• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

TINJAUAN PUSTAKA

H. Umur Simpan

National Food Processor Association mendefinisikan umur simpan sebagai

berikut: suatu produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas produk tersebut secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta proteksi isi kemasan (Arpah, 2007). Penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen (Ellis, 1994).

Menurut Syarief dan Halid (1993), hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan

irreversible (tidak dapat dipulihkan kembali) selama penyimpanan, sehingga pada

saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi. Jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu makanan tidak lagi dapat diterima disebut sebagai jangka waktu kadaluarsa. Bahan pangan juga disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampaui masa simpan optimumnya dan pada umumnya makanan tersebut menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus.

Penentuan umur simpan produk pangan merupakan suatu jaminan mutu industri pangan bahwa produk pangan yang bermutu baik saja yang di distribusikan ke konsumen (Hariyadi, 2006). Menurut Floros (1993), umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan

Extended Storage Studies (ESS) atau metode konvensional dan Accelerated

Storage Studies (ASS) atau metode akselerasi. Penentuan umur simpan secara

konvensional membutuhkan waktu yang lama karena dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya. Metode akselarasi diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH), suhu, atau intensitas cahaya, baik secara sendiri- sendiri maupun gabungannya (Floros, 1993). Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan mutu pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk pangan selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi (Herawati, 2008). Menurut Floros dan Gnanasekharan (1993). Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan dapat ditentukan dengan menggunakan acuan titik kritisnya. Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan

No Produk Mekanisme penurunan

mutu Kriteria kadaluarsa 1 Teh kering Penyerapan uap air Peningkatan kadar air 2 Susu bubuk Penyerapan uap air Pencoklatan

3 Susu bubuk Oksidasi Laju kosentrasi

4

Makanan laut kering beku

Oksidasi dan

fotodegradasi aktivitas air

5 Makanan bayi Penyerapan uap air Kosentrasi asam askorbat 6 Makanan kering Penyerapan uap air -

7 Sayuran kering Penyerapan uap air Off flavor-perubahan warna 8 Kol kering Penyerapan uap air Pencoklatan

9 Tepung biji kapas Penyerapan uap air Pencoklatan

10 Tepung tomat Penyerapan uap air Kosentrasi asam askorbat 11 Biji-bijian Penyerapan uap air Peningkatan kadar air 12 Bawang kering Penyerapan uap air Pencoklatan

13 Buncis hijau Penyerapan uap air Konsentrasi klorofil 14 Keripik kentang

Penyerapan uap air

dan oksidasi Laju oksidasi

15 udang kering beku Oksidasi

Kosentrasi karoten dan laju kosentrasi O2

16 Tepung gandum

Penyerapan uap air

dan oksidasi Konsentrasi asam askorbat 17 Minuman ringan Pelepasan CO2 Perubahan tekanan

Sumber: Floros dan Gnanasekharan (1993)

Perumusan model akselerasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu cara yang diterapkan untuk produk pangan kering dengan

menggunakan kadar air atau aw sebagai kriteria kadaluwarsa. Pendekatan kedua

adalah pendekatan empiris dengan bantuan Arrhenius, yaitu cara pendekatan yang menggunakan Teori Kinetika yang pada umumnya mempunyai reaksi ordo nol atau satu untuk produk pangan (Arpah, 2007).

Nilai aw dapat digunakan sebagai parameter untuk menduga kerusakan

makanan atau menentukan waktu pengeringan yang diperlukan untuk produk pangan stabil. Menurut Labuza (1982), aw bahan pangan sangat menentukan

kondisi penerimaan atau kehilangan air dari bahan pangan. Faktor-faktor yang menentukan waktu penerimaan air dari bahan pangan adalah isotermis sorpsi air, permeabelitas film kemasan, ratio luas permukaan kemasan terhadap berat bahan kering, kadar air awal, kadar air kritis, RH dan suhu penyimpanan produk. Labuza (1982) telah mengembangkan model matematik yang dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan kadar air produk yang dikemas pada kondisi lingkungan tetap, yaitu :

b Po Ws A x k Mc Me Mi Me t ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − − = ln ………..(1)

Dimana Me= Kadar air bahan pangan pada keadaan setimbang (%bk), Mi= kadar air awal (%bk), Mc= kadar air kritis (%bk), k/x= permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg), A= luas permukaan kemasan (m2), Ws= berat bahan (g), Po= tekanan uap air murni/jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg), b= slope kurva sorpsi isotermis yang terpilih dan t= umur simpan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen serta kemungkinan terhadap perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume, kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, kemasan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat. Penurunan mutu produk terutama dapat diketahui dari perubahan faktor tersebut, oleh karena itu dalam

menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut (Syarief dan Halid, 1993).

Labuza (1982) menyatakan bahwa penilaian umur simpan dapat dilakukan pada kondisi dipercepat (accelerated shelf life test) yang mampu memprediksi umur simpan produk. Metode ini dilakukan dengan mengkondisikan bahan pangan pada suhu dan kelembaban relatif tinggi. Penentuan umur simpan metode Arrhenius termasuk kedalam metode akselerasi ini. Metode Arrhenius merupakan metode simulasi dalam menduga umur simpan produk. Penurunan mutu dengan metode simulasi memerlukan beberapa pengamatan yaitu adanya parameter kuantitatif. Parameter tersebut harus dapat mencerminkan keadaan mutu yang terjadi pada kondisi penyimpanan (Syarif dan Halid, 1993). Syarif dan Halid (1993) menyatakan bahwa suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perubahan mutu pangan. Suhu ruangan yang konstan akan lebih baik dari suhu penyimpanan yang berubah-ubah. Pendugaan laju penurunan mutu dapat dilakukan dengan persamaan Arrhenius berikut:

k = ko

e

-E/RT ………...(2)

Keterangan:

k = konstanta penurunan mutu (per hari)

ko = konstanta laju absolut (tidak tergantung suhu)

E = energi aktivasi reaksi perubahan karakteristik mutu (kal/mol) T = Suhu mutlak (oK)

METODE PENELITIAN  

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium TLB (Teknik Lingkungan Biosistem), Laboratorium TPPHP, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai November 2012.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis gabah dari varietas Ciherang sebanyak 50 kg. Gabah tersebut diperoleh dari petani di Desa Pura Sari, kecamatan Leuwiliang-Bogor Barat. Dua jenis plastik (LDPE dan PP), garam jenuh NaOH, KF, K2CO3, NaBr, KI, NaCl, KCl, K2SO4, dan akuades. Peralatan

yang digunakan adalah unit pengolahan beras pratanak (drum perendaman, tangki pengukusan gabah, steam boiler), thermometer, kompor gas, termokopel, timbangan analitik, grain moisture tester, mesin penggilingan milik petani di desa Marga Jaya tipe ICHI N50. Peralatan yang digunakan dalam penentuan umur simpan adalah inkubator, desikator modifikasi toples, oven, Permatran W 3*31, neraca analitik, cawan alumunium, hygrometer, sealer dan Whitennestester. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

(a) (b)

Gambar 4 Unit pengolahan beras pratanak : drum perendaman (a), tangki pengukusan dan steam boiler (b)

Dokumen terkait