• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

TINJAUAN PUSTAKA

G. Sorpsi Isotermis

Bahan makanan sebelum maupun sesudah diolah bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap air dari udara sekelilingnya (adsorpsi), dan sebaliknya dapat melelepaskan sebagian air yang dikandungnya ke udara (desorbsi). Istilah sorpsi air dipakai untuk menunjukan semua proses saat padatan bergabung dengan molekul air secara reversible (Adawiyah, 2006). Perilaku produk makanan terhadap kelembaban udara lingkungannya dapat digambarkan oleh kurva yang menunjukan hubungan antara kadar air bahan pangan dengan kelembaban relatif setimbang ruang penyimpanan (ERH) atau aktivitas air (aw) pada suhu tertentu

(Troller dan Christian, 1978). Kurva yang menggambarkan hubungan tersebut disebut kurva isothermis (Syarief dan Halid, 1993).

Sorpsi isothermis suatu bahan pangan dapat digunakan dalam menentukan jenis pengemas yang dibutuhkan, memprediksikan karakteristik kondisi penyimpanan yang sesuai dan penentuan masa simpan (Mir dan Nath, 1995).

1. Kurva Sorpsi Isotermis

Perilaku produk makanan terhadap kelembaban udara lingkungannya dapat digambarkan oleh kurva sorpsi isothermis. Kurva sorpsi isotermis adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara kandungan air dalam bahan pangan dengan aktivitas air (aw) atau kelembaban relatif kesetimbangan (ERH) ruang

penyimpanan (De man, 2007). Menurut Winarno (2004), setiap jenis bahan pangan memiliki bentuk kurva sorpsi isothermis yang khas. Perubahan kadar air akan mempengaruhi mutu produk pangan, maka dengan mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan nilai kadar air kritisnya umur simpan suatu

produk pangan dapat ditentukan. Tipe-tipe kurva sorpsi isothermis bahan pangan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Tipe-tipe kurva sorpsi isotermis Sumber: Hui et al. (2008)

Menurut Labuza dan Bilge (2007), secara umum ada tiga tipe bentuk kurva isotermis. Tipe I adalah bentuk kurva sorpsi isotermis yang khas untuk bahan pangan antikempal. Tipe II adalah kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid dan paling banyak ditemukan pada produk pangan. Produk pangan kering umumnya memiliki kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid. Tipe III mewakili kurva sorpsi isotermis untuk bahan kristal, misalnya sukrosa. Namun menurut Arpah (2007), beberapa literatur membagi bentuk kurva sorpsi isotermis menjadi lima tipe. Tipe IV dan tipe V merupakan variasi dari tipe II. Tipe IV memiliki kurva yang mirip gabungan antara kurva tipe II dengan tipe III, sedangkan tipe V memiliki kurva yang mirip gabungan antara kurva tipe II dan tipe I.

Berdasarkan keadaan air dalam bahan pangan, kurva sorpsi isotermis terbagi kedalam tiga daerah. Daerah pertama mempunyai nilai aw sampai 0.3, Pada daerah

ini air terdapat dalam bentuk monolayer (satu lapis) dengan air yang terikat sangat kuat. Daerah kedua mempunyai kisaran aw dari 0.3-0.7. Pada daerah kedua, air

terikat kurang kuat dan merupakan lapisan-lapisan yang disebut dengan air

multilayer. Air yang terdapat pada daerah ini berperan sebagai pelarut sehingga

aktivitas enzim dan pencoklatan non enzimatik dapat terjadi. Daerah ketiga

Kadar air kesetimb angan Kadar air kesetimb angan Kadar air kesetimb angan Kadar air kesetimb angan Kadar air kesetimb angan

Aktivitas air Aktivitas air Aktivitas air

merupakan daerah yang mempunyai nilai aw di atas 0,7. Daerah ini merupakan

daerah air bebas, dimana pada daerah ini terjadi kondensasi air pada pori-pori bahan. Keadaan air dalam kondisi bebas ini dapat mempercepat proses kerusakan produk pangan (Arpah, 2007). Secara umum kurva sorpsi isotermis pada bahan pangan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Kurva sorpsi isotermis pada bahan pangan secara umum Sumber: Chaplin (2009)

Pada umumnya kurva sorpsi isotermis berbentuk sigmoid yaitu menyerupai huruf S (Buckle et al., 2007). Kurva sorpsi isotermis adsorpsi dimulai dari kondisi kering hingga kondisi basah, misalnya proses rehidrasi/penyerapan air. Sedangkan, kurva sorpsi isotermis desorpsi dimulai dari kondisi basah ke kondisi kering, misalnya proses dehidrasi/proses pengeringan. Pada jenis bahan pangan yang sama grafik penyerapan uap air dari udara oleh bahan pangan (kurva adsorpsi) dan grafik pelepasan uap air oleh bahan pangan ke udara (kurva desorpsi) tidak pernah berhimpit. Kadar air isotermis desorpsi lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan isotermis adsorpsi pada nilai aktivitas air (aw) yang

sama. Keadaan tersebut disebut sebagai fenomena histeria. Fenomena histeria diperlihatkan oleh perbedaan nilai-nilai kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari proses adsorpsi dan desorpsi. Bentuk kurva dan besarnya tingkat histeria

Kadar air k e setimbangan (% bk) Aktivitas air (aw) Air terikat sangat kuat (Monolayer)

Air terikat kurang kuat

(multilayer) Air bebas

Pelepasan uap air

Penyerapan uap air

suatu produk pangan sangat beragam tergantung pada komposisi bahan penyusunnya, suhu, dan waktu penyimpanan (Rahman, 2009).

2. Model Persamaan Sorpsi Isotermis

Model matematika mengenai kadar air kesetimbangan atau sorpsi isotermis telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Namun model-model matematika yang dikembangkan pada umumnya tidak dapat mencakup keseluruhan kurva sorpsi isotermis dan hanya dapat memprediksi kurva sorpsi isotermis pada salah satu dari ketiga daerah sorpsi isotermis. Kesesuaian setiap model isotermis terhadap isotermis produk pangan tergantung pada kisaran aw dan jenis bahan penyusun

produk pangan tersebut (Arpah, 2007).

Ada beberapa model matematika yang umumnya digunakan untuk menentukan kurva sorpsi isotermis bahan pangan, yaitu model Henderson, Caurie, Oswin, Clayton, dan Hasley. Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air dan merupakan salah satu persamaan yang paling banyak digunakan pada bahan pangan kering. Model Caurie berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang aw 0.0-0.85 dan model Oswin berlaku

untuk bahan pangan pada RH 0-85%. Model Oswin juga sesuai bagi kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid. Sedangkan model Chen-Clayton berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air. Pada percobaanya Hasley mengemukakan suatu persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan

multilayer. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk bahan makanan dengan

kelembaban relatif 10-81% (Chirife dan Iglesias, 1978 diacu dalam Arpah, 2007). Adapun persamaan dari model-model tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Model-model persamaan sorpsi isotermis bahan pangan

Model Persamaan Keterangan

Henderson 1-aw = exp(-KMen) • Me: kadar air kesetimbangan

Caurie ln Me = ln P1-P2*aw • aw: aktivitas air

Oswin Me = P1[aw/(1- aw)] P2 • K dan n: konstanta

Chen Clayton aw = exp[-P1/exp(P2*Me)] • P1 dan P2 : konstanta

Hasley aw = exp[-P1/(Me)P2]

3. Kadar Air Kesetimbangan

Kadar air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk pangan yang berkesetimbangan pada suhu dan kelembaban tertentu dalam periode waktu tertentu. Pada saat kadar air kesetimbangan tercapai bahan tidak menyerap molekul-molekul air dari udara maupun melepaskan molekul-molekul air ke udara, hal ini terjadi bila bahan berada pada lingkungan tertentu untuk waktu yang lama (Brooker et al., 1992).

Kadar air kesetimbangan dapat dicapai dengan dua cara yaitu proses adsorpsi dan desorpsi (Buckle et al., 2007). Jika kelembaban relatif udara lebih tinggi dari pada kelembaban relatif bahan, maka bahan akan menyerap air (adsorpsi). Sebaliknya, jika kelembaban relatif udara lebih rendah dari pada kelembaban relatif bahan maka bahan akan menguapkan kadar airnya (desorpsi) (Brooker et al., 1992). Kadar air kesetimbangan akan meningkat dengan menurunnya suhu pada kondisi aktivitas air yang konstan (Kapseu, 2006).

Menurut Brooker et al. (1992), penentuan kadar air kesetimbangan dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode statis dan dinamis. Pada metode statis, kadar air kesetimbangan suatu bahan diperoleh pada keadaan udara diam. Metode statis umumnya digunakan untuk keperluan penyimpanan karena umumnya udara di sekitar bahan relatif tidak bergerak. Sedangkan pada metode dinamis, kadar air kesetimbangan suatu bahan diperoleh pada keadaan bergerak. Metode dinamis biasanya digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air di sekitar bahan.

Menurut Lievonen dan Ross (2002) diacu dalam Adawiyah (2006), penentuan kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan melalui metode statis akan tercapai yang ditandai dengan konstannya bobot bahan. Bobot bahan dikatakan konstan bila selisih bobot antara tiga kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk kondisi RH≤90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk RH>90%. Kadar air kesetimbangan suatu bahan dapat digunakan untuk menggambarkan kurva sorpsi isotermis bahan tersebut.

4. Aktivitas Air (aw)

Aktivitas air berhubungan erat dengan kandungan air dalam bahan pangan. Air dalam bahan pangan berperan sebagai bahan pereaksi dan pelarut dari beberapa komponen. Secara umum bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila diuapkan atau dikeringkan, sedangkan air terikat sulit hilang dengan cara tersebut. Kadar air bebas dapat berubah secara signifikan selama penyimpanan pada suhu lingkungan terutama untuk parameter higroskopisitas produk kering (Sithole, 2005).

Aktivitas air merupakan faktor utama yang mempengaruhi keamanan pangan dan kualitas pangan. Istilah aktivitas air digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam bahan pangan. Kadar air dan aktivitas air berpengaruh besar terhadap laju reaksi kimia dan juga laju pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan (De man, 2007). Menurut Hui et al. (2008), pertumbuhan mikroba, oksidasi lipid, aktivitas non enzimatis, aktivitas enzimatis, dan tekstur suatu produk pangan sangat tergantung pada aktivitas air.

Aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan mutu dan umur simpan produk pangan kering selama penyimpanan (Belitz et al., 2009). Menurut Herawati (2008), aktivitas air berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya dapat menggambarkan pertumbuhan bakteri, jamur, dan mikroba lainnya. Pada umumnya semakin tinggi aktivitas air semakin banyak bakteri yang tumbuh, sedangkan jamur sebaliknya tidak menyukai aktivitas air yang terlalu tinggi. Adapun hubungan aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hubungan aktivitas air (aw) dan mutu makanan yang dikemas

Nilai aw Mutu makanan

0.7–0.75 Produk mulai tidak aman untuk dikonsumsi >0.75

Mikroorganisme berbahaya mulai tumbuh dan produk menjadi beracun

0.6-0.7 Jamur mulai tumbuh

0.35-0.5 Makanan ringan hilang kerenyahan

0.4-0.5 Produk pasta yang terlalu kering akan mudah hancur dan rapuh selama dimasak atau karena goncangan mekanis

Dokumen terkait