• Tidak ada hasil yang ditemukan

Solusi dalam Penyelesaian Penempatan TKW DI Malaysia

Dalam dokumen Diplomasi Indonesia dalam perlindungan t (Halaman 89-106)

ANALISIS HASIL PENELITIAN

B. Solusi dalam Penyelesaian Penempatan TKW DI Malaysia

a. Langkah – langkah dalam Penyelesaian Masalah TKW di Malaysia

Pemerintah Indonesia dan Malaysia berupaya menyelesaikan masalah TKW dengan sebaik – baiknya, kedua negara ini berupaya untuk melakukan langkah diplomasi baik di tingkat Kepala Negara maupun di tingkat Menteri teknis, kedua negara ini memiliki komitmen dalam menyelesaikan masalah TKW terutama keberadaan TKW illegal di Malaysia. Komitmen antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia yaitu:

1. Pemerintah Indonesia harus menyelesaikan masalah TKW illegal dimana para TKW harus menghormati hukum dan norma yang berlaku di Malaysia bahwa setiap warga negara Indoensia yang akan bekerja di Malaysia harus berstatus legal.

2. TKW yang bekerja kembali di Malaysia harus melakukan legalisasi terlebih dahulu terhadap dokumen – dokumen yang berkaitan dengan keimigrasian seperti paspor, visa maupun prosedur lainnya. Dalam hal ini kedua negara telah membuat kebijakan berupa pemulihan terhadap TKW illegal yang melindungi mereka dari kemungkinan di deportasi oleh pihak imigrasi Malaysia.

3. Jika terjadi pelanggaran hukum baik yang menyangkut TKW / TKI maupun para majikan maka kedua belah pihak tersebut di berikan hukum yang seadil – adilnya.

Namun, komitmen tersebut belum cukup untuk dapat menyelesaikan masalah TKW secara tuntas terlebih dahulu dengan banyaknya penderiataan

yang dialami oleh para TKW di Malaysia. Kebijakan Pemerintah Malaysia yang dirasakan sangat merugikan para TKW, membuat Pemerintah Indonesia merespon kebijakan tersebut melalui proses diplomatik. Proses diplomasi tersebut dilakukan dengan kunjungan – kunjungan setingkat Menteri sampai Kepala Negara atau dilakukan oleh Perwakilam RI di Malaysia.

Dimana dalam proses tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara kedua negara. Pemerintah Indonesia terus mengupayakan perlindungan bagi warga negaranya sedangkan Malaysia ingin melindungi struktur negaranya. Realitas mengenai kekerasan yang di alami oleh TKW di Malaysia tidak dianggap sebagai resiko pekerjaan bagi TKW semata. Pemerintah Indonesia yang mana dalam masalah ini merupakan pemilik tenaga kerja perlu melakukan antisipasi dengan cara mengupayakan perlindungan bagi TKW di Malaysia yang rawan terhadap tindak kekerasan.

Dalam hal pengawasan pemerintah Malaysia bermaksud memperkuat kapasitas petugas lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terhadap tenaga kerja migran, untuk menegakkan hukum yang lebih efektif dan memperkuat inspeksi ketetapan istansi penempatan pekerjaan berfokus khusus pada majikan yang mempekerjakan sejumlah besar tenaga kerja migran. Dalam hal data dan informasi tenaga kerja migran, Pemerintah Malaysia bermaksud meningkatkan pengumpulan informasi melalui tenaga kerja nasional yang pulang, Pampasan membangun pangkalan data pasar tenaga kerja dan sistem pertukaran tenaga Kerja elektronik untuk

mengawasi manajemen dan perencanaan kebijakan secara efektif. Data dan informasi mengenai sistem biometrik tenaga kerja dari Kementerian Dalam Negeri akan dibagikan ke tenaga kerja migran untuk memperbaiki pengawasan terhadap majikan.

MOU Penempatan PLRT(pembantu luar rumah tangga) Indonesia di Malaysia yang ditandatangani Maret 2006, yang membahas tentang cuti ,kenaikan upah dan paspor TKI merupakan langkah yang baik dan maju dalam penempatan PLRT di Malaysia. Tetapi ada yang dilupakan dalam pembahasan MOU tsb yaitu masalah cost structure yang lebih membahas tentang biaya pelatihan,asuransi dan akomodasi. Walaupun ideal, tetapi setidaknya ada yang menjadi acuan dalam proses rekruitmen PLRT . MOU belum merupakan hal yang final dari konteks perlindungan. Kendala utama penyelesaian permasalahan TKI adalah minimnya database yang dimiliki Perwakilan RI karena sebagian besar tidak memberikan data TKI yang dikirim ke Perwakilan RI.

KBRI menyediakan berbagai layanan ke TKI termasuk: perpanjangan paspor, penanganan kasus, layanan informasi melalui internet, brosur, radio dan sms; dan program penjangkauan melalui kunjungan lapangan. Kedutaan BesarIndonesia juga menyimpan daftar hitam agen-agen perekrutan Malaysia dan majikan yang telah bertindak tidak baik terhadap TKI, dan melaporkan mereka ke pihak berwenang

MalaysiaLayanan berikut ini disediakan bagi semua warga negara Indonesia di Malaysia:

a. Layanan administrasi cepat “tiga jam”.Sebelum ada perbaikan di bidang adminstrasi di KBRI, proses pembaruan paspor, penggantian paspor atau layanan lain yang berkaitan dengan paspor bisa memakan waktu selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Hal ini mempersulit TKI mendapatkan layanan dari KBRI karena mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka dalam jangka waktu yang lama. Sebuah sistem telah dibuat untuk mengurus dokumen dalam waktu tiga jam. Hasil pengamatan tim penelitian Ecosoc memperlihatkan bahwa layanan kilat “tiga jam” berjalan dengan lebih baik pada hari Jumat pada saat tidak ada banyak tekanan dari para staf. Namun, dari hari Senin sampai Kamis, layanan kilat ”tiga jam” sering makan waktu lebih lama. Hasil layanan kilat ini, KBRI tidak lagi perlu menggunakan jasa pengurusan paspor TKI dari luar seperti yang dilakukan sebelumnya

b. Pembangunan penampungan bagi TKI yang mengalami masalah.Penampungan di KBRI menyediakan layanan proaktif bagi para PRT yang menjadi korban kekerasan dan yang menderita gangguan psikologis. Untuk mendukung pemulihan mereka, penampungan menyediakan makanan, kegiatan meningkatkan keterampilan dan konseling. KBRI membatasi waktu tinggal di

penampungan hingga 6 bulan. Tempat ini berkapasitas menampung 70 orang dan seringkali penuh sesak. Pada saat kunjungan studi dilakukan, September 2009, terdapat paling sedikit 150 perempuan yang tinggal di sana. Satu sukarelawan yang membantu kegiatan ini menyatakan bahwa dia berharap pelayanan kesehatan bisa lebih tertata baik dan memadai agar bisa meningkatkan proses pemulihan bagi mereka yang membutuhkan. Setiap bulan KBRI membantu pemulangan TKW lebih dari 100 orang dari lokasi penampungan KBRI

c. Pencegahan para makelar masuk ke KBRI. Para makelar dan orang-orang yang menawari layanan dokumen palsu tidak lagi diijinkan masuk ke wilayah KBRI di Kuala Lumpur. Tujuannya untuk melindungi para TKI dari eksploitasi mereka. Komunitas migran sebelumnya merasa bahwa terdapat kerjasama yang tidak benar antara para makelar dan petugas pengurusan dokumen yang menganggu proses layanan publik. Para makelar sekarang tidak diijinkan mendekati antrian, atau masuk ke wilayah Kedutaan Besar. Namun, mereka masih mampu menawarkan layanan mereka, misalnya untuk “pengambilan foto”.

d. Fasilitas layanan yang sesuai. Sebelum dibangun ruang tunggu bagi warga negara Indonesia, migran sering kesulitan masuk ke Kedutaan Besar, karena mereka dipaksa menunggu dengan orang-orang lain di

luar wilayah Kedutaan Besar. Keadaan sebelumnya sangat memungkinkan bagi para makelar untuk menawarkan pemalsuan dokumen, khususnya kalau mereka difasilitasi atau mempunyai hubungan dengan pepegawai Kedutaan Besar. Kedutaan Besar sekarang menyediakan tempat tunggu khusus untuk pengurusan dokumen bagi TKI.

e. Pihak luar yang peduli masalah TKI bisa mengakses data dari Kedutaan Besar, sangat berguna untuk proses pengawasan dan memungkinkan para pemangku kepentingan memperbaiki layanan bagi TKI. Data yang dikumpulkan oleh Kedutaan Besar sangat penting dalam merumuskan kebijakan perlindungan bagi TKI.

f. Dalam skenario yang ideal, para TKI seharusnya dilatih sebelum keberangkatannya ke Malaysia. Namun, seperti yang didiskusikan di bagian pertama, banyak dari mereka, khuusnya PRT tiba dengan keterampilan dasar atau terbatas. Kedutaan Besar mendanai beberapa kegiatan untuk menyediakan bantuan atau program pemberdayaan TKI. Contohnya, Sekolah Indonesia di Kota Kinabalu, Borneo Timur, bertujuan menyediakan akses ke pendidikan bagi TKI yang tidak mampu mendapatkan akses ke pendidikan di Sabah, salah satu negara bagian Malaysia. Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan LSM Internasional

HUMANA menangani masalah akses pendidikan bagi anak-anak migran Indonesia yang kurang mampu di Malaysia. Pemerintah Indonesia dan Malaysia setuju bahwa organisasi yang berbasis di Denmark ini, dapat membantu menyediakan pendidikan. Ada sekitar 70.000 anak migran Indonesia yang tidak mempunyai akses ke pendidikan. Sekolah Indonesia di Kota Kinabalu digunakan sebagai pusat pelatihan, di mana kelas diselenggarakan di luar pusat pelatihan karena jauhnya jarak antara rumah anak dan pusat pelatihan. Meskipun demikian, kemitraan Kedutaan Besar Indonesia dengan HUMANA telahberakhir. Kedutaan Besar berencana untuk melanjutkan program mengingat penyediaan pendidikan bagi anak-anak migran sangat penting.

g. Program orientasi bagi TKI yang baru tiba di Malaysia. Kedutaan Besar Indonesia telah mengawali dibentuknya sebuah program orientasi bagi TKI yang baru tiba di Malaysia dengan memberikan informasi tentang hak-hak mereka, undang-undang dan peraturan yang sesuai serta layanan kedutaan besar yang relevan. Selain layanan yang disedikan oleh Kedutaan Besar Indonesia, TKI juga mendapatkan layanan dari LSM dan Perserikatan Masyarakat Madani di seluruh Malaysia.

b. Kasus – kasus yang telah diselesaikan oleh KBRI dan Pemerintah Indonesia mengenai masalah TKW yang berada di Malaysia

Kasus Nirmala Bonat

Nirmala Bonat, anak perempuan seorang petani yang tinggal di NTB. Ia bersemangat membantu orang tuanya yang berpenghasilan sangat kecil dan setuju untuk direkrut sebagai pembantu rumah tangga. Nirmala dikirim ke Malaysia pada tahun 2003 sewaktu berumur 19 tahun. Majikannya, Yim Pek Ha, mulai menganiaya beberapa bulan saat dia baru bekerja. Setelah secara tidak sengaja memecahkan cangkir, Yim melempar air panas ke Nirmala. Setiap kali Yim merasa tidak senang dengan Nirmala, dia diserang dengan menggunakan segala macam barang yang ada di sekitarnya seperti gantungan pakaian dan cangkir kaleng. Serangan sik yang paling serius terhadap Nirmala adalah sewaktu dia disiram air panas dan dibakar dengan seterika panas di bagian payudara.

Nirmala mencoba melarikan diri dua kali dari majikannya, namun dia ketakutan karena tidak mengenali daerah di sekitarnya dan tidak merasa yakin kemana harus pergi sehingga ia kembali ke rumah majikannya. Ketika penyiksaan semakin tidak bisa ditoleransi, Nirmala kembali melarikan diri tanpa tahu harus pergi kemana. Untungnya penjaga keamanan datang membantunya, membawa dia ke kantor polisi terdekat. Majikan Nirmala ditahan dan Nirmala dimasukkan ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih

lanjut. Pada bulan Mei 2004, Yim Pek Ha dikenakan 4 tuduhan karena secara sengaja melukai sik, tim penuntut meminta Yim dihukum 20 tahun penjara atas tuduhan tersebut. Akan tetapi, pada bulan Juli 2004, Pengadilan Tinggi Malaysia--mempertimbangkan penyakit asma dan tekanan darah tinggi yang diderita Yim serta usia anaknya yang kurang dari satu tahun dan masih berada di bawah pengasuhannya-- mengijinkan Yim untuk menjadi tahanan rumah. Ia diwajibkan membayar uang tebusan sebesar 85.000 Ringgit (USD 25,602) dan menyerahkan paspornya serta tidak diperkenankan mempekerjakan pembantu rumah tangga asing. Yim tidak hadir dalam persidangan hari pertama pada bulan Juli 2004, dia dilaporkan sedang menjalani perawatan asma di rumah sakit. Hakim menunda kasusnya sampai hari berikutnya.

Hari berikutnya sidang ditunda lagi sampai 2 bulan berikutnya, dan mulai lagi pada bulan September 2004. Persidangan kasus menjadi tidak jelas, karena kuasa hukum Yim yang licik menyatakan bahwa tuduhan terhadap Yim tidak sempurna dan ada kelemahan dalam laporannya yaitu pada malam Nirmala ditemukan oleh penjaga keamanan. Tim pembela Yim menyatakan bahwa bahwa luka-luka Nirmala disebabkan ulahnya sendiri. Mereka mencoba memberikan gambaran bila Nirmala menderita sakit mental. Untung saja, pernyataan ini dilemahkan dengan testimoni para saksi termasuk konsultan, psikiater dan petugas medis lainnya. Dalam persidangan,

testimoni Nirmala juga dipotong menjadi lebih singkat oleh tim pembela Yim yang meminta keputusan persidangan ditunda setelah 30 menit.

Selama kasusnya disidangkan di pengadilan Malaysia, Nirmala harus tinggal di penampungan KBRI di Kuala Lumpur. Pada bulan November 2008, Yim Pek Ha dijatuhi hukuman 18 tahun penjara setelah dinyatakan bersalah dengan 3 tuduhan melukai tubuh Nirmala Bonat Yim dinyatakan melakukan kesalahan keempat yaitu mematahkan hidung Nirmala dengan cangkir kaleng. Menurut Seksi 326 KUHP, setiap serangan terkena maksimum 20 tahun hukum penjara dan denda atau hukum pecut. Pada bulan Desember 2009, hukuman Yim dikurangi menjadi 12 tahun oleh pengadilan tinggi Malaysia.

Dalam kasus Nirmala Bonat sangat memakan waktu hingga bertahun – tahun ini disebabkan karena sistem dan proses hukum yang ada di Malaysia sangat lama hingga memakan waktu hingga 5 tahun, bukan hanya itu karena pemerintah kurang memberikan perhatian dan sulit untuk melobby para pemerintah dan badan hukum Malaysia tetapi pelaku telah mendapat sanksi yang setimpal atas perbuatan yang dia perbuat.

Kasus Aida

Kasus kekerasan yang baru terjadi pada tahun 2006 adalah Aida korban pembunuhan TKW asal Bogak, Sumatera Utara. Para aparat kepolisian Malaysia menangkap 6 orang tersangka yang dicurigai membunuh Aida waktu bekerja dirumah majikannya. Tetapi Aida bekerja secara tidak

sah dikarenakan paspor Aida telah kadaluarsa sejak 2005. Jenazah Nurul Aidah (30) yang meninggal dunia di Malaysia diduga akibat kekerasan majikannya, akan diterbangkan Rabu sore dengan menggunakan maskapai penerbangan Malaysia MAS (Malaysia Airlines) ke Medan, Sumatera Utara Jenazah Nurul Aidah sudah diserahkan dari kepolisian Malaysia ke pihak keluarga korban setelah otopsi selesai.

Kami juga mendapatkan konfirmasi bahwa MAS dapat mengangkut jenazahnya ke Medan," kata Widyarka Ryananta, Kepala Pensosbud (penerangan, sosial budaya) Kedubes RI di Kuala Lumpur. Kepala Penerangan Kepolisian Malaysia, Syahrul Anuar telah menyerahkan surat yang menyatakan jenazah Nurul Aidah kini di bawah kontrol keluarganya, sedangkan keluarga yang menerima penyerahan jenazah adalah Mohamad Nasir. Menyusul kematian pembantu asal Bogak, kabupaten Batubara, Sumatera Utara, itu polisi Malaysia telah menahan enam warga Malaysia. Mereka adalah kedua majikan Nurul, yakni Krishnan dan Lechumi serta anaknya, dan agen Too dan dua kawannya.

Dari diotopsi pada jenazah, ditemukan lebam-lebam pada tubuh korban akibat pukulan benda tumpul sehinga kematian Nurul diduga akibat kekerasan majikan. Kematian Nurul Aida berawal ketika dua warga Malaysia datang ke KBRI Malaysia dengan membawa Nurul Aida di dalam bagasi mobil. Saat tiba di KBRI, Nurul Aida sudah meninggal dunia. Setelah diterima petugas piket KBRI dan konsultasi dengan kepolisian, ketiga warga

Malaysia tersebut diminta membawa mayat Nurul Aida ke rumah sakit Kuala Lumpur untuk diotopsi. Petugas piket KBRI juga melaporkan kasus Nurul Aida kepada polisi di rumah sakit tersebut.

Dalam hal ini, peranan diplomasi Indonesia sangat menentukan dijalankannya pembelaan terhadap hak – hak Nurul Aida secara tegas dsan nyata. Dengan adanya diplomasi antara Indonesia dan Malaysia dapat mencerminkan keprihatinan dan kepeduliaan terhadap korban kekerasan yang dialami oleh TKW sehingga kekuatan diplomasi Indonesia akan semakin kuat dan tangguh. Hukuman yang harus di terima oleh pelaku harus sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh korban hingga korban meninggal dunia, pemerintah harus menindak tegas dalam kasus ini agar diplomasi Indonesia terlihat lebih jelas dalam menanggapi kasus yang dialami oleh korban kekerasan di Malaysia dan perlu membentuk badan advokasi dalam menangani kasus Nurul Aida agar pelaku dapat ganjaran dan hukuman yang setimpal.

Kasus Siti Hajar

Kasus yang paling menghebohkan adalah Kasus kekerasan dan penyiksaan terhadap Siti Hajar (33), Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Limbangan, Garut, Jawa Barat, telah mengundang simpati semua pihak termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. sehingga hak – hak Siti hajar harus diperjuangkan seperti membayar gaji yang tidak diberikan selama 34 bulan,dan majikannya ditahan di pihak keamanan setempat KBRI.

Kasus yang dialami oleh Siti hajar merupakan langkah yang baik dalam menangani kasus kekerasan yang dialami oleh TKW yang bermasalah di Malaysia, apalagi mengundang simpati dari presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sangat peduli akan nasib TKW yang mendapat perlakuan yang kasar dan keji, perlindungan terhadap TKW di Malaysia perlu ditingkatkan dan juga mendapatkan bantuan medis yang harus diberikan pada korban, bantuan psiko-sosial juga harus diberikan mengingat kekerasan yang dialami korban telah berlangsung cukup lama (kira-kira 3 tahun ) dan memfasilitisi korban untuk memperoleh haknya setelah pelaku dibawa ke persidangan. Tetapi jangan hanya satu kasus saja yang mengundang simpati dari Presiden karena masih banyak kasus TKW yang mendapat kekerasan belum dan tidak diselesaikan oleh pihak KBRI di Malaysia. Melihat dari kasus ini Presiden hanya ingin mengundang perhatian semata dari masyrakat karena masih banyak yang belum diselesaikan oleh pihak KBRI dalam menangani kasus kekerasan TKW di Malaysia .

Kasus Winfaidah

Kasus yang serupa adalah Winfaidah,wanita asal Lampung yang juga korban penyiksaan majikannya di Penang. Sesuai keputusan Mahkamah Pengadilan Pulau Penang, sejak 8 Oktober 2009, Winfaidah dititipkan di rumah perlindungan Bukit Ledang Kuala Lumpur, dalam kurun waktu paling lama 3 bulan. Winfaidah merupakan salah satu korban human trafficking yang proses peradilan masih terus berjalan hingga kini. Sidang kedua

terhadap tersangka majikan Winfaidah akan dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2009. "Kasus Winfaidah ini merupakan puncak gunung es dari ratusan kasus lainnya, yang menimpa perempuan kita. Selain persoalan pelanggaran berlapis dan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan, ada juga permasalahan pekerja tanpa dokumen keimigrasian yang jelas lantaran melarikan diri dari para majikan yang menyandera dokumen mereka dan ini sepenuhnya tanggung jawab pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi WNI yang nekat merantau ke Malaysia dan negara lainnya hanya karena jeritan perut mereka dan mencari penghidupan layak, Winfaidah TKI asal Lampung, menjadi korban kekerasan majikannya di Penang, Malaysia. Korban juga mendapat tindakan pelecehan seksual dan perkosaan. Saat ini korban tengah mendapat perawatan intensif di rumah sakit setempat, karena mengalami siksaan fisik yang melampaui batas kemanusiaan. Selain itu, korban juga mengalami trauma sehingga harus terus didampingi. Sementara pelaku, yakni majikannya yang merupakan pasangan suami istri sudah ditangkap polisi Malaysia.

Kasus ini mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia dan KBRI setempat Winfaidah adalah seorang PRT migran illegal yang datang ke Malaysia, pemerintah sudah memberikan respon yang baik terhadap masalah yang di hadapi Winfaidah seperti menangkap dan memenjarakan pelaku yang menyiksa dan memerkosa Winfaidah, memberikan tempat perlindungan berarti kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Malaysia sangat baik khususnya masalah TKW dan kepedulian terhadap WNI yang berada di

Malaysia. Walaupun belum semua kasus berhasil di tangani oleh pemerintah dan KBRI Malaysia ini merupakan suatu usaha yang baik dan koordinasi antara mereka sudah berjalan lancar.

Dari semua kasus yang ada dapat disimpulkan bahwa pemerintah Indonesia sudah sangat memegang pengaruh dalam masalah TKW khsususnya pembantu yang disiksa, dipukul, bahkan di perkosa oleh majikannya sendiri. Hubungan bilateral antara Malaysia dan Indonesia sudah terbilang berhasil karena hampir semua kasus yang dialami oleh TKW mendapat perhatian dan diproses secara hukum di Malaysia. Walaupun mungkin masih banyak kasus yang belum di selesaikan mengenai kasus para TKW yang bermasalah yang disebabkan karena proses hukum di Malaysia sangat lama memakan waktu sekitar 2 – 3 tahun bahkan 5 tahun untuk 1 kasus khususnya bagi WNA yang bermasalah belum lagi soal masalah advokasi dan lawyer yang akan mengurus para TKW yang berada disana.

Kasus – kasus di atas hanyalah sebagian kecil kasus yang ditampilkan sebagai contoh. Masih banyak lagi kasus TKW yang terjadi selama ini bahkan masih ada kasus yang belum terungkap sama sekali. Dari kasus tersebut, yang berhasil diselesaikan hanya beberapa saja seperti Siti hajar yang menarik simpati dari presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sedangkan masih banyak kasus yang belum terselesaikan hingga saat ini. Kondisi ini menjadi rumit karena masalah bermunculan namum tidak disertai dengan penangan yang optimal dari pihak KBRI dan pihak – pihak terkait.

Dalam melihat kasus – kasus yang ada peranan pemerintah sangat menentukan nasib – nasib para TKW, proses yang ada dalam penanganan sangat memakan waktu khususnya dalam ranah hukum yang ada di Malaysia hingga memakan waktu 2- 5 tahun, perhatian diplomat dalam menangani kasus – kasus yang ada belum optimal karena sangat memakan waktu yang lama. Kerjasama antara pemerintah Malaysia dan Indonesia dalam hal tenaga kerja masing sangat kurang dilihat dari banyak kasus yang masih belum diselesaikan dan kinerja KBRI di Kuala Lumpur dalam menangani kasus – kasus TKW sangat lemah, hal ini dikarenakan TKW yang bermasalah kebanyakan merupakan TKW illegal yang sangat sulit diketahui keberadaannya, hingga pihak KBRI sulit untuk menangani dan menyelesaikan kasus yang ada.

Diplomasi Indonesia dan Malaysia sudah banyak dilakukan dilihat dari adanya penandatangan MoU tentang tenaga kerja, adanya program permintaan pemutihan WNI Indonesia yang bermasalah dan TKI illegal yang masih diproses dan belum di setujui oleh pemerintah Malaysia, tetapi belum maksimal khususnya dalam konteks perlindungan, dilihat dari masih banyaknya kasus yang belum diselesaikan. Diplomasi Indonesia sangat menentukan nasib para TKW dalam memberikan tanggung jawab nya, diplomasi Indonesia dengan Malaysia sejauh ini sudah berupaya dalam menangani persoalan TKW khususnya dalam masalah kekerasan TKW, khusus TKW di Malaysia. Diplomasi perlindungan TKW yang ideal nampaknya

masih memerlukan perjuangan panjang. Namun demikian, bukan berarti permasalahan TKI tidak dapat diselesaikan. Diplomasi yang dilakukan terbuka dan bilateral dalam membahas upaya perlindungan TKW. Perlu dicanangkan

Dalam dokumen Diplomasi Indonesia dalam perlindungan t (Halaman 89-106)

Dokumen terkait