• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.4 Stabilitas Talud

Klasifikasi para peneliti untuk pergerakan lereng pada umumnya berdasarkan kepada jenis gerakan dan materialnya. Klasifikasi yang diberikan oleh HWRBLC, Highway Research Board Landslide Committee (1978), mengacu kepada Varnes (1978) yang berdasarkan kepada:

 Material yang nampak.

 Kecepatan perpindahan material yang bergerak.  Susunan massa yang berpindah.

 Jenis material dan gerakannya.

Lereng dapat dianalisis melalui perhitungan faktor keamanan lereng dengan melibatkan data sifat fisik tanah, mekanika tanah (geoteknis tanah) dan bentuk geometri lereng (Pangular, 1985). Secara khusus, analisis dapat dipertajam dengan melibatkan aspek fisik lain secara regional, yaitu dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisiknya, baik berupa kegempaan, iklim, vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi setempat. Kondisi lingkungan tersebut merupakan

faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan tanah dan merupakan karakter perbukitan rawan longsor (Anwar & Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1993,).

Pendekatan masalah tanah longsor dapat melibatkan kajian dampak akibat faktor-faktor di atas, penanganannya dapat didekati dengan pengelolaan lingkungan. Arahan pengelolaan lingkungan dilakukan sebagai antisipasi untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya dampak lingkungan negatif (Fandeli, 1992), yaitu dengan cara memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positif (Soemarwoto, 1990), atau dengan kata lain meminimalkan faktor-faktor kendala kestabilan lereng dan memaksimalkan faktor-faktor pendukung lereng stabil. Dampak lingkungan yang terjadi dapat bersifat langsung maupun tidak langsung (Snyder & Catanese, 1989). Analisis dampak dapat dilakukan dengan melihat kondisi fisik sekitar komponen terkena dampak.

2.4.1. Teori Kelongsoran

Gerakan tanah merupakan proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah tegak, mendatar atau miring terhadap kedudukan semula karena pengaruh air, gravitasi, dan beban luar. Kelompok utama gerakan tanah (mass movement) menurut Hutchinsons (1968, dalam Hansen, 1984) terdiri atas rayapan (creep) dan longsoran (landslide) yang dibagi lagi menjadi sub-kelompok gelinciran (slide), aliran (flows), jatuhan (fall) dan luncuran (slip). Definisi longsoran (landslide) menurut Sharpe (1938, dalam Hansen, 1984), adalah luncuran atau gelinciran (sliding) atau jatuhan (falling) dari massa batuan/tanah atau campuran keduanya

menentukan penyebab serta cara penanggulanganya maka perlu adanya pengklasifikasian tanah berdasar material yang bergerak, jenis gerakan dan mekanismenya. Adapun macam-macam gerakan tanah yaitu :

a. Aliran Cepat (Rapid Flowage)

Gerakan tanah jenis aliran pada umumnya material yang bergerak terlihat cepat dan dapat diikuti dengan kecepatan mata melihat. Umumnya terjadi pada material lunak yang jenuh air dan terdapat pada daerah berlereng. Jika ditinjau dari jenis material yang bergerak dapat dibedakan menjadi :

• Aliran tanah (earth flow), jika material yang bergerak berupa tanah.

• Aliran lumpur (mud flow), jika material yang bergerak berupa lumpur.

b. Amblesan (subsidence)

Merupakan jenis gerakan tanah yang berupa turunnya permukaan tanah secara bersama-sama secara cepat atau lambat tergantung kondisi geologi maupun topografi daerah tersebut. Umumnya terjadi pada daerah yang lunak serta terdapat beban diatasnya atau pada daerah yang dibawahnya terdapat goa atau akibat strukrur geologi, mugkin juga terjadi akibat aktivitas manusia seperti penambangan bawah tanah, penyedotan air tanah yang berlebihan, proses pemadatan tanah, dan sebagainya.

c. Runtuhan

Gerakan tanah ini disebabkan oleh keruntuhan tarik yang diikuti dengan tipe gerakan jatuh bebas akibat gravitasi yang bergerak cepat. Material tanah atau batuan lepas dari tebing curam dengan sedikit pergeseran atau tanpa terjadi pergeseran kemudian meluncur sebagian besar diudara seperti jatuh bebas,

loncat atau menggelundung. Runtuhan terjadi biasanya pada penggalian batu, tebing pantai yang curam, tebing jalan.

d. Longsoran (sliding)

Gerakan tanah ini terjadi akibat regangan geser dan perpindahan dari sepanjang bidang longsoran dimana massa berpindah dari tempat semula dan berpisah dari massa yang mantap, material yang bergerak kadang terlihat sangat cepat dan tiba-tiba atau dapat juga bergerak lambat.

Jenis gerakan ini dapat dibedakan menjadi:

• Rotational slide, jika bidang longsoran mempunyai bentuk seperti busur derajat, log spiral, dan bentuk lengkung yang tidak teratur. Pada umumnya kelongsoran ini berhubungan dengan kondisi tanah yang homogen seperti terlihat pada Gambar 2.10.

• Translation slide, jika bidang longsor cenderung datar atau sedikit bergelombang. Kelongsoran ini terjadi bila bentuk permukaan runtuh dipengaruhi adanya kekuatan geser yang berbeda pada lapisan tanah yang berbatasan seperti terlihat pada Gambar 2.11 dibawah ini.

• Surface slide, terjadi jika bidang gelincirnya terletak dekat dengan permukaan tanah seperti terlihat pada Gambar 2.12 dibawah ini.

• Deep slide, terjadi jika bidang gelincirnya terletak jauh dibawah permukaan tanah seperti terlihat pada Gambar 2.13 dibawah ini.

Kelongsoran (land slide) khususnya untuk tanah merupakan perpindahan massa tanah dari kedudukan semula akibat pengaruh gravitasi sehingga terpisah dari massa yang mantap, dimana perpindahan ini bisa diakibatkan oleh likuefaksi sebagai pengaruh gempa bumi. Penyebab lain adakah sifat tanah yang mengandung mineral yang mampu kembang susut seperti lempung dan lanau yang sering kali dalam keadaan retak-retak atau bercelah, sehingga tekanan air

pori dapat membahayakan stabilitasnya. Selain itu bisa diakibatkan oleh pengaruh tipe perlapisan khusus misalnya antara pasir dan lempung, tekanan beban berlebihan pada kepala lereng atau pemotongan kaki lereng, dan dalam beberapa kasus struktur tanah umumnya diperlemah oleh proses fisika dan kimia.

2.4.2. Faktor – Faktor Penyebab Kelongsoran 2.4.2.1. Faktor Penyebab Dari Dalam

a. Penambahan kadar air dalam tanah.

Pada saat musim penghujan maka kadar air didalam tanah akan bertambah sehingga bobot massa tanah juga akan meningkat akibat terisinya rongga antar butir dalam tanah. Hal ini akan memicu gerak tanah terutama pada lokasi rawan longsor.

b. Pelarutan bahan perekat.

Air yang masuk ke salam tanah (air hujan, rembesan bendung, bocoran saluran pada lereng, dsb) akan dapat melarutkan bahan perekat pada batuan sedimen. Hal ini mampu melongsorkan material terutama pada daerah rawan gerak tanah.

c. Kondisi batuan.

Kodisi fisik batuan seperti tingginya tingkat kelulusan air / porositas akan semakin mempercepat terjadinya longsoran, demikian juga dengan kondisi plastisitas tanah karena semakin tinggi tingkat plastisitas maka tanah akan cepat mengembang sehingga mampu memicu gerak tanah.

d. Kondisi struktur geologi.

pada batas lapisan batuan yang lolos air an yang kedap air.

2.4.2.2. Faktor Penyebab Dari Luar a. Adanya getaran

Sumber getaran dapat berasal dari gempa bumi, kendaraan berat, mesin- mesin yang bekerja, dan ledakan dinamit yang mampu menyebabkan terjadinya gerakan tanah. Hal ini dapat terjadi pada daerah berlereng atau daerah yang labil.

b. Curah hujan

Curah hujan yang meliputi intensitas dan lamanya hujan. Hujan dengan intensitas kecil tetapi berlangsung dalam kurun waktu yang lama mampu memicu gerakan tanah.

 Adanya pembebanan tambahan

Aktivitas manusia seperti pembuatan bangunan pada sekitar tebing dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah.

 Hilangnya penguat lereng.

Kejadian ini terjadi seperti lereng-lereng yang menjadi curam a kibat pengikisan sungai, peenambangan material tanah/batuan, dll.

 Hilangnya tumbuhan penutup

Akibat penebangan dan kebakaran hutan, tumbuhan penutup akan berkurang sehingga akan tebentuk alur-alur air dipermuakaan tanah. Hal ini mampu memicu terjadinya gerakan tanah.

 Penataan lahan yang kurang tepat, seperti pembukaan areal pemukiman. Hal ini jika berlangsung dalam kurun waktu yang lama

dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah terutama pada daerah yang mempunyai kemiringan tinggi.

2.4.2.3. Pengaruh Iklim

Perubahan temperatur, fluktuasi muka air tanah musiman, gaya gravitasi dan relaksasi tegangan sejajar permukaan ditambah dengan proses oksidasi dan dekomposisi akan mengakibatkan suatu lapisan tanah kohesif yang secara lambat laun tereduksi kekuatan gesernya, terutama nilai kohesi c dan sudut geser dalamnya ø.

Pada tanah non kohesif misalnya lapisan pasir, bila terjadi getaran gempa, mesin atau sumber getaran lainnya akan mengakibatkan lapisan tanah tersebut ikut bergetar sehingga pori-pori lapisan akan terisi oleh air atau udara yang akan meningkatkan tekanan dalam pori. Tekanan pori yang meningkat dengan spontan dan sangat besar ini akan menyebabkan terjadinya likuifikasi atau pencairan lapisan pasir sehingga kekuatan gesernya hilang.

2.4.2.4. Pengaruh Air

Keberadaan air dapat dikatakan sebagai faktor dominan penyebab terjadinya kelongsoran, karena hampir sebagian besar kasus kelongsoran melibatkan air di dalamnya. Tekanan air pori memiliki nilai besar sebagai tenaga pendorong terjadinya kelongsoran, semakin besar tekanan air semakin tenaga pendorong. Penyerapan maupun konsentrasi air dalam lapisan tanah kohesif dapat melunakkan lapisan tanah tersebut yang pada akhimya mereduksi nilai kohesi dan sudut geser dalam sehingga kekuatan gesernya berkurang. Aliran

air dapat menyebabkan erosi yaitu pengikisan lapisan oleh aliran air, sehingga keseimbangan lereng menjadi terganggu.

2.4.2.5. Pengaruh Rangkak (Creep)

Terdapat didekat permukan tanah yang miring, tanah dipengaruhi siklus kembang susut. Siklus ini dapat terjadi akibat perubahan temperatur, perubahan dari musim penghujan dan di daerah dingin dapat dipengaruhi oleh pengaruh pembekuan air. Saat tanah mengembang, tanah naik sehingga melawan gaya – gaya gravitasi. Saat tanah menyusut, tanah turun dibantu oleh gravitasi. Hasil dari gerakan keduanya adalah gerakan perlahan lereng turun ke arah bawah.

Kedalaman zona rangkak bervariasi dari beberapa sentimeter sampai beberapa meter tergantung pada sifat tanah dan kondisi iklim. Menurut taylor (1962), rangkak dapat menyebabkan:

• Blok batuan bergerak

• Pohon – pohon melengkung ke atas

• Bagian lereng melengkung dan menarik batuan

• Bangunan yang menjulang keatas menjadi miring

• Dinding penahan tanah dan pondasi bergerak dan retak

• Jalan raya dan jalan rel keluar dari alurnya

• Batu – batu besar menggelinding dan sebagainya

2.4.3. Pekerjaan Penanggulangan Kelongsoran

Pekerjaan penanggulangan longsoran meliputi pekerjaan pengendalian (control works) dan pekerjaan penambatan (restraint works).

Adapun pekerjaan pengendalian ini dimaksudkan untuk mengurangi resiko terjadinya longsoran dengan cara mengubah kondisi alam atau topografi atau keadaan air di bawah permukaan, seperti :

• Pengendalian air permukaan (surface water drainage) dengan cara perencanaan tata saluran permukaan, penanaman vegetasi, perbaikan permukaan lereng dan menutup rekahan.

• Pengendalian air rembesan (ground water drainage) dengan saluran terbuka, pengalir tegak (vertical drain), pengalir datar (horizontal drain), pengalir parit pencegat (interceptor drain).

• Pekerjaan peningkatan counter weight.

Sedangkan pekerjaan penambatan dilaksanakan dengan membangun konstruksi yang mampu menjaga kestabilan massa tanah/batuan, seperti :

• Penambatan tanah dengan membangun dinding penahan tanah (retaining wall), bronjong, sumuran, tiang pancang, sheet pile.

• Penambatan batuan dengan tumpuan beton, batu batuan (rock bolt), pengikat beton, jangkar kabel (rock anchor) jala kawat dan beton semprot (shortcrete).

Jika kondisi penanggulangan diatas tidak efektif dan efisien untuk dilaksanakan maka dapat diambil alternatif lainya yang lebih baik seperti penggunaan bahan ringan, penggantian material,maupun relokasi.

2.4.4. Konsep Angka Keamanan

Dalam praktek, analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan batas plastis (limit plastic equilibrium). Adapun maksud analisis stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang

longsor yang potensial.

Dalam menganalisis stabilitas lereng digunakan beberapa anggapan yaitu:

o Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dianggap sebagai masalah bidang dua dimensi.

• Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda masif.

• Tahanan geser tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis.

• Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata – rata sepanjang bidang longsor potensial dan kuat geser tanah sepanjang permukaan longsoran. Jadi kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik – titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor aman hasil hitungan lebih besar dari 1.

Umumnya angka keamanan didefinisikan sebagai :

�� =� ...(2.21) Dengan :

�� = angka keamanan terhadap kekuatan tanah

��= kekuatan geser rata-rata tanah

��= kekuatan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor

Kekuatan geser tanah terdiri dari dua komponen, yaitu kohesi dan geseran, dan dapat kita tuliskan sebagai berikut:

Dengan : c = kohesi

σ = tegangan normal rata-rata pada permukaan bidang longsor

Ø= sudut geser tanah

Dengan cara yang sama kita juga dapat menuliskan

��= �� + ����∅�………..(2.23) Dengan � adalah kohesi dan ∅adalah sudut geser yang bekerja sepanjang bidang longsor.

Dengan memasukkan Persamaan (2.22) dan (2.23) kedalam Persamaan (2.21) kita dapatkan

�� =��+�+� ��� ∅�� ��� ∅ ...(2.24) Sekarang kita dapat memperkenalkan aspek-aspek lain dari angka keamanan tadi, yaitu angka keamanan terhadap kohesi Fc, dan angka keamanan terhadap sudut geser,�. Dengan demikian, Fc dan � dapat kita definisikan sebagai

�� =

� ...(2.25) dan � = ��� ∅

��� ∅� ...(2.26) Bilamana persamaan dan dibandingkan adalah wajar bila � menjadi sama dengan �, harga tersebut memberikan angka keamanan terhadap kekuatan tanah. Atau, bila

� ��=

���∅

���∅� ...(2.27) Kita dapat menuliskan

Jika:

Fk < 1, lereng tidak stabil

Fk = 1, lereng dalam keadaan kritis artinya dengan sedikit gangguan atau tambahan momen penggerak maka lereng menjadi tidak stabil.

Fk > 1, lereng stabil

Umumnya harga 1,5 untuk angka keamanan terhadap kekuatan geser dapat diterima untuk merencanakan stabilitas talud (Das,1991).

2.4.5. Stabilitas Talud Menerus Tanpa Rembesan

Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili oleh curah hujan) yang dapat meningkatkan kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka air tanah. Kehadiraran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori yang berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng. Tapi pada lereng tanpa rembesan merupakan kondisi yang tidak memiliki kenaikan muka air tanah sementara kondisi fisik tanah tersebut kering/ tidak adanya tekanan air pori yang besar.

Dengan menganggap bahwa tekanan air pori adalah nol, kita akan mengevaluasi angka keamanaan terhadap kemungkinan kelonggaran talud sepanjang bidang AB yang terletak pada kedalaman H dibawah permukaan tanah, kerunatuhan talud dapat terjadi karena pergerakan tanah diatas bidang AB dari kanan ke kiri.

Suatu elemen talud abcd yang mempunyai satu satuan tebal tegak lurus terhadap bidang gambar. Gaya F yang bekerja pada bidang ab dan cd adalah sama besar dan berlawanan arah, oleh karena itu gaya tadi dapat diabaikan. Berat elemen tanah yang ditinjau adalah:

W = ( volume elemen tanah) x (berat volume tanah) = ��� Berat W dapat diurauikan dalam dua komponen sebagai berikut:

• Gaya yang tegak lurus pada bidang AB= � =����� =��� ��� �,���

• Gaya yang paralel terhadap bidang AB= � =����� = ��� ��� �. perhatikan bahwa gaya � ini cenderung untuk menyebabkan kelongsoran sepanjang bidang.

Angka keamanan untuk kondisi ini ialah :

�� = �����2�.���� + ���∅

���� ...(2.29) Untuk tanah berbutir c = 0, angka keamanan menjadi (���∅)/(����). Ini menunjukkan bahwa suatu talud menerus yang terdiiri dari tanah pasir, harga Fs-nya tidak tergantung pada tinggi H dan talud akan tetap stabil selama � <∅.

2.4.6. Stabilitas Talud Menerus Dengan Rembesan

Stabilitas talud menerus dengan rembesan akibat kehadiran air tanah dalam tubuh lereng biasanya menjadi masalah bagi kestabilan lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili oleh curah hujan) yang dapat meningkatkan

kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka air tanah. Kehadiraran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori (m) yang berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material tanah (soil). Kenaikan muka air tanah juga memperbesar debit air tanah dan meningkatkan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion). Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993).

Gambar 2.15. Talud Menerus Dengan Rembesan (Das,1991) Angka keamanan untuk kondisi ini ialah

�� = �����2�.���� + �′ ����

���∅

���� ...(2.30)

Dokumen terkait