• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skor Rata-rata Perkembangan Moral

Pretest Posttest

Tabel 8. Manipulation Check Permainan Congklak Lidi Dan Bentengan Pada Kelompok Eksperimen

Hasil observasi menunjukkan peningkatan setiap sesi dari indikator perkembangan moral dengan skor sesi 1 sebesar (3,2) meningkat hingga menjadi (4,25) pada sesi terakhir atau sesi 4 yang diobservasi ketika bermain maupun ketika feedback, yang artinya adanya kesinambungan antara peningkatan hasil skor skala perkembangan moral pada kelompok eksperimen dengan hasil observasi ketika subjek melakukan kegiatan bermain baik dalam permainan congklak lidi maupun bentengan, walaupun masih terdapat penurunan pada indikator dan sesi tertentu.

Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu ada pengaruh permainan tradisional congklak lidi dan bentengan dengan experiental learning terhadap perkembangan moral pada anak usia sekolah dasar. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok eksperimen yang diberikan

No Indikator Sesi

1 2 3 4

ASPEK MORAL KOGNITIF

1 Memahami aturan yang berlaku 4 4,4 4,6 4,8 2 Mengerti tidak boleh mengganggu temannya

saat bermain

4 4,5 4,5 4,8 3 Paham tidak boleh curang 3 4,4 4,75 4,8 4 Paham bahwa harus tolong menolong 3 4,5 4,5 4,5

ASPEK MORAL AFEKTIF

5 Memunculkan berbagai macam emosi (marah, jengkel, sedih, dan mengeluh)

3,2 3,5 4,2 4,1 6 Merasa kasihan melihat teman yang jatuh 1,4 1,7 3,2 3,4 7 Merasa senang saat menang 3,25 3,1 3,9 3,9 8 Gelisah dalam kondisi tertekan saat bermain 3,04 3 3,7 3,5

ASPEK MORAL PERILAKU

9 Pemain bermain dengan jujur 3,7 3,9 4,7 4,7 10 Permain bermain sesuai aturan 3,6 3,9 4,6 4,4 11 Pemain tidak mengeluarkan kata-kata kasar 4,2 4,7 4,4 4,4 12 Pemain memberikan semangat kepada

temannya

2,1 2,8 3,4 3,7

Skor rata-rata 3,2 3,7 4,2 4,25

perlakuan dapat meningkatkan skor perkembangan moral subjek jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan dan tidak memiliki perubahan pada skor perkembangan moral.

Studi 3

Hasil perhitungan kesetaraan skor pretest antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen serta hasil uji perbedaan atara pretest dan postest pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tersaji pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji Mann Whitney pretest, dan Uji Wilcoxon pretest-postest kelompok eksperimen kontrol

Hasil analisis p=0,111 (p>0,05) yang menunjukkan tidak adanya perbedaan kondisi yang signifikan antara kedua kelompok yang diukur melalui pemberian post-test yang kemudian diuji dengan analisis Mann-Whitney. Dengan mengetahui kondisi yang telah dijelaskan di atas maka kelompok eksperimen kemudian mendapatkan perlakuan berupa permainan tradisional Bekelan dan Boi-boian dengan menggunakan experiental learning sebagai metode pemberian perlakuan untuk meningkatkan perkembagan moral. Dari pemberian perlakuan kemudian menunjukkan adanya perbedaan saat dilakukannya post test dengan menguji data menggunakan uji Wilcoxon.

Hasil uji Wilcoxon yang menunjukkan nilai kelompok ekperimen dan kelompok kontrol setelah diuji. Pada kelompok eksperimen menunjukkan nilai p=0,002 (p<0,05) yang berarti ada pengaruh pemberian perlakuan melalui permainan

 Uji Mann Whitney Uji Wilcoxon

tradisional Bekelan dan Boi-boian pada kelompok kontrol, sementara pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan permaian tradisional terlihat bahwa nilai p=0,154 (p>0,05), sehingga antara kedua kelompok dipastikan memiliki kondisi yang berbeda setelah diberikan perlakuan dan tidak mendapatkan perlakuan terlihat paka kelompok ekperimen terjadi perubahan dan pada kelompok kontrol tidak terjadi perubahan yang begitu signifikan. Setelah melihat perbedan antara kedua kelompok kemudian di uji untuk melihat kembali apakah selisih antara hasil pre-test dan post-test menunjukkan adanya perbedaan kesetaraan yang signifikan antara kedua kelompok dengan menggunakan uji Mann- Whitney.

Skor rata-rata perkembangan moral dari kelompok ekperimen jauh lebih tinggi daripada kelompok kontrol yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, p=0,001 (p<0,05) adanya kenaikan yang signifikan pada kelompok kontrol atau muncul perbedaan antara kedua kelompok. Terdapat perbedaan hasil pretest dan posttest dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Hasil rata-rata dari pretest kelompok kontrol yaitu sebesar 63,41, sedangkan rata-rata posttest yaitu 61,33 yang menunjukkan adanya penurunan nilai sebesar 2,08.

Hasil rata-rata dari kolompok eksperimen mengalami peningkatan sebesar 6,67 yang dapat dilihat dari rata-rata pre-test sebesar 58,83, sedangkan pada postpre-test sebsesar 65,50.

Gambar 3. Diagram Skor Rata-rata Perkembangan Moral Rata-rata pada manipulation check menunjukkan skor yang makin meningkat dari tiap sesi. Indikator dengan skor paling tinggi terdapat pada aspek moral kognitif yang menunjukkan bahwa pemahaman mengenai permainan dan peraturan bisa di terima dengan baik oleh subjek. Skor yang paling tinggi terlihat pada indikator 3 dengan jumlah rata-rata skor sebesar 4,20 atau bisa di katakan nampak dalam permainan subjek memahami untuk tidak boleh berlaku curang. Dalam aspek moral afektif indikator dengan rata-rata yang paling tinggi menunjukkan subjek mampu memunculkan berbagai macam emosi mereka pada saat bermain yang di tunjukkan pada indikator 5 dengan skor rata-rata 3,91, dan pada aspek moral perilaku indikator 9 dengan rata-rata yang tertinggi yaitu 3,95 menunjukkan bahwa subjek yang tergabung dalam kelompok eksperimen menunjukkan perilaku bermain dengan jujur. Hasil manipulation check dapat menunjukkan bahwa metode Experiential Learning mampu memberikan perubahan pada subjek dalam tiap sesi yang diberikan saat permainan Bekelan dan Boi-boian.

54 56 58 60 62 64 66

Pretest Eksperimen

Posttest eksperimen

Pretest Kontrol Posttest Kontrol 58.83

65,50

63,41

61.33

Tabel 10. Hasil Perhitungan Manipulation Check Permainan Bekelan dan Boi-boian

Studi 4

Tabel 11 memaparkan hasil perhitungan kesetaraan skor pretest antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen serta hasil uji perbedaan atara pretest dan postest pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

Tabel 11. Uji Mann Whitney pretest, kesetaraan pretest post-test dan Uji Wilcoxon

Berdasarkan dari hasil uji analisis Mann Whitney diperoleh hasil P=0,431 (P>0,05). Hasil tersebut menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada skor skala moral pada kedua kedua kelompok. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi kedua kelompok tersebut berada

No Indikator Sesi

1 Aspek Moral Kognitif

1 Memahami aturan yang berlaku 3,75 3,83 3,87 4 2 Mengerti tidak boleh menggangu temannya

saat bermain

3,5 3,5 3,91 4 3 Paham tidak boleh curang 3,62 3,41 4,04 4,20 4 Paham bahwa harus tolong menolong 3,20 3,33 3,37 3,45

Aspek Moral Afektif

5 Memunculkan berbagai macam emosi 3,25 3,04 3,58 3,91 6 Merasa kasihan melihat teman yang jatuh 2,70 2,65 2,91 2,95 7 Merasa senang saar menang 3,87 3,33 3,70 3,88 8 Gelisah dalam kondisi tertekan saat bermain 2,87 3,04 3,08 3,08

Aspek Moral Perilaku

9 Pemain bermain dengan jujur 3,62 3,62 3,91 3,95 10 Pemain bermain sesuai dengan aturan 3,62 3,83 3,91 3,91 11 Pemain tidak boleh mengeluarkan kata-kata

kasar

3,29 3,5 3,45 3,54 12 Pemain memberikan semangat pada temannya 2,95 2,62 3,33 3,20

Uji Mann Whitney

pada keadaan yang setara sebelum diberikan perlakuan pada kelompok eksperimen yang berupa permaian tradisional congklak lidi dan gobak sodor.

Gambar 4. Skor Skala Moral Studi 4

Terdapat perubahan jumlah skor pre-test ke skor post-test pada pada kelompok eksperimen dan kelompo kontrol.

Terlihat kenaikan jumlah skor post-test pada kelompok eksperimen setelah diberikan perlakuan sedangkan pada kelompok kontrol terjadi penurunan dari jumlah skor pre-test ke skor post-test. Pada tabel berikutnya adalah gambaran tingkat skala moral pada kedua kelompok di kedua kondisi yang berbeda, yaitu pre-test dan post-test.

Hasil uji analisis Wilcoxon menunjukkan hasil P=0,002 (P<0,05). Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada skor skala moral kelompok eksperimen pada kondisi pre-test dan post-test. Sementara itu, berdasarkan uji analisis Wilcoxon kelompok kontrol diperoleh hasil nilai P=0,065 (P>0,05). Hasil tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada skor skala moral kelompok kontrol pada kondisi pre-test dan post-test.

61

69.5

61.6 60.1

45 50 55 60 65 70 75 80

Pre-test Post-test

Kelompok eksperimen Kelompok kontrol

Tabel 12. Manipulation Check Permaian Congklak Lidi dan Gobak Sodor pada Kelompok Eksperimen

Hasil dari manipulation check menunjukkan bahwa perubahan nilai subjek menjadi lebih tinggi di setiap sesinya.

Hal ini menunjukkan bahwa semua subjek menunjukkan kenaikan nilai setelah diberikan perlakuan berupa permainan tradisional congklak lidi dan gobak sodor. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu permainan tradisional congklak lidi dan gobak sodor dapat meningkatkan perkembangan moral pada anak.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat perkembangan moral kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol.

No INDIKATOR Sesi 2. Mengerti tidak boleh mengganggu temannya

saat bermain

2,1 2,7 4,4 5 3. Paham tidak boleh curang 2,1 3 4,3 5 4. Paham bahwa harus tolong menolong 2,4 2,75 4,08 4,5

Rata-rata Aspek Moral Kognitif 3,56 ASPEK MORAL AFEKTIF

5. Memunculkan berbagai macam emosi (marah, jengkel, sedih, dan mengeluh)

2,6 2,8 3,4 3,8 6. Merasa kasihan melihat teman yang jatuh 2,5 2,5 3,04 3,1 7. Merasa senang saat menang 2,7 2,9 3,34 3,9 8. Gelisah dalam kondisi tertekan saat bermain 2,8 2,3 2,1 2

Rata-rata Aspek Moral Afektif 2,8 ASPEK MORAL PERILAKU

9. Pemain bermain dengan jujur 2,7 3,1 4,2 4,8 10. Pemain bermain sesuai dengan aturan 2,75 3,04 4,2 4,9 11. Pemain tidak mengeluarkan kata-kata kasar

ketika bermain

2,79 3,04 3,9 4,6 12. Pemain memberikan semangat kepada

temannya

2,79 2,58 3,4 3,7 Rata-rata Nilai Aspek Moral Perilaku 3,53

Total Rata-rata 2,5 2,8 3,7 4,1

DISKUSI

P

embahasan kali ini menekankan pengetahuan anak terhadap tiga aspek perkembangan moral yakni moral knowing, moral feelings, dan moral action (Santrock, 2008).

Ketiga aspek perkembangan ini diperoleh ketika subjek dalam keadaan bermain dan pada saat refleksi. Pada saat bermain subjek akan melewati dua aspek perkembangan moral yakni, moral feelings dan moral action dan saat refleksi subjek diberikan pembelajaran dan evaluasi dari permainan yang telah mereka lakukan. Tahap refleksi (moral knowing) menekankan pada peningkatan pemahaman mereka terhadap apa yang menjadi peraturan dalam permainan, apa saja yang tidak boleh mereka lakukan dalam permainan dan bagaimana emosi mereka pada saat bermain dan dapat di aplikasikan dalam kehidupan nyata.

Perkembangan moral anak pada usia di atas 10 tahun berada pada tahap moralitas autonom. Pada tahap ini, seorang anak akan menunjukkan kesadaran bahwa peraturan dan hukum diciptakan oleh manusia. Oleh karenanya dalam menilai suatu perbuatan, anak-anak selain mempertimbangkan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan juga sekaligus mempertimbangkan maksud dan ikhtiar dari orang tersebut (Santrock, 2008). Dalam masa ini, anak-anak sudah

siap dalam menerima segala pembelajaran mereka dengan mengembangkan keterampilan adaptasi seperti berpikir kreatif, pemecahan masalah, coping, dan periaku sosial. Hal tersebut sangat penting untuk adaptasi proses kognitif, afektif, dan in-terpersonal dalam permainan (Aypay, 2016).

Permainan tradisional atau dolanan anak sebagai salah satu bentuk permainan memiliki sifat atraktif, mampu menarik perhatian anak-anak karena sesuai dengan dunia bermain mereka. Selain itu, dolanan anak memiliki sifat edukatif karena mampu menjadi wahana pengembangan nilai-nilai pendidikan (Suherman et al., 2017). Salah satu cara untuk belajar untuk mencari pengetahuan baru tentang perilaku moral, perspektif, dan kognisi adalah melalui penciptaan dan penggunaan permainan (Schrier, 2014). Permainan tradisional memiliki nilai luhur dan pesan-pesan moral tertentu, sehingga menjadi sebuah faktor yang mempengaruhi peningkatan perkembangan moral anak (Haerani, 2013).

Permainan memberikan pengalaman tersendiri bagi anak yang bisa direfleksikan dalam kehidupan nyata. Apalagi ketika permainan tersdebut melalui metode experiential learning. Anak akan merasakan secara langsung pengalaman dari proses pembelajaran sebab hal yang penting di balik pengalaman belajar adalah keterlibatan anak menjadi kegiatan konkret sehingga mereka akan “mengalami” apa yang mereka telah pelajari melalui peluang yang ada untuk berefleksi pada aktivitas yang mereka alami (Sibermen, 2007).

Peningkatan perkembangan moral pada anak usia sekolah dasar terlihat pada anak yang bermain tradisional dengan metode experiental learning. Ada berbagai macam permainan tradisional yang digunakan dalam studi ini baik permainan individu seperti congklak lidi dan bekelan ataupun permainan kelompok seperti bentengan, boi-boian, ular naga, dan gobak sodor. Hasil dari perlakuan lebih menunjukkan perkembangan moral pada anak yang bermain tradisional

dengan experiential learning dibandingkan dengan anak yang tidak bermain tradisional dengan metode experiental learning.

Peningkatan perkembangan moral juga dapat dilihat dengan membandingkan aspek perkembangan moral anak sebelum dan sesudah bermain tradisional dengan experiential learning.

Anak-anak belajar mengenai konsep moralitas seperti memahami bahwa terdapat aturan yang harus dipatuhi selama permainan, belajar mengelola emosi meski dalam kondisi tertekan saat bermain dan menjaga sportifitas meski kalah dalam permainan. Di awal sesi permainan, anak-anak menunjukkan beberapa perilaku seperti berusah amelanggar aturan-aturan yang sudah disepakati dan mengeluarkan kata-kata kasar saat jalannya permainan. Di setiap akhir sesi, anak-anak diberikan feedback berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai perkembangan moral seperti, “Mengapa di dalam permainan tadi dibuat adanya peraturan?”, kemudian “Apa ada yang marah saat timnya kalah? Jika ada yang marah, apa yang harus dilakukan? serta “Apakah tadi ada yang membiarkan temannya membiarkan temannya bermain curang?”. Beberapa pertanyaan tersebut menjadi cara untuk merefleksikan diri dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran yang dapat diambil dari refeleksi tersebut bahwa di dalam kehidupan selalu ada hal yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan, dimana sebagai makhluk sosial seseorang harus mengikuti aturan-aturan yang ada di lingkungan. Selain itu, pembelajaran mengenai menang dan kalah merupakan hal yang wajar, sehingga anak perlu memahami dan menerima kekalahan dalam permainan tersebut. Salah satu hal yang harus dipahami anak-anak adalah aturan dan cara bermaian suatu permaian supaya nantinya anak-anak tidak sampai memunculkan emosi yang berlebihan ataupun perilaku yang salah dan melanggar aturan itu sendiri.

Aktivitas refleksi tersebut merupakan bagian dari pembelajaran mengenai aspek moral kognitif.

Peningkatan perkembangan moral terlihat dari sesi-sesi selanjutnya. Hal tersebut ditunjukkan anak-anak melalui saling mengingatkan untuk tidak melanggar peraturan, tidak boleh marah walaupun kalah, dan juga memahami fungsi adanya aturan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat direfleksikan melalui permainan. Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi internalisasi yang baik dala proses pembelajaran moral melalui permainan tradisional dengan metode experiential learning ini. Hal yang mendukung peningkatan perkembangan moral yaitu anak-anak yang menikmati proses jalannya permainan dan saling mendukung antar teman sebaya.

Pemberian feedback di akhir setiap sesi permainan, dapat melatih anak untuk memahami dan menemukan nilai-nilai apa saja yang didapatkan berdasarkan pengalaman bermain. Selain itu, pemberian feedback ini juga dapat melatih kemampuan pengungkapan diri (self-disslocure). Setelah mengetahui manfaat dari permainan tersebut, anak-anak dapat menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan pengalaman yang telah dialami. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran lebih efektif ketika anak menemukan pengetahuan baru dari keterlibatan dirinya dalam pembelajaran tersebut secara langsung daripada hanya mendengarnya melalui kegiatan pembelajaran di kelas atau membaca suatu buku bacaan saja sebagai sumber informasi secara pasif (Schutte

& Wetmore, 2012). Dalam proses bermain, anak mengembangkan keterampilan dalam bersikap asertif, negosisasi, dan mengatasi konflik (McDevitt & Ormrod, 2009). Pemberian feedback (refleksi) merupakan salah satu faktor yang dapat mendasari pembentukan moral pada anak yaitu bahasa, bahasa merupakan sarana pembentukan perilaku moral (Wantah, 2005).

Seseorang bisa lebih mudah untuk memaknai ataupun berpendapat bila sesuatu tersebut berkaitan dengan pengalaman-pengalaman yang pernah dilakukan. Perkembangan moral anak akan meningkat ketika dihadapkan dengan

situasi-situasi yang berkaitan dengan masalah moral dan kemudian mereka belajar dari pengalaman tersebut, karena memanfaatkan situasi yang dihadapi sebagai bentuk pengalaman belajar untuk mengajar siswa agar memahami konsep yang kompleks secara konkret sangat penting untuk jenis pertumbuhan yang kita harapkan (Glennon, 2004). Adanya peningkatan perkembangan moral anak dengan pemberian refleksi karena anak dapat menyerap dan mencontohkan perilaku yang mereka pelajari selama bermain. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak sudah dapat menganalisis tindakan dan keputusan yang benar dan juga salah.

Beberapa permainan tradisional berikut dapat memberikan peningkatan yang signifikan pada pengetahuan mengenai perkembangan moral siswa sekolah dasar, seperti permainan tradisional ular naga, congklak lidi, bentengan, boi-boian, bekelan, dan gobak sodor. Secara umum pada sesi-sesi awal, anak-anak masih menunjukkan perilaku ketidakjujuran, sulit mengendalikan emosi, berkata kasar, dan melanggar aturan permainan lainnya. Beberapa uraian mengenai pembelajaran moral dan perubahan apa saja yang dialami anak selama mengikuti permainan tradisional dengan metode experiential learning akan dijabarkan dalam penjabaran berikut ini:

Pembelajaran yang Didapatkan pada

Dokumen terkait