• Tidak ada hasil yang ditemukan

Solusi dan Target Luaran

a. Solusi, luaran, dan capaian luaran kegiatan

Solusi yang ditawarkan oleh tim pengusul dalam permasalahan mitra melalui kegiatan PKM ditampilkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Permasalan Mitra dan Solusi yang Ditawarkan

No Permasalahan Mitra Solusi

1 Tidak mengetahui adanya bahaya dari penggunaan berulang minyak goreng bekas (jelantah) terhadap kesehatan dan lingkungan.

Memberikan penyuluhan/ edukasi kepada mitra agar mengetahui apa saja bahaya dari jelantah bagi kesehatan tubuh dan lingkungan.

2 Tidak mengetahui cara mengelola, mengolah, dan memanfaatkan limbah minyak jelantah menjadi bahan baku pembuatan sabun ramah lingkungan

Memberikan penyuluhan dan pelatihan agar mitra bisa mengelola, mengolah, dan membuat sendiri sabun cuci yang ramah lingkungan dari limbah jelantah dan MES untuk kebutuhan rumah tangga bahkan bisa untuk dijual.

Luaran yang diharapkan dari solusi yang ditawarkan ditampilkan pada Tabel 2.2.

6 Tabel 2.2. Solusi yang Ditawarkan dan Luaran

NO Solusi Luaran

1 Memberikan penyuluhan/ edukasi kepada mitra agar mengetahui apa saja bahaya jelantah bagi kesehatan tubuh dan lingkungan.

Minyak jelantah tidak digunakan lagi secara berulang untuk menggoreng makanan/ produk.

2 Memberikan penyuluhan dan pelatihan agar mitra dapat mengelola, mengolah, dan membuat sendiri sabun cuci ramah lingkungan dari limbah jelantah dan MES untuk kebutuhan rumah tangga bahkan bisa untuk dijual.

1.Terbentuknya kelompok pengepul minyak jelantah (bank minyak jelantah).

2.Modul cara pengolahan jelantah untuk bahan baku sabun.

3.Modul cara membuat sabun cuci padat dan cair yang ramah lingkungan menggunakan peralatan yang ada di rumah.

Capaian luaran yang ditargetkan tampak pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Capaian Luaran Kegiatan

No Jenis luaran Indikator Capaian

Luaran wajib

1 Publikasi ilmiah di jurnal nasional ber ISSN/prosiding ber ISBN1} Diterima 2 Publikasi pada media cetak/online/repository PT2) Sudah terbit 3 Peningkatan daya saing (peningkatan kualitas, kuantitas, serta nilai

tambah barang, jasa, diversifikasi produk, atau sumber daya lainnya) 3)

Ada peningkatan

4 Peningkatan penerapan iptek di masyarakat (mekanisasi, IT, dan manajemen) 3)

Ada peningkatan

5 Perbaikan tata nilai masyarakat (seni budaya, sosial, politik, keamanan, ketentraman, pendidikan, kesehatan) 4)

Ada perbaikan

6 Video kegiatan berdurasi sekitar 5 menit Sudah diupload

7 Artikel ilmiah yang dipresentasikan di pertemuan ilmiah dengan pnyelenggara LPPM Unila

Sudah dilaksanakan

Luaran tambahan

1 Publikasi di Jurnal Internasional 1) Tidak ada

2 Jasa, rekayasa sosial, metode atau sistem, produk/barang 5) Sabun padat dan cair

3 Inovasi Teknologi Tepat Guna5) Tidak ada

4 Hak kekayaan intelektual (Paten, Paten sederhana, Hak Cipta, Merek Dagang, Desain Produk Industri, Perlindungan varietas tanaman, Perlindungan desain topografi sirkuit terpadu) 6)

Belum ada

5 Buku Ajar (ISBN)2) Tidak ada

7 b. Tinjauan Pustaka

Pemanasan berulang minyak pada suhu tinggi (160–190oC) dalam jangka waktu yang lama menyebabkan terjadinya predisposisi minyak menjadi oksidasi termal sehingga warna menjadi gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (Vitamin E), hidrolisis minyak dengan adanya air mengakibatkan lemak terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Hidrolisis menurunkan mutu minyak goreng, akibatnya asam lemak bebas bertambah. Oksidasi dan ketengikan, disebabkan oleh proses otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Selanjutnya polimerisasi yaitu pembentukan suatu senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh, mudah terjadi pada minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dalam jumlah besar, polimerisasi juga menyebabkan terjadinya perubahan konfigurasi asam lemak dari cis menjadi isomer trans dan mempercepat pembentukan lipid teroksidasi dan terpolimerisasi dalam media penggorengan.

Penggunaan minyak goreng yang dipanaskan berulang kali diketahui dapat menginduksi genotoksisitas dan karsinogenisitas, merusak kesehatan seperti: risiko penyakit kardiovaskular, endotel penyelewengan fungsi, gangguan respon vasorelaxation, hipertensi, peningkatan peroksidasi lipid, LDL, dan aterosklerosis. (A.

Viantini dan Yustinah, 2015), (Venkata and Subramanyam, 2016).

Sementara dari segi lingkungan, jika minyak jelantah dibuang menyebabkan tanah dan air terkontaminasi dan akan terakumulasi di badan-badan air. Apabila tidak dikelola dengan baik, kandungan senyawa dengan karakteristik sebagai limbah B3 membuat minyak jelantah berpotensi meracuni ekosistem, mengganggu keseimbangan BOD (biological oxide demand) dan COD (chemical oxide demand) pada badan-badan yang sangat berperan menopang kehidupan biota. (Greeners.co, 2016). Minyak jelantah dapat membentuk lapisan minyak dalam air, menurunnya konsentrasi oksigen terlarut di dalam air, menjadikan pencahayaan matahari kurang maksimal sehingga organisme di dalam air kekurangan cahaya, pada suhu rendah limbah minyak jelantah akan membeku sehingga menyumbat saluran pipa, membuat saluran air pembuangan terganggu (Travis et al, 2008). Limbah minyak jelantah yang dibuang ke lingkungan akan mengalami degradasi biologi yang menyebabkan pencemaran lingkungan berupa turunnya kadar COD dan BOD dalam perairan yang dapat menimbulkan bau yang busuk jika dibuang ditempat terbuka (Djaeni, 2002).

8 Dari uraian yang telah disampaikan maka limbah jelantah ini sebaik nya dikelola dan diolah saja menjadi bahan baku untuk pembuatan sabun padat dan sabun cair ramah lingkungan. Untuk membuat sabun padat maupun cair bahan utama yang dibutuhkan adalah asam lemak yang terdapat di dalam jelantah, lye (NaOH untuk sabun padat dan KOH untuk sabun cair), dan air. Berikut adalah reaksi penyabunan (saponifikasi) asam lemak dengan larutan basa (lye) untuk menghasilkan sabun padat/

cair dan gliserol seperti ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Reaksi Penyabunan (Saponifikasi)

Kelebihan dari sabun buatan sendiri ini masih mengandung gliserol/ gliserin yang berfungsi melembabkan kulit, ramah lingkungan biodegradable, karena tidak menggunakan bahan deterjen seperti surfaktan sintetik antara lain SLS ( Sodium Lauryl Sulfate ) atau SLES ( Sodium Laureth Sulfate ), paraben yang dapat menyebabkan kulit iritasi, kering karena tidak mengandung gliserol/ gliserin sulit untuk diurai dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.

Sabun cair berbahan MES (Methyl Ester Sulfonate), MES sendiri pembuatannya berasal dari metil ester minyak sawit (Elaeis Guineensis) di mana Indonesia merupakan produsen kedua terbesar kedua di dunia maka memungkinkan Indonesia sebagai pelopor produsen surfaktan MES ini. MES adalah surfaktan anionik yang dapat dibuat dengan sulfonasi metil ester asam lemak jenuh, yang berasal dari lemak dan minyak alami. MES berbentuk serpihan berwarna putih. Digunakan pada pembuatan sabun laundry dan bekerja sebagai surfaktan untuk daya bersih. Surfaktan berasal dari kata surface active agent yakni senyawa kimia yang bisa mengaktifkan permukaan suatu zat lain yang awalnya tidak dapat berinteraksi. MES mempunyai tingkat deterjensi yang lebih baik dibandingkan dengan LABS atau LAS dalam pengujian pencucian dalam temperature sedang, sekalipun pada tingkat kesadahan air,

9 MES lebih unggul dibandingkan surfaktan lain. Jikalau surfaktan lain tidak tahan pada konsentrasi tertentu maka MES bisa diajak jadi teman untuk bersinergi misalnya dengan menambahkan surfaktan lain untuk meningkatkan busa. MES terdegradasi secara signifikan lebih cepat daripada LAS dan secara substansial terdegradasi di sekitar satu hari. MES mempertahankan aktivitas enzim yang lebih baik dibandingkan dengan surfaktan lainnya. Efek dari builder juga tidak memberi efek yang signifikan.

Pembuatan sabun cair dari bahan MES ini sangat mudah.

Dokumen terkait