• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Karakteristik Mesopori Silika

2.7.1 Spektroskopi FT-IR (Fourier Transform Infrared)

Spektroskopi inframerah telah digunakan untuk analisis bahan di laboratorium selama lebih dari tujuh puluh tahun. Spektrum inframerah merupakan sidik jari dari sampel dengan puncak serapan yang sesuai dengan frekuensi getaran antara ikatan atom yang membentuk materi. Karena setiap perbedaan material adalah kombinasi unik dari atom, sehingga tidak ada dua senyawa menghasilkan spektrum inframerah yang sama.

Oleh karena itu, spektroskopi inframerah dapat menghasilkan identifikasi positif

(analisis kualitatif) dari setiap jenis materi yang berbeda. Selain itu, ukuran puncak dalam spektrum merupakan indikasi langsung dari jumlah material (Setyawan, 2013).

Teknik spektroskopi IR digunakan untuk mengetahui gugus fungsional, mengidentifikasi senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. Senyawa yang dianalisa berupa senyawa organik maupun anorganik. Hampir semua senyawa dapat menyerap radiasi inframerah (Mudzakir, 2013).

Metode spektroskopi IR banyak digunakan karena : - Cepat dan relatif murah

- Dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul - Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah

khas dan oleh karena itu dapat menyajikan sebuah finger print (sidik jari) untuk senyawa tersebut (Setyawan, 2013).

Pancaran infra merah pada spektroskopi infra mera terbatas di antara 4000 cm-1 dan 400 cm-1 (2,5 – 15,0 μm), diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi getaran molekul. Penyerapan ini juga tercantum, namun spektrum getaran tampak bukan sebagai garis-garis melainkan berupa pita-pita. Letak pita dalam spektrum inframerah disajikan sebagai bilangan gelombang atau panjang gelombang. Satuan bilangan gelombang yaitu per sentimeter (cm-1). Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran (Silverstein, 1986).

2.7.2 Difraksi Sinar – X (XRD)

Difraksi sinar-x (X-Ray diffraction/XRD) merupakan salah satu metode karakterisasi material. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkaan

ukuran partikel. Difraksi sinar-x terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-x oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar x dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar penggunaan difraksi sinar-x untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg (Cullity, 1978) :

n.λ = 2.d.sin θ ; n =1,2,…

Dimana :

λ : panjang gelombang sinar-x yang digunakan d : jarak antara dua bidang kisi

θ : sudut antara sinar datang dengan bidang normal n : bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan

Berdasarkan persamaan Bragg, ketika seberkas sinar-x menumbuk sampel kristal, maka bidang kristal itu akan mendifraksi sinar-x yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal. Semakin banyak jumlah elektron yang terdapat disekeliling atom pada suatu bidang, makin besar intensitas pantulan yang disebabkan oleh bidang tersebut dan menyebabkan makin jelas spot yang terekam pada film. Dengan menggunakan suatu metoda yang dikenal dengan nama metoda sintesis Fourier, kita dapat menghubungkan intensitas spot dengan kepekatan distribusi elektron yang terdapat dalam unit sel. Dengan mengamati kepekatan distribusi elektron dalam unit sel, kita dapat menduga letak atom dalam unit sel tersebut. Atom akan terletak pada daerah-daerah yang mempunyai kepekatan distribusi elektron maksimum (Bird, 1993).

Persamaan Bragg dapat digambarkan seperti berikut :

Gambar 2.2 Refleksi Sinar X pada Hukum Bragg (Eisenberg, 1979)

Dimana :

Teori BET adsorpsi multilayer untuk menentukan luas permukaan (S) dikembangkan oleh Brunauer, Emmet dan Teller. Proses adsorpsi digambarkan sebagai proses lapisan dengan lapisan (layer-by-layer), permukaan secara energetik dianggap homogen, medan adsorpsi sama dalam setiap tempat permukaan, serta proses adsorpsi dianggap tidak bergerak (setiap molekul yang diadsorpsi pada sisi dasar permukaan).

Lapisan pertama molekul yang diadsorpsi memiliki energi interaksi dengan medan adsorp (Ea0) dan interaksi vertikal antara molekul setelah lapisan pertama (EL0) sama terhadap panas liqufaksi adsorbat dan molekul yang diadsorpsi tidak berinteraksi secara menyamping (Roque-Malherbe, 2007).

Metode BET tidak tepat untuk perhitungan mikropori, karena ketika metode ini diterapkan pada adsorben mikro maka akan terjadi penyerapan pada tekanan yang relatif rendah sehingga memungkinkan volume monolayer yang dihitung lebih dari satu lapisan terserap. Jika nilai ini diubah menjadi luas permukaan BET maka nilai yang dihasilkan akan lebih besar dari nilai yang sebenarnya. Meskipun metode BET tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya, namum metode ini yang lebih umum digunakan untuk analisa isoterm adsorpsi. Ini disebabkan metode BET relatif sederhana dan dianggap memberikan kapasitas adsorpsi yang baik dari adsorben yang digunakan (Kanellopoulos, 2011).

Untuk menentukan luas permukaan, didasarkan dari data isoterm physorption, menggunakan persamaan BET berikut ini (Gregg, 1982):

1

W[(PoP)-1)]

=

WmC1

+

WmC(C-1)

.

ppo...(1)

Dimana :

W = Berat gas yang diserap (adsorbed) pada tekanan relatif P/P0

Wm = Berat gas nitrogen (adsorbate) yang membentuk lapisan monolayer pada permukaan zat.

versus P/Po. Prosedur standar multipoint BET diperlukan minimal 3 titik kisaran tekanan relatif yang tepat. Berat gas nitrogen yang membentuk lapisan tipis monolayer (Wm) dapat ditentukan dari slope (s) dan intersep (i) pada grafik BET dari persamaan Selanjutnya pada aplikasi metode BET adalah menghitung luas permukaan.

Untuk itu perlu diketahui luas permukaan cross section dari molekul gas nitrogen

Luas permukaan spesifik (S) dapat dihitung dari luas permukaan total (St) dibagi dengan berat cuplikan (bc) sehingga didapat persamaannya sebagai berikut :

S=St

bc ...(6) Dimana :

St = Luas permukaan total (m2/g) S = Luas permukaan spesifik (m2/g) bc = Berat cuplikan (g)

Tipe adsorpsi isoterm dapat dikelompokkan menjadi enam tipe seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.3 Klasifikasi Isoterm Adsorpsi

Isoterm tipe I merupakan karakteristik untuk material mikropori.Tipe II merupakan tipe untuk material nonpori, mikropori dan makropori. Tipe III menunjukkan karakteristik material yang interaksi antara adsorbat dan adsorben nya sangat lemah.

Tipe IV merupakan tipe material berpori yang mana pada tekanan yang lebih tinggi akan menunjukkan hysteresis loop. Tipe V merupakan karakteristik material yang interaksi antara adsorbat dan adsorben nya sangat lemah tetapi pada tekanan yang lebih tinggi

akan menunjukkan hysteresis loop. Tipe VI ditujukan untuk material yang adsorpsi nya terjadi pada setiap lapisan permukaan material tersebut.

Klasifikasi hysteresis loop dibagi menjadi 4 tipe seperti pada gambar 2.3

Gambar 2.4 Klasifikasi Hysteresis Loop Adsorpsi

Tipe H1 merupakan tipe untuk material dengan ukuran pori yang seragam. Tipe H2 merupakan tipe material dengan bentuk dan/atau ukuran pori yang tidak seragam, contohnya silika gel atau logam oksida. Tipe H3 menunjukkan material yang memiliki pori berbentuk celah. Hal ini dikarenakan adanya aglomerat dari partikel yang berbentuk plat. Tipe H4 hampir sama dengan H3 tetapi memiliki plat yang lebih horizontal/tipis yang artinya material tersebut merupakan mikropori (Bjork, 2013).

2.7.4 Metode Barret-Joyner-Halenda (BJH)

Metode BJH digunakan untuk menentukan distribusi ukuran pori/particle size distribution (PSD). Tekanan relatif awal proses desorpsi dalam metode Barret-Joyner-Halenda (BJH) berlangsung pada range 0,9< P/Po < 0,95 dan semua pori telah diisi fluida adsorbat. Pada tahap pertama (j=1) dalam proses desorpsi hanya melibatkan pemindahan kondensasi kapiler. Tahap berikutnya melibatkan pemindahan kondensat

dari inti pori dan penipisan multilayer dalam pori yang lebih besar (misalnya pori telah siap dikosongkan dari kondesat).

Distribusi ukuran pori Barret-Joyner-Halenda (BJH-PSD) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini (Roque-Malherbe, 2007).

Vpn=( rpn

rKn+ ∆tn 2

)

2

(∆V(n)-∆tn∑ Acn-1j=1 j) ……….. (7)

Keterangan :

Vpn : volume pori pada berbagai tekanan relatif rP : jari-jari pori

rK : jari-jari inti

∆V : perubahan volume pada berbagai tekanan relatif

∆𝑡: ketebalan lapisan yang diserap Ac : area terbuka pori yang kosong

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2018 sampai September 2018 di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA USU, Medan. Analisa FT-IR di lakukan di Laboratorium Organik FMIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Analisa BET di lakukan di Laboratorium Terpadu Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Analisa XRD dan SEM dilakukan di Laboratorium Teknik Material Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

 Peralatan Gelas Pyrex

 Furnace 1100oC Fischer

 Oven 360oC

 Hotplate Stirrer

 Neraca Analitis AS 220/C/2 Radwag

 Kertas Saring N0. 42 Whatmann

 Centrifuge

 Magnetic Bar

 Difraktometer Sinar-X PW 1710 Philip

 Spektrofotometer FT-IR 983 Prestige 21 Shimadzu

 Surface Area Meter Sorptomatic 1800

 Scanning Electron Microscopy JSM-7000F JEOL

3.2.2Bahan

 Minyak jarak yang diperoleh dengan cara ekstraksi maserasi langsung dari biji jarak risinus yang diperoleh dari Dolok Sanggul, Sumatera Utara

 Etanol p.a Merck

 Metanol p.a Merck

 KOH p.a Merck

 N-heksan p.a Merck

 3-aminopropiltrimetoksisilana (APMS) p.a Merck

 Tetraetilortosilikat (TEOS) Sigma Aldirch

 HCl p.a Merck

 Deionized Water HACH

3.3 Bagan Penelitian 3.3.1 Ekstraksi Minyak Jarak

3.3.2Esterifikasi Minyak Jarak dengan Metanol Menggunakan Katalis KOH

(Sembiring, 2018)

3.4.3 Pembuatan Material Silila

Dilakukan prosedur yang sama untuk variasi massa metanol : 2,4 g, 3,6 g, 4,8 g dan 6 g.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Material Silika

Material silika yang dibuat dari tetraetilortosillikat (TEOS), metil ester risinoleat, 3-aminopropiltrimetoksisilana (APMS) dengan penambahan HCl 0,1 M dan campuran deionized water dengan metanol sebagai pelarut dilakukan dengan memvariasikan metanol mulai dari 1,2 g, 2,4 g, 3,6 g, 4,8 g, dan 6 g.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut (Andriayani, 2013) :

Produk material silika yang dihasilkan setelah dikalsinasi pada suhu 550oC berupa padatan putih yang terlihat pada gambar 4.1

a b c

CH3OH

Gambar 4.1 Material Silika Setelah Kalsinasi dengan Variasi Penambahan Metanol (a)1,2 g, (b) 2,4 g, (c) 3,6 g, (d) 4,8 g, (e) 6 g

Pada gambar 4.1 ditunjukkan hasil berupa padatan putih kering yang sudah bebas dari bahan organik (template) yaitu metil ester risinoleat dan gugus amina dari APMS setelah dilakukan kalsinasi material silika pada suhu 550oC. Material silika yang dihasilkan memiliki massa yang ringan, dan tekstur yang berbeda-beda. Berdasarkan gambar 4.1 semakin banyak jumlah metanol yang ditambahkan maka semakin banyak pula massa silika yang dihasilkan dan teksturnya semakin berbentuk bongkahan.

Tabel 4.1 Massa material mesopori silika yang dihasilkan setelah dikalsinasi pada suhu 550oC

Metanol (gram) Material Silika (gram)

1,2 1,63

2,4 1,7

3,6 1,8

4,8 2,03

6 2,1

Hal ini sesuai dengan literatur (Anderson, 1988) yaitu semakin banyak massa metanol yang ditambahkkan maka tetraetilortosilikat akan semakin larut yang menyebabkan meningkatnya laju hidrolisis dan kondendasinya sehingga jaringan silika yang terbentuk semakin banyak.

d e

4.2 Karakterisasi Material Silika

Untuk membuktikan bahwa material yang terbentuk merupakan silika, maka dilakukan beberapa karakterisasi berikut.

4.2.1 Difraksi Sinar-X (XRD)

Material silika yang dihasilkan dikarakterisasi dengan analisa XRD untuk mengidentifikasi bentuk dari material silika yang dihasilkan sehingga diperoleh pola difraksi dari silika pada sudut 2θ seperti yang terlihat pada gambar berikut.

Gambar 4.2 Difraktogram XRD Material Silika Perbandingan Metanol 2,4 g (Me 2) dengan Metanol 6 g (Me 5)

Dari gambar 4.2 dapat dilihat difraktogram XRD pada sudut 2θ yang melebar antara 12o sampai 38o. Puncak difraksi yang melebar dari material silika dengan metanol 2,4 g (Me 2) dan metanol 6 g (Me 5) berturut-turut terdapat pada sudut 22,71o dan 22,36o yang menunjukkan bahwa material yang dihasilkan merupakan silika dan

memiliki struktur amorf. Hal ini sesuai dengan data yang dijumpai pada literatur (Bao, 2017 ; Zhao, 2011).

4.2.2 Spektrum FT-IR

Material silika yang diperoleh dianalisis dengan FT-IR untuk mengetahui ada tidaknya terbentuk gugus fungsi yang membuktikan bahwa material yang dihasilkan adalah silika. Spektrum FT-IR dari material silika yang sudah dikalsinasi dapat dilihat pada gambar 4.5 dan untuk spektrum TEOS dan metil ester risinoleat yang digunakan sebagai senyawa pembanding dapat dilihat pada gambar 4.3 dam 4.4.

Gambar 4.3 Spektrum FT-IR Tetraetilortosilikat (Wencel, et al., 2013)

Gambar 4.4 Spektrum FT-IR Metil Ester Risinoleat (Goswami, A., 2011)

Gambar 4.5 Spektrum FT-IRMaterial Silika Perbandingan Metanol 2,4 g (Me 2) dan Metanol 6 g (Me 5)

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa metil ester risinoleat yang digunakan sebagai template telah hilang saat dikalsinasi. Hal ini dilihat dari tidak adanya serapan C=O pada rentang 1700-1725 cm-1 dan serapan C=C pada rentang 1640-1680 cm-1 seperti yang terdapat pada gambar 4.4. Dari gambar 4.5 juga dapat dilihat puncak serapan pada bilangan gelombang 3432,6 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus –OH (Si-OH).

Puncak serapan lain terdapat pada bilangan gelombang 1097,5 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus asimetris Si-O-Si dan puncak pada bilangan gelombang 805,7 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus simetris Si-O-Si. Dengan demikian, data IR material silika (Me 2 dan Me 5) sudah sesuai dengan literatur (Zhao, 2011 ; Silverstein, 1986) dan dapat disimpulkan bahwa material yang terbentuk merupakan silika.

4.2.3 Adsorpsi Desorpsi Nitrogen Isoterm

Untuk mengukur porositas dan distribusi ukuran pori material silika yang dihasilkan maka dilakukan adsorpsi desorpsi terhadap nitrogen secara isoterm dan hasilnya terlihat seperti gambar 4.6 berikut.

Gambar 4.6 Grafik Adsorpsi Desorpsi Isoterm Nitrogen

Grafik adsorpsi desorpsi nitrogen isoterm material silika seperti terlihat pada gambar 4.6 menunjukkan adanya pori pada variasi penambahan metanol dari 1,2 g – 6 g.

Grafik adsorpsi desorpsi isoterm pada gambar 4.6 menunjukkan material silika dengan kurva isoterm tipe IV dan hysteresis loop tipe H3, yang artinya material yang dihasilkan memiliki pori-pori berbentuk celah dari aglomerat partikel yang berbentuk plat (Bjork, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik material silika yang dihasilkan memiliki luas permukaan yang besar.Grafik adsorpsi desorpsi isoterm material silika dengan jumlah metanol 1,2 g (Me 1) – 4,8 g (Me 4) menunjukkan hysteresis loop pada tekanan relatif (P/P0) antara 0,837 – 0,896, sedangkan pada jumlah metanol 6 g (Me 5) menunjukkan hysteresis loop pada tekanan relatif (P/P0) antara 0,789 – 0,99.

Distribusi ukuran pori dari material silika yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 4.7 Grafik Distribusi Ukuran Pori

Pada gambar 4.7 terlihat beberapa puncak yang hampir sama dari kelima material silika yang dihasilkan yang menandakan pori yang terbentuk cukup seragam.

Diameter ukuran pori yang dihasilkan mulai dari 1,63 nm – 13,15 nm sehingga dapat digolongkan kedalam ukuran mikropori dan mesopori. Ukuran pori yang dominan untuk variasi penambahan metanol 1,2 g, 2,4 g, 3,6 g, 4,8 g, dan 6 g berturut-turut adalah 7,91 nm, 8,00 nm, 7,991 nm, 7,991 nm, dan 7,999 yang tergolong kedalam ukuran mesopori.

Luas permukaan, volume pori dan ukuran pori rata-rata dari kelima material silika yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.2 Luas Permukaan, Volume Pori dan Ukuran Pori Rata-Rata Material Silika Luas Permukaan dilakukan analisa foto SEM dengan perbesaran 20.000 dan 30.000 kali. Hasilnya terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.8 SEM Material silika dengan variasi metanol 2,4 g (a) 20.000 kali, (b) 30.000 kali dan metanol 6 g (c) 20.000 kali, (d) 30.000 kali

Pada gambar 4.8 (a) yaitu material silika dengan metanol 2,4 g perbesaran 20.000 kali terlihat bentuk partikel material silika yang berbentuk bulat tipis yang tersebar secara acak dan pada gambar 4.8 (b) terlihat lebih jelas bentuk partikelnya, sedangkan gambar 4.8 (c) yaitu material silika dengan metanol 6 g perbesaran 20.000 kali terlihat material silika berbentuk bulat berongga, dan pada gambar 4.8 (d) perbesaran 30.000 kali terlihat lebih jelas bentuk partikelnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah metanol yang digunakan maka akan menghasilkan material silika yang berongga.

a b

c d

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pengaruh variasi metanol terhadap sintesis material silika dengan menggunakan template metil ester risinoleat yaitu semakin banyak jumlah metanol yang ditambahkan maka akan semakin banyak pula massa silika yang dihasilkan. Massa silika yang dihasilkan berturut-turut adalah 1,63 g, 1,7 g, 1,8 g, 2,03 g dan 2,1 g.

2. Karakteristik material silika yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

 Difraktogram XRD pada sudut 2θ yang melebar antara 12o sampai 38o dan puncak difraksi material silika dengan metanol 2,4 g (Me 2) dan metanol 6 g (Me 5) berturut-turut terdapat pada sudut 22,71o dan 22,36o yang menunjukkan bahwa material yang dihasilkan adalah silika dan memiliki struktur amorf.

 Spektrum FT-IR menunjukkan adanya gugus silanol (Si-OH) dan gugus siloksan (Si-O-Si) yang menunjukkan karakteristik silika.

 Grafik adsorpsi desorpsi nitrogen menunjukkan kurva isoterm tipe IV (material yang dihasilkan merupakan mesopori) dan hysteresis loop tipe H3 (pori berbentuk celah). Ukuran pori yang dominan adalah 7,91 nm, 8,00 nm, 7,991 nm, 7,991 nm, dan 7,999 yang tergolong kedalam ukuran mesopori.

 Foto SEM menunjukkan adanya partikel yang tersebar secara acak dan dengan meningkatnya jumlah metanol akan menghasilkan silika yang berongga.

5.2 Saran

Saran untuk peneliti selanjutnya untuk mencoba pelarut alkohol lain untuk melihat apakah lebih baik dalam meningkatkan laju hidrolisis dan kondensasi dari TEOS.

DAFTAR PUSTAKA

Alfaruqi, H., 2008. Teknologi Nano. Jakarta : FT UI. Halaman 1.

Anderson, M. T., Martin, J. E., Odinek, J. G., Newcomer, P. P., 1998. Surfactant- Templated Silica Mesophases Formed in Water:Cosolvent Mixtures. Chem.

Mater:1998, 10, 311-321. American Chemical Society.

Andriayani, Sembiring, S. B., Aksara, N., Sofyan, N., 2013. Synthesis of Mesoporous Silica from Tetraethylortosilicate by Using Sodium Risinoleic as a Template and 3-amonipropyltrimethoxysilane as Co-Structure Directing Agent with Volume Variation of Hydrochloric Acid 0,1 M. Advanced Materials Research Vol 789 pp 124-131. Trans Tech Publication, Switzerland.

Bailey’s, 1996. Industrial Oil and Fats Products. Vol. 1. New York : John & Wiley Sons Inc.

Bao, Y., Wang, T., Kang, Q., Shi, C., Ma, J., 2017.Micelle-template Synthesis of Hollow Silica Spheres for Improving Water Vapor Permeability of Waterbone Polyurethane Membrane. Scientific Reports.

Bird, T. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. Cetakan Kedua. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Bjork, E. M., 2013. Mesoporous Building Blocks-Synthesis and Characterization of Mesoporous Silica Particles and Films. Sweden : Linkoping Univesity.

Cestari, A.R., Vieira, E.F.S., Simoni, J.A., Airoldi,C., 2000. Thermpchemical Investigation on the Adsorption of Some Divalent Cations on Modified Silicas Obtained feom Sol-gel Process. Thermochimica Acta. 25 – 31.

Cullity, B.D., 1978. Elements of X-Ray Diffraction. Second Edition.Canada :AddisonWesleyPublishing Company Inc.

Eckey, E. V., 1956. Esterification and Interesterification. JAOCS, 33 (11) : 575-579.

Eisenberg, D., and Crothers, D., 1979. Physical Chemistry With Application to The Life Sciences. The Benjamin/Cumming Publishing Company, Inc. California Frank, G., 2004. The Chemistry of Oil and Fats. Publish in USA and Canada.

Goswami, A., 2011. An Alternative Eco-Friendly Avenue for Castor Oil Biodiesel : Use of Solid Supported Acidic Salt Catalysts. Research Gate.

Gregg, S.J., and Sing, K.S.W., 1982. Adsorpsi, Surface and Porosity, 2 ed. London : AcademicPress

Hosamani, K. M., Ganjihal, S. S., Chavadi, D. V., 2003.,Alternanthera Triandra Seed Oil : A Moderate Source of Ricinoleic Acid And It’s Possible Industrial Utilisation. Journal Crops and Products, 19 : 133-136.

Iler, R.K., 1979. Silica Gels and Powders. New York : The Chemistry of Silica.

Kanellopoulos, N., 2011. Nanoporous Materials: Advanced Techniques for Characterization, Modelling, and Processing. CRC Press Taylor & Francis Group. New York

Ketaren, S., 2008. Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak Pangan. Jakarta : UI- Press.

Kimmel, T., 2004. Kinetic Investigation of The Base-Catalyzed Glyserolisis of Fatty Acid Methyl Ester. Genehmigte Dissertation. Berlin : Technischen Universitat Berlin.

Kirk-Otmer. 1967.,Encyclopedia of Chemical Technology. New York. Interscience Publisher.

Kleitz, F., Liu, D., Anilkumar, G. M., Park, I. S., Solovyov, L. A., Shmakov, A. N.

And Ryoo, R., 2003. Large Cage Face-Centered-Cubic Fm3m Mesoporous Silica: Synthesis and Structure. J. Phys. Chem. B., 107 (51), 14296-14300.

Kusumaningsih, T., Pranoto, Saryoso, R., 2016. Pembuatan Bahan Bakar Biodiesel dari Minyak Jarak; Pengaruh Suhu dan Konsentrasi KOH Pada Reaksi Transesterifikasi Berbasis Katalis Basa. FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS). Surakarta : ISSN 0216-6887.

Lalena, J. N., and Clearly, D. A., 2005. Principles of Inorganic Design. John Wiley &

Sons Inc. 86-88.

Larsen, R. B., Polve, M., Juve, G., 2000. Granite Pegmatite Quartz from Evjelveland, Trace Element Chemostry and Implications for The Formation of High Purity Quartz. Norges Geologiske Undersogelse Bulletin 436, 57-65.

Lim, J., Ha, S., Lee, J., 2012. Precise Size-control of Silica Nanoparticles via Alkoxy ExchangeEquilibrium of Tetraethyl Orthosilicate (TEOS) in the Mixed Alcohol Solution. Bull. Korean Chem. Sic. 2012, Vol. 33, No. 3 1067.

Liu, S., Cool, P., Collart, O., Voort, P., Vansant, E. F., Lebedev, O. I., Tandeloo, G. V., Jiang, M., 2003. The Influence of the Alcohol Concentration on the StructuralOrdering of Mesoporous Silica: Cosurfactant versus Cosolvent. J.

Phys. Chem. B 2003, 107, 10405-10411. American Chemical Society.

Meher, L. C., Sagar, D. V., Naik, S. N, 2004. Technical Aspect of Biodiesel Production by Transesterification.A Review. Renew Sustain Energy Rev; 10:248-268.

Miller, A.J., and Newel, F. E., 1984. Modern Experimental Organic Chemistry.

Washington : Western Washington University-Press.

Mudzakir, A., 2013.Praktikum Kimia Anorganik (KI 425). Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UPI.

Otera, J., 2013. Esterification: Methoss, Reaction and Application. Weinheim : Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA.

Rouque-Malherbe, R.M.A., 2007. Adsorption and Diffussion in Nanoporous Material. CRC Press Taylor & Francis Group.

Sadasivan, S., Dubey A. K., Li, Y., Rasmussen, D. H., 1998.Alcoholic Solvent Effect on Silica Synthesis-NMR and DLS Investigation. Journal of Sol-Gel Science and Technology 12, 5-14. Kluwer Academic Publishers.Manufactured in The Netherlands.

Sembiring, S., Bangun, N., Kaban, J., Bangun, J., 2018. Purification of Ricinoleic Acid Methyl Ester Using Mesoporous Calcium Silicate (Casio3) Adsorben.

SEMIRATA- International Conference on Science and Technology 2018. IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series 1116 (2018) 042031

Setyawan, H., Yuwana, M., Balgis, R., 2015. PEG-Templated Mesoporous Silicas Using Silicate Precursorand Their Applications in Desiccant dehumidification Cooling Systems.Graduate School of Engineering, Hiroshima University. Japan

Shokuhfar, A., Eghdam, E., Alzamani, M., 2012.Effect of Solvent Content on the Properties of Nanostructure Silica Thin Film by Sol-Gel.Nanoscience and Nanotechnology 2012, 2(1): 22-25.

Silverstein, R.M., Bassler, G.C and Morrill, T.C. 1986. Spectrometer Identification of Organic Compound. John Willey and Sons. New York.

Sinkó, K., 2010. Influence of Chemical Conditions on the Nanoporous Structure of Tailoring and Characterizqation of Silica Nanoparticle Containing A Highly Stable Rethenium Complex. IOP Publishing. Synthesize Sponge-like Meso-porous Silica with Bimodal Porosity and Iysozyme Adsorption Behavior. Microporous & Mesoporous Materials. 143, 263-268.

Yazid, E., 2005. Kimia Fisika Untuk Para Medis. Yogyakarta.

Zhao, Q., Mao, Y., Yan, L., Lu, L., Jiang, T., Yin, H., 2014.Stability and Textural Properties of Cobalt Incoporated MCM-48Mesoporous Molecular Sieves.

Applaid Surface Science, 257, 2436-2442.

Lampiran 1 Difraktogram XRD Material Mesopori Silika (MS Me 2) Measurement Conditions:

Dataset Name MS (Me 2)

File name E:\DATA PENGUJIAN\Pengujian

2018\Oktober\Mitha\Andriyani\23 oktober\MS (Me 2)\MS (Me 2).rd

Comment Configuration=Reflection-Transmission Sp Goniometer=PW3050/60 (Theta/Theta); Mini Measurement Date / Time 10/23/2018 2:32:00 PM

Peak List:

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

22.7162 46.85 0.0900 3.91133 100.00

Position [°2Theta] (Copper (Cu))

20 30 40 50 60 70 80

Counts

0 100 200

MS (Me 2)

Lampiran 2 Difraktogram XRD Material Mesopori Silika (MS Me 5) Measurement Conditions:

Dataset Name MS (Me 5)

File name E:\DATA PENGUJIAN\Pengujian

2018\Oktober\Mitha\Andriyani\23 oktober\MS (Me 5)\MS (Me 5).rd

Comment Configuration=Reflection-Transmission Sp Goniometer=PW3050/60 (Theta/Theta); Mini Measurement Date / Time 10/23/2018 1:48:00 PM

Peak List:

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

22.3659 72.36 0.0900 3.97180 100.00

55.6493 4.48 0.9792 1.65028 6.19

Position [°2Theta] (Copper (Cu))

20 30 40 50 60 70 80

Counts

0 100 200 300

MS (Me 5)

Lampiran 3 Analisa BET Material Mesopori Silika (MS Me 1)

Hasil Perhitungan Distribusi Ukuran Pori Sampel MS Me 1 Menggunakan Metode Barret-Joyner-Halenda (BJH)

d(nm) cc/g dD dV dV/dD

1.63741 0.000000e+00 0.19728 0 0

1.83469 0.000000e+00 0.22758 0 0

2.06227 0.000000e+00 0.27773 0 0

2.34000 0.000000e+00 0.36048 0.000466 0.001292

2.70048 4.658988e-04 0.45434 0.001331 0.002929

3.15482 1.796439e-03 0.57513 0.004222 0.007341

3.72995 6.018564e-03 0.82612 0.008432 0.010207

4.55607 1.445095e-02 1.22398 0.019085 0.015593

5.78005 3.353638e-02 2.13797 0.049535 0.023169

7.91802 8.307102e-02 5.13428 0.242934 0.047316

13.0523 3.260051e-01 55.1957 1.035603 0.018762

68.2480 1.361608e+00 -68.248 -1.36161 0.019951

Lampiran 4 Analisa BET Material Mesopori Silika MS Me 2

Hasil Perhitungan Distribusi Ukuran Pori Sampel MS Me 2 Menggunakan Metode

Hasil Perhitungan Distribusi Ukuran Pori Sampel MS Me 2 Menggunakan Metode

Dokumen terkait