• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah bukan hanya diarahkan pada usaha pembangunan fisik saja, melainkan juga mengupayakan tingkat kesejahteraan sosial masyarakat yang lebih baik, Usaha tersebut antara lain menyangkut masalah pendidikan, kesehatan, agama dan lain sebagainyan untuk mendapat perhatian tersendiri/khusus dari pemerintah sesuai dengan azas Pancasila dan UUD 1945.

A. PENDIDIKAN

Gambaran penyelenggaraan pendidikan di wilayah Kabupaten Mempawah dapat dilihat dari uraian-uraian sebagai berikut:

Angka Partisipasi Kasar (APK)

Data Penduduk usia sekolah masih dapat dikelompokkan lagi pada data penduduk usia sekolah yang bersekolah. Data tersebut akan menggambarkan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) suatu daerah.

Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan rata-rata pada seluruh jenjang pendidikan pada Tahun 2013 mencapai 86,89%.

Bila dilihat pada setiap jenjang pendidikan, APK tertinggi terdapat pada tingkat Sekolah Dasar (SD/MI) yaitu mencapai 112.71 % dan terendah pada tingkat Sekolah Menengah (SMU/SMK/MA) yaitu sebesar 45,73 %, Sedangkan pada tingkat SMP/MTs mencapai sebesar 80,59 %.

Gambar 3

Angka Partisipasi Kasar (APK) Kabupaten Mempawah Tahun 2013

Angka Partisipasi Murni (APM)

Angka Partisipasi Murni (APM) rata-rata pada seluruh jenjang pendidikan pada Tahun 2013 adalah 65,70%. Secara lebih rinci APM masing-masing jenjang pendidikan diuraikan di bawah ini.

APM tertinggi terdapat pada tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 97,59%, APM terendah pada tingkat pendidikan SMA/MA yaitu sebesar 33,44 %, Sedangkan APM pada tingkat pendidikan SMP/MTs adalah sebesar 64,25 %.

Gambar 4

Perbandingan APM dari setiap jenjang pendidikan menunjukkan bahwa, semakin tinggi jenjang pendidikan semakin banyak anak yang tidak bersekolah, Hal ini terutama sangat terkait dengan tingkat kesulitan, untuk menjangkau pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi terutama SMA/SMK/MA, terutama siswa yang berasal dari daerah terpencil, Dengan demikian perlu diantisipasi ketersediaan sarana dan prasarana sekolah secara proporsional terutama pada tingkat pendidikan menengah.

Rasio Kapasitas Pendidikan

Bila dilihat dari rasio-rasio pendidikan, yaitu rasio siswa/kelas, siswa/ruang kelas, guru/sekolah, kelas/ruang kelas, dan siswa/guru adalah sebagai berikut :

Gambar 5

Kapasitas Pendidikan Kabupaten Mempawah Tahun 2013

Rasio siswa per kelas

Rasio pendidikan lainnya adalah rasio siswa per kelas yang mencapai rata-rata pada seluruh jenjang pendidikan sebesar 26,69 siswa per kelas. Rasio tertinggi yaitu pada

jenjang pendidikan SMA/MA yang mencapai 31 siswa per kelas, sedangkan terendah pada jenjang pendidikan SD/Mi yaitu sebanyak 21 siswa per kelas. Rasio siswa per kelas pada jenjang SMP/MTs adalah sebanyak 29 siswa per kelas.

Rasio murid terhadap ruang kelas

Rata-rata rasio murid terhadap ruang kelas pada seluruh jenjang pendidikan Tahun 2013 adalah sebesar 26,12 siswa per ruang kelas, Rasio pada jenjang SD/MI 23 siswa per ruang kelas, Sedangkan rasio pada jenjang SMP/MTs 25 orang per ruang kelas, dan jenjang SMA/MA 32 orang per ruang kelas.

Rasio guru per sekolah

Rasio guru per sekolah terendah pada jenjang pendidikan SD/MI yaitu 10 orang guru per sekolah SD/MI, sedangkan tertinggi adalah pada jenjang pendidikan SMK yang mencapai 21 orang guru per sekolah. Pada jenjang SD/MI jumlah guru per sekolah sebanyak 10 orang/sekolah, SMP/Mts adalah sebanyak 17 orang guru per sekolah, dan pada jenjang SMA/MA adalah sebanyak 19 orang guru per sekolah. Begitu juga halnya dengan rasio siswa per sekolah yang tertinggi adalah pada jenjang pendidikan SMK yang mencapai 214 siswa per sekolah dan terendah yaitu 95 siswa per sekolah adalah pada SMA/MA. Sedangkan pada jenjang SD/MI dan SMP/MTs rasio siswa per sekolah masing-masing mencapai 162 siswa dan 160 siswa per sekolah.

Rasio murid terhadap guru

Rata-rata rasio murid terhadap guru pada Tahun 2013 mencapai 10 siswa per satu orang guru. Rasio siswa per guru pada setiap jenjang pendidikan bervariasi berkisar antara 5 orang siswa per guru sampai 15 orang siswa per guru. Rasio tertinggi

adalah pada jenjang SD/MI yang mencapai 15 orang siswa sertiap guru, dan terendah pada jenjang SMA/MA yang hanya 5 siswa setiap guru.

Kualitas sarana dan prasarana

Secara umum kondisi ruang kelas pada seluruh jenjang pendidikan di Kabupaten Mempawah adalah 60,04 % baik (B), 28,47 % rusak ringan (RR) dan 16,48 % rusak berat (RB). Pada sekolah SD, 55,05 % dari ruang kelas yang ada dalam kondisi baik, 28,47 % RR, dan 16,48 % RB. Sedangkan pada sekolah MI, 48,71 % B, 34,91 % RR dan 16,38 % RB. Jumlah ruang kelas yang rusak (rusak ringan dan rusak berat) pada jenjang SD/MI adalah sebanyak 689 ruang kelas, yang terdiri dari sebanyak 570 ruang kelas pada sekolah SD dan sebanyak 119 ruang kelas pada sekolah SD.

Kondisi ruang kelas pada jenjang pendidikan SMP/MTs lebih baik dibandingkan dengan kondisi pada jenjang SD/MI. Pada sekolah SMP/MTs sebanyak 67,96 % dari ruang kelas yang ada dengan kondisi baik (B), 15,31 % RR dan 16,73 % RB. Jumlah ruang kelas yang rusak (RR dan RB) pada jenjang SMP/MTs adalah sebanyak 157 ruang kelas, yang terdiri dari sebanyak 102 ruang kelas terdapat pada sekolah SMP dan sebanyak 55 ruang kelas terdapat pada sekolah MTs.

Kondisi ruang kelas pada jenjang pendidikan menengah tidak jauh berbeda dibandingkan dengan dua jenjang sebelumnya. Kondisi ruang kelas pada SMA sebesar 88,16 % B, dan 7,89 % RR dan 3,95 RB. Sedangkan pada sekolah MA sebesar 78,95 % B, 15,79 RR dan 5,26 % RB. Kondisi ruang kelas pada SMK yaitu 60,04 % B dan hanya 24,32 % RR serta 15,64 % RB , Jumlah ruang kelas yang rusak (RR dan RB) pada jenjang pendidikan menengah adalah sebanyak 56 ruang kelas, yang terdiri dari sebanyak 31 ruang kelas terdapat pada SMU,

sebanyak 9 ruang kelas terdapat pada MA dan sebanyak 16 ruang kelas terdapat pada sekola SMK.

Gambar 6

Kualitas Sarana dan Prasarana Pendidikan Kabupaten Mempawah Tahun 2013

Dengan demikian, dilihat dari perbandingan kondisi ruang kelas pada setiap jenjang tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja pada sekolah menengah lebih baik dibandingkan dengan tingkat SMP/MTs dan SD/MI. Rendahnya kondisi ruang kelas pada tingkat SD/MI terutama disebabkan sebagian besar sekolah SD yang ada saat ini merupakan SD Inpres, dengan perawatan yang relatif kurang dan sebagian besar sekolah MI merupakan sekolah swasta hasil swadaya masyarakat. Begitu juga halnya dengan sekolah MA, yang sebagian besar adalah sekolah swasta hasil swadaya masyarakat.Pemerintah Kabupaten Mempawah akan memberikan perhatian pada peningkatan kondisi ruang kelas secara bertahap dengan memperhatikan prioritas pembangunan dan kemampuan keuangan daerah.

Kelengkapan fasilitas sekolah

Sedangkan bila dilihat dari kelengkapan fasilitas sekolah seperti perpustakaan sekolah, lapangan olah raga, Ruang UKS, laboratorium, ketrampilan, bimbingan

konseling, dan bengkel. Secara umum tingkat pemenuhan fasilitas pendidikan di Kabupaten Mempawah adalah sebagai berikut :

Gambar 7

Tingkat Pemenuhan Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Mempawah Tahun 2013 0 20 40 60 80 100 A B C D E F

Tingkat pemenuhan fasilitas (%) 81,7 40 70 92,5 30 80

ket : A = Perpustakaan

B = Lapangan Olah Raga C = Ruang UKS

D = Laboratorium E = Ketrampilan F = Bengkel

Bila dilihat pada setiap jenjang pendidikan, tingkat pemenuhan fasilitas pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 20

Pemenuhan Fasilitas Pendidikan di wilayah Kabupaten Mempawah Tahun 2013

Seklh Jlh Seklh

Perpustkn Lap OR Ruang

UKS Labora-torium Ketram pilan Ruang BP Serba guna R, Praktek Ada Tid ak ada Ad a Tid ak ada Ad a Tid ak ada Ad a Tid ak ada A d a Tid ak ada A da Tid ak ada A d a Tid ak ada A d a Tid ak ada SD 186 122 64 0 186 36 150 0 186 0 186 0 186 0 186 0 186 MI 44 8 36 0 44 13 31 0 44 1 43 0 44 0 44 0 44

Seklh Jlh Seklh

Perpustkn Lap OR Ruang

UKS Labora-torium Ketram pilan Ruang BP Serba guna R, Praktek Ada Tid ak ada Ad a Tid ak ada Ad a Tid ak ada Ad a Tid ak ada A d a Tid ak ada A da Tid ak ada A d a Tid ak ada A d a Tid ak ada SMP 43 29 14 15 43 16 27 29 14 0 43 24 19 0 43 0 43 MTs 38 20 18 0 38 17 21 0 38 0 38 0 38 0 38 0 38 SMU 12 10 2 8 4 8 4 12 0 2 10 6 6 1 11 0 12 MA 19 10 9 2 17 2 17 1 18 0 19 0 19 0 19 0 19 SMK 8 4 4 0 8 5 3 8 0 1 7 5 3 1 7 4 4 Jumla h 350 203 147 10 340 97 253 50 300 4 346 35 315 2 348 4 346

Dari 186 unit SD, sebanyak 122 SD atau 65,59% yang telah memiliki perpustakaan, belum ada yang memiliki lapangan olah raga dan 36 unit 19,35% yang telah memiliki ruangan UKS. Pada sekolah MI, dari sebanyak 44 unit MI, hanya 8 unit atau 18,18% yang memiliki perpustakaan, 13 unit atau yang memiliki ruangan UKS, I unit MI yang memiliki ruang ketrampilan. Sedangkan selebihnya masih membutuhkan fasilitas pendidikan berupa perpustakaan, lapangan olah raga dan ruangan UKS, Laboratorium, Ruang BP, dan serba guna,

Pada jenjang SMP/MTs, tingkat pemenuhan kebutuhan fasilitas sekolah adalah dari 43 unit SMP sebanyak 29 unit SMP atau 67,44% yang telah memiliki perpustakaan, 15 unit atau 34,88% yang memiliki lapangan olah raga, 16 unit atau 37,21% yang memiliki Ruang UKS, 29 unit atau 67,44 yang memiliki laboratorium, dan 24 unit atau 55,81% yang memiliki Ruang BP. Pada sekolah MTs, dari 38 unit MTs sebanyak 20 unit atau 52,63% telah memiliki perpustakaan, dan 17 unit atau 44,74% yang memiliki ruang UKS. Sedangkan selebihnya masih membutuhkan fasilitas pendidikan berupa perpustakaan, lapangan olah raga, UKS, dan laboratorium untuk menunjang pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah tersebut. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat tingkat kebutuhan masing-masing jenis fasilitas pendidikan pada setiap jenjang.

Mutu pendidikan

Jumlah siswa tingkat SD/MI yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP/MTs pada Tahun 2013 adalah sebanyak 4.760 siswa. Sedangkan jumlah siswa SD/MI yang lulus pada Tahun 2013 adalah sebanyak 4.998 atau 95,24 % dari jumlah siswa SD/MI yang lulus Tahun 2013 melanjutkan ke jenjang SMP/MTs. Sedangkan angka melanjutkan ke jenjang SM/MA yang dilihat dari jumlah siswa baru pada jenjang tersebut yaitu sebanyak 2.849 siswa. Sedangkan bila dibandingkan dengan jumlah lulusan pada jenjang SMP/MTs pada Tahun 2013 adalah sebanyak 2.977 siswa atau 95,70 % dari jumlah lulusan pada jenjang SMP/MTs melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu ke SMU, MA dan SMK.

Mutu pendidikan dapat dilihat dari mutu proses yang salah satu parameter untuk mengetahui mutu tersebut, adalah perolehan nilai rata-rata Ujian Akhir Nasional/Sekolah (UAN/UAS) pada setiap jenjang pendidikan. Nilai rata-rata tertinggi UAN/UAS Tahun 2013 adalah pada jenjang MTs yaitu 6,41, pada jenjang SMA merupakan yang terendah yaitu 5,83. Dengan demikian, secara umum nilai rata-rata hasil ujian nasional/sekolah masih di bawah target, sehingga perlu perhatian dan upaya untuk meningkatkan nilai siswa di masa yang akan datang. Sedangkan Prosentase lulusan rata-rata pada seluruh jenjang pendidikan adalan mencapai 98,52 %. Bila dilihat pada setiap jenjang pendidikan, maka prosentase lulusan tertinggi terdapat pada jenjang SM/MA yang mencapai 99,67 % dari seluruh siswa yang mengikuti ujian akhir, sedangkan terendah adalah pada jenjang SMP/MTs yaitu sebesar 96,31 %. Prosentase kelulusan pada jenjang SD/MI mencapai 99,58 %. Prosentase kelulusan ini juga berpengaruh dan mempunyai korelasi pada angka mengulang siswa, angka putus sekolah, lamanya tahun siswa,

dan juga akan mempengaruhi efisiensi penyelenggaraan pendidikan.

Selain itu pula Angka mengulang tertinggi ada pada tingkat SD/MI yaitu 5,06 %, Sedangkan angka mengulang terendah ada pada tingkat SM/MA yaitu 0,52 % persen, akan tetapi angka putus sekolah terendah terdapat pada tingkat SD/MI yaitu 0,70%, dan Angka tertinggi pada tingkat SMP/MTs yaitu 1,16 %. Rendahnya angka-angka tersebut, antara lain disebabkan oleh masalah sulitnya jangkauan ke jenjang pendidikan tersebut, adanya masalah ekonomi masyarakat, bekerja, dan melanjutkan sekolah di luar daerah terutama untuk masyarakat di sekitar wilayah Kota Pontianak.

Bila dilihat dari prosentase kelulusan, angka mengulang dan angka putus sekolah, maka kinerja terbaik adalah pada jenjang pendidikan SD/MI yaitu dengan angka kelulusan tinggi dan angka putus sekolah yang lebih rendah dibandingkan dengan jenjang lainnya.

Indikator mutu prasarana lain adalah ketersediaan fasilitas sekolah yang ada. Jumlah sekolah yang memiliki perpustakaan terbesar ada pada tingkat SMP+MTs yaitu sebesar 59,27 persen dan terendah ada pada tingkat SD+MI sebesar 41,89 persen. Jumlah lapangan olahraga rata–rata semua jenjang belum memiliki lapangan semua 0,00 persen. Fasilitas sekolah lainnya yaitu ruang UKS terbesar terdapat pada tingkat SM/MA yaitu sebesar 41,63 persen. Dengan demikian, bila setiap sekolah diharuskan memiliki ketiga fasilitas tersebut, maka tingkat SMA+MA masih memiliki angka terbesar.

Selain itu indikator mutu ditunjukkan dari biaya yang dapat dilihat pada angka partisipasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan orang tua siswa. Dari ketiga angka partisipasi biaya tersebut, angka partisipasi terbesar pemerintah daerah berada pada tingkat SMA+MA yaitu 57,56 persen. Sedangkan partisipasi pemerintah pusat lebih banyak terdapat di tingkat SD+MI dan SMP+MTs yaitu 100,00 persen, sedangkan partisipasi orang

tua siswa dengan adanya BOS pada tingkat SD/MI, dan SMP/MTs yaitu 0,00 persen. Berdasarkan indikator tersebut diatas, ternyata partisipasi pemerintah pusat paling besar bila dibandingkan dengan partisipasi yang lainnya.

Efisiensi internal pendidikan

Untuk Efisiensi internal pendidikan dapat dilihat dari jumlah keluaran, jumlah tahun siswa, jumlah putus sekolah, jumlah mengulang, lamanya belajar, tahun siswa terbuang, tahun masukan per lulusan, dan rasio keluaran/masukan pada setiap jenjang pendidikan.

Berdasarkan tabel 21 diketahui bahwa jumlah keluaran terdapat kesamaan untuk semua jenjang, kecuali tingkat SD/MI yaitu sebesar 955. Jumlah tahun siswa yang seharusnya 6000 untuk tingkat SD dan 3000 untuk tingkat SMP dan SM. Dalam hal ini tingkat SD+MI memiliki nilai terbesar yaitu 5.940. Jumlah putus sekolah semua jenjang memiliki kredibilitas yang sama yaitu 45.

Tabel 21

Efisiensi Internal Pendidikan Tahun 2013/2014

No Komponen SD+MI SMP+MTs SMA+MA SM+MA

1. Jumlah Keluaran 955 954 954 954

2. Jumlah Tahun-siswa 5.940 3.005 2.989 3.005

3. Jumlah Putus sekolah 45 45 45 45

4. Jumlah Mengulang 47 47 31 47

5. Lama Belajar (tahun)

- Lulusan 6,05 3,05 3,03 3,05 - Putus Sekolah 3,65 2,10 2,09 2,10 - Kohort 5,94 3,00 2,99 3,00 6. Tahun-siswa Terbuang - Jumlah 329 188 171 188 - Mengulang 166 92 77 92 - Putus sekolah 164 95 95 95 7. Tahun-masukan per Lulusan 6,22 3,15 3,13 3,15 8. Rasio keluaran/masukan 0,96 0,95 0,96 0,95 9. Angka Bertahan (%) 97,57 98,59 98,59 98,59 10. Koefisien Efisiensi (%) 96,36 95,73 96,37 95,73

Untuk melihat efisiensi suatu sekolah dapat dilihat dari rata-rata lama belajar siswa, untuk tingkat SD lama belajar sampai lulus atau disebut rata-rata lama belajar lulusan adalah 6 tahun dan tingkat SMP dan SM adalah 3 tahun sehingga tidak ada siswa yang mengulang atau putus sekolah. Rata-rata lama belajar lulusan yang paling penting untuk menentukan efisien tidaknya suatu sekolah. Berdasarkan rata-rata lama belajar lulusan, ternyata kondisi terbaik pada tingkat SD+MI. Bila dilihat putus sekolah, ternyata kondisi putus sekolah pada semua tingkat memiliki nilai yang sama yaitu 45. Di samping itu, rata lama belajar kohort merupakan rata-rata dari lulusan dan putus sekolah.

Tabel 22

Siswa Terbuang dan Putus Sekolah Tahun 2013/2014

No. Jenis Sekolah

Putus Sekolah

Bertahan mengulang

Bertahan tanpa mengulang

1. SD 45 166 164 2. MI 45 166 164 3. SD+MI 45 166 164 4. SLTP 45 92 95 5. MTs 45 92 95 6. SLTP+MTs 45 92 95 7. SMA 45 92 95 8. MA 45 92 95 9. SMA+MA 45 77 95 10. SMK 45 92 95 11. SM+MA 45 92 95

Efisien atau tidaknya suatu sekolah juga dapat dilihat dari tahun-siswa terbuang. Tahun–siswa terbuang dirinci menjadi tiga yaitu terbuang karena mengulang, putus sekolah dan gabungan antara mengulang dan putus sekolah. Tahun-siswa terbuang yang terbaik nilainya mendekati 0 ada pada tingkat SMA+MA. Bila dilihat tahun masukan per lulusan maka tingkat SD+MI Memiliki nilai tertinggi jika

dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya. Demikian juga dengan rasio keluaran per masukan, nilai terbesar yaitu mendekati angka 1 terdapat pada tingkat SD/MI dan SMA+MA.

Dengan mendasarkan pada 8 jenis indikator untuk efisiensi internal sekolah, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat SD/MI dan SMA+MA memiliki kinerja yang terbaik bila dilihat dari sisi efisiensi internal pendidikan yang digambarkan dari banyaknya nilai yang positif dari setiap indikator efisiensi.

Dengan melihat jumlah siswa putus sekolah berdasarkan kohort dari 1000 siswa dapat diketahui bahwa dari tiga jenjang pendidikan yang ada ternyata mempunyai nilai yang sama. Besarnya siswa yang putus sekolah ini juga terlihat dari siswa yang bertahan makin kecil dan yang terbaik terdapat di jenis sekolah SMA + MA. dan yang terburuk pada jenis sekolah SD + MI. Bila dikaitkan dengan siswa bertahan tetapi juga pernah mengulang, maka jenis sekolah MA mempunyai kondisi yang paling baik dibandingkan dengan jenis sekolah lainnya dan kondisi yang paling buruk adalah SD.

Tabel 23

Pemborosan Biaya akibat Tahun-siswa terbuang Tahun 2013/2014 NO Jenis Sekolah Tahun Siswa Terbuang Pemborosan Biaya (Rupiah) (1) (2) (5) 1 SD 329 4.873.859.013 2 MI 329 4.790.973.990 3 SD+MI 329 9.723.431.258 4 SMP 188 867.705.181 5 MTs 188 891.026.504 6 SMP + MTs 188 1.753.917.259 7 SMA 188 1.254.966.907

8 MA 188 1.280.155.588

9 SMA+MA 171 1.443.579.251

10 SMK 188 1.254.966.907

11 SM+MA 188 3.785.853.169

Pemborosan biaya dihasilkan dari tidak efisiennya sistem pendidikan yang ada. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, karena adanya tahun-siswa terbuang yang makin besar menyebabkan terjadi pemborosan biaya yang besar juga. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pemborosan yang paling besar terjadi pada jenis sekolah yaitu SD sebesar Rp 4.873.859.013 pemborosan yang terkecil terdapat pada jenis sekolah SMP yaitu sebesar Rp 867.705.181.

Dengan melihat kondisi seperti ini, maka perlu dikaji ulang sistem pendidikan yang ada. Kajian ini tidak hanya ditujukan pada jenis sekolah yang mengalami pemborosan biaya terbesar melainkan juga jenis sekolah yang lebih baik. Dengan adanya pemborosan ini, dapat disimpulkan bahwa jenis sekolah SM+MA memiliki kinerja yang paling baik dibandingkan jenis sekolah lainnya.

Secara umum kelemahan-kelemahan yang timbul disebabkan keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, sedangkan luas wilayah yang harus ditangani cukup luas, Namun demikian, kelemahan tersebut akan menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Mempawah untuk meningkatkan pembangunan di bidang pendidikan secara terencana dan terpadu serta terkoordinasi dengan baik, melibatkan berbagai pihak dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan di bidang pendidikan.

B. KESEHATAN

Untuk mengukur derajat kesehatan, seharusnya digunakan data berbasis Community dan Institusional. Sementara ini data yang diperoleh Dinas Kesehatan Kabupaten Mempawah hanya data dari institusi saja sehingga tidak dapat menggambarkan derajat kesehatan masyarakat secara utuh. Namun demikian data ini dapat dipergunakan sebagai proxy indikator dari kondisi masyarakat.

Indikator–indikator yang digunakan antara lain meliputi : Angka Kematian

Secara umum angka kematian ini berhubungan lansung dengan tingkat kesakitan yang ada pada masyarakat. Selain itu tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada seperti: tingkat/ jumlah kelahiran, umur, masa paritas, social ekonomi (pendapatan perkapita, pendidikan, prilaku hidup sehat). Lingkungan upaya kesehatan dan lain sebagainya.

Angka Kematian Bayi ( AKB )

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepata satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu

endogenatau kematian neonatal adalah kematian yang bayi terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, didapat dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Dan eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pengaruh lingkungan luar.

Tahun 2013 terdapat 41 kematian, angka ini jika dibandingkan Tahun 2012 mengalami peningkatan yaitu 31 bayi, namun angka ini mengalami penurunan jika dibanding Tahun 2011 yaitu 67 kematian bayi (15,14%).

Gambar 8

Angka Kematian Bayi di Kabupaten Mempawah Pada Tahun 2010, 2011, 2012, dan 2013

Angka Kematian Balita ( AKABA )

AKABA adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. Nilai normatif AKABA > 140 sangat tinggi, antara 71 – 140 sedang dan < 20 rendah.

Hasil rekapitulasi laporan kematian balita dari Puskesmas pada Tahun 2013 terdapat 1 kematian balita. Angka ini tidak mengalami perubahan dari Tahun 2012 namun angka ini menujukan kenaikan dibanding pada Tahun 2011 yaitu 0 kematian bayi.

Angka Kematian Ibu ( AKI )

Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau

tempat persalinan, yakni kematiankarena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dan lain-lain. (Budi,Utomo 1985 dalam Profil Kesehatan Kal-Bar 2011).

Oleh karena jumlah kelahiran di Kabupaten mempawah tidak sampai dengan 100.000 kelahiran hidup, maka dipakai jumlah kematian ibu, bukan angka kematian ibu. Angka yang didapat merupakan angka proyeksi.

Pada Tahun 2013 jumlah kematian Ibu hamil berjumlah 1 (berumur≥ 35 tahun), angka

ini mengalami penurunan dibanding Tahun 2012 yaitu 2 orang. Demikian juga dengan angka kematian ibu bersalin dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan yang cukup berarti, pada Tahun 2013 ini, kematian ibu bersalin berjumlah 2 orang, dibanding Tahun 2012 kematian ibu bersalin 3 orang.

Jika dilihat secara keseluruhan angka kematia ibu (AKI) pada Tahun 2013 mengalami penurunan yaitu 3 orang, angka ini jauh lebih rendah jika dibanding Tahun 2012 yaitu 6 orang, dan Tahun 2011 yaitu 9 orang.

Gambar 9

Angka Kematian bumil,bulin,bufas di Kab. Mempawah Tahun 2010, 2011, 2012, dan 2013

Angka Kematian Kasar ( AKK )

mengetahui angka kematian kasar (keseluruhan) pada populasi tengah tahun tidak didapatkan data. BPS yang selama ini melakukan survei juga belum bisa memberikan angka kematian kasar yang ada di Kabupaten Mempawah.

Angka Kelahiran Kasar ( CBR )

Angka Kelahiran Kasar (CBR) di Kabupaten Mempawah Tahun 2013mengacu pada proyeksi penduduk Indonesia 2005-2025 (kerjasama Bapenas,BPS dan United Nation

Dokumen terkait