BRPERSEPSI SISWA KELAS XI SMA PADMAWIJAYA KLATEN TAHUN AJARAN 2010/2011TENTANG KEMAMPUAN GURU DALAM
MEMBINA HUBUNGAN ANTAR PRIBADI DENGAN SISWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh: ANDREAS SANTOSO
NIM : 021114026
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
MOTTO dan PERSEMBAHAN
(taken from : text message by Wahyu Evi Lestari, 27 Januari 2011)
v
KATA PENGANTAR
Penulisan skripsi ini terselesaikan karena ada berbagai pihak yang berkenan
membantu, membimbing dan memotivasi penulis. Pantaslah penulis mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Maria Margaretha Sri Hastuti, M.Si., selaku Ketua Program Studi
Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan
pengetahuan dan pengalaman yang berguna bagi penulis serta memberikan
kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Puji Purnomo, M.Si., selaku Ketua Jurusan yang telah memberikan
ijin perpanjangan studi untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Drs. R.H. Dj. Sinurat, MA., yang telah banyak membantu memberikan
sumbangan ide dan inspirasi dalam penulisan skripsi ini.
4. Br. Triyono, S.J; MA, sebagai dosen pembimbing yang penuh kesabaran,
pengertian, ketelatenan, membimbing dann membantu penulis.
5. Ibu Dra. M.J. Retno Priyani M.Si., yang selalu memberikan semangat lewat
facebook.
6. Pak Moko dan segenap Karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah
membantu urusan segala keperluan administrasi penulis.
7. Bapak Drs. H. Sriyanto, selaku Kepala Sekolah SMA Padmawijaya Klaten yang
vi
8. Ibu Maria Margaretha Wirena Ar. S.Pd., selaku guru Bimbingan dan Konseling
SMA Padmawijaya Klaten yang telah membantu penulis dalam mengkoodinir
penyebaran kuesioner penelitian.
9. Orangtuaku terkasih yang senantiasa membantu, memberikan dukungan, dana dan
doa untuk penulis dalam menyelesaikan studi.
10.Jenius Santoso, S.Kom., yang telah mendukung dan memberi semangat kepada
penulis.
11.Ria Endriana Utami, S.Si., sepupuku yang selalu mendorong dan memberi
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan studi.
12.Kenny Susanto, yang telah memberikan pinjaman buku tentang Reliabilitas dan
Validitas.
13.Winggiana Surya Menanda, yang telah meluangkan waktu untuk membantu
memberi ide dan saran dalam pembuatan item kuesioner.
14.Wahyu Evi Lestari, S.Pd., yang selalu mau membantu mencari buku, mengetik
dan memberikan semangat lewat SMS.
15.Mbak Anita Lowi – Mas Nanang Raharjo Rental Kaboel yang senantiasa sabar
dan setia dalam membantu pengeditan revisi.
16.Averous Meidyza S. Ikom., yang telah berkenan memberikan bantuan dalam
pengetikan.
vii
18.Madam Anita, Bu Ellyawati, Mbak Icha, Hasibuan Santoso, Koh Dante, Tante
Ve, Ci’ Dewi, Mas Heri Bayu Saputro, Popo Liongchi, Tante Lin Shiang, Pak
Wiyono, Pak Gembong, yang selalu memberikan semangat.
19.Teman-teman Bimbingan dan Konseling angkatan 2002-2003 : Devi, Nadya,
Sherly, Peppy, Nena, Ina, Sari, Tuti, Pipit, Bismo, Tutus, Iin, Wicha,Wulan,
Sonia, Lita, Bertha. Terima kasih banyak atas saran-sarannya.
20.Teman-teman Bimbingan dan Konseling angkatan 2004-2006 : Novi, Anisa, Estu,
Agam, Br. Edi. Sr. Miryam, Sr. Emil, Lopez, Lina, Desi “klopo mas”, Helnike,
Mbak Endang, Hendra, Uday, Sabrina, Tina Ande Raya, Tina Sitanggang, Ayu
Grace, Yayuk, Yasintha “miss perfect”, dan teman-teman yang lain yang sudah
selalu menghibur dan menemani penulis.
21.Mbak Iske, Wak Ik, dan para pengasuh di Panti Asuhan Diakonia Harapan Bawen
yang selalu mendoakan penulis.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan
dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Yogyakarta, 11 Februari 2011
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI ... viii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... xii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... xiii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Perumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian... 5
E. Definisi Operasional ... 6
BAB II KAJIAN TEORI... 8
A. Persepsi ... 8
ix
Halaman
2. Proses Persepsi ... 9
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 11
B. Kemampuan Guru dalam Membina Hubungan Pribadi ... 12
1. Pengertian Relasi Guru-Siswa yang Baik... 12
2. Pemenuhan Kebutuhan Bersama ... 22
3. Aspek-aspek Penghalang Terjadinya Hubungan Antar Pribadi Guru dan Siswa yang Baik ... 27
C. Guru ... 29
D. Siswa SMA Sebagai Remaja... 31
1. Pengertian Siswa SMA Sebagai Remaja ... 31
2. Karakteristik Remaja SMA... 33
3. Tahap-tahap Perkembangan Sosialisasi... 34
E. Persepsi Siswa tentang Kemampuan Guru dalam Membina Hubungan Antar Pribadi dengan Siswa... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 39
A. Jenis Penelitian ... 39
B. Populasi Penelitian ... 39
C. Prosedur Pengumpulan Data ... 41
x
Halaman
2. Pelaksanaan Penelitian ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47
A. Hasil Penelitian... 47
B. Pembahasan ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 54
A. Ringkasan ... 54
B. Kesimpulan... 57
C. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA
xi
ABSTRAK
PERSEPSI SISWA KELAS XI SMA PADMAWIJAYA KLATEN TAHUN AJARAN 2010/2011TENTANG KEMAMPUAN GURU DALAM
MEMBINA HUBUNGAN ANTAR PRIBADI DENGAN SISWA
Andreas Santoso Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, 2011
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Komunikasi antara guru dan siswa merupakan masalah penting yang sering terjadi. Komunikasi lebih dari sekedar “guru bicara-siswa mendengar”. Ketika siswa menyadari bahwa mereka telah didengarkan dan apa yang mereka atau katakan tidak dinilai secara negatif, siswa merasa lebih bebas untuk mempercayai gurunya dan berbicara lebih terbuka. Siswa yang memiliki konflik terhadap gurunya cenderung menjadi enggan untuk berpartisipasi aktif dan tidak percaya akan apa yang disampaikan gurunya sehingga besar kemungkinan tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak tercapai.
xii
ABSTRACT
THE PERCEPTION OF XI GRADE STUDENTS IN PADMAWIJAYA SENIOR HIGH SCHOOL KLATEN IN ACADEMIC PERIOD OF 2010/2011 ON TEACHERS’ COMPETENCE IN CONSTRUCTING INTERPERSONAL
RELATIONSHIP WITH THE STUDENTS
Andreas Santoso Sanata Dharma University
Yogyakarta, 2011
Process of teaching-learning is a process contains a set of activities of teachers and students based on reversive relationship of which runs in educative situation to achieve certain purpose.
Communication among teachers and students is an important problem of which often happens. Communication is more than “teacher talks-student hears”. While the students consider that they has been heard and what they felt or said is not evaluated neatively, the students feel more free to believe their teacher and talk more openly. Students who have conflict with their teacher tend to be resist to actively participate and do not believe on wat will be conveyed by their teacher, thus it is most possibly the purpose of teaching-learning activitiy will not be achieved.
1
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A.Latar Belakang Masalah
Berkomunikasi antar pribadi, atau secara ringkas berkomunikasi,
merupakan keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa
berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya.
Selain itu, ada sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang hanya dapat
dipuaskan lewat komunikasi dengan sesamanya. Oleh karena itu penting bagi kita
menjadi terampil berkomunikasi. Komunikasi antar pribadi sangat penting bagi
kebahagiaan hidup kita karena menunjukkan beberapa peranan yang
disumbangkan oleh komunikasi antar pribadi dalam rangka menciptakan
kebahagiaan hidup manusia (Johnson dalam Supratiknya, 1995)
Setiap hari di dalam kelas guru harus berhadapan dengan bermacam
karakter murid. Bermacam pula latar belakang lingkungannya. Tugas utama
mengajar bukan selalu melakukan sesuatu bagi siswa, tetapi lebih berupa
menggerakkan siswa melakukan hal-hal sesuai yang dirumuskan dalam tujuan
pembelajaran. Bukan pula menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku, tetapi
mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motivasi-motivasi, dan
Yang mutlak diperlukan di sini adalah tersambungnya komunikasi.
Tentunya, komunikasi dua arah. Dari guru ke murid dan sebaliknya.
Ada dua macam komunikasi yang kita kedepankan di sini yaitu komunikasi
verbal dan non verbal. Penggunaan komunikasi verbal di dalam kelas hendaknya
didesain seefisien mungkin, sehingga pembelajaran tidak menggusur format siswa
sebagai subyek dan sentra aktivitas belajar. Banyak pula siswa yang lebih
membutuhkan model komunikasi non verbal. Misalnya dengan body language,
curahan perhatian, tulisan-tulisan suportif di buku tulisnya, misal: hebat, pintar,
dan sebagainya. Semua bergantung pada karakter dan lingkungan sosial yang
menyertai murid. Rangkaian pembelajaran seharusnya mengarahkan siswa kepada
tercapainya tujuan pembelajaran itu sendiri.
Komunikasi antara guru dan siswa merupakan masalah penting yang
sering terjadi. Komunikasi lebih dari sekedar “guru bicara-siswa mendengar.”
Juga lebih dari pertukaran kata-kata antara dua orang atau lebih. Guru
berkomunikasi dengan berbagai cara. Apa yang guru lakukan, gerakan guru, nada
bicara, ekspresi wajah, dan banyak sikap nonverbal lainnya yang mejadi pesan
bagi siswa. Berkali-kali, pesan yang guru kirimkan bukanlah apa yang siswa
terima. Dengan mencoba mendengarkan siswa dan menghindari kecenderungan
untuk terlalu cepat memberi saran, solusi, kritik, penolakan, atau interogasi, guru
membuka jalur komunikasi selebar mungkin. Ketika siswa menyadari bahwa
secara negatif, siswa merasa lebih bebas untuk mempercayai gurunya dan
berbicara lebih terbuka.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari pendidikan keseluruhan
dengan seorang guru sebagai peranan utama. Perwujudan proses belajar
mengajar yang dikelompokkan kedalam 4 hal, yaitu: (1) proses informasi, (2)
perkembangan pribadi, (3) interaksi sosial, (4) modifikasi tingkah laku.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau
hubungan antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya
proses belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan
guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya
bagaimana komunikasi dalam penyampaian pesan berupa materi pelajaran,
melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar karena
sebagian besar siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten menginjak masa remaja,
anak mengalami masa peralihan dimana hal tersebut merupakan masa ketegangan
emosi tinggi sebagai akibat dari perubahan fisik termasuk kelenjarnya. Ekspresi
emosinya terungkap dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau mengkritik
dengan suara keras. Hal ini menjadi salah satu penyebab siswa mengalami
masalah pribadi dan konflik terhadap gurunya. Siswa yang memiliki konflik
percaya akan apa yang disampaikan gurunya sehingga besar kemungkinan tujuan
dari kegiatan belajar mengajar menjadi tidak tercapai.
Pada masa remaja ini siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten pun
sedang dalam mencari identitas diri, mengalami melalui proses belajar sosial, dan
perkembangan kepribadian. Dalam pembentukan kepribadian sangat berperanlah
pentingnya kemampuan guru dalam membina hubungan antarpribadi dengan
siswanya sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Mengingat pentingnya kemampuan guru dalam membina hubungan antar
pribadi dengan siswanya, maka peneliti ingin meneliti sejauh mana kemampuan
guru kelas XI SMA Padmawijaya Klaten dalam membina hubungan antar pribadi
dengan siswanya melalui pendapat, keyakinan atau persepsi siswa kelas XI SMA
Padmawijaya Klaten. Dengan mengetahui persepsi siswa kelas XI SMA
Padmawijaya Klaten mengenai kemampuan gurunya dalam membina hubungan
antar pribadi dengan siswanya, dapat dirumuskan berbagai upaya yang perlu
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam membina hubungan antar
pribadi dengan siswanya demi tercapainya tujuan pembelajaran yang maksimal.
B.Perumusan Masalah
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui persepsi siswa kelas XI
SMA Padmawijaya Klaten tahun ajaran 2010/2011 tentang kemampuan guru
dalam membiasakan hubungan antarpribadi dengan siswanya. Pertanyaan yang
Bagaimanakah persepsi siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten tahun ajaran
2010/2011 tentang kemampuan guru dalam membina hubungan antar pribadi
dengan siswanya?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa kelas XI SMA
Padmawijaya Klaten tahun ajaran 2010/2011 tentang kemampuan guru dalam
membina hubungan antarpribadi dengan siswanya
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk pihak sekolah
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru-guru di
SMA Padmawijaya Klaten mengenai persepsi siswanya tentang kemampuan
para guru dalam membiasakan hubungan antarpribadi dengan siswanya
sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi evaluasi bagi guru dalam
meningkatkan hubungan antar pribadi yang lebih baik dengan siswanya.
2. Untuk prodi Bimbingan dan Konseling
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada mahasiswa prodi
Bimbingan dan Konseling tentang persepsi siswa kelas mengenai kemampuan
3. Untuk peneliti lain
Informasi ini berguna untuk bidang sosial dalam pelayanan bimbingan
konseling dan memperluas wawasan kepada peneliti lain yang memiliki minat
yang sama untuk melakukan penelitian dengan topik yang sama.
4. Untuk peneliti sendiri
Penelitian ini bermanfaat untuk mengasah dan memperdalam bagaimana
seharusnya sebagai calon pembimbing harus memiliki ketrampilan dalam
menggunakan komunikasi antar pribadi yang baik dan benar demi efektivitas
tercapainya suatu tujuan.
E. Batasan Istilah
Berikut ini diberikan penjelasan beberapa istilah penting yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu :
1. Persepsi Siswa
Persepsi siswa adalah pandangan atau keyakinan siswa mengenai
kemampuan guru untuk membina hubungan antar pribadi dengan siswa
seperti yang dimaksudkan dalam butir-butir kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini.
2. Kemampuan guru dalam membina hubungan antarpribadi
Hubungan yang timbal balik, saling menghargai antara guru dan siswa
lagi hubungan yang kaku hubungan komunikasi antar pribadi yang akrab dan
hangat.
3. Siswa
Yang dimaksudkan dengan siswa dalam skripsi ini adalah siswa yang
terdaftar dan aktif sebagai siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten Tahun
Ajaran 2010/2011.
4. Guru
Yang dimaksudkan dengan guru dalam penelitian ini adalagh guru
yang pernah membimbing dan memberikan pelajaran bagi siswa kelas XI
SMA Padmawijaya Klaten tahun ajaran 2010/2011.
5. SMA Padmawijaya Klaten
SMA Padmawijaya KLaten adalah lembaga pendidikan menengah
yang bersifat nasionalis, dikelola oleh alumni SMA ABC (SMA 1 Klaten)
yang tergabung pada Yayasan Padmawijaya Klaten. Berdiri sejak 29 April
8
BAB II KAJIAN TEORI
Dalam bab ini diuraikan tentang pengertian persepsi, kemampuan guru dalam
membina hubungan antarpribadi, pengertian guru, pengertian siswa SMA dan
pengertian persepsi siswa tentang kemampuan guru dalam membina hubungan antar
pribadi dengan siswanya.
A. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Sebagian besar tingkah laku manusia ditentukan oleh persepsi terhadap
obyek yang diamati. “Persepsi atau dalam bahasa inggris perception berasal
dari bahasa latin perception; dari percipere, yang artinya menerima atau
mengambil” (Sobur, 2009 dalam http://www.scribd.com/doc/48376586/
Skripsi). Chaplin dalam kamus lengkap psikologi mengartikan “persepsi
sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian objektif
dengan bantuan indera” (Kartini Kartono, 1985).
Persepsi (perception) dalam arti sempit ialah “penglihatan, bagaimana
cara seorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau
pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu”
(Leavitt,1978 dalam Irwanto 1988). Mulyana “menambahkan bahwa persepsi
disebut sebagai inti komunikasi, dimana jika persepsi kita tidak akurat maka
Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan
pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu,
semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai
konsekuensinya, semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau
kelompok identitas.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
persepsi adalah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang
memandang atau mengartikan (menyimpulkan informasi) sesuatu dengan
mengikuti tahapan yang ada (proses menerima, menyeleksi,
mengorganisasi-kan, mengartimengorganisasi-kan, menguji), dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca
indera.
2. Proses Persepsi
Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang
menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia.
Beberapa proses persepsi yang dikemukakan oleh Pareek (Sobur, 2003)
adalah sebagai berikut:
a. Proses menerima rangsangan.
Proses pertama dalam persepsi ialah menerima rangsangan atau
data dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima melalui panca indra.
Kita melihat sesuatu, mendengar, mencium, merasakan, atau
b. Proses menyeleksi rangsangan.
Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Tidaklah
mungkin untuk memperhatikan semua rangsangan yang telah diterima.
Demi menghemat perhatian yang digunakan rangsangan-rangsangan itu
disaring dan diseleksi untuk diproses lebih lanjut. Dua kumpulan faktor
menentukan seleksi rangsangan itu, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor–faktor intern berkaitan dengan diri sendiri; meliputi: kebutuhan
psikologis, latar belakang, pengalaman, kepribadian, sikap dan
kepercayaan umum, penerimaan diri. Faktor ekstern meliputi: intensitas,
ukuran, dan sesuatu yang baru.
c. Proses Pengorganisasian
Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam
suatu bentuk. Ada tiga dimensi utama dalam pengorganisasian
rangsangan, yakni pengelompokan, bentuk timbul dan latar, serta
kemantapan persepsi.
d. Proses Penafsiran
Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima lalu
menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa telah terjadi
persepsi setelah data itu ditafsirkan. Persepsi pada pokoknya memberikan
e. Proses Pengecekan
Sesudah data diterima dan ditafsirkan, si penerima mengambil
beberapa tindakan untuk mengecek apakah penafsirannya benar atau
salah. Terkadang pengecekan yang terjadi terlalu cepat dan mungkin
orang tidakb menyadarinya.Pengecekan ini juga dapat dilakukan dari
waktu ke waktu untuk menegaskan apakah penafsiran atau persepsi
dibenarkan oleh data baru.
f. Proses Reaksi
Tahap terakhir dari proses persepsi adalah bertindak sehubungan
dengan apa yang telah diserap. Hal ini biasanya dilakukan jika seseorang
berbuat sehubungan dengan persepsinya.
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Persepsi :
Menurut Stephen P.Robbins (1999, diunduh dari
http://aditya-romantika. blogspot. com/2010/12/persepsi.html), faktor yang mempengaruhi
persepsi individu adalah sebagai berikut:
a. Faktor Pelaku Persepsi
Bila seseorang memandang suatu obyek dan mencoba menafsirkan apa
yang dilihatnya, penafsiran dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik
pribadi pelaku persepsi.
b. Faktor Obyek
Karakteristik-karakteristik dalam target yang akan diamati dapat
c. Faktor Situasi
Faktor ini dapat mempengaruhi persepsi yang meliputi sikap orang lain.
B.Kemampuan Guru dalam Membina Hubungan Antarpribadi 1. Pengertian Relasi Guru – Siswa yang baik
Menurut Thomas Gordon (1997: 24), hubungan guru dan siswa dapat
dikatakan baik bila mempunyai:
a. Keterbukaan dan Transparansi
1) Keterbukaan :
Keterbukaan psikologis guru ditandai dengan adanya :
a) Kesediaan yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya
dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat, dan
lingkungan pendidikan tempat guru bekerja.
b) Mau menerima kritik dengan ikhlas.
c) Memiliki empati, yakni respon afeksi terhadap pengalaman dan
perasaan tertentu orang lain.
Ada 5 tingkatan dalam afeksi, yaitu :
a) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu),
b) Merespon (aktif berpartisipasi),
c) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu),
d) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang
e) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat
posisinya sebagai anutan siswa. Keterbukaan psikologis merupakan
prakondisi atau prasyarat yang perlu dimiliki guru untuk memahami
pikiran dan perasaan orang lain. Keterbukaan psikologis juga diperlukan
untuk menciptakan suasana hubungan antar pribadi guru dan siswa yang
harmonis sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya
secara bebas dan tanpa ganjalan.
2) Transparan :
Transparan yang dimaksud adalah guru harus memiliki sifat
positif terhadap bentuk-bentuk perilaku siswanya. Guru yang baik tidak
akan sinis terhadap siswa yang terlambat menyerap pelajaran dan sebuah
kenakalan. Transparansi guru dalam menyikapi hal-hal tersebut terwujud
dalam tindakan wajar, humanis, rasional dan proposional, yaitu :
a) Wajar berarti biasa sebagaimana adanya tanpa tambahan apapun dan
menurut keadaan yang ada, dengan kata lain guru harus mengambil
sikap yang tepat sesuai dengan keterbatasan siswa atau penyebab
siswa mengalami kesulitan itu.
b) Humanis berarti bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing
oleh maksud-maksud pribadi mereka hubungkan kepada
Sikap humanis seorang guru dapat membantu siswa untuk :
a) Mempunyai cara belajar alami
b) Belajar signifikan atas materi pelajaran yang relevan dengan maksud
tertentu
c) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai
dirinya
d) Mendapatkan hasil belajar yang maksimal
e) Siswa menjadi lebih percaya diri dan mawas diri
f) Belajar sosial (conditioning dan imitation) dalam proses belajarnya
g) Rasional adalah berani bertindak dan berpikir kritis serta
bertanggung-jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara
profesional
h) Proporsional adalah sebanding, seimbang, membuat susunan
program secara rapi sehingga mencapai tujuan yang diinginkan
Guru yang proporsional adalah guru yang dapat menghadirkan dunia
nyata dalam kelas, sehingga akan mendorong siswa untuk bisa
menghubungkan pengetahuan yang diterimanya dengan dunia nyata.
Misalnya saja, guru menyadari bahwa di usia remaja awal para siswa
menyukai hal-hal yang menantang dan ada unsur permainan maka guru perlu
merancang konsep pembelajaran dalam bentuk permainan. Metode
pengajaran tersebut termasuk proporsional karena menggunakan pendekatan
mereka sukai. Maka dari itu dengan adanya keterbukaan dan transparansi
memungkinkan terjalinnya keterusterangan dan kejujuran satu dengan
lainnya.
b. Penuh perhatian
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap
percakapan atau diskusi dengan mereka, dengan memberi perhatian maka
guru sudah bisa disebut menghargai keberadaan, kemampuan maupun
kesulitan siswanya.
Menurut Stephen Covey (1990, Membangun Komunikasi Efektif -
http://www.gudangmateri.com/2010/09/komunikasi-efektif-stephen-covey.html) sikap menghargai dapat membangun kerjasama yang
menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektivitas kinerja guru dan
siswa baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai tim.
Sikap menghargai itu bisa diwujudkan melalui perbuatan seperti
berikut:
1) Mengenali pribadi setiap siswa dengan mencari tahu apa yang mereka
sukai/tidak sukai, gagasan dan apa yang mereka butuhkan
2) Jujur pada siswa, khususnya jika siswa menanyakan hal-hal seperti apa
gunanya memahami pelajaran yang diberikan oleh guru
3) Memeriksa pekerjaan siswa dengan tepat waktu. Jika guru ingin siswa
mengumpulkan tugas tepat waktu, maka guru harus memberikan contoh
4) Guru jangan terlalu membatasi dirinya. Kebanyakan siswa akan menyukai
guru yang paham dan menggunakan bahasa seperti yang digunakan siswa
5) Guru juga harus mengembangkan kesadaran untuk mentolerir kebutuhan
siswa yang mendesak misalnya ijin buang air kecil atau member waktu
bagi siswi yang sedang datang bulan
6) Membuat suasana kelas yang nyaman, dengan cara :
a) Kadang-kadang perlu selingan humor
b) Memberikan pilihan pada siswa tentang apa yang ingin siswa lakukan
dan bagaimana mereka melakukannya sebagai contoh: setelah
menjelaskan materi, siswa diberi kesempatan untuk memilih test
tertulis, diskusi atau membuat makalah
c) Menggunakan cara-cara baru untuk menyajikan pelajaran dan tidak
hanya mengacu pada buku teks saja
d) Tidak mendominasi pembicaraan melainkan member kesempatan pada
siswa untuk berdiskusi, memberikan komentar, bahkan menyela dan
menyanggah
e) Bersikap lunak dengan tidak memberi tugas apabila guru mata
pelajaran lain sudah banyak member tugas rumah
c. Saling ketergantungan
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang
mendorong siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan inilah adalah
Keberhasilan suatu proses pembelajaran bergantung pada usaha
setiap anggotanya. Untuk menciptakan hasil yang efektif, guru perlu
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap siswa dapat menyelesaikan
tugasnya sendiri agar dapat mencapai tujuan mereka.
Contoh beberapa keterampilan dalam pembelajaran kooperatif :
1) Berbagi tugas
2) Mengambil bagian
3) Tetap berada dalam tugas
4) Mengajukan pertanyaan
5) Mendengar yang aktif
6) Bekerja sama
7) Membantu teman
d. Keterpisahan
Memungkinkan guru dan siswa saling menumbuhkan dan
mengembangkan keunikan, kreativitas, dan individualitas masing-masing
e. Keunikan
Pada prinsipnya, tidak ada dua siswa yang memiliki kecerdasan yang
sama. Seorang siswa mengaku belajar lebih baik dengan satu cara tertentu,
sebagian yang lain mengaku biasa belajar dengan cara yang lain pula.
Perbedaan-perbedaan gaya belajar itulah yang disebut dengan keunikan
Ada 9 kecerdasan anak yang mempengaruhi gaya belajarnya :
1) Visual/Spatial : memahami sesuatu dengan melihat dan berkreasi dengan
gambar
2) Verbal/Linguistik : belajar lewat kata-kata yang terucap atau tertulis
3) Mathematical/Logical : belajar lewat argumentasi dan penyelesaian
masalah
4) Bodily/Kinesthetics : belajar melalui interaksi dengan lingkungan tertentu
5) Musical/Rhytmic : belajar lewat identifikasi panca indera
6) Intrapersonal : belajar melalui perasaan, nilai-nilai dan sikap
7) Interpersonal : belajar lewat interaksi, diskusi atau kerjasama
8) Naturalist : belajar dengan cara klasifikasi, kategori dan urutan
9) Eksistensial : belajar dengan mencari koneksi-koneksi
f. Kreativitas Guru
Kreativitas akan menghasilkan berbagai inovasi dan perkembangan
baru. Individu dan organisasi yang kreatif akan selalu dibutuhkan oleh
lingkungannya, karena mereka mampu memenuhi kebutuhan lingkungannya
yang terus berubah. Individu dan organisasi yang kreatif akan mampu
Menurut Sudarno (2010) (Kreatif yuk:www.aksiguru.org/ 2009/12/22
/kreatif-yuk) ada 5 cara menjadi guru yang kreatif dalam proses pengelolaan
kelas:
1) Pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning). Guru
menurut strategi ini berperan sebagai fasilitator yang menolong para
siswa untuk melakukan refleksi diri, diskusi kelompok, bermain peran,
melakukan presentasi secara dramatikal, dan berbagai aktifitas kelompok
lainnya. Guru juga berperan sebagai teman belajar, inspirator, navigator,
dan orang yang berbagi pengalaman. Para siswa diberi kebebasan untuk
memilih perspektif yang akan mereka gunakan untuk mempelajari suatu
topik. Berbagai metode tersebut akan membuat para siswa berubah dari
pendengar pasif menjadi observer, mampu menunjukkan kemampuannya.
2) Penggunaan alat bantu dalam pengajaran (multi-teaching aids
assisstance). Guru-guru yang kreatif dan banyak akal menggunakan
berbagai peralatan dalam mengajar, seperti penghancur kertas, kotak
mainan, palu, naskah tulisan para siswa, power-point, komputer, dan
peralatan multimedia serta menggunakan barang bekas untuk
menggairahkan para siswa dalam berfikir, memperluas sudut pandangnya,
3) Strategi manajemen kelas (class management strategies). Strategi ini
mencakup pembuatan iklim interaksi antara guru dan siswa yang
bersahabat dan memperlakukan siswa dengan menghormati berbagai
kebutuhan dan individualitasnya. Berbicara dengan nada dan bahasa
tubuh yang lembut (gentle), tidak menginterupsi atau menghakimi secara
tergesa-gesa pada saat para siswa mengekspresikan ide-idenya kepada
para guru. Humor yang digunakan guru di dalam kelas dapat menjadi
jembatan penghubung antara guru dan siswa, serta menyediakan
lingkungan belajar yang santai.
4) Menghubungkan isi pengajaran dengan konteks kehidupan nyata.
Esquivel (dalam Horng dkk., 2005 diunduh dari website :
http://aksiguru.org/2009/12/22/kreatif-yuk) mengemukakan bahwa para
siswa menyukai pelajaran yang berhubungan dengan berbagai peristiwa
kehidupan nyata. Guru yang mampu memberikan pelajaran sesuai dengan
konteks nyata kehidupan berarti telah membagikan pengalamannya
kepada para siswa. Hal ini akan menjadi pemicu bagi para siswa untuk
memberikan respon, berdiskusi, dan berfikir dalam tingkat tinggi.
5) Menggunakan pertanyaan terbuka dan mendorong para siswa untuk
berfikir kreatif (open questions and encouragement of creative thinking).
Pertanyaan-pertanyaan terbuka akan menggerakkan para siswa untuk
berfikir kreatif. Esquivel (dalam Horng dkk., 2005, diunduh dari website ;
pertanyaan terbuka merupakan karakteristik dari guru yang kreatif. Guru
yang kreatif juga selalu mendorong siswanya untuk membuat dan
berimajinasi dalam diskusi kelompok.
g. Individualitas secara pribadi
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu
dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo
(kecepatan)-nya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi
kecepatan belajar (Davies, 1987:32, di unduh dari website :
http://ceriwisfina.blogspot.com/2009/05/prinsip-prinsip-belajar-dan-asas-asas.html). Implikasi prinsip ini adalah menentukan tempat duduk di kelas,
menyusun jadwal belajar, dan sebagainya. Selain itu guru sebagai
penyelenggara kegiatan pembelajaran dituntut untuk memberikan perhatian
kepada semua keunikan yang melekat pada tiap siswa, antara lain :
1) Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat
melayani kebutuhan siswa sesuai karakteristiknya
2) Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan pesan
pembelajaran
3) Mengenali karakteristik setiap siswa sehingga dapat menentukan
perlakuan pembelajaran yang tepat bagi siswa yang bersangkutan
4) Memberikan remediasi ataupun pertanyaan kepada siswa yang
2. Pemenuhan kebutuhan bersama, sehingga tidak ada satu pihak yang dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan pihak lain.
Pemikiran Maslow tentang Teori Hierarki Kebutuhan Individu sudah
dikenal luas, namun aplikasinya untuk kepentingan pendidikan siswa di sekolah
tampaknya belum mendapat perhatian penuh. Secara ideal, dalam rangka
pencapaian perkembangan diri siswa, sekolah seyogyanya dapat menyediakan
dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya.
Berikut ini ringkasan tentang beberapa kemungkinan yang bisa
dilakukan di sekolah dalam mengaplikasikan teori kebutuhan Maslow (http://
akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/24/aplikasi-teori-kebutuh-an-maslow-di-sekolah/):
a. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis:
1) Program makan siang yang murah atau bahkan gratis
2) Menyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang memadai dan
temperatur yang tepat
3) Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang
4) Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang
representatif
b. Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman:
1) Sikap guru: menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan terhadap
siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi
3) Mengendalikan perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan
sistem pendisiplinan siswa secara adil
4) Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinforcement) melalui
pujian/ ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian
hukuman atas perilaku negatif siswa
c. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:
1) Hubungan Guru dengan Siswa:
a) Guru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian : empatik, peduli dan
intereres terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi
pendengar yang baik.
b) Guru dapat menerapkan pembelajaran individua dan dapat memahami
siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan
latar belakangnya).
c) Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang
positif dari pada yang negatif.
d) Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, pendapat
dan keputusan setiap siswanya.
e) Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan memberikan
kepercayaan terhadap siswanya.
2) Hubungan Siswa dengan Siswa:
a) Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya
b) Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai
forum, seperti olah raga atau kesenian.
c) Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk
kepentingan pembelajaran.
d) Sekolah mengembangkan tutor sebaya.
e) Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler yang
beragam.
d. Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri:
1) Mengembangkan Harga Diri Siswa
a) Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar pengetahuan
yang dimiliki siswanya (scaffolding)
b) Mengembangkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
siswa
c) Memfokuskan pada kekuatan dan aset yang dimiliki setiap siswa
d) Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi
e) Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami
kesulitan
f) Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipai dan bertanggung
jawab
g) Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mengkin dilakukan secara
2) Penghargaan dari pihak lain
a) Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana
setiap siswa dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling
mencemoohkan
b) Mengembangkan program “star of the week”
c) Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan
prestasi yang diperoleh siswa
d) Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap sisiwa
untuk memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik
e) Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan keputusan
yang terkait dengan kepentingan para siswa itu sendiri
3) Pengetahuan dan Pemahaman
a) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi
bidang-bidang yang ingin diketahuinya
b) Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan intelektual
melalui pendekatan discovery-inquiry
c) Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang
beragam
d) Menyediakan kesempatan kepada para siswa untuk berfikir filosofis
dan berdiskusi
4) Estetik
b) Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, termasuk
di dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap
menarik
c) Ruangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan
d) Memelihara sarana dan pra sarana yang ada di sekeliling sekolah
e) Ruangan yang bersih dan nyaman
f) Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah
e. Pemenuhan Kebutuhan Aktualisasi Diri
1) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan yang
terbaiknya
2) Memberikan kebebasan kepada siswa untuk menggali dan menjelajahi
kemampuan dan potensi yang dimilikinya
3) Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan kehidupan
nyata
4) Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas meta
kognitif siswa
5) Melibatkan siswa dalam proyek atau kegiatan “self expressive” dan kreatif
3. Aspek-Aspek Penghalang Terjadinya Hubungan Antarpribadi Guru dan Siswa yang Baik
Sebagian besar guru terlalu sensitif dalam menerima isyarat dan
petunjuk yang dikirimkan siswa melalu pesan-pesannya sewaktu mereka
mereka tidak tahu cara merespon dengan efektif. Apa yang dikatakan oleh guru
kepada siswalah yang sering menyebabkan mereka menjadi penolong yang
tidak efektif. Hal tersebut dikarenakan guru sering menggunakan bahasa
penolakan pada saat siswa menunjukkan keinginan untuk memperoleh solusi
atas permasalahan yang dihadapinya kepada sang guru.
Berikut adalah macam-macam respon guru yang khas dalam
mengkomunikasikan penolakan (Thomas Gordon, 1974 diunduh dari website
http://www.masbied.com/2009/11/01/pentingnya-landasan-filsafat-ilmu-pendidikan-bagi-pendidikan-suatu-tinjauan-filsafat-sains/):
a. Memerintah, mengkomando, mengatur. Misalnya: “Mengeluh terus,
selesaikan pekerjaanmu”
b. Memperingatkan, mengancam. Misalnya : “Sebaiknya kau cepat ambil
keputusan itu kalau kau ingin dapat nilai bagus dalam pelajaran ini”
c. Menanamkan moral, mengkhotbahi, memberi keharusan. Misalnya: “Kau
tahu tugasmu di sekolah adalah belajar. Kau harus fokus jangan
memikirkan keinginan yang lain.”
d. Menasehati, menawarkan dan saran. Misalnya : “Yang sebaiknya kau
kerjakan adalah mengatur jadwal belajarmu. Setelah itu selesaikanlah
pekerjaanmu”
e. Menggurui, menceramahi, memberikan argumen logis. Misalnya : “Lihatlah
f. Menghakimi, mengkritik, tidak menyetujui, menyalahkan. Misalnya : “Kau
ini sangat malas, bilang saja kalau memang kamu berpura-pura bodoh dan
bertanya untuk berusaha menghabiskan jam pelajaran”
g. Membentak, menstereotipkan, tidak menyetujui, menyalahkan. Misalnya :
“Tingkahmu seperti anak SD, tidak seperti orang yang sudah akan naik
kelas XII saja”
h. Mengintepretasikan, menganalisis, mendiagnosis. Misalnya : “Kau hanya
menghindar dari tugas ini”
i. Memuji, menyetujui, memberi evaluasi positif. Misalnya : “Kau itu masih
muda dan berbakat, tidak usah ragu untuk mempelajari sendiri. Jangan
menyerah dulu”
j. Memberi kepastian, memberi simpati, menentramkan, memberi dukungan.
Misalnya : “Yang kau rasakan itu belum seberapa berat dibandingkan
pengalaman saya dulu waktu seusia kamu. Coba jalani saja, pasti kamu
akan menyadari bahwa ternyata tidak seberat yang kau bayangkan”
k. Menanyai, mendesak, menginterogasi, mengecek jawaban. Misalnya : “Apa
kau pikir pelajaran ini terlalu berat?” “Berapa jam sudah kau habiskan
untuk mengerjakan satu soal itu?”
l. Menarik diri, mengganggu, sinis, mengalihkan perhatian. Misalnya : “Lebih
baik kita membicarakan hal yang lebih penting saja” “Pertanyaanmu itu
Bila guru membicarakan sesuatu kepada siswa, guru itu mengatakan
sesuatu tentang si siswa. Setiap pesan berfungsi sebagai sebongkah batu
tambahan untuk hubungan yang sedang dibangun oleh guru terhadap siswanya.
Pesan-pesan tersebut akan menjadi konsep diri anak itu kelak. Inilah sebabnya
mengapa berbicara itu dapat membangun atau merusak harga diri anak dan
relasi guru dan siswa. Oleh karena itu sangatlah penting apabila guru memiliki
pemahaman akan ketrampilan menggunakan tanggapan yang lebih membangun
sebagai sarana pelancar komunikasi, yaitu (Gordon, 1974: 85-86):
a. Mendengarkan pasif
b. Tanggapan penerimaan-pengakuan
c. Ajakan untuk melanjutkan
d. Mendengarkan aktif.
C. Guru
Guru, adalah pendidik profesional karena secara implisit telah merelakan
dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang
terpikul di pundak para orang tua. Profesionalisasi guru mencakup kualifikasi
formal dengan diberikannya lisensi mengajar dan perlu dijiwai dengan kualifikasi
nyata yang hanya mungkin diwujudkan dalam praktik (Surachmat dalam
Pada dasarnya dalam proses, guru mempunyai tugas mendidik dan
mengajar peserta didik agar dapat menjadi manusia yang dapat melaksanakan
kehidupan selaras dengan hakikat kodratnya sebagai manusia dalam pertemuan
dan pergaulan dengan sesama manusia dan dalam hubungannya dengan Tuhan.
Kedua tugas itu merupakan kesatuan yang terpadu sehingga pengembangan
manusia Indonesia seutuhnya dapat terlaksana dengan baik (Kartikawati dan
Lusikooy, 1993 dalam Saudagar dan Idrus, 2009).
Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada para siswa
namun juga berkewajiban mendidik. Dalam relasi interpersonal antara guru dan
siswa tercipta situasi pendidikan yang memungkinkan subjek didik dapat belajar
menerapkan nilai-nilai yang menjadi contoh dan memberi contoh. Guru mampu
menjadi orang yang mengerti diri siswa dengan segala problematikanya, guru
juga harus mempunyai wibawa sehingga siswa segan terhadapnya. Kepribadian
guru yang baik mampu membimbing, mengembangkan kreativitas dan
membangkitkan motivasi belajar.
Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar berkaitan erat dengan
kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan
masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di
masyarakat memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan
orang lain yang bukan guru. Kompetensi sosial adalah kemampuan individu
1. Berkomunikasi lisan, tulisan, dan isyarat.
2. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
3. Bergaul secara efektif dengan perserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik.
4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dan mengindahkan norma
serta sistem yang berlaku.
5. Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
(Samani, 2008; 6 dalam Saudagar dan Idrus, 2009; 65)
D. Siswa SMA sebagai Remaja
1. Pengertian Siswa SMA sebagai Remaja
Siswa yang berada di Sekolah Menengah Atas berusia rata-rata 15-19
tahun. Pada saat individu berusia 15-19 tahun, menurut beberapa ahli individu
tersebut memasuki masa remaja. Masa remaja adalah suatu masa ketika: 1)
individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual; 2) individu
mengalami perkembangan psikologi dan pola indentifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa; dan 3) terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi
yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri Remaja dalam arti
adolescence (Inggris) berasal dari kata Latin adolescere yang artinya tumbuh
ke arah kematangan (Muss, 1968; dalam Sarlito, 1988 dalam Agoes Dariyo,
terutama kematangan sosial-psikologi. Arti adolescence mencakup
kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1980 dalam Agoes
Dariyo, 2004). Masa remaja ditandai oleh perubahan-perubahan psikologis
dan fisik yang pesat. Remaja telah meninggalkan masa anak-anak, tetapi ia
belum menjadi orang dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan atau
transisi. Remaja mengalami berbagai masalah sebagai akibat
perubahan-perubahan dalam interaksinya dengan lingkungan.
Remaja ada di antara anak dan orang dewasa oleh karena itu, remaja
masih seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan
badai”. Remaja masih belum mampu menguasi dan memfungsikan secara
maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks dkk., 1989; dalam Ali &
Asrori, 2005 dalam Agoes Dariyo, 2004). Namun, yang perlu ditekankan
adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada
pada masa potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik
Jadi dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah suatu tahap
perkembangan dimana individu mengalami perkembangan psikologis dan
pola identifikasi dari masa kanak-kanak menjadi orang dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional.
2. Karakteristik Remaja SMA
Karakteristik umum perkembangan remaja adalah bahwa remaja
menunjukkan sifat-sifat karakteristik, seperti kegelisahan, kebingungan karena
menjadi suatu pertentangan, keingin untuk mengkhayal, dan aktivitas
berkelompok
Siswa SMA kelas dua adalah siswa berusia antara 15 tahun sampai
dengan 19 tahun, yang masih tergolong remaja tengah atau akhir dimana
karakteristik khas masa remaja awal, yaitu: ketaksetabilan keadaan perasaan
dan emosi, hal sikap dan moral menonjol menjelang akhir remaja awal, hal
kecerdasan atau kemampuan mental mulai sempurna, hal status remaja sangat
membingungkan, remaja awal banyak masalah yang dihadapinya, dan masa
remaja adalah masa yang kritis. Dikatakan kritis sebab dalam masa ini remaja
akan dihadapkan dengan soal apakah ia dapat menghadapi dan memecahkan
masalahnya atau tidak.
3. Tahap-tahap Perkembangan Sosialisasi
Sepanjang hidup, setiap orang mengalami sosialisasi dalam
lingkungannya. Thornburg (Agoes Dariyo: 2004, 95) mengemukakan
tahap-tahap perkembangan sosialisasi dan masing-masing tahap-tahap memiliki
karakteristik berbeda-beda. Menurutnya ada 5 tahap perkembangan
sosialisasi, yaitu:
a. Kesempatan belajar sosial.
b. Konfirmasi belajar sosial.
d. Integrasi sosial.
e. Menemukan identitas sosial.
Seorang individu mampu bersosialisasi secara sehat yakni ditandai
dengan kemampuan untuk memiliki hubungan secara emosional dengan orang
lain. Dengan kedekatan emosional, seorang anak akan dapat menyerap
nilai-nilai, norma, etika, dari budaya sosialnya, terutama dari orang tuanya. Sebab
dengan berkomunikasi, sebenarnya seorang anak akan mengimitasi sikap dan
tindakan tokoh model guna melakukan proses identifikasi dengan orang
tuanya. Identifikasi ialah proses pengambilan nilai-nilai, norma, etika maupun
karakteristik dari lingkungan sosial budaya keluarga untuk dijadikan sebagai
bagian dalam hidup seseorang (Agoes Dariyo :2004).
Pada masa remaja, individu mengalami krisis akan pencarian jati
dirinya, yakni suatu masalah yang berkaitan dengan tugas perkembangan yang
harus dilalui oleh setiap individu, termasuk remaja. Keberhasilan menghadapi
krisis akan meningkatkan dan mengembangkan kepercayaan dirinya, berarti
mampu mewujudkan jati dirinya atau identintas diri sehingga ia merasa siap
untuk menghadapi tugas perkembangan berikutnya dengan baik (Agoes Daryo
:2004, 79).
Ciri-ciri individu yang memiliki identitas diri yakni individu tersebut
a. Konsep diri.
Konsep diri yakni gambaran diri tentang aspek fisiologis maupun
psikologis yang berpengaruh pada perilaku individu dalam penyesuaian
diri dengan orang lain.
b. Evaluasi diri
Penerimaan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri individu yang
baik, berarti ia memiliki kemampuan untuk menilai, menaksir,
mengevaluasi potensi diri sendirinya.
c. Harga diri
Seorang yang mampu mengevaluasi diri akan memungkinkan diri individu
dapat menempatkan diri pada posisi yang tepat, artinya sejauh mana dia
dapat menghargai diri sebagai seorang pribadi yang memiliki
kemandirian, kemauan, kehendak, dan kebiasaan dalam, menentukan
perilaku dalam hidupnya.
d. Efikasi diri
Efikasi diri yakni kemampuan untuk menyadari, menerima dan
mempertanggungjawabkan semua potensi, ketrampilan atau keahlian
secara tepat.
e. Kepercayaan diri
Kepercayaan diri tumbuh dari kehidupan kelompok sosial atau keluarga
f. Tanggung jawab
Rasa tanggung jawab yakni tanggung jawab terhadap apa yang menjadi
hak dan kewajibannya. Seseorang yang bertanggung jawab biasanya akan
melaksanakan kewajiban dan tugas-tugasnya sampai selesai.
g. Komitmen
Komitmen yakni tekad atau dorongan internal yang kuat untuk
melaksanakan suatu janji, ketetapan hati yang telah disepakati
sebelumnya, sampai benar-benar selesai dengan baik.
h. Ketekunan
Untuk melakukan tanggung jawab dan komitmen sampai tuntas,
dibutuhkan suatu sifat setia dan tekun untuk tetap bertahan pada
kewajibannya.
i. Kemandirian.
Kemandirian merupakan salah satu sifat dalam diri orang yang memiliki
identitas diri. Kemandirian ialah sifat yang tidak bergantung pada diri
orang lain. Ia akan berusaha menyelesaikan masalah dalam hidupnya
sendiri.
E. Persepsi Siswa tentang Kemampuan Guru dalam Membina Hubungan Antar Pribadi Dengan Siswa.
Setiap siswa memiliki persepsi yang berbeda terhadap kemampuan guru
yang beragam dapat muncul karena masing-masing siswa memiliki pengalaman
atau penilaian yang berbeda saat berinteraksi dengan gurunya di sekolah. Selain
itu persepsi siswa terhadap relasi guru dan siswa, dapat disebabkan oleh seberapa
jauh pengalaman siswa tentang perlakuan, respon, dan proses komunikasi guru
di sekolah.
Saat pertama seorang anak (siswa) memasuki sekolah, mereka akan
berusaha menjalin relasi dengan orang disekitarnya terutama gurunya. Apabila
sang guru mulai memahami siswanya, akan terjadi hubungan antar pribadi yang
baik karena saat siswa memiliki masalah di sekolah, mereka bisa
membicarakannya dengan bebas dengan gurunya dan dapat mencari solusinya
bersama. Apabila hubungan dan komunikasi antar guru dan siswa baik, siswa
akan memiliki rasa hormat yang lebih terhadap sang guru dan siswa akan lebih
memperhatikan saat guru mengajar tetapi apabila hubungan tersebut buruk, pergi
ke sekolah dan mengikuti pelajaran akan menjadi mimipi buruk bagi siswa
maupun guru. Jadi, siswa harus menghormati guru dan guru harus bisa
berkomunikasi yang baik terhadap siswa untuk menjalin relasi yang baik. Guru
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan jenis penelitian, subyek penelitian, alat pengumpul
data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode survei.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilaksanakan untuk memperoleh
informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan dan yang
dideskripsikan adalah persepsi siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten tentang
kemampuan guru dalam membina hubungan antar pribadi dengan siswanya.
B. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah para siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten
tahun ajaran 2010/2011. Data populasi disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1
Rincian Jumlah Siswa Kelas XI SMA Padmawijaya Klaten Tahun 2010
Jurusan Jumlah Kelas Jumlah Siswa
IPA 1 38
IPS 2 72
Total 3 110
Sampel ujicoba ini diambil dengan tidak random dengan pertimbangan
mewakili jumlah seluruh kelas. Subyek ujicoba terpakai dianalisa juga untuk
kelas populasi siswa sebanyak 10 siswa sehingga total dari jumlah populasi
adalah 30 siswa dimana pemilihannya dilakukan berdasarkan 5 siswa dengan
tingkat prestasi tertinggi dan 5 siswa dengan tingkat prestasi terendah di tiap
masing-masing kelas. Data tentang persepsi siswa kelas XI SMA Padmawijaya
Klaten diperoleh melalui kuesioner dalam bentuk modifikasi skala APKG III –
Hubungan Antar Pribadi, yang terdiri dari item favorable dengan empat pilihan
jawaban, yaitu amat sering, sering, kadang-kadang, dan jarang.
Di bawah ini peneliti menyajikan beberapa hal yang berkaitan dengan
instrumen penelitian:
1. Penentuan Skor
Penentuan skor dilakukan sebagai berikut:
Skor untuk jawaban amat sering (AS) = 4, sering (S) = 3, kadang-kadang (K)
= 2, dan jarang (J) = 1
2. Aspek-Aspek APKG (Alat Penilaian Kemampuan Guru) III – Hubungan
Antar Pribadi
Kuesioner disusun berdasarkan modifikasi skala APKG (Alat Penilaian
Kemampuan Guru) III – Hubungan Antar Pribadi) dengan teori dari Thomas
Gordon mengenai pelancar komunikasi yang efektif. Kisi-kisi kuesioner
Tabel 2
Kisi-kisi berdasarkan modifikasi skala APKG III
Para siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten Tahun Ajaran 2010/2011
No. Aspek-aspek Indikator No. Item Total 1. Mendengar pasif/aktif 1,2,3,4,5 5 2. Tanggapan pengakuan
penerimaan
6,7,8,9,10 5
3. Ajakan untuk melanjutkan 11,12,13,14,15 5 4. Mendengar aktif 16,17,18,19,20 5
6. Menampilkan kegairahan dan kesungguhan dalam
3) Menerima siswa
Kuesioner penelitian dapat dilihat di halaman lampiran 3.
C. Prosedur Pengumpulan Data
Adapun tahap dalam pengumpulan data sebagai berikut :
1. Uji Coba Kuesioner Modifikasi Skala APKG III
Uji coba kuesioner penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat
validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut sebelum digunakan dalam
penelitian. Selain itu uji coba juga dilakukan untuk mengetahui pemahaman
siswa terhadap item-item yang telah disusun oleh penulis. Uji coba instrumen
dilakukan di kelas XI Padmawijaya Klaten. Peneliti menggunakan semua
kelas yaitu kelas XI IPA1, XI IPS 1 dan XI IPS2 dengan mengambil sampel
sebanyak 10 orang siswa di tiap masing-masing kelas. Jumlah uji coba skala
30 (Furchan, 2005), selain itu juga telah disetujui pihak sekolah. Uji coba
diadakan pada tanggal 24, 25, 26 November 2010. Jumlah item pernyataan
adalah 40 item. Peneliti menyebarkan kuesioner sebanyak 30 eksemplar dan
semuanya kembali (100%) dengan jawaban yang lengkap.
Setelah kuesioner diujicobakan, data yang telah terkumpul kemudian
dianalisis reliabilitas dan validitasnya.
a. Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur mampu
mengukur apa yang seharusnya diukur (Furchan, 2004 dalam Azwar,
1997). Jadi alat ukur dikatakan valid apabila alat itu mampu mengukur apa
yang seharusnya diukur dengan memperhatikan kecermatan dan ketepatan.
Validitas terbagi atas tiga macam, yaitu: validitas isi, validitas konstruk
atau konsep dan validitas kriteria. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah validitas yang seharusnya
menjadi isi suatu tes. Validitas isi melihat kecukupan butir-butir setiap
itemnya secara konseptual. Dengan kata lain, pada tahap ini akan melihat
apakah alat yang dibuat oleh penulis sudah mewakili apa yang menjadi
topik penelitian. Validitas isi dilakukan melalui profesional judgement,
yaitu penilaian oleh para ahli. Dalam hal ini, profesional judgment oleh
pembimbing skripsi, Br. Y. Triyana, SJ dan oleh Drs. T.A. Prapancha
Penghitungan reliabilitas skala persepsi para siswa kelas XI SMA
Padmawijaya Klaten dengan menggunakan teknik analisis alpha (a)
Cronbach menghasilkan angka = 0,967. Angka tersebut menunjukkan
bahwa skala persepsi dalam penelitian ini dapat diandalkan untuk
pengambilan data penelitian. Pada hasil uji coba dengan jumlah 30
eksemplar kuesioner yang di bagikan diketahui hasilnya yaitu > 0,7
sehingga kuesioner termasuk reliable untuk penelitian. Hasil dari
penghitungan olah data uji coba bisa dilihat di halaman Lampiran 2.
Azwar (1997) menyatakan bahwa pengujian daya diskriminasi item
menghendaki dilakukan komputasi koefisiensi korelasi antara distribusi
skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini
menghasilkan koefisiensi korelasi item total digunakan korelasi product
moment dari Pearson (Azwar, 1999:59) yaitu:
r
ix =
i = skor item
X = skor skala
Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total,
biasanya digunakan batasan rix 0,30. Semua item yang mencapai
koefisien korelasi minimal 0,30 dipandang memiliki daya diskriminasi
yang tinggi dan jika kurang dari 0,30 berarti dipandang memiliki daya
diskriminasi yang rendah.
b. Reliabilitas
Menurut Azwar (1997) reliabilitas adalah konsistensi atau
keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan
pengukuran. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang
angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin
koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi
reliabilitasnya. Azwar (1999:96) menyatakan bahwa pada umumnya,
reliabilitas telah dianggap memuaskan bila koefisiennya mencapai minimal
rxx’= 0,900. Untuk menghitung koefisien reliabilitas dalam penelitian ini,
penulis mengunakan rumus alpha ( ) Cronbach (Azwar, 1997).
2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelas XI SMA Padmawijaya Klaten.
a. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah yang ditempuh penulis untuk menganalisis data
penelitian persepsi siswa kelas XI SMA Padmawijaya adalah sebagai
1) Menentukan skor dari masing-masing alternatif jawaban yang sudah
diberikan oleh subjek penelitian dan membuat tabulasi skor dari
masing-masing butir skala item. Langkah selanjutnya menghitung total skor
masing-masing subjek penelitian dan total skor tiap item pernyataan.
2) Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan analisis
statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel,
penghitungan rata-rata (mean), standar deviasi serta pengkategorisasian
berdasarkan perhitungan rata-rata (mean) empirik menurut norma yang
berpedoman pada Azwar (1997).
b. Kategorisasi hasil persepsi siswa subjek penelitian secara umum
Pengkategorisasian ini disusun berdasarkan model distribusi normal
dengan kategori jenjang. Tujuan kategori tersebut untuk menempatkan
subjek penelitian ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara
berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur.
Kontinum jenjang ini disusun dengan berpedoman pada Azwar (1997)
yang mengelompokkan tingkat persepsi dalam lima kategori sebagai
berikut:
X = -1,5 kategori sangat rendah
µ-1,5 < X = -0,5 kategori rendah
-0.5 < X = +0,5 kategori sedang
+0,5 < X = +1,5 kategori tinggi
Keterangan:
Xmaksimum teoretik : skor tertinggi yang mungkin diperoleh subjek
penelitian dalam skala.
Xminimun teoretik : skor terendah yang mungkin diperoleh subjek
penelitian dalam skala.
: standard deviasi, yaitu luas jarak rentangan yang
dibagi dalam 5 satuan deviasi sebaran.
µ : mean teoretik, yaitu rata-rata teoretik dari skor
maksimum dan minimum.
Selanjutnya kategori ini dijadikan sebagai norma/patokan dalam
pengelompokan skor subjek penelitian berdasarkan hasil penelitian
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini disajikan hasil dari penelitian dan pembahasan dengan mengikuti
sistematika rumusan masalah pada Bab I.
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui persepsi
siswa kelas XI SMA Padmawijaya Klaten tahun ajaran 2010/2011 tentang
kemampuan guru dalam membina komunikasi antarpribadi dengan siswanya dan
kualitas-kualitas sosok guru yang mana kemampuan mereka dalam komunikasi
antar pribadi teridentifikasi masih langka/jarang. Hasil penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima.
Sebelum penentuan patokan, terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah
berikut :
1. Membuat tabulasi skor dari item-item kuesioner dan menghitung jumlah skor
masing-masing responden.
2. Menghitung mean skor persepsi siswa seluruh respomden dengan menggunakan
rumus berikut :
Mean = Total Skor : Jumlah Responden
= 11284 : 110
3. Menghitung Standar Deviasi (SD) atau simpangan baku skor persepsi siswa
seluruh responden.
S = 24,516
4. Menentukan penggolongan kualifikasi persepsi siswa seluruh responden
berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP).
Tabel 3
Penyusunan Skala Konversi Skala Lima Skala
SD Skala angka Keterangan
Tabel 4
Frekuensi Kemampuan Guru dalam Membina Hubungan Antar Pribadi Kualifikasi Frekuensi Persent Valid Persen Kumulatif Persen Sangat Rendah
1. Siswa yang memiliki persepsi bahwa gurunya memiliki kemampuan membina
komunikasi antar pribadi dengan siswanya dengan kualifikasi sangat rendah ada
5 orang.
2. Siswa yang memiliki persepsi bahwa gurunya memiliki kemampuan membina
komunikasi antar pribadi dengan siswanya dengan kualifikasi rendah ada 28
orang.
3. Siswa yang memiliki persepsi bahwa gurunya memiliki kemampuan membina
komunikasi antar pribadi dengan siswanya dengan kualifikasi sedang ada 37
orang.
4. Siswa yang memiliki persepsi bahwa gurunya memiliki kemampuan membina
komunikasi antar pribadi dengan siswanya dengan kualifikasi tinggi ada 30