• Tidak ada hasil yang ditemukan

b. Nanang Ketua Balai Petani dan Perumahan Pembantu

MASYARAK AT BANJAR ABADXVIII – XIX

E. Situasi Kebudayaan

Kemudian mengenai situasi kebudayaan yang sempat disinggung terdahulu bahwa meskipun Islam begitu dominan mewarnai kehidupan masyarakat Banjar, tetapi kebudayaan yang ada tidak dihapuskan bahkan dikembangkan jika tidak bertentangan dengan ruh Islam. Sementara yang berlawanan dengan ruh Islam diupayakan perbaikan secara perlahan dengan menghilangkan segi-segi negatifnya. Atau kalau memang tidak bisa diperbaiki, dirubah atau ditinggalkan dengan sangat sopan.

Untuk mengetahui hal tersebut, lebih lanjut dapat dilihat pada sistem kepercayaan, upacara dan pengetahuan.

1. Sistem Kepercayaan

Dalam sistem kepercayaan masyarakat Banjar, sejumlah jenis benda dianggap memiliki kekuatan dan kesaktian yang dapat memberi manfaat atau keburukan bagi si pemakai.

Sebut saja umpama besi bertuah berguna untuk kekebalan, iisegani orang, peruntungan berdagang, sukses karier politik lan sebagainya. Adapun bentuk besi bertuah tersebut, bisa berupa cincin, keris, tombak dan lain-lain.118 Contoh yang lain dalah batu, seperti akik dan zamrud yang mempunyai pancaran tertentu

117Syarbaini Haira dan Abdul Wahid HK, Menapak Kebesaran Syekh Arsyad Al-Banjari,

Banjarmasin Post, (9 Desember 1988), hlm. 7.

63 mengandung tenaga gaib untuk mendapat rezeki, penolak bala, pemanis gaya bagi laki-laki dan perempuan.119

2. Sistem Upacara

Dalam sistem ini yang menonjol adalah menyanggarBanua yakni membersihkan kampung atau tempat tinggal dari gangguan makhluk halus (jin, setan, kuntilanak dan sejenisnya; dengan memberikan sesajen, sambil membunyi-kan gamelan, rebab dan rebana, serta menembangmembunyi-kan syair lagu masbangun,120 Badudus yakni upacara mandi-mandi calon pengantin dari kaum bangsawan, dengan mempergunakan air yang sudah dimantrai agar dapat jadi pelindung dan pengaruh jahat atau perbuatan orang iri.121 Upacara belajar al-Qur’an yakni agar anak lancar dan mulus dalam Tilawah al-Qur’an maka anak dianjurkan memakan ketan berkelapa campur gula merah.122

3. Sistem Pengetahuan

I’ada umumnya masyarakat Banjar dalam memandang tubuh manusia terdiri dari tubuh kasar disebut awak dan tubuh halus yang disebut ruh. Setiap anggota tubuh mempunyai kekuatan sendiri-sendiri. Dada berisikan kekuatan pengendali, tangan punya kekuatan usaha dan kaki punya kekuatan pelaksanaannya.123

Selain itu, masyarakat Banjar dalam memandang waktu lebih banyak berkaitan dengan keagamaan, usaha, keduniaan dan sebagainya. Seperti bulan Safar adalah bulan naas yang kalau bisa jangan melakukan perjalanan atau melamar gadis, kawin, membangun rumah dan sebagainya. Bulan Zulkaidah adalah bulan baik untuk mencari rezeki dan kesugihan (kekayaan).

F. Bahasa Banjar

119Ibid, hlm. 124

120Ibid, hlm. 130

121Bonden,Suluh Sejarah Kalimantan, hlm. 157.

122Akhmad Yunus, Arti Perlambang dan Fungsi Tata Rias Pengantin dalam Menanamkan Nilai-nilai Budaya Daerah Kalimantan Selatan, (Jakarta: Dep. P&K, 1984), hlm. 111.

64 Orang Banjar atau etnik Banjar adalah nama untuk penduduk yang mendiami daerah sepanjang pesisir Kalimantan Selatan, Tengah, Timur dan Barat memang masih menjadi permasalahan apakah orang Banjar itu merupakan etnik atau hanya grup saja. Orang Banjar itu setidak-tidaknya terdiri dari etnik Melayu sebagai etnik yang dominan, kemudian ditambah dengan unsur Bukit, Ngaju dan Maanyan. Perpaduan etnik lama-kelamaan menimbulkan perpaduan kultural. Unsur Melayu tampak sangat dominan dalam bahasa Banjar, bahasa yang dipakai oleh orang Banjar. Kata “Banjarmasin” sendiri berasal dari unsur bahasa Melayu yaitu banjar berarti kampung dalam bahasa Melayu dan kata masih adalah sebutan terhadap orang Melayu dalam bahasaNgaju. Jadi“Banjarmasin” adalah sebutan perkampungan orang Melayu dalam ucapan bahasa Ngaju. Kata Banjarmasih inilah yang kemudian menjadi Banjarmasin.

Sekurang-kurangnya ada dua hal yang perlu disimak dari kesejahteraan kerajaan Banjar. Pertama, bahwa sebelum abad ke 16 sebelum kerajaan Banjar berdiri, masyarakat Banjar telah terbentuk bersamaan dengan terbentuknya kerajaan Tanjungpura. Masyarakat Banjar telah melembaga sebagai sebuah kelompok sosial budaya. Kedua, bahwa dalam tata kehidupan masyarakat Banjar telah dikenal sistem kehidupan politik. Orang Banjar sebagai sebuah kelompok sosial budaya menggunakan bahasa Banjar sebagai bahasa kelompok. Bahasa Banjar mengambil sebagian besar kosa kata bahasa Melayu. Di samping itu dijumpai pula sejumlah kata yang sama atau mirip dengan bahasa Jawa dan bahasa-bahasa Dayak seperti bahasa-bahasa Ngaju, Maanyan dan Deyah dan hanya sedikit kosa kata yang tidak dapat dikembalikan ke bahasa lain dianggap unsur asli. Oleh karena secara kuantitatif kosa kata Melayu lebih menonjol pada bahasa Banjar, maka digolongkan dialek Melayu.124

Peranan dan fungsi bahasa Banjar sebagian lingua franca, bagi para penutur puluhan bahasa daerah di wilayah Kalimantan bagian selatan, tengah, timur dan barat sudah lama dikenal. Secara diagronis bahasa Banjar dan bahasa Dayak Ngaju sudah lama diketahui para linguis sebagai anggota kerabat rumpun Austronesia,

65 sub-sub kelompok Austronesia Barat yang di hipotesiskan berbeda. Sub-sub kelompok yang menurunkan bahwa Banjar dihipotesiskan sebagai Proto bahasa Malayik dan yang menurunkan bahwa bahasa Dayak Ngaju dihipotesiskan sebagai proto bahasa Barit.125 Proto bahasa Malayik selain menurunkan bahasa Dayak Ngaju, juga menurunkan bahasa Maanyan, Lawangan; Pasir dan Tunjung.

Penduduk Propinsi Kalimantan Selatan 90% penutur bahasa Banjar. Kebanyakan penutur bahasa Banjar merupakan ekabahasawan. Penutur bahasa Dayak Ngaju merupakan penutur bahasa tersebar dari beberapa bahasa yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah diperkirakan 50% dari jumlah penduduk. Bahasa Dayak Ngaju tersebar luas di propinsi itu terjadi karena bahasa Dayak Ngaju merupakan lingua franca bagi peragam bahasa Dayak yang ada di Kalimantan Tengah.

Bahasa Banjar tersebar luas di Kalimantan Tengah sebagai bahasa ketiga yang sangat dikenal mengikuti penyebaran orang Banjar yang hampir dapat dijumpai di semua pelosok Kalimantan Tengah sebagai pedagang ulet dan perantau yang tangguh (budaya madam). Bahasa Banjar menjadi bahasa kedua hampir pada semua ibu kota kabupaten termasuk ibukota propinsi Palangkaraya. Bahasa Banjar dipakai sebagai bahasa berkomunikasi di pasar-pasar dan juga dalam pertemuan resmi. Situasi ini menimbulkan kedwibahasaan bagi penutur bahasa Dayak. Sikap penutur bahasa Dayak berbeda dengan sikap penutur bahasa Banjar yang kebanyakan ekabahasawan (hanya menguasai bahasa Banjar saja).

Dalam penutur bahasa Bakumpai dan penutur bahasa Baamang (Sampit) terdapat penggunaan bahasa yang berdifat diglosia, yaitu masyarakat penutur bahasa itu menggunakan bahasa Banjar dan bahasa daerahnya dalam pilihan situasi tertentu. Bahasa Banjar digunakan dalam hubungan dagang di pasar dan bersifat resmi dan antar suku, sedangkan bahasa daerah, Bakumpai dan Baamang digunakan pada situasi yang bersifat kekeluargaan dan tradisional. Situasi diglosia itu terbentuk karena kemampuan penggunaan bahasa Banjar dan kedua bahasa itu dalam masyarakat penutur bahasa Bakumpai dan Baamang seimbang, bahkan

66 pengamatan Durdje Durasit penutur bahasa Dayak di Kalimantan Tengah dan menempatkan bahasa Banjar di kedua propinsi Kalimantan Tengah dan Selatan menjadi sangat penting. Begitu pula pemakaian bahasa Banjar di propinsi Kalimantan Timur karena bahasa Banjar tidak dikenal di luar Samarinda, Balikpapan, Tenggarong dan sebagian penduduk kabupaten Kutai.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa Banjar seperti bahasa daerah lainnya di Indonesia, berfungsi sebagai:

a.

Lambang Kebangsaan daerah

b.

Lambang identitas daerah