• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV (HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN)

A. Skala Penelitian

pada aitem yang bersangkutan dengan skor total tes. Semakin tinggi koefisien korelasinya (mendekati nilai satu), maka semakin tinggi daya beda aitemnya. Jika koefisien korelasi rendah (mendekati nol), maka fungsi daya beda aitem tidak bagus, yang berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi alat ukur. Tetapi jika koefisien korelasi bernilai negatif (-), maka berarti aitem tersebut benar-benar buruk dan sangat tidak cocok dengan fungsi alat ukurnya sehingga harus dibuang (Azwar, 1999). Penentuan koefisien daya beda aitem pada penelitian ini memakai koefisien korelasi Pearson Product Moment.

Pengujian kesahihan aitem-aitem yang dinyatakan lolos uji adalah aitem yang koefisien korelasi aitem-totalnya >0.30. Jadi, jika ada aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem-total <0.30 maka aitem tersebut dinyatakan tidak sahih dan harus dibuang (Azwar, 1999).

Hasil uji coba yang dilakukan peneliti atas skala penelitian menunjukkan hasil koefisien validitas untuk skala pendidikan seks dari orang tua dari 60 aitem gugur 9 buah sehingga memiliki rentang rix 0.307 – 0.842. Selanjutnya, dari 51 buah aitem yang lolos tersebut digunakan untuk pengambilan data penelitian. Skala perilaku seks pranikah memiliki aitem berjumlah 45 buah. Setelah dilakukan uji coba, ternyata gugur 3 buah aitem dalam satu bentuk perilaku seks yang memiliki 5 buah aitem sehingga hanya tersisa 2 buah aitem dalam satu bentuk perilaku seks yang

diteliti. Oleh karena jumlah aitem dalam satu bentuk perilaku seks yang diteliti tersebut terlalu sedikit, maka peneliti kemudian memperbaiki aitem-aitem dalam bentuk perilaku tersebut untuk diujicobakan lagi.

Uji coba yang kedua terhadap skala perilaku seks pranikah terhadap remaja akhir ternyata tidak ada aitem yang gugur, namun hanya ada satu aitem yaitu nomor 33 yang memiliki koefisien rix 0.294 sehingga memiliki rentang rix 0.294 – 0.832. Dengan demikian, maka skala yang menjadi bentuk akhir guna penelitian ini yaitu, skala pendidikan seks dari orang tua yang memiliki 51 buah aitem dengan rentang rix 0.307 – 0.842 dan skala perilaku seks pranikah pada remaja akhir memiliki rentang rix

0.294 – 0.832. 3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah keandalan, kemantapan, konsistensi, prediktabel, dan kejituan suatu alat ukur (Kerlinger, 2004). Suatu hasil pengukuran dapat dikatakan reliable jika dalam beberapa kali melakukan pengukuran terhadap subyek penelitian yang sama, hasil angka yang didapat relatif sama, di mana hasil dalam pengukura tersebut dapat dipercaya (Azwar, 1999).

Reliabilitas skala dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal melalui prosedur Alpha Cronbach. Pendekatan ini bertujuan untuk melihat konsistensi antar aitem atau antar bagian dalam sau melalui satu kali penyajian dalam sekelompok individu (Azwar, 1999).

Hasil penelitian untuk pendidikan seks dari orang tua dengan 51 buah aitem memiliki koefisien reliabilitas α Cronbach r = 0.915, sedangkan skala perilaku seks pranikah pada remaja akhir dengan 45 buah aitem memiliki reliabilitas α Cronbach r = 0.943.

Tabel 4

Blueprint Skala Penelitian Persepsi Remaja terhadap Pendidikan Seks dari Orang Tua Favorable Unfavorable No. Bentuk

Nomor Jumlah Nomor Jumlah

Jumlah 1. Larangan 10,16, 19, 46 4 5, 21, 32, 49 4 8 2. Penerangan 1,15, 33, 40, 42 5 17, 30, 35, 44, 51 5 10 3. Diskusi 2, 7, 27, 38, 39 5 4, 14, 37 3 8 4. Saran 3, 8, 11, 22, 28 5 6, 13, 23, 25 4 9 5. Contoh relasi ayah dan ibu

9, 12, 20, 45 4 24, 26, 47 3 7 6. Pembicaraan singkat 29, 34, 36, 43, 48 5 18, 31, 41, 50 4 9 Total 51

Tabel 5

Blueprint Skala Penelitian Perilaku Seks Pranikah Remaja Akhir

Aitem No. Bentuk Nomor Jumlah 1. Hasrat seksual 1,10,19,28,41 5 2. Hasrat afeksi 2,20,11,29,42 5 3. Pegangan tangan 3,12,21,30,43 5 4. Pelukan 4,13,22,31,44 5 5. Berciuman 5,14,23,32,45 5 6. Masturbasi 6,15,24,33,37 5 7. Necking 7,16,25,34,38 5 8. Petting 8,17,26,35,39 5 9. Coitus/sanggama 9,18,27,36,40 5 Total 45

H. Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh akan diskoring secara kuantitatif sesuai dengan cara penilaian terhadap skala, kemudian masing-masing subyek akan memperoleh skor total masing-masing skala. Karena penelitian bertujuan untuk mencari korelasi antara dua variabel, maka skor total skala pendidikan seks dari orang tua akan dikorelasikan dengan skor total dari skala perilaku seks pranikah pada remaja akhir, dengan menggunakan teknik korelasi

Pearson Product Moment (Azwar, 1999). Dalam analisis data peneliti menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 12.

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai dari tanggal 25 Agustus sampai dengan 10 September 2008. Penelitian dilaksanakan dengan teknik purposive sampling. Teknik ini dilakukan dengan cara mengambil sampel penelitian berdasarkan ciri-ciri atau sifat, karakteristik tertentu yang merupakan ciri pokok populasi yang diteliti (Arikunto, 1989).

Penelitian dilakukan oleh peneliti dengan cara menyebarkan skala penelitian di sebuah perpustakaan daerah di Kabupaten Sleman yang sering dikunjungi oleh banyak orang. Subjek penelitian yang berkunjung ke tempat tersebut diberikan skala penelitian oleh peneliti ketika mereka berada di sana. Peneliti menyebarkan 70 buah skala penelitian, namun jumlah skala penelitian yang kembali adalah 61 buah. Data yang didapatkan dari 61 orang subjek tersebut kemudian dianalisis sebagai data penelitian.

B. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Penelitian

Data mengenai skor yang didapatkan dari hasil analisis penelitian oleh peneliti terhadap 61 orang subjek secara deskriptif adalah sebagai berikut :

Tabel 6 Deskripsi Data Hasil Penelitian

Variabel Skor Hipotetik Skor Empirik

x Min. x Max Mean SD x Min. x Max Mean SD

Pendidikan

seks 51 204 127.5 25.5 106 190 149.74 15.903 Perilaku seks

0 830 415 138.33 0 395 141.36 91.344

Data Mean pendidikan seks untuk skor empirik menunjukkan angka sebesar 149.74, sedangkan untuk skor hipotetik menunjukkan angka 127.5. Hasil tersebut bila dibandingkan maka akan menunjukkan bahwa skor mean empirik sedikit lebih besar daripada skor mean hipotetik, yaitu 149.74 > 127.5, di mana selisih antara mean empirik dan mean hipotetik adalah 22.24 yang lebih besar dari nilai SD empirik yaitu 15.903. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan seks dari orang tua yang diterima oleh subjek termasuk tinggi, yang berarti mereka mendapatkan pendidikan seks dari orang tua dengan cukup baik.

Mean perilaku seks untuk skor empirik menunjukkan angka 141.36, sedangkan skor hipotetik menunjukkan angka 415. Hasil tersebut bila dibandingkan maka akan menunjukkan bahwa skor empirik lebih kecil daripada skor hipotetik, yaitu 141.36 < 415, di mana selisih antara mean empirik dan mean hipotetik adalah 273.64 yang jauh dari nilai SD empirik yaitu 91.344. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat perilaku seks yang dilakukan subjek termasuk rendah, yang berarti mereka masih cukup wajar dalam berperilaku seksual.

2. Uji Asumsi Data Penelitian

Sebagai prasyarat analisis dalam statistik parametrik, ada beberapa pengujian yang harus dilakukan terlebih dahulu. Di dalam analisis statistik parametrik, data-data yang ada harus memenuhi persyaratan distribusi tertentu. Beberapa asumsi dasar yang diperlukan sebelum dilakukan analisis statistik parametrik tersebut adalah uji normalitas dan uji linearitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah salah satu persyaratan yang harus dilakukan sebelum analisis statistik. Di dalam uji normalitas ini peneliti ingin mengetahui apakah data-data sample memenuhi persyaratan distribusi normal. Jenis uji normalitas yang digunakan oleh peneliti adalah Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov.

Hasil pengujian normalitas dengan subjek sebanyak 61 orang menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov Smirnov untuk pendidikan seks adalah 0.884 dengan probabilitas sebesar 0.416 (Asymp. Sig.(2-tailed)). Untuk perilaku seks dihasilkan nilai Kolmogorov Smirnov 1.015 dengan probabilitas 0.254 (Asymp. Sig. (2-tailed)).

Persyaratan data disebut normal jika probabilitas atau p > 0.05 pada uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov. Nilai p yang dihasilkan dalam uji normalitas pada data penelitian ini menunjukkan nilai 0.416 dan 0.254 (Asymp.Sig. (2-tailed)). Nilai p ini lebih besar dari 0.05, sehingga dapat diketahui bahwa data pendidikan seks dan perilaku seks

pada 61 orang sampel adalah normal dan memenuhi persyaratan uji normalitas.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas adalah salah satu pengujian data untuk memenuhi salah satu asumsi analisis regresi linear yang mensyaratkan adanya hubungan variabel bebas dan variabel tergantung yang saling membentuk kurva linear. Kurva linear tersebut dapat terbentuk apabila setiap kenaikan skor variabel bebas diikuti oleh kenaikan skor variabel tergantung (Triton, 2005).

Uji linearitas yang dilakukan terhadap variabel pendidikan seks dan variabel perilaku seks menunjukkan hasil nilai F 4.900 dengan p = 0.035. Hasil pada uji linearitas tersebut menunjukkan bahwa nilai p < 0.05 pada Linearity sehingga dapat dibuktikan bahwa pada taraf kepercayaan 95 %, data penelitian termasuk linear dan memenuhi persayaratan uji linearitas.

3. Pengujian Hipotesis Penelitian

Hipotesis hubungan dalam penelitian dapat diuji dengan menggunakan analisis korelasi, yaitu untuk mengetahui kekuatan dan signifikansi hubungan antara dua variabel (Triton, 2005). Dalam penelitian ini, hasil pengujian prasyarat analisis statistik parametrik menunjukkan bahwa data penelitian adalah normal dan linear sehingga pengujian

hipotesis dilakukan dengan Pearson Product Moment untuk data interval atau ratio.

Koefisien korelasi yang dihasilkan dalam pengujian ini adalah suatu besaran yang dapat menunjukkan kekuatan hubungan antara persepsi remaja terhadap pendidikan seks dari orang tua dengan perilaku seks pranikah. Nilai koefisien ini dapat diketahui berdasarkan nilai r hasil analisis korelasi. Besarnya nilai r ini dapat diinterpretasikan untuk memperkirakan kekuatan hubungan korelasi yang dihasilkan.

Pengujian korelasi yang dilakukan dalam penelitian terhadap variabel pendidikan seks dan variabel perilaku seks menunjukkan hasil sebagai berikut :

Tabel 7 Korelasi Antara Persepsi Remaja terhadap Pendidikan Seks dari Orang tua dengan Perilaku Seks Pranikah pada Remaja Akhir

PEND.SEKS PRLK.SEKS

PEND.SEKS Pearson Correlation 1 -.270(*)

Sig. (1-tailed) . .018

PRLK.SEKS Pearson Correlation -.270(*) 1

Sig. (1-tailed) .018 .

* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed). a Listwise N=61

Hasil pengujian korelasi dengan uji korelasi bivariat one tailed

metode Pearson Product Moment dengan bantuan program SPSS for Windows Seri 12di atas menunjukkan bahwa koefisien korelasi bernilai -0.270 atau r = --0.270 dengan signifikansi p = 0.018 pada taraf kepercayaan 95%. Data tersebut dapat diinterpretasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seks dari orang tua, maka semakin rendah tingkat perilaku seks pranikah yang dilakukan remaja akhir. Begitu pula sebaliknya, semakin

rendah tingkat pendidikan seks dari orang tua, maka semakin tinggi tingkat perilaku seks pranikah yang dilakukan remaja akhir. Adanya tanda negatif (-) di depan angka 0.270 pada hasil korelasi di atas menunjukkan bahwa korelasi memiliki pola negatif atau berkebalikan.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan terhadap variabel persepsi remaja terhadap pendidikan seks dari orang tua dan perilaku seks pranikah pada remaja akhir ( r = -0.270, p = 0.018). Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan semula, yaitu ada hubungan negatif antara persepsi remaja terhadap pendidikan seks dari orang tua dengan perilaku seks pranikah pada remaja akhir.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai hubungan antara persepsi remaja terhadap pendidikan seks dari orang tua dengan perilaku seks pranikah pada remaja akhir sesuai dengan hasil penelitian dari Zelnik & Kim (1982). Penelitian membuktikan bahwa ketika orang tua dapat menerima ketertarikan anak terhadap seksualitas dan mempunyai kehendak untuk mendiskusikan seksualitas tersebut dengan mereka, maka anak-anak tersebut cenderung menunda sexual intercourse yang pertama. Hal ini membuktikan betapa pentingnya pemberian pendidikan seks dari orang tua kepada anak-anaknya untuk mencegah terjadi perilaku seks pranikah di usia remaja.

Sesuai hasil penelitian tersebut, orang tua adalah sosok yang paling baik mengalihkan nilai-nilai terutama nilai-nilai dalam pendidikan seks sebagai

suatu proses pendidikan. Hal ini disebabkan karena seks adalah masalah yang peka dan pribadi sifatnya. Orang tua adalah sosok yang paling dekat dengan anak-anaknya sehingga anak-anak tersebut akan terbiasa dan dekat dengan mereka. Orang tua akan menjadi sosok model yang banyak diidolakan oleh anaknya sehingga pemberian pendidikan seks dari orang tua kepada anak-anaknya tersebut dapat memberikan manfaat-manfaat antara lain sebagai berikut (Kirby, Alter, dan Scales dalam Bruess&Greenberg, 2004) :

1. Memberikan informasi yang akurat tentang seksualitas. 2. Memfasilitasi pengertian tentang perilaku seksual individu.

3. Mengurangi ketakutan dan kecemasan tentang perasaan dan perkembangan seksual yang dimiliki anak.

4. Memberikan informasi, tanggung jawab dan keberhasilan dalam pengambilan keputusan dalam hal seksualitas.

5. Memberanikan anak bertanya, mengeksploitasikan dan mengakses perilaku seksual mereka.

6. Meningkatkan sikap toleran terhadap perilaku seksual orang lain.

7. Memfasilitasi komunikasi tentang seksualitas dengan orang tua maupun orang lain.

8. Meningkatkan kemampuan untuk mengatur dan menghadapi masalah-masalah seksual yang dihadapi oleh anak termasuk mendidik anak agar mampu mengambil keputusan dalam masalah seksual.

10.Mengintegrasikan seks ke dalam kehidupan secara seimbang sesuai dengan tujuannya.

11.Membantu anak agar dapat menciptakan hubungan interpersonal yang memuaskan termasuk di dalamnya hubungan dengan lawan jenis.

12.Mengurangi dan mengantisipasi masalah-masalah yang berhubungan dengan seks seperti penyakit menular seksual ataupun kehamilan yang tidak diiinginkan.

Terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, nilai R Squared (r x r) pendidikan seks adalah 0,073 yang menunjukkan bahwa 0.073 atau 7.3 % variasi perilaku seks pranikah dipengaruhi oleh pendidikan seks dari orang tua, sementara sisanya berkaitan variabel lain. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku seks pranikah yang dilakukan remaja akhir dapat berkaitan dengan persepsi remaja terhadap pendidikan seks dari orang tua, namun juga ada sebab ataupun hal-hal lain yang dapat berkaitan dengan munculnya perilaku seks pranikah pada remaja akhir ini.

Salah satunya adalah bagaimana anggota-anggota keluarga itu dapat terhubung satu sama lain. Ketika orang tua dapat bersikap hangat dan suportif dalam artian mereka dapat dekat dan responsif kepada anak-anaknya, remaja akan lebih suka untuk menunda atau menahan munculnya perilaku seksual mereka sampai mereka lebih tua usianya. Namun, jika orang tua justru menjadi terlalu mencampuri dan berlebihan kontrol terhadap anaknya, aktivitas seksual justru mungkin dimulai lebih awal (Miller, Benson & Galbraith dalam Bukatko, 2007).

Pada penelitian yang dilakukan di Jaipur, India oleh Indian Institute of Health Management Research (2005), gadis-gadis di sana (dibandingkan dengan anak laki-laki), yang sering mengalami kurangnya akses dengan cinta orang tua, kekurangan akses dengan sekolah, kesempatan untuk pengembangan diri dan kebebasan bergerak akan melakukan hubungan fisik dengan lawan jenis dengan alasan kurangnya perhatian atas diri mereka.

Selain itu, perilaku seks pranikah pada remaja juga dapat terjadi karena pengaruh kehidupan sosial ekonomi seperti kemiskinan, kriminalitas dan kurangnya stabilitas kehidupan dalam keluarga yang secara umum berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pemasukan yang rendah. Sehingga nantinya perilaku seks pranikah tersebut onsetnya cenderung terjadi lebih awal. Anak-anak yang hidup dengan orang tua tunggal dan Anak-anak yang tumbuh dalam kekerasan keluarga atau memiliki saudara remaja yang lebih tua dan sudah menjadi orang tua juga cenderung mengalami hal yang sama (East & Jacobson dalam Bukatko, 2007). Hal yang sama juga muncul dalam penelitian yang dilakukan oleh The Alan Guttmacher Institute (2008). Penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam negara-negara yang menjadi bahan penelitian mereka, para pemuda yang tumbuh dalam keadaan tidak menguntungkan di bidang ekonomi, keluarga, dan sosial terlihat lebih ikut serta dalam terjadinya perilaku seksual yang berisiko dan menjadi orang tua di usia yang lebih awal dibanding teman-teman sebaya yang memiliki keadaan sosial yang lebih baik. Ada proporsi yang lebih tinggi pada remaja-remaja yang berasal dari latar

belakang yang kurang menguntungkan dalam tingkat kehamilan dan kelahiran remaja.

Berkaitan dengan masalah pendidikan, remaja yang tidak berencana melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi seperti universitas, cenderung tidak menunda hubungan seks daripada mereka yang berencana melanjutkan pendidikannya (Miller & Simon dalam Santrock, 2003). Hal ini mengindikasikan bahwa perilaku seks pranikah yang dilakukan oleh remaja dapat juga disebabkan oleh masalah pendidikan akademik. Selain itu, perilaku seks remaja juga berhubungan dengan perilaku-perilaku minum-minum, penggunaan obat-obatan terlarang dan membolos sekolah (Jessor & Jessor, dalam Santrock, 2003).

Pengaruh teman sebaya dapat berdampak pada perilaku seks pranikah remaja dalam dua cara (Dornbusch, Furstenberg, Miller, Moore, Stack dalam Steinberg, 2002). Pertama, ketika lingkungan teman sebaya sudah aktif secara seksual, mereka membuat standard normatif bahwa perilaku seks itu dapat diterima. Kedua, pengaruh teman sebaya pada perilaku seks satu sama lain secara langsung dalam berkomunikasi. Sehingga dalam hubungan dengan teman sebaya tersebut perilaku seks pranikah kemungkinan besar dapat terjadi dan menyebar dalam komunitas remaja di mana remaja yang telah mengalami perilaku seks pranikah akan memprakarsai teman-teman mereka yang belum berpengalaman untuk meningkatkan pengalaman perilaku seks mereka. Menurut penelitian Indian Institute of Health Management Research (2005) di Jaipur, India, para remaja putri yang banyak memiliki teman-teman

perempuan yang memiliki hubungan fisik dengan teman pria, berada dalam suatu tekanan sosial teman sebaya secara normatif di mana ada gambaran dan perilaku akan teman-teman sebaya mereka yang muncul sebagai faktor-faktor yang paling mempengaruhi secara signifikan mulainya hubungan seks pranikah.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan pada variabel persepsi remaja terhadap pendidikan seks dari orang tua dan perilaku seks pranikah pada remaja akhir ( r = -0.270, p = 0.018), dengan sumbangan efektif dari variabel persepsi remaja terhadap pendidikan seks dari orang tua sebesar 7,3%. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis semula yang diajukan, yaitu terdapat hubungan negatif antara persepsi remaja terhadap pendidikan seks dari orang tua dengan perilaku seks pranikah pada remaja akhir sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima.

B. Saran

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, ternyata ditemukan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi remaja terhadap pendidikan seks dari orang tua dengan perilaku seks pranikah pada remaja akhir. Hasil ini menunjukkan bahwa persepsi remaja terhadap pendidikan seks dari orang tua termasuk penting dalam memberikan kontribusi terhadap perilaku seks pranikah remaja akhir, walaupun hanya sebesar 7.3%. Oleh karena itu, peneliti mencoba memberikan saran-saran :

1. Kepada para orang tua pada umumnya, diharapkan untuk memberikan perhatian terhadap pendidikan seks terhadap putra-putrinya untuk dapat membantu menanggulangi terjadinya perilaku seks pranikah pada mereka sebagi akibat tidak adanya informasi yang benar dan bertanggung jawab akan masalah seksualitas remaja.

2. Kepada para peneliti lain, oleh karena masih terdapatnya banyak variabel lain yang dapat berkaitan dengan terjadinya perilaku seks pranikah pada remaja akhir diharapkan dapat mencoba meneliti variabel lain yang memiliki hubungan yang lebih kuat terhadap perilaku seks pranikah pada remaja akhir, yaitu akses dengan cinta orang tua dan sekolah, masalah ekonuomi seperti kemiskinan, tingkat pendidikan, penggunaan obat terlarang, serta pengaruh teman sebaya.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, N.M. 2002. Sex Education : Bukan Soal Teknik. Jawa Pos. tanpa halaman. Agnew, S.G. 2007. Let’s Talk About Sex : Sexual Education and Adolescent

Sexual Behavior.

www.64.233.179.104/scholar?hl=ld&lr=&q=cache:I17r3Td_NBYJ:dspace.nit le.org/handle. Diunduh 16 Maret 2008.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Bina Aksara.

Azwar, S. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

---. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yoyyakarta : Pustaka Pelajar.

Astuti, Sumarwi. 2007. Pendidikan Seks Anak dalam Keluarga. Media Informasi Penelitian No. 189, Tahun ke 31, Januari-Maret.

Akbar, A. 1992. Merawat Cinta Kasih. Jakarta : PT. Pustaka Antara.

Baraas, Faisal. 1985. Beranda Kita : Perbincangan Seks dalam Keluarga. Jakarta : Percetakan PT. Temprint.

Baseline Survei Lentera Sahaja PKBI Yogyakarta. 2002. www.blogger.com/feeds/31118542/posts/default/11528759108470. Diunduh 5 April 2008.

Bruess, C.E. & Greenberg J.S. 2004. Sexuality Education, Theory and Pactice, Fourth Edition. www.book.google.com/books. Diunduh 5 April 2008.

Bukatko. 2008. Child and Adolescent Development, A Chronological Approach. Houghton Miffin Company.

Chilman, C.S. 1980. Adolsescence Sexuality in A Changing American Society. California : Woodsworth Publishing Company.

Crow, Lester P. & Crow, Alice. 1973. General Pscychology. New Jersey : Litlefield, Adam and Co.

Dariyo, Agoes. 2002. Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Dhe dhe. 2002. Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja. www.google.com. Diunduh 28 Maret 2008.

Eliyawati. 2007. Cerita Remaja Indonesia : Seksualitas Remaja. www.e-psikologi.com/remaja/comment.htm. Diunduh 9 Maret 2008.

Fisher, T.D. 1987. Family Communication and The Sexual Behavior and Attitudes of College Student. Journal of Youth and Adolescence. www.googlescholar.com. Diunduh 15 Mei 2008.

Fitrisia. 2000. Pendidikan Seksualitas pada Anak : Si Kecil Ingin Tahu, Orang Tua Jangan Malu dalam Keluarga Kunci Sukses Anak. Editor : Sintha Ratnawati. Jakarta : Penerbit Kompas.

Gunarsa, Gunarsa. 1991. Psikologi Untuk Muda Mudi. Jakarta : Gunung Mulia. Goyal, R.S. 2005. Indian Institute of Health Management Research, Jaipur, India.

Socio-Psychological Construct of Premarital Sex Behavior Among Adolescent

Girls in India.

www.iussp.2005.princeton.edu/download.aspx?submissionId=50332. Diunduh 11 September 2008.

Gregory, R.J. 1996. Psychological Testing : History,Principles and Aplications Second Edition. Boston : Allyn and Bacon.

Huffman, Karen & Vernoy, Mark. 2000. Psychology In Action, Fifth Edition. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Hurlock, E.B. 1990. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Hurlock, E. B. 1992. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan : Istiwijayanti). Jakarta : Erlangga.

Hurlock, E. B. 1953. Developmental Psychology. New York : McGraw-Hill Book Company, Inc.

Ikawati. 2001. Pendidikan Seks : Salah Satu Upaya Pencegahan Perilaku Seks Bebas di Kalangan Remaja. Media Informasi Penelitian No. 168, Tahun ke-25, September-Desember.

Jones, G. W. 1998. Approaches to Understanding Sexuality and Reproductive Health. www.googlescholar.com. Diunduh 18 April 2008.

Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. 2006. Aborsi. www.ditplb.or.id/2006/index.php?menu=profile&pro=246. Diunduh 25 April 2008.

Kerlinger, F. N. 2004. Asas-asas Penelitian Behavioral, Edisi Ketiga. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Kriswanto, Clara. 2006. Menanggapi Pertanyaan Anak Tentang Seks. www.kompas.com/ver1/kesehatan/0610/04/113642.htm. Diunduh 18 Maret 2008.

La Rose. 1987. Pendidikan Seks dan Cinta Remaja. Jakarta : PT. Midas Surya

Dokumen terkait