakan hubungan antarpribadi dengan siswanya

sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi evaluasi bagi guru dalam

meningkatkan hubungan antar pribadi yang lebih baik dengan siswanya.

2. Untuk prodi Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada mahasiswa prodi

Bimbingan dan Konseling tentang persepsi siswa kelas mengenai kemampuan

(20)

3. Untuk peneliti lain

Informasi ini berguna untuk bidang sosial dalam pelayanan bimbingan

konseling dan memperluas wawasan kepada peneliti lain yang memiliki minat

yang sama untuk melakukan penelitian dengan topik yang sama.

4. Untuk peneliti sendiri

Penelitian ini bermanfaat untuk mengasah dan memperdalam bagaimana

seharusnya sebagai calon pembimbing harus memiliki ketrampilan dalam

menggunakan komunikasi antar pribadi yang baik dan benar demi efektivitas

tercapainya suatu tujuan.

E. Batasan Istilah

Berikut ini diberikan penjelasan beberapa istilah penting yang digunakan

dalam penelitian ini, yaitu :

1. Persepsi Siswa

Persepsi siswa adalah pandangan atau keyakinan siswa mengenai

kemampuan guru untuk membina hubungan antar pribadi dengan siswa

seperti yang dimaksudkan dalam butir-butir kuesioner yang digunakan dalam

penelitian ini.

2. Kemampuan guru dalam membina hubungan antarpribadi

Hubungan yang timbal balik, saling menghargai antara guru dan siswa

(21)

lagi hubungan yang kaku hubungan komunikasi antar pribadi yang akrab dan

hangat.

3. Siswa

Yang dimaksudkan dengan siswa dalam skripsi ini adalah siswa yang

terdaftar dan aktif sebagai siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten Tahun

Ajaran 2010/2011.

4. Guru

Yang dimaksudkan dengan guru dalam penelitian ini adalagh guru

yang pernah membimbing dan memberikan pelajaran bagi siswa kelas XI

SMA Padmawijaya Klaten tahun ajaran 2010/2011.

5. SMA Padmawijaya Klaten

SMA Padmawijaya KLaten adalah lembaga pendidikan menengah

yang bersifat nasionalis, dikelola oleh alumni SMA ABC (SMA 1 Klaten)

yang tergabung pada Yayasan Padmawijaya Klaten. Berdiri sejak 29 April

(22)

8

BAB II KAJIAN TEORI

Dalam bab ini diuraikan tentang pengertian persepsi, kemampuan guru dalam

membina hubungan antarpribadi, pengertian guru, pengertian siswa SMA dan

pengertian persepsi siswa tentang kemampuan guru dalam membina hubungan antar

pribadi dengan siswanya.

A. Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Sebagian besar tingkah laku manusia ditentukan oleh persepsi terhadap

obyek yang diamati. “Persepsi atau dalam bahasa inggris perception berasal

dari bahasa latin perception; dari percipere, yang artinya menerima atau

mengambil” (Sobur, 2009 dalam http://www.scribd.com/doc/48376586/

Skripsi). Chaplin dalam kamus lengkap psikologi mengartikan “persepsi

sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian objektif

dengan bantuan indera” (Kartini Kartono, 1985).

Persepsi (perception) dalam arti sempit ialah “penglihatan, bagaimana

cara seorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau

pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu”

(Leavitt,1978 dalam Irwanto 1988). Mulyana “menambahkan bahwa persepsi

disebut sebagai inti komunikasi, dimana jika persepsi kita tidak akurat maka

(23)

Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan

pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu,

semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai

konsekuensinya, semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau

kelompok identitas.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

persepsi adalah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang

memandang atau mengartikan (menyimpulkan informasi) sesuatu dengan

mengikuti tahapan yang ada (proses menerima, menyeleksi,

mengorganisasi-kan, mengartimengorganisasi-kan, menguji), dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca

indera.

2. Proses Persepsi

Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang

menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia.

Beberapa proses persepsi yang dikemukakan oleh Pareek (Sobur, 2003)

adalah sebagai berikut:

a. Proses menerima rangsangan.

Proses pertama dalam persepsi ialah menerima rangsangan atau

data dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima melalui panca indra.

Kita melihat sesuatu, mendengar, mencium, merasakan, atau

(24)

b. Proses menyeleksi rangsangan.

Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Tidaklah

mungkin untuk memperhatikan semua rangsangan yang telah diterima.

Demi menghemat perhatian yang digunakan rangsangan-rangsangan itu

disaring dan diseleksi untuk diproses lebih lanjut. Dua kumpulan faktor

menentukan seleksi rangsangan itu, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

Faktor–faktor intern berkaitan dengan diri sendiri; meliputi: kebutuhan

psikologis, latar belakang, pengalaman, kepribadian, sikap dan

kepercayaan umum, penerimaan diri. Faktor ekstern meliputi: intensitas,

ukuran, dan sesuatu yang baru.

c. Proses Pengorganisasian

Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam

suatu bentuk. Ada tiga dimensi utama dalam pengorganisasian

rangsangan, yakni pengelompokan, bentuk timbul dan latar, serta

kemantapan persepsi.

d. Proses Penafsiran

Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima lalu

menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa telah terjadi

persepsi setelah data itu ditafsirkan. Persepsi pada pokoknya memberikan

(25)

e. Proses Pengecekan

Sesudah data diterima dan ditafsirkan, si penerima mengambil

beberapa tindakan untuk mengecek apakah penafsirannya benar atau

salah. Terkadang pengecekan yang terjadi terlalu cepat dan mungkin

orang tidakb menyadarinya.Pengecekan ini juga dapat dilakukan dari

waktu ke waktu untuk menegaskan apakah penafsiran atau persepsi

dibenarkan oleh data baru.

f. Proses Reaksi

Tahap terakhir dari proses persepsi adalah bertindak sehubungan

dengan apa yang telah diserap. Hal ini biasanya dilakukan jika seseorang

berbuat sehubungan dengan persepsinya.

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Persepsi :

Menurut Stephen P.Robbins (1999, diunduh dari

http://aditya-romantika. blogspot. com/2010/12/persepsi.html), faktor yang mempengaruhi

persepsi individu adalah sebagai berikut:

a. Faktor Pelaku Persepsi

Bila seseorang memandang suatu obyek dan mencoba menafsirkan apa

yang dilihatnya, penafsiran dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik

pribadi pelaku persepsi.

b. Faktor Obyek

Karakteristik-karakteristik dalam target yang akan diamati dapat

(26)

c. Faktor Situasi

Faktor ini dapat mempengaruhi persepsi yang meliputi sikap orang lain.

B.Kemampuan Guru dalam Membina Hubungan Antarpribadi 1. Pengertian Relasi Guru – Siswa yang baik

Menurut Thomas Gordon (1997: 24), hubungan guru dan siswa dapat

dikatakan baik bila mempunyai:

a. Keterbukaan dan Transparansi

1) Keterbukaan :

Keterbukaan psikologis guru ditandai dengan adanya :

a) Kesediaan yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya

dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat, dan

lingkungan pendidikan tempat guru bekerja.

b) Mau menerima kritik dengan ikhlas.

c) Memiliki empati, yakni respon afeksi terhadap pengalaman dan

perasaan tertentu orang lain.

Ada 5 tingkatan dalam afeksi, yaitu :

a) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu),

b) Merespon (aktif berpartisipasi),

c) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu),

d) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang

(27)

e) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).

Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat

posisinya sebagai anutan siswa. Keterbukaan psikologis merupakan

prakondisi atau prasyarat yang perlu dimiliki guru untuk memahami

pikiran dan perasaan orang lain. Keterbukaan psikologis juga diperlukan

untuk menciptakan suasana hubungan antar pribadi guru dan siswa yang

harmonis sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya

secara bebas dan tanpa ganjalan.

2) Transparan :

Transparan yang dimaksud adalah guru harus memiliki sifat

positif terhadap bentuk-bentuk perilaku siswanya. Guru yang baik tidak

akan sinis terhadap siswa yang terlambat menyerap pelajaran dan sebuah

kenakalan. Transparansi guru dalam menyikapi hal-hal tersebut terwujud

dalam tindakan wajar, humanis, rasional dan proposional, yaitu :

a) Wajar berarti biasa sebagaimana adanya tanpa tambahan apapun dan

menurut keadaan yang ada, dengan kata lain guru harus mengambil

sikap yang tepat sesuai dengan keterbatasan siswa atau penyebab

siswa mengalami kesulitan itu.

b) Humanis berarti bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing

oleh maksud-maksud pribadi mereka hubungkan kepada

(28)

Sikap humanis seorang guru dapat membantu siswa untuk :

a) Mempunyai cara belajar alami

b) Belajar signifikan atas materi pelajaran yang relevan dengan maksud

tertentu

c) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai

dirinya

d) Mendapatkan hasil belajar yang maksimal

e) Siswa menjadi lebih percaya diri dan mawas diri

f) Belajar sosial (conditioning dan imitation) dalam proses belajarnya

g) Rasional adalah berani bertindak dan berpikir kritis serta

bertanggung-jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara

profesional

h) Proporsional adalah sebanding, seimbang, membuat susunan

program secara rapi sehingga mencapai tujuan yang diinginkan

Guru yang proporsional adalah guru yang dapat menghadirkan dunia

nyata dalam kelas, sehingga akan mendorong siswa untuk bisa

menghubungkan pengetahuan yang diterimanya dengan dunia nyata.

Misalnya saja, guru menyadari bahwa di usia remaja awal para siswa

menyukai hal-hal yang menantang dan ada unsur permainan maka guru perlu

merancang konsep pembelajaran dalam bentuk permainan. Metode

pengajaran tersebut termasuk proporsional karena menggunakan pendekatan

(29)

mereka sukai. Maka dari itu dengan adanya keterbukaan dan transparansi

memungkinkan terjalinnya keterusterangan dan kejujuran satu dengan

lainnya.

b. Penuh perhatian

Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap

percakapan atau diskusi dengan mereka, dengan memberi perhatian maka

guru sudah bisa disebut menghargai keberadaan, kemampuan maupun

kesulitan siswanya.

Menurut Stephen Covey (1990, Membangun Komunikasi Efektif -

http://www.gudangmateri.com/2010/09/komunikasi-efektif-stephen-covey.html) sikap menghargai dapat membangun kerjasama yang

menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektivitas kinerja guru dan

siswa baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai tim.

Sikap menghargai itu bisa diwujudkan melalui perbuatan seperti

berikut:

1) Mengenali pribadi setiap siswa dengan mencari tahu apa yang mereka

sukai/tidak sukai, gagasan dan apa yang mereka butuhkan

2) Jujur pada siswa, khususnya jika siswa menanyakan hal-hal seperti apa

gunanya memahami pelajaran yang diberikan oleh guru

3) Memeriksa pekerjaan siswa dengan tepat waktu. Jika guru ingin siswa

mengumpulkan tugas tepat waktu, maka guru harus memberikan contoh

(30)

4) Guru jangan terlalu membatasi dirinya. Kebanyakan siswa akan menyukai

guru yang paham dan menggunakan bahasa seperti yang digunakan siswa

5) Guru juga harus mengembangkan kesadaran untuk mentolerir kebutuhan

siswa yang mendesak misalnya ijin buang air kecil atau member waktu

bagi siswi yang sedang datang bulan

6) Membuat suasana kelas yang nyaman, dengan cara :

a) Kadang-kadang perlu selingan humor

b) Memberikan pilihan pada siswa tentang apa yang ingin siswa lakukan

dan bagaimana mereka melakukannya sebagai contoh: setelah

menjelaskan materi, siswa diberi kesempatan untuk memilih test

tertulis, diskusi atau membuat makalah

c) Menggunakan cara-cara baru untuk menyajikan pelajaran dan tidak

hanya mengacu pada buku teks saja

d) Tidak mendominasi pembicaraan melainkan member kesempatan pada

siswa untuk berdiskusi, memberikan komentar, bahkan menyela dan

menyanggah

e) Bersikap lunak dengan tidak memberi tugas apabila guru mata

pelajaran lain sudah banyak member tugas rumah

c. Saling ketergantungan

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang

mendorong siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan inilah adalah

(31)

Keberhasilan suatu proses pembelajaran bergantung pada usaha

setiap anggotanya. Untuk menciptakan hasil yang efektif, guru perlu

menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap siswa dapat menyelesaikan

tugasnya sendiri agar dapat mencapai tujuan mereka.

Contoh beberapa keterampilan dalam pembelajaran kooperatif :

1) Berbagi tugas

2) Mengambil bagian

3) Tetap berada dalam tugas

4) Mengajukan pertanyaan

5) Mendengar yang aktif

6) Bekerja sama

7) Membantu teman

d. Keterpisahan

Memungkinkan guru dan siswa saling menumbuhkan dan

mengembangkan keunikan, kreativitas, dan individualitas masing-masing

e. Keunikan

Pada prinsipnya, tidak ada dua siswa yang memiliki kecerdasan yang

sama. Seorang siswa mengaku belajar lebih baik dengan satu cara tertentu,

sebagian yang lain mengaku biasa belajar dengan cara yang lain pula.

Perbedaan-perbedaan gaya belajar itulah yang disebut dengan keunikan

(32)

Ada 9 kecerdasan anak yang mempengaruhi gaya belajarnya :

1) Visual/Spatial : memahami sesuatu dengan melihat dan berkreasi dengan

gambar

2) Verbal/Linguistik : belajar lewat kata-kata yang terucap atau tertulis

3) Mathematical/Logical : belajar lewat argumentasi dan penyelesaian

masalah

4) Bodily/Kinesthetics : belajar melalui interaksi dengan lingkungan tertentu

5) Musical/Rhytmic : belajar lewat identifikasi panca indera

6) Intrapersonal : belajar melalui perasaan, nilai-nilai dan sikap

7) Interpersonal : belajar lewat interaksi, diskusi atau kerjasama

8) Naturalist : belajar dengan cara klasifikasi, kategori dan urutan

9) Eksistensial : belajar dengan mencari koneksi-koneksi

f. Kreativitas Guru

Kreativitas akan menghasilkan berbagai inovasi dan perkembangan

baru. Individu dan organisasi yang kreatif akan selalu dibutuhkan oleh

lingkungannya, karena mereka mampu memenuhi kebutuhan lingkungannya

yang terus berubah. Individu dan organisasi yang kreatif akan mampu

(33)

Menurut Sudarno (2010) (Kreatif yuk:www.aksiguru.org/ 2009/12/22

/kreatif-yuk) ada 5 cara menjadi guru yang kreatif dalam proses pengelolaan

kelas:

1) Pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning). Guru

menurut strategi ini berperan sebagai fasilitator yang menolong para

siswa untuk melakukan refleksi diri, diskusi kelompok, bermain peran,

melakukan presentasi secara dramatikal, dan berbagai aktifitas kelompok

lainnya. Guru juga berperan sebagai teman belajar, inspirator, navigator,

dan orang yang berbagi pengalaman. Para siswa diberi kebebasan untuk

memilih perspektif yang akan mereka gunakan untuk mempelajari suatu

topik. Berbagai metode tersebut akan membuat para siswa berubah dari

pendengar pasif menjadi observer, mampu menunjukkan kemampuannya.

2) Penggunaan alat bantu dalam pengajaran (multi-teaching aids

assisstance). Guru-guru yang kreatif dan banyak akal menggunakan

berbagai peralatan dalam mengajar, seperti penghancur kertas, kotak

mainan, palu, naskah tulisan para siswa, power-point, komputer, dan

peralatan multimedia serta menggunakan barang bekas untuk

menggairahkan para siswa dalam berfikir, memperluas sudut pandangnya,

(34)

3) Strategi manajemen kelas (class management strategies). Strategi ini

mencakup pembuatan iklim interaksi antara guru dan siswa yang

bersahabat dan memperlakukan siswa dengan menghormati berbagai

kebutuhan dan individualitasnya. Berbicara dengan nada dan bahasa

tubuh yang lembut (gentle), tidak menginterupsi atau menghakimi secara

tergesa-gesa pada saat para siswa mengekspresikan ide-idenya kepada

para guru. Humor yang digunakan guru di dalam kelas dapat menjadi

jembatan penghubung antara guru dan siswa, serta menyediakan

lingkungan belajar yang santai.

4) Menghubungkan isi pengajaran dengan konteks kehidupan nyata.

Esquivel (dalam Horng dkk., 2005 diunduh dari website :

http://aksiguru.org/2009/12/22/kreatif-yuk) mengemukakan bahwa para

siswa menyukai pelajaran yang berhubungan dengan berbagai peristiwa

kehidupan nyata. Guru yang mampu memberikan pelajaran sesuai dengan

konteks nyata kehidupan berarti telah membagikan pengalamannya

kepada para siswa. Hal ini akan menjadi pemicu bagi para siswa untuk

memberikan respon, berdiskusi, dan berfikir dalam tingkat tinggi.

5) Menggunakan pertanyaan terbuka dan mendorong para siswa untuk

berfikir kreatif (open questions and encouragement of creative thinking).

Pertanyaan-pertanyaan terbuka akan menggerakkan para siswa untuk

berfikir kreatif. Esquivel (dalam Horng dkk., 2005, diunduh dari website ;

(35)

pertanyaan terbuka merupakan karakteristik dari guru yang kreatif. Guru

yang kreatif juga selalu mendorong siswanya untuk membuat dan

berimajinasi dalam diskusi kelompok.

g. Individualitas secara pribadi

Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu

dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo

(kecepatan)-nya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi

kecepatan belajar (Davies, 1987:32, di unduh dari website :

http://ceriwisfina.blogspot.com/2009/05/prinsip-prinsip-belajar-dan-asas-asas.html). Implikasi prinsip ini adalah menentukan tempat duduk di kelas,

menyusun jadwal belajar, dan sebagainya. Selain itu guru sebagai

penyelenggara kegiatan pembelajaran dituntut untuk memberikan perhatian

kepada semua keunikan yang melekat pada tiap siswa, antara lain :

1) Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat

melayani kebutuhan siswa sesuai karakteristiknya

2) Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan pesan

pembelajaran

3) Mengenali karakteristik setiap siswa sehingga dapat menentukan

perlakuan pembelajaran yang tepat bagi siswa yang bersangkutan

4) Memberikan remediasi ataupun pertanyaan kepada siswa yang

(36)

2. Pemenuhan kebutuhan bersama, sehingga tidak ada satu pihak yang dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan pihak lain.

Pemikiran Maslow tentang Teori Hierarki Kebutuhan Individu sudah

dikenal luas, namun aplikasinya untuk kepentingan pendidikan siswa di sekolah

tampaknya belum mendapat perhatian penuh. Secara ideal, dalam rangka

pencapaian perkembangan diri siswa, sekolah seyogyanya dapat menyediakan

dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya.

Berikut ini ringkasan tentang beberapa kemungkinan yang bisa

dilakukan di sekolah dalam mengaplikasikan teori kebutuhan Maslow (http://

akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/24/aplikasi-teori-kebutuh-an-maslow-di-sekolah/):

a. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis:

1) Program makan siang yang murah atau bahkan gratis

2) Menyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang memadai dan

temperatur yang tepat

3) Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang

4) Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang

representatif

b. Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman:

1) Sikap guru: menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan terhadap

siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi

(37)

3) Mengendalikan perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan

sistem pendisiplinan siswa secara adil

4) Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinforcement) melalui

pujian/ ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian

hukuman atas perilaku negatif siswa

c. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:

1) Hubungan Guru dengan Siswa:

a) Guru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian : empatik, peduli dan

intereres terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi

pendengar yang baik.

b) Guru dapat menerapkan pembelajaran individua dan dapat memahami

siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan

latar belakangnya).

c) Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang

positif dari pada yang negatif.

d) Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, pendapat

dan keputusan setiap siswanya.

e) Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan memberikan

kepercayaan terhadap siswanya.

2) Hubungan Siswa dengan Siswa:

a) Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya

(38)

b) Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai

forum, seperti olah raga atau kesenian.

c) Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk

kepentingan pembelajaran.

d) Sekolah mengembangkan tutor sebaya.

e) Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler yang

beragam.

d. Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri:

1) Mengembangkan Harga Diri Siswa

a) Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar pengetahuan

yang dimiliki siswanya (scaffolding)

b) Mengembangkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan

siswa

c) Memfokuskan pada kekuatan dan aset yang dimiliki setiap siswa

d) Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi

e) Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami

kesulitan

f) Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipai dan bertanggung

jawab

g) Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mengkin dilakukan secara

(39)

2) Penghargaan dari pihak lain

a) Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana

setiap siswa dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling

mencemoohkan

b) Mengembangkan program “star of the week

c) Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan

prestasi yang diperoleh siswa

d) Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap sisiwa

untuk memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik

e) Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan keputusan

yang terkait dengan kepentingan para siswa itu sendiri

3) Pengetahuan dan Pemahaman

a) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi

bidang-bidang yang ingin diketahuinya

b) Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan intelektual

melalui pendekatan discovery-inquiry

c) Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang

beragam

d) Menyediakan kesempatan kepada para siswa untuk berfikir filosofis

dan berdiskusi

4) Estetik

(40)

b) Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, termasuk

di dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap

menarik

c) Ruangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan

d) Memelihara sarana dan pra sarana yang ada di sekeliling sekolah

e) Ruangan yang bersih dan nyaman

f) Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah

e. Pemenuhan Kebutuhan Aktualisasi Diri

1) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan yang

terbaiknya

2) Memberikan kebebasan kepada siswa untuk menggali dan menjelajahi

kemampuan dan potensi yang dimilikinya

3) Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan kehidupan

nyata

4) Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas meta

kognitif siswa

5) Melibatkan siswa dalam proyek atau kegiatan “self expressive” dan kreatif

3. Aspek-Aspek Penghalang Terjadinya Hubungan Antarpribadi Guru dan Siswa yang Baik

Sebagian besar guru terlalu sensitif dalam menerima isyarat dan

petunjuk yang dikirimkan siswa melalu pesan-pesannya sewaktu mereka

(41)

mereka tidak tahu cara merespon dengan efektif. Apa yang dikatakan oleh guru

kepada siswalah yang sering menyebabkan mereka menjadi penolong yang

tidak efektif. Hal tersebut dikarenakan guru sering menggunakan bahasa

penolakan pada saat siswa menunjukkan keinginan untuk memperoleh solusi

atas permasalahan yang dihadapinya kepada sang guru.

Berikut adalah macam-macam respon guru yang khas dalam

mengkomunikasikan penolakan (Thomas Gordon, 1974 diunduh dari website

http://www.masbied.com/2009/11/01/pentingnya-landasan-filsafat-ilmu-pendidikan-bagi-pendidikan-suatu-tinjauan-filsafat-sains/):

a. Memerintah, mengkomando, mengatur. Misalnya: “Mengeluh terus,

selesaikan pekerjaanmu”

b. Memperingatkan, mengancam. Misalnya : “Sebaiknya kau cepat ambil

keputusan itu kalau kau ingin dapat nilai bagus dalam pelajaran ini”

c. Menanamkan moral, mengkhotbahi, memberi keharusan. Misalnya: “Kau

tahu tugasmu di sekolah adalah belajar. Kau harus fokus jangan

memikirkan keinginan yang lain.”

d. Menasehati, menawarkan dan saran. Misalnya : “Yang sebaiknya kau

kerjakan adalah mengatur jadwal belajarmu. Setelah itu selesaikanlah

pekerjaanmu”

e. Menggurui, menceramahi, memberikan argumen logis. Misalnya : “Lihatlah

(42)

f. Menghakimi, mengkritik, tidak menyetujui, menyalahkan. Misalnya : “Kau

ini sangat malas, bilang saja kalau memang kamu berpura-pura bodoh dan

bertanya untuk berusaha menghabiskan jam pelajaran”

g. Membentak, menstereotipkan, tidak menyetujui, menyalahkan. Misalnya :

“Tingkahmu seperti anak SD, tidak seperti orang yang sudah akan naik

kelas XII saja”

h. Mengintepretasikan, menganalisis, mendiagnosis. Misalnya : “Kau hanya

menghindar dari tugas ini”

i. Memuji, menyetujui, memberi evaluasi positif. Misalnya : “Kau itu masih

muda dan berbakat, tidak usah ragu untuk mempelajari sendiri. Jangan

menyerah dulu”

j. Memberi kepastian, memberi simpati, menentramkan, memberi dukungan.

Misalnya : “Yang kau rasakan itu belum seberapa berat dibandingkan

pengalaman saya dulu waktu seusia kamu. Coba jalani saja, pasti kamu

akan menyadari bahwa ternyata tidak seberat yang kau bayangkan”

k. Menanyai, mendesak, menginterogasi, mengecek jawaban. Misalnya : “Apa

kau pikir pelajaran ini terlalu berat?” “Berapa jam sudah kau habiskan

untuk mengerjakan satu soal itu?”

l. Menarik diri, mengganggu, sinis, mengalihkan perhatian. Misalnya : “Lebih

baik kita membicarakan hal yang lebih penting saja” “Pertanyaanmu itu

(43)

Bila guru membicarakan sesuatu kepada siswa, guru itu mengatakan

sesuatu tentang si siswa. Setiap pesan berfungsi sebagai sebongkah batu

tambahan untuk hubungan yang sedang dibangun oleh guru terhadap siswanya.

Pesan-pesan tersebut akan menjadi konsep diri anak itu kelak. Inilah sebabnya

mengapa berbicara itu dapat membangun atau merusak harga diri anak dan

relasi guru dan siswa. Oleh karena itu sangatlah penting apabila guru memiliki

pemahaman akan ketrampilan menggunakan tanggapan yang lebih membangun

sebagai sarana pelancar komunikasi, yaitu (Gordon, 1974: 85-86):

a. Mendengarkan pasif

b. Tanggapan penerimaan-pengakuan

c. Ajakan untuk melanjutkan

d. Mendengarkan aktif.

C. Guru

Guru, adalah pendidik profesional karena secara implisit telah merelakan

dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang

terpikul di pundak para orang tua. Profesionalisasi guru mencakup kualifikasi

formal dengan diberikannya lisensi mengajar dan perlu dijiwai dengan kualifikasi

nyata yang hanya mungkin diwujudkan dalam praktik (Surachmat dalam

(44)

Pada dasarnya dalam proses, guru mempunyai tugas mendidik dan

mengajar peserta didik agar dapat menjadi manusia yang dapat melaksanakan

kehidupan selaras dengan hakikat kodratnya sebagai manusia dalam pertemuan

dan pergaulan dengan sesama manusia dan dalam hubungannya dengan Tuhan.

Kedua tugas itu merupakan kesatuan yang terpadu sehingga pengembangan

manusia Indonesia seutuhnya dapat terlaksana dengan baik (Kartikawati dan

Lusikooy, 1993 dalam Saudagar dan Idrus, 2009).

Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada para siswa

namun juga berkewajiban mendidik. Dalam relasi interpersonal antara guru dan

siswa tercipta situasi pendidikan yang memungkinkan subjek didik dapat belajar

menerapkan nilai-nilai yang menjadi contoh dan memberi contoh. Guru mampu

menjadi orang yang mengerti diri siswa dengan segala problematikanya, guru

juga harus mempunyai wibawa sehingga siswa segan terhadapnya. Kepribadian

guru yang baik mampu membimbing, mengembangkan kreativitas dan

membangkitkan motivasi belajar.

Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar berkaitan erat dengan

kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan

masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di

masyarakat memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan

orang lain yang bukan guru. Kompetensi sosial adalah kemampuan individu

(45)

1. Berkomunikasi lisan, tulisan, dan isyarat.

2. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.

3. Bergaul secara efektif dengan perserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik.

4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dan mengindahkan norma

serta sistem yang berlaku.

5. Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

(Samani, 2008; 6 dalam Saudagar dan Idrus, 2009; 65)

D. Siswa SMA sebagai Remaja

1. Pengertian Siswa SMA sebagai Remaja

Siswa yang berada di Sekolah Menengah Atas berusia rata-rata 15-19

tahun. Pada saat individu berusia 15-19 tahun, menurut beberapa ahli individu

tersebut memasuki masa remaja. Masa remaja adalah suatu masa ketika: 1)

individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual; 2) individu

mengalami perkembangan psikologi dan pola indentifikasi dari kanak-kanak

menjadi dewasa; dan 3) terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi

yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri Remaja dalam arti

adolescence (Inggris) berasal dari kata Latin adolescere yang artinya tumbuh

ke arah kematangan (Muss, 1968; dalam Sarlito, 1988 dalam Agoes Dariyo,

(46)

terutama kematangan sosial-psikologi. Arti adolescence mencakup

kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1980 dalam Agoes

Dariyo, 2004). Masa remaja ditandai oleh perubahan-perubahan psikologis

dan fisik yang pesat. Remaja telah meninggalkan masa anak-anak, tetapi ia

belum menjadi orang dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan atau

transisi. Remaja mengalami berbagai masalah sebagai akibat

perubahan-perubahan dalam interaksinya dengan lingkungan.

Remaja ada di antara anak dan orang dewasa oleh karena itu, remaja

masih seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan

badai”. Remaja masih belum mampu menguasi dan memfungsikan secara

maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks dkk., 1989; dalam Ali &

Asrori, 2005 dalam Agoes Dariyo, 2004). Namun, yang perlu ditekankan

adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada

pada masa potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik

Jadi dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah suatu tahap

perkembangan dimana individu mengalami perkembangan psikologis dan

pola identifikasi dari masa kanak-kanak menjadi orang dewasa yang

mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional.

2. Karakteristik Remaja SMA

Karakteristik umum perkembangan remaja adalah bahwa remaja

(47)

menunjukkan sifat-sifat karakteristik, seperti kegelisahan, kebingungan karena

menjadi suatu pertentangan, keingin untuk mengkhayal, dan aktivitas

berkelompok

Siswa SMA kelas dua adalah siswa berusia antara 15 tahun sampai

dengan 19 tahun, yang masih tergolong remaja tengah atau akhir dimana

karakteristik khas masa remaja awal, yaitu: ketaksetabilan keadaan perasaan

dan emosi, hal sikap dan moral menonjol menjelang akhir remaja awal, hal

kecerdasan atau kemampuan mental mulai sempurna, hal status remaja sangat

membingungkan, remaja awal banyak masalah yang dihadapinya, dan masa

remaja adalah masa yang kritis. Dikatakan kritis sebab dalam masa ini remaja

akan dihadapkan dengan soal apakah ia dapat menghadapi dan memecahkan

masalahnya atau tidak.

3. Tahap-tahap Perkembangan Sosialisasi

Sepanjang hidup, setiap orang mengalami sosialisasi dalam

lingkungannya. Thornburg (Agoes Dariyo: 2004, 95) mengemukakan

tahap-tahap perkembangan sosialisasi dan masing-masing tahap-tahap memiliki

karakteristik berbeda-beda. Menurutnya ada 5 tahap perkembangan

sosialisasi, yaitu:

a. Kesempatan belajar sosial.

b. Konfirmasi belajar sosial.

(48)

d. Integrasi sosial.

e. Menemukan identitas sosial.

Seorang individu mampu bersosialisasi secara sehat yakni ditandai

dengan kemampuan untuk memiliki hubungan secara emosional dengan orang

lain. Dengan kedekatan emosional, seorang anak akan dapat menyerap

nilai-nilai, norma, etika, dari budaya sosialnya, terutama dari orang tuanya. Sebab

dengan berkomunikasi, sebenarnya seorang anak akan mengimitasi sikap dan

tindakan tokoh model guna melakukan proses identifikasi dengan orang

tuanya. Identifikasi ialah proses pengambilan nilai-nilai, norma, etika maupun

karakteristik dari lingkungan sosial budaya keluarga untuk dijadikan sebagai

bagian dalam hidup seseorang (Agoes Dariyo :2004).

Pada masa remaja, individu mengalami krisis akan pencarian jati

dirinya, yakni suatu masalah yang berkaitan dengan tugas perkembangan yang

harus dilalui oleh setiap individu, termasuk remaja. Keberhasilan menghadapi

krisis akan meningkatkan dan mengembangkan kepercayaan dirinya, berarti

mampu mewujudkan jati dirinya atau identintas diri sehingga ia merasa siap

untuk menghadapi tugas perkembangan berikutnya dengan baik (Agoes Daryo

:2004, 79).

Ciri-ciri individu yang memiliki identitas diri yakni individu tersebut

(49)

a. Konsep diri.

Konsep diri yakni gambaran diri tentang aspek fisiologis maupun

psikologis yang berpengaruh pada perilaku individu dalam penyesuaian

diri dengan orang lain.

b. Evaluasi diri

Penerimaan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri individu yang

baik, berarti ia memiliki kemampuan untuk menilai, menaksir,

mengevaluasi potensi diri sendirinya.

c. Harga diri

Seorang yang mampu mengevaluasi diri akan memungkinkan diri individu

dapat menempatkan diri pada posisi yang tepat, artinya sejauh mana dia

dapat menghargai diri sebagai seorang pribadi yang memiliki

kemandirian, kemauan, kehendak, dan kebiasaan dalam, menentukan

perilaku dalam hidupnya.

d. Efikasi diri

Efikasi diri yakni kemampuan untuk menyadari, menerima dan

mempertanggungjawabkan semua potensi, ketrampilan atau keahlian

secara tepat.

e. Kepercayaan diri

Kepercayaan diri tumbuh dari kehidupan kelompok sosial atau keluarga

(50)

f. Tanggung jawab

Rasa tanggung jawab yakni tanggung jawab terhadap apa yang menjadi

hak dan kewajibannya. Seseorang yang bertanggung jawab biasanya akan

melaksanakan kewajiban dan tugas-tugasnya sampai selesai.

g. Komitmen

Komitmen yakni tekad atau dorongan internal yang kuat untuk

melaksanakan suatu janji, ketetapan hati yang telah disepakati

sebelumnya, sampai benar-benar selesai dengan baik.

h. Ketekunan

Untuk melakukan tanggung jawab dan komitmen sampai tuntas,

dibutuhkan suatu sifat setia dan tekun untuk tetap bertahan pada

kewajibannya.

i. Kemandirian.

Kemandirian merupakan salah satu sifat dalam diri orang yang memiliki

identitas diri. Kemandirian ialah sifat yang tidak bergantung pada diri

orang lain. Ia akan berusaha menyelesaikan masalah dalam hidupnya

sendiri.

E. Persepsi Siswa tentang Kemampuan Guru dalam Membina Hubungan Antar Pribadi Dengan Siswa.

Setiap siswa memiliki persepsi yang berbeda terhadap kemampuan guru

(51)

yang beragam dapat muncul karena masing-masing siswa memiliki pengalaman

atau penilaian yang berbeda saat berinteraksi dengan gurunya di sekolah. Selain

itu persepsi siswa terhadap relasi guru dan siswa, dapat disebabkan oleh seberapa

jauh pengalaman siswa tentang perlakuan, respon, dan proses komunikasi guru

di sekolah.

Saat pertama seorang anak (siswa) memasuki sekolah, mereka akan

berusaha menjalin relasi dengan orang disekitarnya terutama gurunya. Apabila

sang guru mulai memahami siswanya, akan terjadi hubungan antar pribadi yang

baik karena saat siswa memiliki masalah di sekolah, mereka bisa

membicarakannya dengan bebas dengan gurunya dan dapat mencari solusinya

bersama. Apabila hubungan dan komunikasi antar guru dan siswa baik, siswa

akan memiliki rasa hormat yang lebih terhadap sang guru dan siswa akan lebih

memperhatikan saat guru mengajar tetapi apabila hubungan tersebut buruk, pergi

ke sekolah dan mengikuti pelajaran akan menjadi mimipi buruk bagi siswa

maupun guru. Jadi, siswa harus menghormati guru dan guru harus bisa

berkomunikasi yang baik terhadap siswa untuk menjalin relasi yang baik. Guru

(52)

38

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan jenis penelitian, subyek penelitian, alat pengumpul

data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode survei.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilaksanakan untuk memperoleh

informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan dan yang

dideskripsikan adalah persepsi siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten tentang

kemampuan guru dalam membina hubungan antar pribadi dengan siswanya.

B. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah para siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten

tahun ajaran 2010/2011. Data populasi disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1

Rincian Jumlah Siswa Kelas XI SMA Padmawijaya Klaten Tahun 2010

Jurusan Jumlah Kelas Jumlah Siswa

IPA 1 38

IPS 2 72

Total 3 110

Sampel ujicoba ini diambil dengan tidak random dengan pertimbangan

mewakili jumlah seluruh kelas. Subyek ujicoba terpakai dianalisa juga untuk

(53)

kelas populasi siswa sebanyak 10 siswa sehingga total dari jumlah populasi

adalah 30 siswa dimana pemilihannya dilakukan berdasarkan 5 siswa dengan

tingkat prestasi tertinggi dan 5 siswa dengan tingkat prestasi terendah di tiap

masing-masing kelas. Data tentang persepsi siswa kelas XI SMA Padmawijaya

Klaten diperoleh melalui kuesioner dalam bentuk modifikasi skala APKG III –

Hubungan Antar Pribadi, yang terdiri dari item favorable dengan empat pilihan

jawaban, yaitu amat sering, sering, kadang-kadang, dan jarang.

Di bawah ini peneliti menyajikan beberapa hal yang berkaitan dengan

instrumen penelitian:

1. Penentuan Skor

Penentuan skor dilakukan sebagai berikut:

Skor untuk jawaban amat sering (AS) = 4, sering (S) = 3, kadang-kadang (K)

= 2, dan jarang (J) = 1

2. Aspek-Aspek APKG (Alat Penilaian Kemampuan Guru) III – Hubungan

Antar Pribadi

Kuesioner disusun berdasarkan modifikasi skala APKG (Alat Penilaian

Kemampuan Guru) III – Hubungan Antar Pribadi) dengan teori dari Thomas

Gordon mengenai pelancar komunikasi yang efektif. Kisi-kisi kuesioner

(54)

Tabel 2

Kisi-kisi berdasarkan modifikasi skala APKG III

Para siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten Tahun Ajaran 2010/2011

No. Aspek-aspek Indikator No. Item Total 1. Mendengar pasif/aktif 1,2,3,4,5 5 2. Tanggapan pengakuan

penerimaan

6,7,8,9,10 5

3. Ajakan untuk melanjutkan 11,12,13,14,15 5 4. Mendengar aktif 16,17,18,19,20 5

6. Menampilkan kegairahan dan kesungguhan dalam

(55)

3) Menerima siswa

Kuesioner penelitian dapat dilihat di halaman lampiran 3.

C. Prosedur Pengumpulan Data

Adapun tahap dalam pengumpulan data sebagai berikut :

1. Uji Coba Kuesioner Modifikasi Skala APKG III

Uji coba kuesioner penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat

validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut sebelum digunakan dalam

penelitian. Selain itu uji coba juga dilakukan untuk mengetahui pemahaman

siswa terhadap item-item yang telah disusun oleh penulis. Uji coba instrumen

dilakukan di kelas XI Padmawijaya Klaten. Peneliti menggunakan semua

kelas yaitu kelas XI IPA1, XI IPS 1 dan XI IPS2 dengan mengambil sampel

sebanyak 10 orang siswa di tiap masing-masing kelas. Jumlah uji coba skala

(56)

30 (Furchan, 2005), selain itu juga telah disetujui pihak sekolah. Uji coba

diadakan pada tanggal 24, 25, 26 November 2010. Jumlah item pernyataan

adalah 40 item. Peneliti menyebarkan kuesioner sebanyak 30 eksemplar dan

semuanya kembali (100%) dengan jawaban yang lengkap.

Setelah kuesioner diujicobakan, data yang telah terkumpul kemudian

dianalisis reliabilitas dan validitasnya.

a. Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur mampu

mengukur apa yang seharusnya diukur (Furchan, 2004 dalam Azwar,

1997). Jadi alat ukur dikatakan valid apabila alat itu mampu mengukur apa

yang seharusnya diukur dengan memperhatikan kecermatan dan ketepatan.

Validitas terbagi atas tiga macam, yaitu: validitas isi, validitas konstruk

atau konsep dan validitas kriteria. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah validitas yang seharusnya

menjadi isi suatu tes. Validitas isi melihat kecukupan butir-butir setiap

itemnya secara konseptual. Dengan kata lain, pada tahap ini akan melihat

apakah alat yang dibuat oleh penulis sudah mewakili apa yang menjadi

topik penelitian. Validitas isi dilakukan melalui profesional judgement,

yaitu penilaian oleh para ahli. Dalam hal ini, profesional judgment oleh

pembimbing skripsi, Br. Y. Triyana, SJ dan oleh Drs. T.A. Prapancha

(57)

Penghitungan reliabilitas skala persepsi para siswa kelas XI SMA

Padmawijaya Klaten dengan menggunakan teknik analisis alpha (a)

Cronbach menghasilkan angka = 0,967. Angka tersebut menunjukkan

bahwa skala persepsi dalam penelitian ini dapat diandalkan untuk

pengambilan data penelitian. Pada hasil uji coba dengan jumlah 30

eksemplar kuesioner yang di bagikan diketahui hasilnya yaitu > 0,7

sehingga kuesioner termasuk reliable untuk penelitian. Hasil dari

penghitungan olah data uji coba bisa dilihat di halaman Lampiran 2.

Azwar (1997) menyatakan bahwa pengujian daya diskriminasi item

menghendaki dilakukan komputasi koefisiensi korelasi antara distribusi

skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini

menghasilkan koefisiensi korelasi item total digunakan korelasi product

moment dari Pearson (Azwar, 1999:59) yaitu:

r

ix =

i = skor item

X = skor skala

(58)

Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total,

biasanya digunakan batasan rix 0,30. Semua item yang mencapai

koefisien korelasi minimal 0,30 dipandang memiliki daya diskriminasi

yang tinggi dan jika kurang dari 0,30 berarti dipandang memiliki daya

diskriminasi yang rendah.

b. Reliabilitas

Menurut Azwar (1997) reliabilitas adalah konsistensi atau

keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan

pengukuran. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang

angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin

koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi

reliabilitasnya. Azwar (1999:96) menyatakan bahwa pada umumnya,

reliabilitas telah dianggap memuaskan bila koefisiennya mencapai minimal

rxx’= 0,900. Untuk menghitung koefisien reliabilitas dalam penelitian ini,

penulis mengunakan rumus alpha ( ) Cronbach (Azwar, 1997).

2. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kelas XI SMA Padmawijaya Klaten.

a. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang ditempuh penulis untuk menganalisis data

penelitian persepsi siswa kelas XI SMA Padmawijaya adalah sebagai

(59)

1) Menentukan skor dari masing-masing alternatif jawaban yang sudah

diberikan oleh subjek penelitian dan membuat tabulasi skor dari

masing-masing butir skala item. Langkah selanjutnya menghitung total skor

masing-masing subjek penelitian dan total skor tiap item pernyataan.

2) Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan analisis

statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel,

penghitungan rata-rata (mean), standar deviasi serta pengkategorisasian

berdasarkan perhitungan rata-rata (mean) empirik menurut norma yang

berpedoman pada Azwar (1997).

b. Kategorisasi hasil persepsi siswa subjek penelitian secara umum

Pengkategorisasian ini disusun berdasarkan model distribusi normal

dengan kategori jenjang. Tujuan kategori tersebut untuk menempatkan

subjek penelitian ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara

berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur.

Kontinum jenjang ini disusun dengan berpedoman pada Azwar (1997)

yang mengelompokkan tingkat persepsi dalam lima kategori sebagai

berikut:

X = -1,5 kategori sangat rendah

µ-1,5 < X = -0,5 kategori rendah

-0.5 < X = +0,5 kategori sedang

+0,5 < X = +1,5 kategori tinggi

(60)

Keterangan:

Xmaksimum teoretik : skor tertinggi yang mungkin diperoleh subjek

penelitian dalam skala.

Xminimun teoretik : skor terendah yang mungkin diperoleh subjek

penelitian dalam skala.

: standard deviasi, yaitu luas jarak rentangan yang

dibagi dalam 5 satuan deviasi sebaran.

µ : mean teoretik, yaitu rata-rata teoretik dari skor

maksimum dan minimum.

Selanjutnya kategori ini dijadikan sebagai norma/patokan dalam

pengelompokan skor subjek penelitian berdasarkan hasil penelitian

(61)

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan hasil dari penelitian dan pembahasan dengan mengikuti

sistematika rumusan masalah pada Bab I.

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui persepsi

siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten tahun ajaran 2010/2011 tentang

kemampuan guru dalam membina komunikasi antarpribadi dengan siswanya dan

kualitas-kualitas sosok guru yang mana kemampuan mereka dalam komunikasi

antar pribadi teridentifikasi masih langka/jarang. Hasil penelitian ini dianalisis

dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima.

Sebelum penentuan patokan, terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah

berikut :

1. Membuat tabulasi skor dari item-item kuesioner dan menghitung jumlah skor

masing-masing responden.

2. Menghitung mean skor persepsi siswa seluruh respomden dengan menggunakan

rumus berikut :

Mean = Total Skor : Jumlah Responden

= 11284 : 110

(62)

3. Menghitung Standar Deviasi (SD) atau simpangan baku skor persepsi siswa

seluruh responden.

S = 24,516

4. Menentukan penggolongan kualifikasi persepsi siswa seluruh responden

berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP).

Tabel 3

Penyusunan Skala Konversi Skala Lima Skala

SD Skala angka Keterangan

(63)

Tabel 4

Frekuensi Kemampuan Guru dalam Membina Hubungan Antar Pribadi Kualifikasi Frekuensi Persent Valid Persen Kumulatif Persen Sangat Rendah

1. Siswa yang memiliki persepsi bahwa gurunya memiliki kemampuan membina

komunikasi antar pribadi dengan siswanya dengan kualifikasi sangat rendah ada

5 orang.

2. Siswa yang memiliki persepsi bahwa gurunya memiliki kemampuan membina

komunikasi antar pribadi dengan siswanya dengan kualifikasi rendah ada 28

orang.

3. Siswa yang memiliki persepsi bahwa gurunya memiliki kemampuan membina

komunikasi antar pribadi dengan siswanya dengan kualifikasi sedang ada 37

orang.

4. Siswa yang memiliki persepsi bahwa gurunya memiliki kemampuan membina

komunikasi antar pribadi dengan siswanya dengan kualifikasi tinggi ada 30

Gambar

gambar
Tabel 1 Rincian Jumlah Siswa Kelas XI SMA Padmawijaya Klaten Tahun 2010
Tabel 2
Tabel 3 Penyusunan Skala Konversi Skala Lima
+2

Referensi

Dokumen terkait

Keberadaan senyawa metabolit primer (karbohidrat dan protein) dalam tempe kedelai lokal yang lebih besar dibanding dalam tempe kedelai impor menunjukkan bahwa

Desember 2011, Pengadilan Agama Kangean telah menyelenggarakan pengadministrasian yang lebih tertib dan akuntabel melalaui aplikasi SIMAK BMN dan melalui Opname fisik persediaan

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan lamanya hemodialisis, baik penilaian status gizinya dengan Skinfold maupun LILA

Fungsi : Mengalirkan udara dari lingkungan ke dalam Rotary Dryer.. Bahan konstruksi :

Perkembangan titik panas atas hotspot pada hari ini pukul 17.00 WIB berdasarkan pantauan citra satelit Karhutla Monitoring Sistem (KMS) total Riau Cofidance 70% sejumlah 2

“Barangsiapa melihat kemunkaran (kejahatan), maka hendaknya rubahlah dengan tangannya (kekuasaannya), jika tidak mempu maka rubahlah dengan lisannya, lalu jika juga tidak mampu

Penentuan shio dalam program sederhana ini dilakukan dengan pertama kali dengan menginput tanggal, bulan dan tahun kelahiran kemudian dilakuakn perhitungan dengan cara

Mode of thought yang digunakan oleh budaya positivisme didalam mencapai hakikat pendidikan yang sebagaimana diharapkan oleh masyarakat kapitalis diatas adalah