• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reaksi Ag-Ab tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya kecuali diberi label.

Oleh karena itu, label yang melekat pada antibodi primer, sekunder, atau tersier dari sebuah sistem deteksi memungkinkan visualisasi dari reaksi imun. Berbagai label telah digunakan, termasuk fluoresen, enzim, dan logam-logam (Taylor et al., 2002). Label-label yang paling sering digunakan adalah enzim-enzim (misalnya, peroksidase, alkali fosfatase, glukosa oksidase). Kehadiran enzim dalam substrat tertentu dan kromogen akan menghasilkan endapan berwarna di lokasi reaksi Ag-Ab. Pemilihan sistem deteksi sangat penting, mengingat bahwa sensitifitas reaksi imun akan tergantung sebagian besar pada sistem deteksi yang digunakan. Sistem deteksi diklasifikasikan sebagai metode langsung atau tidak langsung (Ramos-Vara, 2005).

2.11.1. Metode langsung

Metode ini merupakan metode imunositokimia yang sederhana. Reaksinya adalah proses satu langkah dengan Ab primer yang dikonjugasikan dengan label, seperti

commit to user

fluorokrom, enzim, koloid emas, dan biotin. Metode ini cukup cepat tetapi tidak memiliki kepekaan untuk deteksi Ag secara rutin dalam jaringan (Ramos-Vara, 2005).

2.11.2. Metode tidak langsung

Deteksi antigen yang lebih sensitif dikembangkan Coons et al., dengan mengembangkan metode dua langkah. Lapisan pertama antibodi tidak dilabel, tetapi lapisan kedua, digunakan antibodi primer yang berlabel. Sensitivitas dari metode ini lebih tinggi daripada metode langsung karena (i) Ab primer tidak berlabel, sehingga mampu menahan aktivitas dan menghasilkan sinyal yang kuat dan (ii) jumlah label (misalnya, peroksidase) per molekul Ab primer lebih tinggi, hal ini akan meningkatkan intensitas reaksi. Hasilnya adalah kemampuan untuk mendeteksi Ag dalam jumlah yang lebih kecil atau untuk meningkatkan pengenceran Ab primer karena setidaknya dua immunoglobulin yang berlabel dapat mengikat masing-masing molekul Ab primer.

(Ramos-Vara, 2005).

Gambar 2.19. Metode Imunoperoksidase Langsung dan Tidak Langsung (Ramos-Vara, 2005).

2.11.3. Metode kompleks avidin-biotin

Avidin adalah glikoprotein besar dengan berat molekul (BM) 68 kDa, diekstrak dari putih telur yang memiliki empat sisi tempat mengikat per molekul dan afinitas tinggi terhadap biotin. Biotin merupakan suatu vitamin yang larut dalam air dengan BM yang

antibodi tidak berlabel

antibodi primer berlabel

antibodi sekunder berlabel antigen

commit to user

bergabung dengan berbagai protein, termasuk reseptor antibodi, atau makromolekul lain, seperti enzim, fluorokrom, atau label lainnya. Setelah reaksi antigen dengan unlabeled antibody, maka ditambahkan biotin-labeled second antibody. Meningkatnya sensitivitas metode avidin-biotin merupakan hasil dari banyaknya molekul biotin yang bergabung dengan avidin, sehingga penambahan fluochrome labeled avidin akan menghasilkan ikatan kuat dengan membentuk warna yang jelas. Metode kompleks avidin-biotin (avidin-biotin complex/ABC) mempunyai ikatan dengan afinitas lebih kuat bila dibandingkan dengan PAP (peroksidase anti peroksidase) (Susilo, 2006; Ramos-Vara, 2005).

Gambar 2.20. Metode Imunohistokimia ABC (Ramos-Vara, 2005).

2.11.4. Metode streptavidin biotin

Metode avidin-biotin lain yang umum digunakan adalah metode labeled avidin–

biotin (LAB) atau labeled streptavidin–biotin (LSAB), yang menggunakan biotinylated Ab sekunder dan reagen ketiga dari peroksidase (atau alkalin fosfatase) - berlabel avidin. Sensitivitas dari metode ini adalah lebih tinggi dari ABC standar. Salah satu

Antibodi pertama

Biotinylated-Ab Avidin

Biotin-Peroksidase antigen

commit to user

kelemahan utama dari setiap sistem avidin-biotin adalah kemungkinan menghasilkan latar belakang yang tinggi. Avidin dapat menghasilkan latar belakang dengan cara mengikat lektin dalam jaringan melalui kelompok karbohidrat dan juga melalui ikatan elektrostatik karena potensial isoelektrik (pI)-nya adalah 10. Latar belakang ini dapat sangat dikurangi dengan menggantikan avidin dengan streptavidin. Streptavidin, diproduksi oleh bakteri Streptomyces avidinii, memiliki pI yang netral, sehingga mengakibatkan pengurangan interaksi elektrostatik dengan elemen jaringan. Selain itu, karena tidak mengikat lektin, latar belakang cenderung kurang noda. Namun, latar belakang dari biotin endogen masih dimungkinkan dengan metode streptavidin, terutama ketika menggunakan metode-metode pemulihan antigen. Hal ini sangat umum terjadi pada jaringan-jaringan yang kaya biotin seperti hati dan ginjal (Polak dan Van Noorden, 2003).

Gambar 2.21. Metode Labeled Streptavidin (LSAB)-Peroxidase (Ramos-Vara, 2005).

2.11.5. Metode peroxidase - antiperoxidase (PAP)

Metode ini merupakan metode tidak langsung jenis lain yang terdiri dari tiga lapisan. PAP memiliki lapisan ketiga berupa Ab primer kelinci (antiperoksidase kelinci) yang digabungkan dengan peroksidase, dalam proporsi yang sedemikian rupa sehingga membentuk kompleks yang stabil (peroksidase-antiperoxidase) yang terdiri dari dua

commit to user

mereka berbagi (Polak dan Van Noorden, 2003). Lapisan pertama dan ketiga terikat oleh lapisan antibodi kedua (jembatan) (dalam contoh ini, anti-kelinci). Kuncinya adalah dengan menambahkan Ab sekunder yang berlebih, sehingga mengikat baik Ab primer melalui salah satu sisi pengikatan Ab dan kompleks PAP melalui sisi pengikatan Ab lainnya. Metode ini menghasilkan sensitivitas 100-1.000 kali lebih tinggi daripada metode tidak langsung dua-langkah (Taylor et al., 2002). Namun, PAP lebih melelahkan / sulit dibandingkan metode tidak langsung dua-langkah. Meskipun metode ini sangat populer sebelum munculnya metode avidin-biotin, sensitivitasnya rendah sehingga sekarang penggunaannya terbatas (Ramos-Vara, 2005).

Gambar 2.22. Metode Peroxidase-Antiperoxidase (PAP) (Ramos-Vara, 2005).

2.11.6. Imunohistokimia pada jaringan mencit

Penggunaan Ab monoklonal mencit untuk IHC pada jaringan mencit penuh tantangan. Hal ini disebabkan karena dengan mengikuti prosedur IHC standar, maka akan mengembangkan latar belakang dari pengikatan Ab sekunder (antibodi anti-mencit) dengan antibodi endogen dalam jaringan mencit. Masalah ini menghambat atau bahkan menghalangi penggunaan IHC dengan Ab monoklonal mencit dalam jaringan

commit to user

mencit. Saat ini, banyak produsen memiliki sistem deteksi khusus jaringan mencit, untuk menghilangkan masalah ini. Salah satu metode ini dengan menggunakan langkah-langkah pemblokiran sebelum dan sesudah penambahan Ab primer, metode lain yang bisa digunakan adalah pre-inkubasi Ab primer dengan komplek Fab biotinylated anti-mouse (digunakan sebagai Ab sekunder), memblokir sisi-sisi pengikatan pada kompleks Ab sekunder yang bebas dengan serum mencit normal sebelum menambahkan campuran Ab ke bagian jaringan (Martin et al., 2001).

Imunohistokimia dengan antibodi monoklonal mencit pada jaringan mencit, diperlukan modifikasi dari sistem deteksi untuk mengurangi latar belakang. Dalam kasus ini, antibodi primer (antibodi mencit) dan antibodi sekunder biotinylated Fab (antibodi anti- mencit) di pre-inkubasi secara in vitro. Antibodi mencit normal kemudian ditambahkan untuk memblokir antibodi anti-mencit biotinylated yang bebas.

Campuran ini, yang mengandung antibodi primer terikat antibodi sekunder biotinylated, kemudian diterapkan pada bagian jaringan pada slide kaca (Ramos-Vara, 2005).

Gambar 2.23. Imunohistokimia Dengan Antibodi Monoklonal Mencit Pada Jaringan Mencit (Ramos-Vara, 2005).

Dokumen terkait