• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V Kesimpulan dan Saran , yang berisi kesimpulan dan saran. Pada bagian akhir penulisan skripsi penulis menyajikan daftar pustaka yang

HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA

C. Skripsi dan Jurnal

Nurlaela, Peran Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Mempertahankan Citra Positif Lembaga. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Kahfi, Mochammad. Peran Hubungan Masyarakat (Humas) MPR RI Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Wulandari, Retno. Peran Public Relations Dalam Mempertahankan Citra Positif Kraton Surakarta (Studi Deskriptif Tentang Perbandingan Peran Humas Hangabehi dan Tedjowulan Dalam Mempertahankan Citra Positif Terkait Konflik Perebutan Kekuasaan 2 Raja). Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Negeri Sebelas Maret, 2009.

Sitinjak, Katrin Rosaly. Strategi Membangun Citra Positif Perusahaan Melalui Publikasi Humas (Studi Pada Teater Imax Keong Emas Taman Mini Indonesia Indah). Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2012.

Oktavianingsih, Tika. Peran Humas Lembaga Negara Dalam Menjaga Reputasi Organisasi (Studi Pada Peran Humas DPR RI Dalam Menjaga Reputasi Kinerja Anggota DPR RI). Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2012.

Anggrahini, Meilyna Diah dkk. (2008). Peran Humas Pemerintah Kabupaten Sragen Dalam Pengelolaan Isi Informasi Website Pemda Sebagai Media Communications Relation Dengan Masyarakat. Ilmu Komunikasi, 148. Lubis, Evawani Elysa. (2012). Peran Humas Dalam Membentuk Citra

D. Wawancara

Wawancara pribadi dengan Rosidin Selaku Kepala Bidang Humas Kementerian Agama RI, Jakarta, 16 Mei 2016.

Wawancara pribadi dengan Ratna Puspita Selaku Wartawan Republika, Jakarta, 29 April 2016.

E. Lain-lain

Peraturan Menteri Agama RI No. 10 Tahun 2010, Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama RI, Bab I mengenai kedudukan, tugas, dan fungsi, hal. 2.

..., No. 10 Tahun 2010, Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama RI, Bagan Organisasi dan Tata Kerja Pusat Informasi dan Hubugan Masyarakat, hal. 192.

..., No. 10 Tahun 2010, Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama RI, Bab XIII Pusat Bagian Kedua Pasal 796 & 797, hal. 171.

..., No. 10 Tahun 2010, Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama RI, Bab XIII Pusat Bagian Kedua Pasal 798 & 799, hal. 171-172.

Penelitian tentang “Peran Humas Kementerian Agama RI Pasca Kasus Korupsi Suryadharma Ali Dalam Mempertahankan Citra Positif Lembaga”

Informan : H. Rosidin, S.Si, MM Hari/Tanggal : Senin, 16 Mei 2016

Lokasi : Kantor Kementerian Agama RI Jalan Lapangan Banteng Barat No. 3-4 Jakarta Pusat 10710

T : Peneliti J : Informan

T : Apa saja peran, tugas, dan fungsi Humas Kementerian Agama RI? J : Nah terkait dengan fungsi, tugas, dan peran Humas Kementerian Agama

pada dasarnya ada kasus atau tidak ada kasus pasti melakukan semua itu. Yakni pertama adalah kita menjaga citra positif lembaga. Yang kedua, kita melakukan analisis media. Ketiga, kita menjalin hubungan harmonis secara internal dan eksternal. Internal dengan para pegawai, eksternal itu dengan lembaga dan pemerintah. Kemudian media, organisasi kemasyarakatan dan yang keempat yang paling berat yaitu dengan publik atau masyarakat.

T : Terkait itu semua itu yang pertama, apa saja yang dilakukan humas dalam menjaga citra positif?

J : Dalam menjaga citra positif Kementerian Agama tentu tidak mudah. Dalam hal ini banyak hal yang kita lakukan antara lain kita melakukan beberapa strategi. Yang pertama itu kita mengoptimalkan segala macam perangkat media yang kita miliki untuk mempublikasi secara masif program, kebijakan Kementerian Agama. Tentu saja kasus SDA itu

pernah memperhatikan suatu saat bakal terjadi krisis. Kasus SDA ini kan krisis luar biasa, tugas humas di masa saya ini saya harus mengembalikan kepercayaan, citra positif Kementerian Agama dengan berbagai macam langkah. Okelah ini semasa yang sulit yang kita lalui menjadi lejutan bagi seluruh pegawai Kementerian Agama, bukan hanya pegawai termasuk keluarga pegawai Kementerian Agama. Nah dari situ kita berangkat bahwa ada hal-hal yang harus kita benahi baik secara internal maupun eksternal. Internalnya apa adalah kita mengembalikan rasa kepercayaan diri para pegawai Kementerian Agama bahwa dia itu bangga sebagai pegawai Kementerian Agama. Ini tidak mudah, karena pada posisi yang sudah sangat turun, kita harus memberikan kepercayaan kepada mereka ketika tampil di masyarakat tolong lupakan yang ini dulu kita tampil dengan wajah baru. Nah wajah baru ini kita dukung lagi dengan publikasi melalui media, media online media sosial genjot semaksimal mungkin sehingga sedikit demi sedikit mengkikis pemahaman publik di masyarakat ternyata Kementerian Agama sudah berubah kinerjanya sudah membaik. Pegawai yang tampil di masyarakatpun tampil pede mengikuti searah dengan apa yang kita lakukan. Tentu masyarakat akan lebih percaya.

T : Nah itu kan dari segi internal. Kalau untuk eksternal nya pak gimana? J : Kalau eksternalnya, menjalin hubungan yang lebih harmonis. Pertama,

dengan lembaga-lembaga pemerintah. Lembaga pemerintah itu kita relatif lebih gampang menjalin hubungannya itu. Misalnya dengan kementerian lain kita cerita lalu saling bertukar program, menyampaikan informasi. Kebetulan kan dengan era sekarang ini lebih dikendalikan oleh Kominfo dan kita lebih mudah melakukannya. Sehingga ketika ada informasi di Kementerian Agama kita lempar ke Kominfo lalu Kominfo yang menyebarkan ke semuanya. Begitu juga sebaliknya. Jadi komunikasi informasi saat ini jauh lebih kondusif dengan adanya peran itu. sehingga ada istilahnya narasi tunggal itu ketika Kementeran Agama itu melempar

Nah kita kan punya ikon Kementerian Agama ada menteri, menteri ini kita dorong untuk bersilaturahmi ke ormas-ormas, tidak hanya Islam. Semua lembaga keagamaan kita dekati, bukan hanya yang mayoritas, yang minoritaspun harus kita datengin kita rangkul. Misalnya kelompok-kelompok Badui, Kaharingan, kelompok-kelompok-kelompok-kelompok Kejawen, Kelompok yang ada di Jawa Barat di pedalaman itu yang kemudian kita rangkul. Tetapi diawali dengan kelompok-kelompok yang besar seperti NU, Muhammadiyah, MUI, Al-Washliyah. Kemudian yang non Islam juga kita dekati.

T : Respon dari orang yang non Islam nya seperti apa pak?

J : Respon mereka sangat positif bahwa selama ini mereka merasa tidak diperhatikan. Tetapi dengan adanya menteri yang baru mereka merasa sudah diperhatikan.

T : Berarti bisa dikatakan kegiatan atau program baru yang dilancarkan oleh Kemenag dalam upaya pendekatan eksternal?

J : Iya betul. Dengan menggunakan pendekatan agama. Bisa personal, lembaga, kelompok, organisasi segala macam kita gunakan. Karena begini ketika melakukan itu kita dengan asumsi dasar bahwa Indonesia meskipun bukan negara agama tapi kita orangnya religius maka dari itu pendekatan pertama adalah pendekatan agama.

T : Selain itu, pendekatan ke media seperti apa?

J : Ke media yang kita lakukan adalah visit. Ada beberapa hal visit agama itu kita ajak menteri untuk berkunjung ke media. Di sana kita cerita tentu respon mereka positif.

T : Visit media kemana saja yang sudah dilakukan? J : Ke Kompas, TVONE, MNC, itu sudah kita lakukan.

program yang dilakukan Kementerian Agama dan mereka akan merespon positif.

T : Walaupun media itu pasti datang ke Kementerian Agama ya pak, tapi visit media tetap dilakukan?

J : Betul. Di satu sisi, ini namanya silaturahmi di sisi yang lain selama ini kan banyak media itu datang ke sini mencari menteri, sekjen, atau narasumber yang lain. Apa salahnya sekali-kali kita datang ke sana. Nah, kemudian pendekatan ke publik. Ini pendekatan ke publik itu kan banyak biasanya yang kita lakukan adalah menyediakan informasi yang semaksimal mungkin tentang Kementerian Agama. Informasi apa saja yang dibutuhkan publik misal tentang nikah, haji ini yang paling banyak dibutuhkan dan baru masalah-masalah lainnya. Jadi kita sudah mempunyai isu-isu prioritas. Nah isu-isu prioritas bagi publik ini kita harus support informasinya secara maksimal agar publik tau. Nikah, nikah sekarang tuh gratis publik harus tau kalau nikahnya di KUA. Kalau nikahnya di rumah tetep bayar tapi melalui bank bayarnya tidak langsung ke penghulu. Informasi ini kan dibutuhkan oleh masyarakat. Yang kedua masalah haji yang paling dibutuhkan oleh masyarakat kan berapa biayanya kemudian kapan berangkatnya. Ini yang paling dominan. Sekarang ketika anda punya nomor porsi, bisa ngecek sendiri tanpa harus meminta bantuan orang lain ke website. Kita sediakan sebuah kolom kemudian tinggal isi nomor porsinya akan keluar perkiraan berangkat.

T : Itu baru dicanangkan atau memang sudah lama pak diberlakukan?

J : Sudah itu sudah lama dua tahun terakhir ini. Jadi, masyarakat relatif

“diam” dengan adanya informasi itu.

T : Nah dengan adanya itu, ada ga komentar publik terkait dengan waktu keberangkatan haji lewat media sosial misalnya?

(Adzan)

J : Strategi kita ke publik saat ini adalah menyediakan informasi dengan mungkin apa yang mereka butuhkan. Tentu kita kita belajar dari user experience publik sebenernya apa sih yang dibutuhkan oleh publik di Kementerian Agama ini. Kita sudah punya semacam user experience bahwa yang dibutuhkan publik itu ini ini ini memang ada banyak belakangnya tapi tetap yang prioritas. Tadi saya cerita apa sih yang dibutuhkan sekarang ini konflik yang dibawahi itu apa, nikah. Okelah nikah harus dimaksimalkan publikasi terkait dengan nikah. Misalnya biaya, nah biaya sudah selesai meskipun ada beberapa komplen dari masyarakat bahwa mereka suka diminta dana tambahan. Muncul ke kita lalu kita respon langsung. Dimana tempatnya siapa yang melakukan kemudian kita tindak lanjut ke bawah. Jadi masyarakat itu merasa ada sesuatu yang mereka bisa mengadu seperti keluhan terkait dengan biaya ketika mereka mendapat perlakuan yang tidak adil mereka adu. Dan pengaduan itu segera direspon. Melalui media sosial, website juga ada. T : Nah untuk analisis medianya pak, seperti apa ya?

J : Gini, analisis media itu kan kita ingin mengetahui atau mencari sebenernya arah pemberitaan media ini kemana. Misal, Kementerian Agama ini sosialisasi program dan kebijakan, tentu itu akan ditangkap oleh media. Bisa jadi media itu selaras dengan apa yang kita beritakan, bisa juga tidak. Ada sisi positif negatif. Ketika kita menangkap berita-berita yang ada di media tentu kita bisa menangkap. Ini sebenernya media ini mau kemana arahnya. Media itu kan bisa karena medianya sendiri, mungkin mereka sudah punya agenda setting. Oke misal Kementerian Agama mau ke sana silahkan. Tapi kita mau memberitakan seperti ini. Bisa jadi kan. Ada juga wartawannya, memiliki pengaruh juga, pemahaman wartawan akan suatu isu jangan kita bayangkan dia akan

segalanya. Politik tau, olah raga tau, humaniora tau, haji tau, pendidikan tau. Kan ga mungkin dia tau itu semua, sedangkan dia harus nulis itu. Berangkat dari situ, kita harus melakukan asumsi dasar bahwa pemahaman wartawan terhadap suatu isu bisa jadi itu tidak utuh. Nah maka dari itu kita harus memberikan inside sebanyak mungkin kepada wartawan. Itu kalau wartawannya wartawan bener. Tapi kadang-kadang ada wartawan “tidak bener” karena memang dia ingin memberitakan yang belok. Mencari

sesuatu nilai berita yang bisa dijual. Dengan adanya analisis media ini kita jadi tau media mana yang belok wartawan mana yang belok narasumber bahkan narasumber pun kita bisa mengetahui narasumber ini selalu negatif. Analisis dilakukan dengan kuantitatif dan kualitatif.

T : Nah kalau seperti itu, upaya yang dilakukan Humas sendiri seperti apa pak dalam menghadapinya?

N : Ada beberapa hal yang kita lakukan. Pertama media dulu ya, misalnya medianya kok memberitakan yang negatif ya. Sehingga kita kan bertanya-tanya kenapa sih. Nah sebagai seorang humas kita pasti punya kenalan lah

“kenalan orang dalem” tanya kenapa sih kok mediamu selalu negatif. Ada

sesuatu apa kan bisa nanya begitu. Oh maksudnya begitu. Oh ya udah kita dekati bisa secara kekeluargaan atau ga. Atau misalkan dengan peran menteri untuk datang ke media itu hanya untuk datang aja gada apa-apa silaturahmi. Bisa jadi mereka beritanya tidak selaras dengan kita karena inside nya ga cukup inside terkait isu mereka tidak cukup. Sehingga pemahaman mereka dengan isu yang kita keluarkan itu berbeda.

T : Emang mereka ga ada inisiatif mengklarifikasi isu itu pak?

J : Bisa bisa konfirmasi betul. Tapi kadang-kadang mereka sudah mendapatkan nilai berita yang mereka dapatkan untuk segera dilempar keluar. Karena itu kita ke sana untuk inside bareng-bareng. Setelah itu biasanya akan lebih baik. Itu kalau media. Nah kalau wartawan biasanya

misalnya tidak, hanya Kementerian Agama kita melakukan seperti yang tadi melalui kenalan orang dalem. Dan memberi masukan tolong dong itu pemberitaannya menggunakan istilah yang benar. Jika yang disengaja seperti itu mereka punya agenda sendiri mungkin mereka pernah merasakan ketidaknyamanan di Kementerian Agama atau tone nya negatif juga bisa.

T : Tapi sejauh ini hubungan dengan wartawan seperti apa pak?

J : Kita fine fine sih. Cuma ada beberapa wartawan yang merasa tidak terlayani dengan baik di Kementerian Agama. Tapi secara umum baik. Kan ada mediater 1, mediater 2, dan mediater 3. Ada media besar, media sedeng, dan media kecil. Kalau media kecil kemudian wartawan juga tidak terlalu dominan dia negatif ya udah nanti juga akan positif dengan sendirinya. Tapi jika medianya besar kemudian jangkauannya luas lalu wartawan mendominasi jago sekali dalam menganalisis sebuah isu ya kita harus tanggulangi. Yang terakhir masalah narasumber, narasumber ini agak sulit, karena begini biasanya narasumber yang tone negatif bisa beberapa permasalahan misalnya yang pertama masalah pesanan. Jadi maksudnya ada berita pesanan dari narasumber di Kementerian Agama. Misalnya ada narasumber yang berlawanan dengan Kementerian Agama kemudian pesan berita ke media atau wartawan ini kita langsung anulir ini. Caranya kita melakukan perimbangan berita untuk menjawab sebagian berita ini bukan berarti kita ngejer orangnya untuk dihukum. Ini namanya perang media atau perang opini. Jadi ada berita seperti ini kan negatif sebenernya negatif ini apanya sih. Setelah itu kita membuat berita untuk mengimbangi. Jadi opini masyarakat itu dari si A kok begini dari Kementerian Agama kok begini. Terus nanti dari sumber lain kok begini, jadi mana nih yang bener jangan-jangan orang ini yang bener. Kita tidak menyalahkan orang itu ga. Biarkan masyarakat yang akan menilai pembaca yang akan menilai.

media yang kita grab. Ada 25 cetak, ada 10 tv dan sisanya online. Online lebih mendominasi karena kan cepat.

T : Terkait dengan tugas atau kegiatan humas sendiri pasti ada evaluasi. Nah evaluasinya seperti apa?

J : Oke, ada beberapa jenis evaluasi yang kita lakukan. Misalnya evaluasi pemberitaan, pemberitaan ini ibaratnya dapur media banyak wartawan kita punya penulis kita evaluasi konten, bisa isi, bisa angel, bisa diksi, bisa gambar, yang digunakan kita akan evaluasi. Misal ada wartawan staf kita yang kita tugaskan untuk mencari berita di tempat tertentu, nah kan dia kirim berita. Nah misal kok beritanya gini kita evaluasi coba cari tambahan informasi itu misal atau misal angel beritanya kurang bagus kita kasih masukan dan evaluasi. Misal foto kok fotonya gini-gini terus coba foto yang lain hampir sama dengan media beneran.

T : Ada kendala ga pak dalam proses evaluasi ini?

J : Kalo kendala ada kita harus memahami kapasitas seorang staf ada batasnya, di situ kita merasa kendala jadi maka ada bagian tertentu kita memperbaikinya dari sisi konten. Kemudian ada evaluasi kegiatan, kita punya media online, cetak majalah cetak, dan media sosial. Kita selalu evaluasi itu misalnya gini, media sosial kita lihat itu tren followers nya kok menurun ya, ternyata kita bandingkan kadang-kadang dengan lembaga lain, kok sama menurun kenapa ini oh mungkin lagi liburan, lagi ada ujian ternyata masa ujian itu berdampak pada membuka media sosial.

T : Berarti ada survey dari humasnya pak?

J : Ya kita perhatikan saja itu. Dari UN anak-anak SMA itu ada pengaruhnya misalnya begitu. Sama seperti di Jakarta ketika liburan kemacetan itu berkurang. Kemudian kita evaluasi konten di media sosial, evaluasi konten itu ada sebuah postingan ini kok sangat tinggi ratingnya

dibutuhkan. Kemudian kita juga mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang sifatnya khusus kemudian kita juga mengevaluasi kegiatan internal misalnya PPID. PPID itu kan layanan informasi publik kepada masyarakat dan evaluasi yang kita lakukan adalah ternyata informasi sudah kita taro di website utuh maka permintaan informasi publikke meja secara fisik itu jauh berkurang. Jadi masyarakat jika sudah mendapat informasi secara online itu yang masuk melalui email, telepon itu berkurang.

T : Kemudian terkait sosialisasi program seperti kemaren kan ada program

baru “Lima Budaya Kerja” itu seperti apa?

J : Ada semacam sosialisasi 5 nilai budaya kerja, ini sifat internal untuk pegawai. Nah biasanya kita fokuskan bahwa nilai-nilai itu kita bawa dalam segala macam kegiatan. Minimal dalam setiap kegiatan ada 5 nilai budaya kerja seperti yang terpampang di baliho itu kan sebagai sarana untuk mengingatkan pegawai bahwa ada loh 5 nilai budaya kerja yang harus dilakukan. Program itu salah satu upaya kemenag dalam mengembalikan citra, Jadi bangkit dari keterpurukan yang tadi kita mencanangkan 5 nilai budaya kerja.

T : Menurut pandangan bapak, citra kemenag saat ini seperti apa?

J : Menurut survey-survey yang ada dilakukan oleh beberapa lembaga survey itu Kinerja baik Kementerian Agama itu dipandang baik oleh masyarakat itu selalu dalam 5 besar saat ini. Boleh lihatlah beberapa survey diluar dari kompas, kemudian dari LSI bisa dilihat.

T : Lalu tadi berdasarkan survey dari lembaga menunjukkan citra kemenag saat ini baik atau positif di masyarakat. Nah untuk menjaga citra yang baik itu seperti apa pak?

J : Saya merasakan tuntutan publik semakin lama semakin tinggi. Tuntutan masyarakat semakin ke sini semakin tinggi akan keterbukaan dan

berusaha untuk mengimbangi keinginan publik melalui pemanfaatan teknologi informasi, pelayanan berbasis teknologi informasi. Itu untuk eksternal ya. Internalnya tentu kita membenahi tata kelola pemerintah dan dimulai dengan misalnya open recruitmen dan assesment. Siapapun pejabat yang akan menduduki jabatan di Kementerian Agama harus lolos open recruitmen. Jadi semua pegawai itu di asses mulai dari pejabat tinggi maupun pegawai baru dalam rangka memetakan potensi masing-masing pegawai. Dan satu lagi siapapun yang ingin menduduki jabatan harus melewati open recruitmen.

T : Kemaren pasca kasus korupsi itu pasti ada kan komentar publik terkait dengan isu korupsi lewat media sosial atau media lainnya itu seperti apa tanggapan humas sendiri?

J : Kita tidak akan mengcounter, ya kita harus akui bahwasannya itu memang terjadi. Tapi kita tidak sampaikan ke publik. Yang kita sampaikan ke publik perubahan yang kita lakukan.

T : Kalau dari segi pemberitaan humas sendiri pasca kasus itu gimana pak? J : Dalam pemberitaannya, misal gini kita tidak lagi menyentuh pemberitaan

apapun terkait dengan kasus itu atau tidak pernah nyentuh biarkan itu media luar. Yang kita beritakan adalah semua perubahan yang akan dilakukan Kementerian Agama yang sudah yang sedang dan yang akan. Seperti kebijakan, program, prestasi.

T : Pada proses manajemen krisis sendiri, yang menjadi juru bicara saat krisis korupsi itu siapa pak?

J : Untuk yang kasus itu tidak ada satupun orang di Kementerian Agama yang diperbolehkan untuk bicara karena kita sudah menutup masalah kasusnya SDA. Jadi, itu sudah dibawa ke ranah hukum. Masukan semua ke ranah hukum dan semua aparatur Kementerian Agama tidak boleh

akan berkomentar sedikitpun di media manapun. Mulai dari menteri sampai ke bawah tidak ada yang komentar.

T : Faktor pembentuk citra pemerintah itu apa saja?

J : Citra pemerintah itu yang menilai siapa, publik kan masyarakat kan. Masyarakat akan menganggap pemeritah baik itu jika pelayanan kepada publik itu baik. Tahun 2016 kita punya takeline bersih melayani. Kalau takeline yang 5 nilai budaya kerja itu 2015. Untuk mengangkat rasa percaya diri dan integritas dari masing-masing pegawai di Kementerian Agama. Di akhir 2015 sudah cukup signifikan tingkat kepercayaan publik

terhadap Kemenag. Tahun 2016, kita punya takeline baru “bersih melayani” dalam rangka apa, mengembalikan kepercayaan meningkatkan

kepercayaan publik terhadap Kementerian Agama memperbaiki citra positif. Yang dinilai kan itu. Oh Kementerian Agama sekarang sudah bagus kok. Kembali ke 2 hal nikah dan haji. Nikah sekarang kita sudah sosialisasi nikah itu gratis pelayanan itu gratis semua di KUA sepanjang persyaratannya cukup. Haji sekarag sudah kita buka, kapanpun dimanapun porsi bisa ditanyakan di website ada info grafisnya. Beberapa ada yang baru tapi ada juga yang diperbarui. Kemudian kita sampaikan juga ke publik yang tadi itu.

T : Dalam upaya mempertahankan citra positif, ada kendala atau hambatan ga yang dihadapi oleh humas sendiri?

J : Kalau kita berbicara kendala itu pasti ada. Dan kendala yang terbesar dari

Dokumen terkait