• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stabilitas Produk Selama Penyimpanan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.7 Stabilitas Produk Selama Penyimpanan

Pada pengujian stabilitas ini formula yang dilanjutkan ke tahap penyimpanan menggunakan metode Arhenius untuk pendugaan umur simpan adalah formula yang memiliki nilai sensori tertinggi dan aktivitas antioksidan terbaik yaitu A131. Penyimpanan minuman dilakukan pada tiga tingkat variasi suhu,

yaitu suhu 30oC, 35oC, dan 45°C selama 60 hari dan dikemas menggunakan

aluminium foil.

4.7.1 Pengaruh penyimpanan terhadap aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional kerang pisau

Selama proses pengolahan dan penyimpanan, mutu pangan akan mengalami perubahan karena adanya interaksi dengan berbagai faktor, baik faktor lingkungan eksternal maupun lingkungan internal. Produk formula A131 yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik diuji stabilitasnya terhadap waktu penyimpanan.

Hasil pengamatan aktivitas antioksidan produk formula A131 pada tiga tingkat suhu yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 11. Pada awal penyimpanan aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional sebesar 1.107,08 ppm setelah disimpan selama 60 hari terjadi penurunan aktivitas pada suhu 30oC sebesar 1.410,13 ppm, suhu 35oC sebesar 2.095,15 ppm dan pada suhu 45oC sebesar 2.145,04 ppm.

Perbedaan suhu dan cahaya dapat mengubah mekanisme aksi beberapa antioksidan sehingga berpengaruh terhadap efektivitas antioksidan selain itu kandungan senyawa aktif yang terdapat pada jahe sebagian besar adalah gingerol yang selama penyimpanan dapat terdehidrasi menjadi shogaol (Koswara 1995). Shogaol dapat mengalami reaksi pemecahan menjadi retroladol dan terbentuk

senyawa zingeron dan hexanal. Komponen aktif jahe menjadi turunannya dapat menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan selama penyimpanan.

Hasil analisis t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional selama penyimpanan dengan suhu yang berbeda. Dengan mempertimbangkan perubahan aktivitas antioksidan selama penyimpanan disarankan produk disimpan pada suhu rendah untuk meminimalisir penurunan aktivitas antioksidan.

4.7.2 Vitamin C

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar vitamin C serbuk minuman fungsional yaitu 0,27 mg/100 g serbuk minuman fungsional. Adanya kandungan vitamin C pada produk minuman fungsional dikarenakan adanya penambahan asam jawa dan jeruk lemon. Vitamin C dapat juga berfungsi sebagai antioksidan, karena merupakan suatu donor elektron dan agen pereduksi, dengan mendonorkan elektronnya, vitamin ini mencegah senyawa-senyawa lain agar tidak teroksidasi.

Selama penyimpanan kadar vitamin C serbuk minuman fungsional mengalami penurunan. Pada awal penyimpanan menunjukkan bahwa kadar vitamin C serbuk minuman fungsional yaitu 0,27 mg/100 g serbuk minuman fungsional dan setelah penyimpanan menjadi 0,21 mg/100 g serbuk minuman fungsional. Penurunan kadar vitamin C dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Menurut Winarno (2008), vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil di

0 500 1000 1500 2000 2500

suhu 30 suhu 35 suhu 45

ppm

2.095,15b

Gambar 11 Perubahan aktivitas antioksidan selama penyimpan

1.410,13a

antara semua vitamin yang mudah mengalami kerusakan selama proses pengolahan dan penyimpanan. Vitamin C memiliki sifat sangat mudah larut dalam air, mudah teroksidasi, terutama jika dipercepat oleh panas, sinar, alkali, serta oleh katalis tembaga dan besi. Vitamin C atau juga dikenal asam askorbat, mudah berubah menjadi asam dehidro-askorbat tetapi reaksi tersebut reversible. Pada reaksi oksidasi, anion dari asam askorbat akan diserang oleh molekul oksigen, menghasilkan radikal anion askorbat, air, dan terjadi pembentukan asam dehidro askorbat dan hidrogen peroksida. Asam dehidro askorbat tersebut tidak dapat berubah kembali menjadi asam askorbat. Proses ini distimulus oleh suhu dan cahaya matahari. Asam dehidro askorbat hasil oksidasi asam askorbat akan kehilangan aktivitas vitamin C.

Secara umum reaksi oksidasi vitamin C ada dua macam yaitu proses oksidasi spontan dan proses oksidasi tidak spontan. Proses oksidasi spontan adalah proses oksidasi yang terjadi tanpa menggunakan enzim atau katalisator. Sedangkan proses oksidasi tidak spontan yaitu reaksi yang terjadi dengan adanya penambahan enzim atau katalisator, misal enzim glutation. Pada penelitian ini reaksi yang terjadi adalah proses oksidasi spontan yaitu dengan adanya pengaruh dari udara/suhu keadaan sekitar. Kromatografi vitamin C disajikan dapat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13.

4.7.3 Derajat keasaman (pH)

Nilai pH merupakan salah satu parameter yang penting untuk diukur jika dihubungkan dengan perubahan kualitas suatu produk pangan yang disimpan. Perubahan nilai pH yang signifikan dapat mengubah rasa dari suatu produk makanan. Produk dengan keasaman rendah umumnya cenderung lebih awet karena mikroba akan sulit tumbuh pada media dengan keasaman tinggi.

Pengamatan nilai pH dilakukan setiap tujuh hari sekali selama 60 hari. Pada awal penyimpanan serbuk minuman ini memiliki pH rendah (3,31) namun, semakin lama penyimpanan kadar asam minuman fungsional ini makin meningkat (3,25) pada suhu 30ºC (Gambar 11). Perubahan kadar asam serbuk minuman selama penyimpanan disebabkan karena munculnya mikroba yang dapat memecah asam (Astarina 2006). Peningkatan total asam akan mengakibatkan turunnya nilai pH. Pada pH rendah sukrosa akan terinversi menjadi gula invert. Inversi

merupakan pemecahan sukrosa menjadi gula invert yang terdiri dari glukosa dan fruktosa dalam perbandingan yang sama (Muchtadi 1979).

Glukosa dan fruktosa akan difermentasi oleh mikroorganisme. Proses fermentasi tersebut akan menghasilkan asam dan alkohol. Glukosa yang dipecah akan menghasilkan asam piruvat. Jika tidak ada oksigen maka asam piruvat tersebut akan diubah menjadi asam asetat dan alkohol. Pembentukkan senyawa asam tergantung dari bakteri yang memfermentasi. Menurut Fardiaz (1989) jika glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat homofermentatif maka akan menghasilkan 2 asam laktat. Jika glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat heterofermentatif, maka akan dihasilkan asam laktat, asam asetat, alkohol/etanol, dan CO2. Pembentukan asam inilah yang menyebabkan pH minuman terus menurun.

Mikroba yang sering dikaitkan dengan kerusakan minuman sari buah adalah khamir, bakteri asam laktat, beberapa bakteri tidak tahan asam, dan beberapa jenis kapang (Fardiaz 1992). Jenis kapang yang diperkirakan tumbuh pada pH rendah yaitu Laktobasili, Acetobacter, dan Sarcina ventriculi.

Nilai pH serbuk minuman fungsional yang berada di bawah pH 4,5 berfungsi membunuh mikroba pembusuk yang tidak tahan kondisi asam sehingga produk dapat lebih tahan lama selama penyimpanan 60 hari hal ini dapat dilihat dari jumlah pertumbuhan bakteri selama penyimpanan. Minuman fungsional kerang pisau ini dapat dikategorikan sebagai pangan berasam rendah yang

3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 3,7 0 10 20 30 40 50 60 N il ai p H Lama Penyimpanan

suhu 30 suhu 35 suhu 45.

Gambar 12 Rata–rata nilai pH minuman fungsional kerang pisau

diharapkan memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap kerusakan mikrobiologis. Komponen yang paling berperan dalam rendahnya nilai pH pada minuman fungsional ini adalah asam jawa dan jeruk lemon. Daging buah asam jawa mengandung berbagai jenis asam yang diduga dapat melepaskan ion H+. Konsentrasi asam-asam ini dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah asam jawa yang juga digunakan pada pembuatan asam kawak, pH sari buah asam jawa berkisar antara 2,81-3,42 dengan rata-rata tingkat keasaman yaitu 3,05.

4.7.4 Water activity (aw)

Nilai aw merupakan hal yang penting untuk diamati pada produk kering. Hal inidikarenakan produk kering rentan akan kapang pada saat penyimpanan. Nilai aw dapat menyebabkan penurunan kualitas bahan pangan akibat adanya jamur dan bakteri yang tumbuh. Kandungan aw dalam makanan dideskripsikan sebagai “batasan” kandungan air dalam makanan yang dapat diukur, dimana keberadaannya sebagai cairan yang banyak berperan dalam terjadinya reaksi kimia dan biokimia yang ada dalam suatu bahan (Barbosa et al. 2007). Rata-rata nilai aw pada produk formulasi minuman fungsional berkisar antara 0,49-0,59 (Gambar 13). Nilai aw yang relatif rendah berarti jumlah air yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk tumbuh pada bahan pangan tersebut sedikit sehingga akan menghambat pertumbuhan mikroba. Bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak hanya dalam media dengan nilai aw tinggi (0,91), khamir membutuhkan nilai aw lebih rendah (0,87-0,91) dan kapang lebih rendah lagi yaitu (0,80-0,87) (Buckle et al. 1987).

Menurut Labuza (1982) makanan kering yang dikemas akan kehilangan kerenyahan ketika nilai aw berkisar antara 0,35-0,5 dan dikatakan tidak akan aman dikonsumsi pada selang aw 0,7-0,75. Diatas selang tersebut mikroorganisme berbahaya dapat mulai tumbuh yang menyebabkan produk menjadi beracun. Penyimpanan dengan menggunakan tiga suhu berbeda pada formulasi minuman fungsional ini tidak banyak mempengaruhi nilai aw.

4.7.5 Warna

Para ahli berpendapat bahwa warna adalah faktor terpenting dalam hal penerimaan. Produk yang tidak terlihat menarik, akan di tolak oleh konsumen dan tidak akan memperhatikan faktor lainnya (Nielsen 2003). Pada beberapa jenis produk, perubahan warna dapat menunjukkan perubahan nilai gizi sehingga perubahan warna dijadikan indikator untuk menunjukkan tingkat nilai gizi maksimum yang dapat diterima (Arpah 2001).

Warna minuman fungsional kerang pisau diukur secara objektif dengan menggunakan Chromameter Minolta CR-200. Parameter yang digunakan adalah L (kecerahan), a (warna kromatik campuran merah hijau), b (warna kromatik campuran biru-kuning), ˚Hue (parameter kisaran warna) dan Nilai L, a, b dan ˚Hue dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Rata-rata analisis warna pada serbuk minuman fungsional

Penyimpanan L a b ˚Hue

Awal (0 hari) 50,04 3,51 4,48 54,20

Akhir (60 hari) 50,77 3,77 4,81 55,70

Nilai ˚Hue yang didapatkan pada formula minuman yang diukur menunjukkan nilai 54,20 pada awal penyimpanan dan 55,70 pada akhir

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0 10 20 30 40 50 60 Wa ter Act iv it y Lama Penyimpanan

suhu 30 suhu 35 suhu 45.

Gambar 13 Water activity (aw) serbuk minuman fungsional

penyimpanan. Kedua nilai tersebut berdasarkan hubungan ˚Hue dengan warna sampel mengindikasikan warna yellow red (YR). Menurut Macdougall (2002) suatu bahan yang memiliki nilai ˚Hue dengan kisaran 54-90 ˚Hue warnanya kuning kemerahan. Berdasarkan pengamatan terhadap kisaran warna (°Hue), diketahui bahwa nilai °Hue serbuk minuman fungsional cenderung tidak berubah selama 60 hari penyimpanan. Nilai L (derajat kecerahan) pada minuman mengalami peningkatan selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa serbuk minuman mengalami perubahan derajat kecerahan menjadi semakin putih atau pudar warnanya selama penyimpanan.

Warna yellow red yang dihasilkan dari serbuk minuman fungsional berasal dari pigmen antosianin yang merupakan zat warna alami dari jahe merah yang akan mengalami degradasi akibat perubahan pH. Perubahan intensitas warna ini diduga disebabkan oleh adanya enzim. Menurut Fennema (1996) enzim yang mempengaruhi perubahan warna antosianin adalah enzim glikosidase dan fenolase. Enzim glikosidase akan menghidrolisis ikatan glikosida menghasilkan gugus gula dan aglikon. Perubahan intensitas warna disebabkan oleh penurunan kelarutan antosianidin dan menghasilkan produk yang meningkat intensitas warnanya. Warna dapat dijadikan sebagai indikator untuk menunjukkan tingkat nilai gizi maksimum yang dapat diterima (Arpah 2001). Oleh karena itu, perubahan warna yang signifikan dapat digunakan untuk memperkirakan lama penyimpanan dan keadaan mutu produk.

4.7.6 Total mikrobadan kapang

Total mikroba yang dikandung oleh suatu produk pangan dapat mengindikasikan tingkat keamanan dan kerusakan produk. Kontaminasi oleh mikroba yang tidak diinginkan dalam produk menunjukkan adanya ketidaksempurnaan proses pengolahan.

Hasil pengamatan selama 60 hari penyimpanan menunjukkan peningkatan jumlah sel mikroba yang berbeda pada setiap suhu penyimpanan (Gambar 14). Pada suhu 45oC terjadi peningkatan total mikroba yang cukup tinggi mulai dari pengamatan hari ke-35 hingga pengamatan terakhir yaitu rata-rata sebesar 5,1x103, sedangkan pada suhu 30oC pada akhir pengamatan tercatat 1,9 x 103 dan pada suhu 35oC sebesar 1,7 x 103.

Menurut Standar Nasional Indonesia jumlah maksimum koloni bakteri dalam produk pangan adalah sebesar 5,0x105. Apabila dilihat kesesuaian dengan ketentuan dalam SNI 01-3719-1996, formula minuman yang disimpan selama 60 hari pada suhu ruang telah memenuhi syarat mikrobiologis karena jumlah TPC pada produk minuman yang diuji masih di bawah batas yang ditetapkan dalam SNI. Faktor yang menyebabkan jumlah TPC pada minuman fungsional ini masih dibawah standar SNI, karena pada formulasi minuman tersebut mengandung jahe merah yang mempunyai zat antimikroba. Sari rimpang jahe merah dapat digunakan sebagai antibakteri pada susu pasteurisasi dalam menurunkan jumlah bakteri E.coli (Ernawati 2010). Rimpang jahe merah mengandung senyawa- senyawa kimia dari golongan fenol (diantaranya adalah gingerol, shogaol dan zingeron) yang bersifat antimikroba termasuk kapang, sehingga efektif dalam menghambat pertumbuhan kapang Penicillium citrinum Thom (Yaqin 2009).

Penyebab lain dari rendahnya jumlah TPC pada serbuk minuman fungsional karena pertumbuhan bakteri tersebut juga di pegaruhi oleh pH dimana, serbuk

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 10 20 30 40 50 60 70 lo g c fu/ g

Lama Penyimpanan (hari)

suhu 30 suhu 35 suhu 45

Gambar 14 Peningkatan sel mikroba selama penyimpanan.

minuman fungsional ini mempunyai nilai pH yang rendah yaitu 3,31. Minuman atau makanan berasam tinggi jarang menimbulkan keracunan karena bakteri patogen pada umumnya tidak tumbuh pada pH tersebut. Demikian pula spora bakteri tidak menimbulkan masalah pada minuman atau makanan semacam ini karena spora tidak dapat bergerminasi dan tumbuh pada pH dibawah 4,6 (fardiaz 1992).

Pengamatan terhadap jumlah kapang menunjukkan hasil yang berbeda di setiap suhu penyimpanan. Pada suhu 45oC jumlah kapang cenderung meningkat dibandingkan dengan suhu 30oC dan 35oC (Gambar 15). Meningkatnya kapang pada suhu 45ºC disebabkan selama penanganan dan pengolahan produk telah terkontaminasi dengan jenis kapang yang tahan panas. Kapang merupakan mikroorganisme yang banyak tersebar diberbagai tempat, sehingga sangat mudah mencermati substrat atau media yang cocok bagi pertumbuhannya. Ketahanan panas mikroorganisme cenderung meningkat ketika suhu inkubasi meningkat, khususnya bagi mikroorganisme pembentuk spora. Kapang dan khamir pada umumnya tergolong dalam mesofil, yaitu tumbuh baik pada suhu 25-30ºC (Fardiaz 1992). Meskipun pada umumnya kapang agak sensitif terhadap panas, namun spora aseksual kapang cenderung lebih resisten terhadap panas dibandingkan dengan bentuk miselia (Frazier dan Westhoff 1988).

Secara keseluruhan jumlah kapang yang terdapat didalam formula minuman serbuk fungsional ini mengalami peningkatan yang berarti. Hal ini juga

0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 60 70 Jum lah k ol oni /g Lama penyimpanan

suhu 30 suhu 35 suhu 45

Gambar 15 Perubahan jumlah kapang selama penyimpanan pada suhu ,

menunjukkan bahwa kapang mempunyai kemampuan hidup pada konsentrasi gula yang tinggi karena dalam serbuk minuman kerang pisau terdapat penambahan sukrosa 1:1 (b/b).

Dokumen terkait