• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alternatif Perkuatan Lereng Pada Ruas Jalan Medan-Berastagi, Desa Sugo KM 25+200

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Alternatif Perkuatan Lereng Pada Ruas Jalan Medan-Berastagi, Desa Sugo KM 25+200"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

ALTERNATIF PERKUATAN LERENG PADA RUAS JALAN

MEDAN – BERASTAGI, DESA SUGO KM 25+200.

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian

Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

090404102

AGRIFA H.V.D. SIANIPAR

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ALTERNATIF PERKUATAN LERENG PADA RUAS JALAN MEDAN-BERASTAGI, DESA SUGO KM 25+200

Agrifa H. V. D. Sianipar NIM: 09 0404 102

Pembimbing: Ir. Rudi Iskandar, MT

ABSTRAK

Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas mengenai perkuatan alternatif lereng menggunakan Program GeoSlope/W 2007. Untuk memenuhi tujuan penelitian, akan digunakan Lereng pada Laporan Tugas Akhir Iro Ganda Universitas Sumatera Utara. Pada Tugas Akhir Iro Ganda didapatkan nilai safety faktor 1.238 dengan perkuatan Geogrid, Sheet Pile dan Counterweight dimana analisa stabilitas lereng tersebut menggunakan bantuan program Plaxis 8.2D. Dengan nilai safety faktor < 1.5, akan direncanakan 3 perkuatan dengan menggunakan bantuan program GeoSlope/W 2007 dimana ketiga perkuatan ini mampu menaikkan faktor keamanan >1.5.

Di awal penelitian akan dicari nilai safety faktor lereng pada laporan Iro Ganda guna mendapatkan perbandingan antara kedua program ini. Kemudian akan dicari nilai safety faktor perkuatan lereng alternatif 1, dimana direncanakan 2 buah sheet pile sebagai perkuatan. Alternatif perkuatan 2 direncanakan kombinasi angkur dan sheet pile. Alternatif perkuatan 3 menggungakan sheet pile dan mini pile.

Dari hasil analisa program GeoSlope/W 2007 diperoleh nilai safety faktor 1.369, dimana parameter tanah dan perkuatan berdasarkan laporan Tugas Akhir Iro Ganda. Nilai safety faktor alternatif perkuatan 1 ( perkuatan double sheet pile) sebesar 2.155. Nilai safety faktor alternative perkuatan 2 ( kombinasi angkur dan sheet pile) sebesar 1.801. Nilai safety faktor alternatif perkuatan 3 (kombinasi sheet pile dan mini pile) sebesar 2.139.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas pertolongan Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai syarat utama dalam memperoleh gelar sarjana Teknik dari Universitas Sumatera Utara dengan judul “Alternatif Perkuatan Lereng Pada Ruas Jalan Medan-Berastagi, Desa Sugo KM 25+200”.

Dengan menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak, baik moriil maupun materiil, maka pada kesempatan ini penulis igin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT selaku pembimbing Tugas Akhir, yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Kepada bapak dan ibu pembanding yang juga selaku penguji, bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, M.S.C.E dan ibu Ika Puji Hastuty, ST. MT yang telah menyediakan waktu untuk menghadiri seminar dan sidang penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

(4)

Secara khusus, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang tulus dan sedalam-dalamnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Drs. E. Sianipar dan L. Simatupang atas segala jerih payah, kasih sayang, dukungan dan doa yang selalu menyertai penulis.

2. Kepada adik-adik saya yang saya sayangi, Martha Sianipar, Elisa Sianipar,Yopri Sianipar dan Regina Sianipar saya ucapkan terima kasih atas semua dukungan dan doanya.

3. Kepada teman-teman satu jurusan dan khususnya teman yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, Hasoloan Sinaga, Erin Sebayang, Manna Sihotang, Elisa Purba, Nita, Atina, B’Chan, B’Samuel Pakpahan, B’Iro Ganda dan B’Andry Simatupang dan juga teman-teman yang lain yang tidak dapat saya tuliskan satu persatu.

4. Kepada teman – teman sekelompok, B’Leo, Ovit, John, Mariance, Elgina, Yessica dan yang tidak dapat saya ucapkan satu persatu, saya ucapkan terima kasih atas semua dukungan doanya.

(5)

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis, untuk itu penulis akan sangat terbuka terhadap segala saran maupun kritik mengenai Tugas Akhir ini. Akhirnya, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pengetahuan bagi yang membaca.

Medan, November 2013

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR PUSTAKA ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Uraian Umum ... 1

1.2 Latar Belakang ... 3

1.3 Tujuan Dan Manfaat ... 4

1.4 Perumusan Masalah ... 5

1.5 Pembatasan Masalah Dan Metodologi ... 6

(7)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori ... 9

2.2 Kuat Geser Tanah ... 12

2.2.1 Kriteria Keruntuhan Menurut Mohr Coulomb ... 13

2.2.2 Kuat Geser Tanah Pasir ... 15

2.2.3 Kuat Geser Tanah Lempung ... 16

2.3 Tekanan Tanah Lateral ... 17

2.3.1 Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam ... 19

2.3.2 Tekanan Tanah Aktif Dan Pasif Menurut Rankine ... 20

2.3.2.1 Tekanan Tanah Aktif Menurut Rankine ... 20

2.3.2.2 Tekanan Tanah Pasif Menurut Rankine ... 23

2.3.3 Tekanan Tanah Aktif Dan Pasif Menurut Coulomb ... 24

Tekanan Tanah Aktif Menurut Coulomb ... 24

Tekanan Tanah Pasif Menurut Coulomb ... 28

2.3.4 Tekanan Tanah Akibat Beban Gempa ... 30

2.4 Stabilitas Talud ... 31

2.4.1 Teori Kelongsoran ... 32

(8)

2.4.2.1 Faktor Penyebab Dari Dalam ... 36

2.4.2.2 Faktor Penyebab Dari Luar ... 37

2.4.2.3 Pengaruh Iklim ... 38

2.4.2.4 Pengaruh Air ... 38

2.4.2.5 Pengaruh Rangkap ... 39

2.4.3 Pekerjaan Penanggulangan Kelongsoran ... 39

2.4.4 Konsep Angka Keamanan ... 40

2.4.5 Stabilitas Talud Menerus Tanpa Rembesan ... 43

2.4.6 Stabilitas Talud Menerus Dengan Rembesan ... 44

2.5 Sistem Perkuatan Tanah Dan Lereng ... 45

2.5.1 Perkuatan Lereng Dengan Bahan Konstruksi ... 46

2.5.2 Perkuatan Lereng Dengan Tanaman ... 47

2.5.3 Perkuatan Lereng Dengan Material Lain ... 54

2.5.3.1 Geosintetik ... 54

2.5.3.2 Sheet Pile ... 59

2.5.3.3 Tiang Pancang Mini ... 62

2.5.3.4 Dinding Penahan Tanah ... 65

(9)

2.6 Analisa Stabilitas Lereng Metode Irisan ... 70

2.6.1 Metode Bishop ... 79

2.6.2 Metode Fellinius ... 83

2.6.3 Metode Morgenstern-Price ... 84

2.7 Analisa Stabilitas Lereng Dengan Software Geoslope ... 88

2.6.1 Program Eksekusi Define ... 90

2.6.2 Program Eksekusi Solve ... 91

2.6.3 Program Eksekusi Contour ... 92

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Data Umum Proyek ... 93

3.2 Data Teknis Geogrid, Sheet Pile ... 93

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 94

3.4 Metode Analisa ... 94

3.5 Potongan Melintang Pemasangan Proyek ... 95

(10)

4.2 Kondisi Awal Perkuatan Lereng Dengan Slope/W 2007 ... 99

4.3 Alternatif Perkuatan 1 Dengan Menggunakan Double Sheet Pile ... 110

4.4 Alternatif Perkuatan 2 Kombinasi Sheet Pile Dan Angkur ... 115

4.5 Alternatif Perkuatan 3 Kombinasi Sheet Pile Dan Mini Pile ... 125

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 127

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel :

2.1Koefisien-koefisien Ka berdasarkan persamaan Rankine…..………...22

2.2Koefisien-koefisien Kp berdasarkan persamaan Rankine...24

2.3Harga-harga Ka untuk � = 00���� = 00…...28

2.4Persamaan dan variabel irisan yang tidak diketahui...75

2.5Asumsi-asumsi yang digunakan oleh beberapa metode irisan...76

2.6Kondisi kesetimbangan metode irisan yang dipenuhi...78

4.1Parameter tanah yang diperlukan dalam perhitungan Plaxis...99

(12)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kelongsoran Talud ... ...10

2.2 Bidang Keruntuhan ... ...13

2.3 Garis Keruntuhan Menurut Mohr dan Hukum Keruntuhan Mohr Coulomb . ...14

2.4 Grafik Hunungan Pergerakan Dinding Penahan dan Tekanan Tanah . ...18

2.5 Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam ... ...19

2.6 Bidang Keruntuhan Pada Tanah Aktif Menurut Rankine ... ...21

2.7 Bidang Keruntuhan Pada Tanah Pasif Menurut Rankine ... ...23

2.8 Blok Keruntuhan dan Polygon Gaya ... ...25

2.9 Tekanan Tanah Pasif Menurut Coulomb ... ...29

2.10 Bidang Gelincir Berbentuk Busur Lingkaran ... ...34

2.11 Bidang Gelincir Hampir Lurus ... ...35

2.12 Bidang Gelincir Yang Dangkal ... ...35

2.13 Bidang Gelincir Yang Dalam ... ...35

2.14 Analisis Talud Menerus Tanpa Rembesan ... ...44

2.15 Talud Menerus Dengan Rembesan ... ...45

2.16 Contoh Penempatan Bahan Konstruksi ... ...46

2.17 Jarak dan Posisi Penanaman Rumput ... ...48

2.18 Penanaman Lempengan Rumput ... ...49

2.19 Pola Penanaman Rapat ... ...50

2.20 Pola Penanaman Berbaris ... ...52

(13)

2.22 Pola Penanaman Dengan Kemiringan 3-10% ... ...52

2.23 Pola Penanaman Dengan Kemiringan 10-15%... ...53

2.24 Penanaman Tanaman Berakar Dalam dan Panjang ... ...53

2.25 Dinding Tanah Bertulang dengan Tulangan Lajur ... ...56

2.26 Tulangan Geogrid dan Dinding Tanah Bertulang Geogrid ... ...57

2.27 Dinding Turap Bertulangan Geotekstil ... ...58

2.28 Dinding Tanah Bertulang Sistem Angker ... ...58

2.29 Berbagai Jenis Turap dan Kayu Beton ... ...60

2.30 Hubungan Tiang Turap ... ...61

2.31 Dinding Tanah Type Gravitasi ... ...65

2.32 Dinding Tanah Type Buttress ... ...66

2.33 Dinding Tanah Non Konstruksi ... ...67

2.34 Tampilan Pada Eksekusi Contour ... ...82

2.35 Pondasi Cerucuk ... ...68

2.36 Model Lereng Dengan Bidang Runtuh yang Berbentuk Sebuah Busur Lingkaran ... ...71

2.37 Model Lereng Dengan Bidang Runtuh yang Berupa Gabungan Dari Sebuah Busur Lingkaran Dengan Segmen Garis Lurus ... ...72

2.38 Model Lereng Dengan Bidang Runtuh Yang Berupa Gabungan Dari Beberapa Segmen Garis Lurus ... ...72

2.39 Kelongsoran Lereng Metode Irisan ... ...79

2.40 Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Irisan Metode Morgenstern-Price .... ...85

2.41 Bentuk Fungsi Yang Menggambarkan Distribusi Gaya Antar Irisan ... ...86

(14)

2.43 Tampilan Eksukusi Solve ... ...91

2.44 Tampilan Pada Eksekusi Contour ... ...92

3.1 Bagan Alir Penelitian ... ...95

3.2 Potongan Melintang Pemasangan Geogrid dan Sheetpile ... ...96

4.1 Potongan Melintang Tipikal Perkuatan Alternatif ... ...97

4.2 Safety Faktor Perkuatan Alternatif ... ...98

4.3 Pengaturan Awal GeoSlope/W 2007 ... .100

4.4 Pengaturan Kertas Gambar Pada Menu Set ... .101

4.5 Tahap Awal Penggambaran Sketsa Lereng ... .101

4.6 Parameter Tanah ... .102

4.7 Parameter Sheet pile ... .102

4.8 Parameter Geogrid ... .103

4.9 Input Batasan Masukan dan Keluaran Data ... .103

4.10 Input Beban Yang Bekerja ... .104

4.11 Gambar Akhir Perkuatan Lereng ... .104

4.12 Verifikasi Data ... .105

4.13 Hasil Akhir Perkuatan Lereng ... .105

4.14 Bidang Longsor Kritis ... .106

4.15 Gaya-Gaya Yang Bekerja Dan Polygon Gaya Pada Irisan 21 ... .108

4.16 Fungsi f(x) Untuk Masing-Masing Irisan ... .108

4.17 Sketsa Perkuatan Lereng Dengan Menggunakan Double Sheet Pile ... .111

4.18 Faktor Keamanan Alternatif 1 ... .112

4.19 Bidang Longsor Kritis Alternatif 1 ... .112

(15)

4.21 Fungsi f(x) Untuk Masing-Masing Irisan ... .113

4.22 Kombinasi Perkuatan Angkur Dan Sheet Pile ... .116

4.23 Faktor Keamanan Perkuatan Alternatif 2 ... .116

4.24 Bidang Longsor Kritis Lereng ... .117

4.25 Gaya-Gaya Yang Bekerja Dan Polygon Gaya Pada Irisan 21 ... .117

4.26 Fungsi f(x) Untuk Masing-Masing Irisan ... .118

4.27 Perkuatan Alternatif 3 Kombinasi Sheet Pile dan Mini Pile ... .120

4.28 Faktor Keamanan Alternatif 3 ... .121

4.29 Bidang Longsor Kritis Lereng ... .122

4.30 Gaya-Gaya Yang Bekerja Dan Polygon Gaya Pada Irisan 21 ... .123

(16)

ALTERNATIF PERKUATAN LERENG PADA RUAS JALAN MEDAN-BERASTAGI, DESA SUGO KM 25+200

Agrifa H. V. D. Sianipar NIM: 09 0404 102

Pembimbing: Ir. Rudi Iskandar, MT

ABSTRAK

Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas mengenai perkuatan alternatif lereng menggunakan Program GeoSlope/W 2007. Untuk memenuhi tujuan penelitian, akan digunakan Lereng pada Laporan Tugas Akhir Iro Ganda Universitas Sumatera Utara. Pada Tugas Akhir Iro Ganda didapatkan nilai safety faktor 1.238 dengan perkuatan Geogrid, Sheet Pile dan Counterweight dimana analisa stabilitas lereng tersebut menggunakan bantuan program Plaxis 8.2D. Dengan nilai safety faktor < 1.5, akan direncanakan 3 perkuatan dengan menggunakan bantuan program GeoSlope/W 2007 dimana ketiga perkuatan ini mampu menaikkan faktor keamanan >1.5.

Di awal penelitian akan dicari nilai safety faktor lereng pada laporan Iro Ganda guna mendapatkan perbandingan antara kedua program ini. Kemudian akan dicari nilai safety faktor perkuatan lereng alternatif 1, dimana direncanakan 2 buah sheet pile sebagai perkuatan. Alternatif perkuatan 2 direncanakan kombinasi angkur dan sheet pile. Alternatif perkuatan 3 menggungakan sheet pile dan mini pile.

Dari hasil analisa program GeoSlope/W 2007 diperoleh nilai safety faktor 1.369, dimana parameter tanah dan perkuatan berdasarkan laporan Tugas Akhir Iro Ganda. Nilai safety faktor alternatif perkuatan 1 ( perkuatan double sheet pile) sebesar 2.155. Nilai safety faktor alternative perkuatan 2 ( kombinasi angkur dan sheet pile) sebesar 1.801. Nilai safety faktor alternatif perkuatan 3 (kombinasi sheet pile dan mini pile) sebesar 2.139.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Uraian Umum

Pada permukaan tanah yang tidak horizontal, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan terhadap geseran yang dapat dikembangkan oleh tanah pada bidang longsornya terlampaui, maka akan terjadi kelongsoran. Analisis stabilitas tanah pada permukaan yang miring ini, biasanya disebut analisa stabilitas lereng. Analisis ini sering dijumpai pada perancangan-perancangan bangunan seperti : jalan kereta api, jalan raya, bandara, bendungan urugan tanah, saluran, dan lain sebagainya.

(18)

Menurut Soedarmo, untuk ketepatan suatu analisis keamanan dan pengamanan suatu lereng terhadap bahaya longsor, perlu dilakukan diagnosis terhadap faktor-faktor diatas. Dari pengamanan maka dapat diketahui lebih rinci penyebab terjadinya longsor, antara lain:

a. Perubahan lereng suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau secara sengaja akan mengganggu stabilitas yang ada. Karena secara logis dapat dikatakan semakin terjal suatu lereng akan semakin besar kemungkinan untuk longsor.

b. Perubahan tinggi suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau disengaja juga akan merubah stabilitas suatu lereng. Semakin tinggi lereng akan semakin besar longsornya.

c. Peningkatan beban permukaan. Ini akan meningkatkan tegangan dalam tanah termasuk meningkatnya tegangan air pori. Hal ini akan menurunkan stabilitas lereng dan sering terjadi karena adanya pembangunan di daerah tebing.

d. Perubahan kadar air, baik karena hujan maupun resapan air tempat lain dalam tanah. Ini akan segera meningkatkan kadar air dan menurunkan kekuatan geser dalam lapisan tanah.

e. Aliran air tanah akan mempercepat terjadinya longsor, karena air bekerja sebagai pelumas. Bidang kontak antar butir akan melemah karena air dapat menurunkan tingkat kelekatan butir.

f. Pengaruh getaran berupa gempa, ledakan dan getaran mesin dapat mengganggu kekuatan geser dalam tanah.

(19)

air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan dalam tanah. Di samping itu, kestabilan lapisan permukaan tanah juga tergantung adanya penggundulan. h. Pengaruh pelapukan, secara mekanis dan kimia akan merubah sifat kekuatan

tanah dan batuan hingga mengganggu stabilitas suatu lereng.

1.2 Latar Belakang

Masalah kelongsoran khususnya di Indonesia, sering terjadi disebabkan keadaan geografi yang dibeberapa tempat yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi dan daerah potensi gempa. Curah hujan yang tinggi, dianggap sebagai faktor utama penyebab kelongsoran. Meskipun sebenarnya besar kemungkinan longsor akibat hujan ini masih dikaitkan dengan beberapa faktor antara lain: topografi daerah setempat, struktur geologi, sifat kerembesan tanah dan morfologi dan tahap perkembangannya(Soedarmo, 2001).

(20)

Untuk menanggulangi kelongsoran yang telah terjadi dan mencegah terjadinya kelongsoran susulan pada lereng tersebut, diperlukan suatu konstruksi yang mempunyai fungsi untuk menahan kelongsoran. Dalam hal ini akan dianalisis stabilitas lereng pada badan jalan dan perlu direncanakan perkuatan dinding penahan tanah yang akan digunakan untuk meningkatkan kestabilan lereng

Untuk itu tugas akhir ini mencoba memberikan alternatif perkuatan lereng yang bisa dijadikan sebagai solusi untuk menaikkan faktor keamanan (FK >1.5) yang terjadi di ruas jalan Medan - Berastagi KM 25+200 agar tidak terjadi kelongsoran susulan walaupun terkena hujan deras. Jenis perkuatan lereng yang akan dijadikan alternatif dalam tugas akhir ini adalah mini pile, dan sheet pile.

1.3. Tujuan Dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan perencanaan alternatif perkuatan lereng pada ruas jalan Medan-Berastagi, Desa Sugo adalah :

a. Untuk memperoleh sistem perkuatan lereng yang tepat dan efisien agar tidak terjadi kelongsoran susulan di ruas jalan Medan – Berastagi KM 25+200 b. Untuk membandingkan analisis stabilitas lereng menggunakan program

Plaxis 2D dan GeoSlope 2007.

1.3.2 Manfaat

Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk :

(21)

b. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang dibahas dalam laporan tugas akhir.

1.4. Perumusan Masalah

Dari uraian diatas dapat disimpulkan masalah utama yang harus diselesaikan dalam tugas akhir ini adalah menentukan jenis perkuatan lereng yang tepat pada ruas jalan Medan – Berastagi KM 25+200 untuk menaikkan stabilitas lereng agar tidak mengalami longsor susulan sehingga arus lalu lintas pada jalan tersebut tidak terganggu. Adapun rincian masalah yang harus diselesaikan adalah :

a. Bagaimana stabilitas lereng pada lokasi studi tanpa menggunakan perkuatan dengan menggunakan program Slope/W 2007

b. Apabila menggunakan sheet pile sebagai perkuatan, maka dimana elevasi pemancangan sheet pile dan dimensi yang dibutuhkan sehingga dapat menaikkan tahanan geser pada lereng yang longsor?

c. Apabila mini pile yang digunakan sebagai perkuatan lereng, maka berapa jumlah dan dimensi yang dibutuhkan sehingga dapat menaikkan tahanan geser pada lereng?

d. Kombinasi perkuatan menggunakan sheet pile dan angkur.

(22)

1.5. Pembatasan Masalah Dan Metodologi

Pada tugas akhir ini, batasan-batasannya antara lain :

a. Lokasi studi adalah ruas jalan. Medan – Berastagi, Desa Sugo KM 25+200.

b. Data tanah yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari Laporan Tugas Akhir Iro Ganda, Universitas Sumatera Utara.

c. Tidak diperhitungkan adanya fluktuasi muka air tanah ketika ada tidaknya terjadi hujan.

d. Perhitungan analisa stabilitas lereng menggunakan bantuan program Geo Slope/W 2007.

e. Tidak dilakukan analisa biaya.

f. Perencanaan geotekstile pada Laporan Tugas Akhir Iro Ganda tetap dipakai pada tugas akhir ini.

g. Beban lalu lintas diperhitungkan berupa beban garis statis sebesar 20 kN/m dimana berjarak 1 m satu sama lain dan lebar beban 7 m.

Metodologi yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini antara lain sebagai berikut:

a. Pengumpulan dan pengolahan data lapangan

b. Studi literatur dari berbagai referensi buku yang membahas tentang pengoperasian software Geo Slope/W 2007 dan konsep perkuatan tanah menggunakan minipile, geotekstile dan sheet pile.

(23)

d. Melakukan perhitungan pada proyek pengerjaan dengan masing-masing alternatif perkuatan yang telah ditentukan.

e. Penentuan dan pemilihan metode perkuatan berdasarkan faktor keamanan serta kemudahan proses pengerjaan perkuatan lereng dilapangan.

1.6. Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:

• Bab I: Pendahuluan

Bab ini berisi tentang uraian umum, latar belakang penulisan, tujuan dan manfaat, pembatasan masalah dan metodologi.

• Bab II: Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi penulis untuk membahas tentang .perkuatan lereng menggunakan sheet pile, mini pile dan geotekstile

• Bab III: Metodologi Analisis

Bab ini menguraikan metode dan perhitungan-perhitungan terkait dalam menentukan perkuatan alternatif tambahan pada lereng tersebut.

• Bab IV: Analisis dan Perhitungan Data

(24)

• Bab V: Kesimpulan dan Saran

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan dasar (bed rock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organic atau oksidasi yang mengendap di antara partikel-partikel. Ruang diantara partikel-partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya. Proses pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi didekat bumi membentuk tanah (Hardiyatmo, 2010).

(26)

Gambar 2.1 Kelongsoran Talud (Das,1991)

Pengertian longsoran (landslide) dengan gerakan tanah (mass movement) mempunyai kesamaan. Untuk memberikan definisi longsoran perlu penjelasan keduanya. Gerakan tanah ialah perpindahan massa tanah/batu pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula. Gerakan tanah mencakup gerak rayapan dan aliran maupun longsoran. Menurut definisi ini longsoran adalah bagian gerakan tanah (Purbohadiwidjojo,1985). Jika menurut definisi ini perpindahan massa tanah/batu pada arah tegak adalah termasuk gerakan tanah, maka gerakan vertikal yang mengakibatkan lendutan (bulging) akibat keruntuhan fondasi dapat dimasukkan pula dalam jenis gerakan tanah.

(27)

curah hujan cukup tinggi dan daerah potensi gempa, disamping faktor lain yang masih perlu diperhatikan seperti topografi daerah setempat, struktur geologi, sifat rembesan tanah dan morfologi serta tahap perkembanganya. Hal ini masih diperparah lagi dengan minimnya kesadaran masyarakat akan bahaya gerakan tanah seperti melakukan tindakan yang memicu terjadinya kelongsoran atau pergerakan tanah.

Secara garis besar beberapa persoalan tanah diklasifikasikan sebagai berikut menurut Hary Hardiyatmo :

a. Stabilitas tanah, untuk menganalisa stabilitas tanah perlu diketahui mengenai:

• Beban / muatan yang bekerja pada tanah.

• Besar dan distribusi tekanan akibat muatan terhadap tanah.

• Perlawanan dari tanah.

 Muatan yang bekerja pada tanah tergantung dari tipe / macam struktur dan berat tanah.

 Tanah dianggap material yang isotropis, tekanan dapat dihitung secara analisa matematik.

 Perlu adanya pengambilan contoh tanah untuk diuji di laboratorium untuk mengetahui karakteristik / sifat tanah.

b. Deformasi, dapat dalam keadaan plastis atau elastis, sehubungan dengan hal tersebut, perlu diketahui :

• Muatan yang bekerja (beban bekerja).

• Besar dan distribusi beban yang bekerja pada tanah.

(28)

2.2. Kuat Geser Tanah

Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut per satuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam tanah yang dimaksud. Untuk menganalisis masalah stabilitas tanah seperti daya dukung, stabilitas lereng, dan tekanan tanah ke samping pada turap maupun tembok penahan tanah, mula-mula kita harus mengetahui sifat-sifat ketahanan penggesernya tanah tersebut. Untuk mempelajari kuat geser tanah, istilah-istilah berikut ini perlu diperhatikan, yaitu:

• Kelebihan tekanan air pori, adalah kelebihan tekanan air pori akibat dari tambahan tekanan yang mendadak.

• Tekanan overburden adalah tekanan pada suatu titik di dalam tanah akibat dari berat material tanah yang ada di atas titik tersebut.

• Tekanan overburden efektif adalah tekanan akibat beban tanah diatasnya, dikurangi tekanan air (pori).

• Tanah normally consolidated adalah tanah dimana tegangan efektif yang membebani pada waktu sekarang adalah nilai tegangan maksimum yang pernah dialaminya.

• Tanah overconsolidated adalah tanah dimana tegangan efektif yang pernah membebaninya pada waktu yang lampau, lebih besar daripada tegangan efektif yang bekerja pada waktu sekarang.

(29)

• Nilai banding overconsolidation adalah nilai banding antara tekanan prakonsolidasi dengan tekanan overburden efektif yang ada. Jika OCR = 1, tanah dalam kondisi normally consolidated dan bila OCR>1, tanah dalam kondisi overconsolidated.

2.2.1. Kriteria Keruntuhan Menurut Mohr-Coulomb

Mohr (1980) menyuguhkan sebuah teori tentang keruntuhan pada material yang menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis antara tegangan normal dan geser, dan bukan hanya akibat tegangan normal maksimum atau tegangan geser maksimum saja. Jadi, hubungan antara tegangan normal dan geser pada sebuah bidang keruntuhan dapat dinyatakan dalam Gambar 2.2.

τ = f (σ)……….(2.1)

(30)

Garis keruntuhan (failure envelope) yang dinyatakan oleh Persamaan (2.1) di atas sebenarnya berbentuk garis lengkung seperti terlihat pada Gambar 2.3. Untuk sebagian besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linear antara tegangan normal dan tegangan geser. Persamaan itu dapat kita tulis sebagai berikut:

τ= c + σ tan∅………....(2.2)

Hubungan diatas disebut juga sebagai kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb, dimana:

τ = tegangan geser c = kohesi

σ = tegangan normal

(31)

Bila tegangan normal dan tegangan geser pada sebuah bidang dalam suatu massa tanah sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan tersebut dapat digambarkan sebagai titik A dalam Gambar 2.3, maka keruntuhan geser tidak akan terjadi pada bidang tersebut. Tetapi bila tegangan normal dan geser yang bekerja pada suatu bidang lain dapat digambarkan sebagai titik B (yang tepat berada pada garis keruntuhan), maka keruntuhan geser akan terjadi pada bidang tersebut. Suatu keadaan kombinasi tegangan yang berwujud titik C tidaklah mungkin terjadi karena bila titik tersebut tergambar diatas garis keruntuhan, keruntuhan geser pasti sudah terjadi sebelumnya.

2.2.2. Kuat Geser Tanah Pasir

Kuat geser tanah pasir dapat ditentukan dari salah satu uji triaksial atau uji geser langsung. Kelebihan tekanan air pori akibat adanya beban yang bekerja diatas tanah pasir dalam kondisi jenuh adalah nol. Hal ini disebabkan tanah pasir mempunyai permeabilitas besar, sehingga pada kenaikan beban, air pori relative cepat menghambur ke luar tanpa menimbulkan tekanan yang berarti. Jadi dianggap bahwa kondisi pembebanan pada tanah pasir akan berupa pembebanan pada kondisi terdrainase atau drained.

Karena tanah pasir terdiri dari butiran kasar, jika tahanan geser tanah berpasir bertambah, maka akan bertambah pula sudut gesek dalamnya. Menurut Hary C. Hardiyatmo faktor-faktor yang mempengaruhi kuat geser tanah pasir antara lain:

• Ukuran butiran.

• Air yang terdapat di antara butiran.

(32)

• Angka pori atau kerapatan relative.

• Distribusi ukuran butiran.

• Bentuk butiran.

• Tegangan utama tengah.

• Sejarah tegangan yang pernah dialaminya.

Dari faktor-faktor diatas yang paling besar pengaruhnya adalah angka pori. Karena angka pori akan berpengaruh pada kerapatan. Pada uji geser langsung maupun triaksial, bila angka pori rendah atau kerapatan relative tinggi, kuat geser akan tinggi pula. Pada pasir padat, butiran berhubungan saling mengunci satu sama lain dan rapat. Sebelum kegagalan geser terjadi, hubungan yang saling mengunci ini menabah perlawanan gesek pada bidang geser. Pada pasir yang tidak padat, derajat pengucian antar butir kecil, sehingga kenaikan tegangan geser secara berangsur-angsur akan menghasilkan suatu nilai yang menuju nilai tegangan batas dengan tidak ada nilai tegangan geser puncak.

2.2.3. Kuat Geser Tanah Lempung

(33)

tetapi juga bergantung pada sejarah tegangan. Demikian pula pada pembebanan kondisi tak terdrainase, nilai tekanan air pori sangat bergantung dari jenis lempung, apakah lempung tersebut normally consolidated ataukah overconsolidated.

Biasanya bekerjanya beban bangunan dilapangan, lebih cepat daripada kecepatan air untuk lolos dari pori-pori tanah lempung akibat pembebanan. Keadaan ini menimbulkan kelebihan air pori(excess pore pressure) di dalam tanah. Jika pembebanan sedemikian rupa sehingga tak terjadi keruntuhan tanah, maka yang terjadi kemudian adalah air pori menghambur keluar dan perubahan volume pun terjadi. Kecepatan perubahan volume yang terjadi pada tanah pasir dan lempung berbeda. Hal ini, karena kecepatan perubahan volume tanah akan sangat bergantung dari permeabilitas tanah. Karena tanah lempung berpermeabilitas sangat rendah, sedangkan tanah pasir tinggi, kecepatan berkurangnya tekanan air pori akan lebih cepat terjadi pada tanah pasir. Jadi, untuk tanah pasir, perubahan volume akibat penghamburan tekanan air pori akan lebih cepat daripada tanah lempung.

2.3. Tekanan Tanah Lateral

(34)

tekanan lateral telah diketahui sangat dipengaruhi oleh perubahan letak dari dinding penahan dan sifat-sifat tanahnya.

Tekanan aktual yang terjadi di belakang dinding penahan cukup sulit diperhitungkan karena begitu banyak variabelnya. Ini termasuk jenis bahan penimbunan, kepadatan dan kadar airnya, jenis bahan di bawah dasar pondasi, ada tidaknya beban permukaan, dan lainnya. Akibatnya, perkiraan detail dari gaya lateral yang bekerja pada berbagai dinding penahan hanyalah masalah teoritis dalam mekanika tanah.

Konstruksi penahan tanah seperti dinding penahan, dinding bangunan bawah tanah (basement), dan turap baja, pada umumnya digunakan dalam teknik pondasi; konstruksi penahan tanah tersebut biasanya digunakan untuk menahan massa tanah dengan talud vertical. Agar dapat merencanakan konstruksi penahan tanah dengan benar, maka kita perlu mengetahui gaya horizontal yang bekerja antara konstruksi penahan dan massa tanah yang ditahan. Gaya horizontal tadi disebabkan oleh tekanan tanah arah horizontal (Das,1991)

(35)

2.3.1. Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam (At Rest)

Bila kita tinjau massa tanah seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.5. Massa tanah dibatasi oleh dinding dengan permukaan licin AB yang dipasang sampai kedalaman tak terhingga. Suatu elemen tanah yang terletak pada kedalaman z akan terkena tekanan arah vertical dan tekanan arah horizontal.

Bila dinding AB dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke salah satu arah baik kekanan maupun kekiri dari posisi awal, maka massa tanah akan berada dalam keadaan keseimbangan elastic (elastic equilibrium). Rasio tekanan arah horizontal dan tekanan arah vertical dinamakan “ koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam “ Ko, atau :

Ko= �

�...(2.3) Karena �� = �z , maka

�ℎ= (�z)

Gambar 2.5. Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam (Das,1991)

Untuk tanah berbutir, koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam diperkenalkan oleh Jaky (1944) :

(36)

Brooker dan Jreland (1965) memperkenalkan harga Ko untuk tanah lempung yang terkonsolidasi normal (normally consolidated) :

k0 = 0,95 – sin θ

Untuk tanah lempung yang tekonsolidasi normal (normally consolidated), Alpan (1967) telah memperkenalkan persamaan empiris lain :

k0 = 0.19 + 0.233 log (PI)

Dimana : PI = Indeks Plastis Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi lebih (overconsolidated) :

k0(over consolidated) = k0(normaly consolidated)√OCR

dimana : OCR = overconsolidation ratio

OCR = tekanan pra consolidasi

tekanan vertikal akibat lapisan tanah diatasnya

2.3.2. Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Rankine 2.3.2.1. Tekanan Tanah Aktif Menurut Rankine

Keseimbangan plastis yaitu suatu kondisi dimana untuk setiap titik didalam masa tanah tepat pada batas runtuhnya. Rankine melakukan suatu penyelidikan kondisi tegangan tanah pada keadaan keseimbangan plastis.

Tegangan – tegangan utama horizontal dan vertikal pada kedalaman z

diberikan oleh σh dan σv. Apabila dinding AB dalam keadaan diam, yaitu bila

dinding tidak bergerak ke salah satu arah baik ke kanan maupun ke kiri dari posisi

(37)

massa tanah perlahan – lahan, maka tegangan utama horizontal perlahan – lahan juga berkurang, sehingga tercapai keadaan ultimate. Kondisi tegangan ultimate pada elemen tanah direpresentasikan oleh lingkaran Mohr. Keadaan tersebut dinamakan keadaan keseimbangan plastis dan tanah mengalami keruntuhan.

Apabila dinding AB diperkenankan bergerak menjauhi massa tanah perlahan – lahan, maka tegangan utama horizontal perlahan – lahan juga berkurang, sehingga tercapai keadaan ultimate. Kondisi tegangan ultimate pada elemen tanah direpresentasikan oleh lingkaran Mohr. Keadaan tersebut dinamakan keadaan keseimbangan plastis dan tanah mengalami keruntuhan.

(38)

Mencari besar tekanan aktif berdasarkan penurunan dari σa sebagai fungsi γ,

Dengan CD adalah jari-jari lingkasran keruntuhan = σv−σa 2

Sehingga dengan memanipulasi geometris didapatkan:

σa =σv1−sin∅1+sin∅−2c1+sin∅cos ∅ ………...………...(2.5)

Anggapan mula pada cara Rankine adalah untuk tanah yang tidak berkohesi (Cohesionless soil), c = 0 maka :

Tabel 2.1. Koefisien-koefisien Ka berdasarkan persamaan Rankine

(39)

Jika suatu gaya mendorong dinding penahan ke arah tanah urugannya, tekanan tanah dalam kondisi ini disebut tekanan tanah pasif (Gambar 2.7), sedangkan nilai banding tekanan horizontal dan vertikal yang terjadi didefinisikan sebagai koefisien tekanan tanah pasif atau Kp. Nilai tekanan tanah pasif lebih besar dari nilai tekanan tanah aktif. Tekanan tanah pasif menunjukkan nilai maksimum dari gaya yang dapat dikembangkan oleh tanah pada gerakan struktur penahan terhadap tanah urugannya, yaitu gaya dimana tanah harus menahan gerakan dinding penahan sebelum mengalami keruntuhan

Gambar 2.7. Bidang keruntuhan pada tanah pasif menurut Rankine (Das, 1991)

(40)

σp = σv tan2�45 +∅� �2 + 2c tan�45 +∅� �2

σp = γz tan2�45 +∅� �2 + 2c tan�45 +∅� �2 ……...(2.8)

Penurunan rumus ini sama dengan penurunan pada kondisi aktif menurut Rankine.

Tabel 2.2. Koefisien-koefisien Kp berdasarkan persamaan Rankine

2.3.3. Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Coulomb 2.3.3.1.Tekanan Tanah Aktif Menurut Coloumb

(41)

menjadi melengkung di dekat dasar kaki dinding, baik tekanan tanah aktif maupun pasif.untuk kondisi aktif dianggap tembok memberikan tegangan dalam tanah.

Dalam teorinya, coloumb menganggap bahwa :

• Tanah adalah isotropik, homogen, dan tidak berkohesi.

• Permukaan bidang longsor adalah datar, dimana bidang longsor melewati ujung tumit dari dinding.

• Permukaan tekanan adalah datar.

• Terdapat gaya geser tembok pada permukaan tekanan.

• Segitiga longsor adalah rigid body.

Gambar 2.8. (a) blok keruntuhan yang dicoba, (b)polygon gaya (Das,1991)

(42)

berkohesi, yang permukaannya mempunyai kemiringan tetap dengan horizontal yaitu sebesar α.BC adalah sebuah bidang keruntuhan yang dicoba. Dalam memperhitungkan kestabilan dari kemungkinan keruntuhan blok tanah (failure wedge) ABC.

Gaya – gaya yang diperhitungkan ( per satuan lebar tembok ) adalah :

• W, berat dari blok tanah.

• F, resultante dari gaya geser dan gaya normal pada permukaan bidang longsor BC. Gaya resultan tersebut membuat kemiringan sebesar φ dengan normal dari bidang BC.

• Pa, gaya aktif per satuan lebar tembok. Arah Pa ini akan membuat sudut

sebesar δ dengan normal dari permukaan tembok yang menahan tanah. δ

adalah sudut geser antara tanah dengan tembok.

Segitiga gaya untuk blok tanah adalah seperti yang ditunjukan dalam Gambar 2.8a. Dari rumus sinus kita mendapatkan :

Pa =sinsin (β−∅)

(90+θ+δ+∅). W………...……….(2.9)

Dari Gambar 2.8b, berat dari blok tanah adalah:

W= ½ ( A� )( �� ) .………..(2.10)

�� = ����� ( 90 + � – � ) = �/������� ( 90+ �−� )

(43)

Dari rumus sinus :

Selanjutnya, harga W kita masukkan ke dalam Persamaan (2.9)

Pa =1 2γH2

cos(θ−β).cos(θ−α).sin(β−α)

cos2θsinα).sin (90+θ+δ−β+∅)………..………...(2.14)

Parameter – parameter yang ada dalam Persamaan (2.14) adalah tetap sedangkan β adalah salah satunya yang variabel. Dalam menentukan harga kritis dari

β untuk mendapatkan Pa yang maksimum, kita mempunyai

���/��=0, maka Persamaan (2.14) akan menjadi :

Pa =1

2KaγH2………....………(2.15)

Dengan Ka adalah koefisien tekanan tanah aktif menurut coulomb dan harganya adalah

Ka = cos2(∅−θ)

cos2θ.cos (δ+θ)�1+�sin(σ+∅).sin (∅−α)2 cos(δ+θ).cos (θ−α)�

(44)

Perlu diketahui bahwa bila � = 00 , � = 00 , � = 00 , maka koefisien tekanan tanah aktif menurut Coulomb menjadi :

(1−sin∅)

(1+sin ∅)…………...………...………(2.17)

Nilai Ka pada kasus ini sama dengan koefisien tekanan tanah rankine.

Untuk mengetahui harga – harga Ka (Pers.2.16) untuk ∅ = 00dan α= 00 , dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut :

2.3.3.2. Tekanan Tanah Pasif Menurut Coulomb Dasar dari kondisi coulomb ini antara lain adalah:

• Tanah adalah isotropik, homogen dan tak berkohesi.

• Permukaan bidang longsor adalah datar, dimana bidang longsor melewati ujung tumit dari dinding.

• Permukaan tekanan adalah datar.

• Terdapat gaya geser tembok pada permukaan tekanan.

(45)

Gambar 2.9. Tekanan Pasif Menurut Coulomb (Braja M Das, 1991)

Urutan perhitungan yang akan dilakukan sama seperti yang dilakukan pada kondisi aktif, yaitu:

Pp = 1

2 Kpγ H2…………...………..(2.18) Dengan

Kp = koef. tekanan tanah pasif menurut Coulomb

Kp = cos2( ∅+θ)

cos2θcosθ)�1�sin(δ−θ)sin(θ+α)2

�cos(δ−θ)cos(θ−α) �

...(2.19)

Untuk tembok dengan permukaan licin dan muka sebelah belakang tegak, serta permukaan tanah urugan yang datar (yaitu α = 00; θ = 0o; dan δ = 0 0), maka persamaan Kp diatas menjadi :

Kp = (1+sin∅)

(46)

2.3.4. Tekanan Tanah Akibat Beban Gempa

Gempa bumi dapat mengakibatkan gerakan dan keruntuhan lereng alam maupun buatan. Kecuali itu, gempa bumi dapat mengakibatkan adanya:

• Liquefaction pada massa tanah (terutama pada tanah-tanah granuler).

• Perubahan tekanan air pori dan tegangan efektif dalam massa tanah.

• Timbulnya retak-retak vertical yang dapat mereduksi kuat geser tanah.

Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah dihitung dengan menggunakan pendekatan yang diusulkan oleh Mononobe – Okabe pada tanah non kohesif. Pendekatan ini merupakan metodel yang paling umum digunakan. Besarnya tekanan tanah akibat pengaruh gempa ditentukan berdasarkan koefisien gempa horizontal (Ch) dan faktor keutamaan ( I ).

(47)

terkonsentrasi pada zona geser yang tipis di dekat permukaan lereng. Selain itu, bila pembebanan terjadi secara berulang-ulang (gempa), nilai kohesi dan sudut gesek dalam efektif (pada tanah-tanah kohesif) nilainya berbeda secara signifikan dari nilai yang diperoleh dari uji statis di laboratorioum. Koefisien gempa untuk daerah Sumatera Utara dapat dilihat pada peta zonasi gempa Indonesia tahun 2010 (Lampiran).

2.4. Stabilitas Talud

Klasifikasi para peneliti untuk pergerakan lereng pada umumnya berdasarkan kepada jenis gerakan dan materialnya. Klasifikasi yang diberikan oleh HWRBLC, Highway Research Board Landslide Committee (1978), mengacu kepada Varnes (1978) yang berdasarkan kepada:

 Material yang nampak.

 Kecepatan perpindahan material yang bergerak.  Susunan massa yang berpindah.

 Jenis material dan gerakannya.

(48)

faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan tanah dan merupakan karakter perbukitan rawan longsor (Anwar & Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1993,).

Pendekatan masalah tanah longsor dapat melibatkan kajian dampak akibat faktor-faktor di atas, penanganannya dapat didekati dengan pengelolaan lingkungan. Arahan pengelolaan lingkungan dilakukan sebagai antisipasi untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya dampak lingkungan negatif (Fandeli, 1992), yaitu dengan cara memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positif (Soemarwoto, 1990), atau dengan kata lain meminimalkan faktor-faktor kendala kestabilan lereng dan memaksimalkan faktor-faktor pendukung lereng stabil. Dampak lingkungan yang terjadi dapat bersifat langsung maupun tidak langsung (Snyder & Catanese, 1989). Analisis dampak dapat dilakukan dengan melihat kondisi fisik sekitar komponen terkena dampak.

2.4.1. Teori Kelongsoran

Gerakan tanah merupakan proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah tegak, mendatar atau miring terhadap kedudukan semula karena pengaruh air, gravitasi, dan beban luar. Kelompok utama gerakan tanah (mass movement) menurut Hutchinsons (1968, dalam Hansen, 1984) terdiri atas rayapan (creep) dan longsoran (landslide) yang dibagi lagi menjadi sub-kelompok gelinciran (slide), aliran (flows), jatuhan (fall) dan luncuran (slip). Definisi longsoran (landslide) menurut Sharpe (1938, dalam Hansen, 1984), adalah luncuran atau gelinciran (sliding) atau jatuhan (falling) dari massa batuan/tanah atau campuran keduanya

(49)

menentukan penyebab serta cara penanggulanganya maka perlu adanya pengklasifikasian tanah berdasar material yang bergerak, jenis gerakan dan mekanismenya. Adapun macam-macam gerakan tanah yaitu :

a. Aliran Cepat (Rapid Flowage)

Gerakan tanah jenis aliran pada umumnya material yang bergerak terlihat cepat dan dapat diikuti dengan kecepatan mata melihat. Umumnya terjadi pada material lunak yang jenuh air dan terdapat pada daerah berlereng. Jika ditinjau dari jenis material yang bergerak dapat dibedakan menjadi :

• Aliran tanah (earth flow), jika material yang bergerak berupa tanah.

• Aliran lumpur (mud flow), jika material yang bergerak berupa lumpur.

b. Amblesan (subsidence)

Merupakan jenis gerakan tanah yang berupa turunnya permukaan tanah secara bersama-sama secara cepat atau lambat tergantung kondisi geologi maupun topografi daerah tersebut. Umumnya terjadi pada daerah yang lunak serta terdapat beban diatasnya atau pada daerah yang dibawahnya terdapat goa atau akibat strukrur geologi, mugkin juga terjadi akibat aktivitas manusia seperti penambangan bawah tanah, penyedotan air tanah yang berlebihan, proses pemadatan tanah, dan sebagainya.

c. Runtuhan

(50)

loncat atau menggelundung. Runtuhan terjadi biasanya pada penggalian batu, tebing pantai yang curam, tebing jalan.

d. Longsoran (sliding)

Gerakan tanah ini terjadi akibat regangan geser dan perpindahan dari sepanjang bidang longsoran dimana massa berpindah dari tempat semula dan berpisah dari massa yang mantap, material yang bergerak kadang terlihat sangat cepat dan tiba-tiba atau dapat juga bergerak lambat.

Jenis gerakan ini dapat dibedakan menjadi:

• Rotational slide, jika bidang longsoran mempunyai bentuk seperti busur derajat, log spiral, dan bentuk lengkung yang tidak teratur. Pada umumnya kelongsoran ini berhubungan dengan kondisi tanah yang homogen seperti terlihat pada Gambar 2.10.

(51)

• Surface slide, terjadi jika bidang gelincirnya terletak dekat dengan permukaan tanah seperti terlihat pada Gambar 2.12 dibawah ini.

• Deep slide, terjadi jika bidang gelincirnya terletak jauh dibawah permukaan tanah seperti terlihat pada Gambar 2.13 dibawah ini.

(52)

pori dapat membahayakan stabilitasnya. Selain itu bisa diakibatkan oleh pengaruh tipe perlapisan khusus misalnya antara pasir dan lempung, tekanan beban berlebihan pada kepala lereng atau pemotongan kaki lereng, dan dalam beberapa kasus struktur tanah umumnya diperlemah oleh proses fisika dan kimia.

2.4.2. Faktor – Faktor Penyebab Kelongsoran 2.4.2.1. Faktor Penyebab Dari Dalam

a. Penambahan kadar air dalam tanah.

Pada saat musim penghujan maka kadar air didalam tanah akan bertambah sehingga bobot massa tanah juga akan meningkat akibat terisinya rongga antar butir dalam tanah. Hal ini akan memicu gerak tanah terutama pada semakin mempercepat terjadinya longsoran, demikian juga dengan kondisi plastisitas tanah karena semakin tinggi tingkat plastisitas maka tanah akan cepat mengembang sehingga mampu memicu gerak tanah.

d. Kondisi struktur geologi.

(53)

pada batas lapisan batuan yang lolos air an yang kedap air.

2.4.2.2. Faktor Penyebab Dari Luar a. Adanya getaran

Sumber getaran dapat berasal dari gempa bumi, kendaraan berat, mesin- mesin yang bekerja, dan ledakan dinamit yang mampu menyebabkan terjadinya gerakan tanah. Hal ini dapat terjadi pada daerah berlereng atau daerah yang labil.

b. Curah hujan

Curah hujan yang meliputi intensitas dan lamanya hujan. Hujan dengan intensitas kecil tetapi berlangsung dalam kurun waktu yang lama mampu memicu gerakan tanah.

 Adanya pembebanan tambahan

Aktivitas manusia seperti pembuatan bangunan pada sekitar tebing dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah.

 Hilangnya penguat lereng.

Kejadian ini terjadi seperti lereng-lereng yang menjadi curam a kibat pengikisan sungai, peenambangan material tanah/batuan, dll.

 Hilangnya tumbuhan penutup

Akibat penebangan dan kebakaran hutan, tumbuhan penutup akan berkurang sehingga akan tebentuk alur-alur air dipermuakaan tanah. Hal ini mampu memicu terjadinya gerakan tanah.

(54)

dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah terutama pada daerah yang mempunyai kemiringan tinggi.

2.4.2.3. Pengaruh Iklim

Perubahan temperatur, fluktuasi muka air tanah musiman, gaya gravitasi dan relaksasi tegangan sejajar permukaan ditambah dengan proses oksidasi dan dekomposisi akan mengakibatkan suatu lapisan tanah kohesif yang secara lambat laun tereduksi kekuatan gesernya, terutama nilai kohesi c dan sudut geser dalamnya ø.

Pada tanah non kohesif misalnya lapisan pasir, bila terjadi getaran gempa, mesin atau sumber getaran lainnya akan mengakibatkan lapisan tanah tersebut ikut bergetar sehingga pori-pori lapisan akan terisi oleh air atau udara yang akan meningkatkan tekanan dalam pori. Tekanan pori yang meningkat dengan spontan dan sangat besar ini akan menyebabkan terjadinya likuifikasi atau pencairan lapisan pasir sehingga kekuatan gesernya hilang.

2.4.2.4. Pengaruh Air

(55)

air dapat menyebabkan erosi yaitu pengikisan lapisan oleh aliran air, sehingga keseimbangan lereng menjadi terganggu.

2.4.2.5. Pengaruh Rangkak (Creep)

Terdapat didekat permukan tanah yang miring, tanah dipengaruhi siklus kembang susut. Siklus ini dapat terjadi akibat perubahan temperatur, perubahan dari musim penghujan dan di daerah dingin dapat dipengaruhi oleh pengaruh pembekuan air. Saat tanah mengembang, tanah naik sehingga melawan gaya – gaya gravitasi. Saat tanah menyusut, tanah turun dibantu oleh gravitasi. Hasil dari gerakan keduanya adalah gerakan perlahan lereng turun ke arah bawah.

Kedalaman zona rangkak bervariasi dari beberapa sentimeter sampai beberapa meter tergantung pada sifat tanah dan kondisi iklim. Menurut taylor (1962), rangkak dapat menyebabkan:

• Blok batuan bergerak

• Pohon – pohon melengkung ke atas

• Bagian lereng melengkung dan menarik batuan

• Bangunan yang menjulang keatas menjadi miring

• Dinding penahan tanah dan pondasi bergerak dan retak

• Jalan raya dan jalan rel keluar dari alurnya

• Batu – batu besar menggelinding dan sebagainya

2.4.3. Pekerjaan Penanggulangan Kelongsoran

(56)

Adapun pekerjaan pengendalian ini dimaksudkan untuk mengurangi resiko terjadinya longsoran dengan cara mengubah kondisi alam atau topografi atau keadaan air di bawah permukaan, seperti :

• Pengendalian air permukaan (surface water drainage) dengan cara perencanaan tata saluran permukaan, penanaman vegetasi, perbaikan permukaan lereng dan menutup rekahan.

• Pengendalian air rembesan (ground water drainage) dengan saluran terbuka, pengalir tegak (vertical drain), pengalir datar (horizontal drain), pengalir parit pencegat (interceptor drain).

• Pekerjaan peningkatan counter weight.

Sedangkan pekerjaan penambatan dilaksanakan dengan membangun konstruksi yang mampu menjaga kestabilan massa tanah/batuan, seperti :

• Penambatan tanah dengan membangun dinding penahan tanah (retaining wall), bronjong, sumuran, tiang pancang, sheet pile.

• Penambatan batuan dengan tumpuan beton, batu batuan (rock bolt), pengikat beton, jangkar kabel (rock anchor) jala kawat dan beton semprot (shortcrete).

Jika kondisi penanggulangan diatas tidak efektif dan efisien untuk dilaksanakan maka dapat diambil alternatif lainya yang lebih baik seperti penggunaan bahan ringan, penggantian material,maupun relokasi.

2.4.4. Konsep Angka Keamanan

(57)

longsor yang potensial.

Dalam menganalisis stabilitas lereng digunakan beberapa anggapan yaitu:

o Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dianggap sebagai masalah bidang dua dimensi.

• Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda masif.

• Tahanan geser tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis.

• Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata – rata sepanjang bidang longsor potensial dan kuat geser tanah sepanjang permukaan longsoran. Jadi kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik – titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor aman hasil hitungan lebih besar dari 1.

Umumnya angka keamanan didefinisikan sebagai :

�� =� ...(2.21)

Dengan :

�� = angka keamanan terhadap kekuatan tanah

��= kekuatan geser rata-rata tanah

��= kekuatan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor

Kekuatan geser tanah terdiri dari dua komponen, yaitu kohesi dan geseran, dan dapat kita tuliskan sebagai berikut:

(58)

Dengan : c = kohesi

σ = tegangan normal rata-rata pada permukaan bidang longsor

Ø= sudut geser tanah

Dengan cara yang sama kita juga dapat menuliskan

��= �� + ����∅�………..(2.23) Dengan � adalah kohesi dan ∅adalah sudut geser yang bekerja sepanjang bidang longsor.

Dengan memasukkan Persamaan (2.22) dan (2.23) kedalam Persamaan (2.21) kita dapatkan

�� =��+�+� ��� ∅�� ��� ∅ ...(2.24)

Sekarang kita dapat memperkenalkan aspek-aspek lain dari angka keamanan tadi, yaitu angka keamanan terhadap kohesi Fc, dan angka keamanan terhadap sudut geser,�. Dengan demikian, Fc dan � dapat kita definisikan sebagai

�� =

� ...(2.25) dan � = ��� ∅

(59)

Jika:

Fk < 1, lereng tidak stabil

Fk = 1, lereng dalam keadaan kritis artinya dengan sedikit gangguan atau tambahan momen penggerak maka lereng menjadi tidak stabil.

Fk > 1, lereng stabil

Umumnya harga 1,5 untuk angka keamanan terhadap kekuatan geser dapat diterima untuk merencanakan stabilitas talud (Das,1991).

2.4.5. Stabilitas Talud Menerus Tanpa Rembesan

Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili oleh curah hujan) yang dapat meningkatkan kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka air tanah. Kehadiraran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori yang berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng. Tapi pada lereng tanpa rembesan merupakan kondisi yang tidak memiliki kenaikan muka air tanah sementara kondisi fisik tanah tersebut kering/ tidak adanya tekanan air pori yang besar.

(60)

Dengan menganggap bahwa tekanan air pori adalah nol, kita akan mengevaluasi angka keamanaan terhadap kemungkinan kelonggaran talud sepanjang bidang AB yang terletak pada kedalaman H dibawah permukaan tanah, kerunatuhan talud dapat terjadi karena pergerakan tanah diatas bidang AB dari kanan ke kiri.

Suatu elemen talud abcd yang mempunyai satu satuan tebal tegak lurus terhadap bidang gambar. Gaya F yang bekerja pada bidang ab dan cd adalah sama besar dan berlawanan arah, oleh karena itu gaya tadi dapat diabaikan. Berat elemen tanah yang ditinjau adalah:

W = ( volume elemen tanah) x (berat volume tanah) = ��� Berat W dapat diurauikan dalam dua komponen sebagai berikut:

• Gaya yang tegak lurus pada bidang AB= � =����� =��� ��� �,���

• Gaya yang paralel terhadap bidang AB= � =����� = ��� ��� �.

perhatikan bahwa gaya � ini cenderung untuk menyebabkan kelongsoran sepanjang bidang.

Angka keamanan untuk kondisi ini ialah :

�� = �����2�.���� + ���∅

���� ...(2.29) Untuk tanah berbutir c = 0, angka keamanan menjadi (���∅)/(����). Ini menunjukkan bahwa suatu talud menerus yang terdiiri dari tanah pasir, harga Fs-nya tidak tergantung pada tinggi H dan talud akan tetap stabil selama � <∅.

2.4.6. Stabilitas Talud Menerus Dengan Rembesan

(61)

kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka air tanah. Kehadiraran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori (m) yang berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material tanah (soil). Kenaikan muka air tanah juga memperbesar debit air tanah dan meningkatkan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion). Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993).

Gambar 2.15. Talud Menerus Dengan Rembesan (Das,1991) Angka keamanan untuk kondisi ini ialah

�� = �����2�.���� + �′ ����

���∅

���� ...(2.30)

2.5. Sistem Perkuatan Tanah Dan Lereng

Untuk melakukan pekerjaan stabilisasi lereng dapat dipergunakan beberapa jenis material perkuatan lereng seperti :

(62)

(2) Tanaman / tumbuhan (3) Material lain

2.5.1 Perkuatan Lereng Dengan Bahan Konstruksi

Yang dimaksud dengan bahan konstruksi adalah semua material keras dan tidak lapuk oleh pengaruh cuaca serta lingkungan dalam waktu yang lama, antara lain : (1) Beton (blok beton)

(2) Batu (batukali, batu marmer) (3) Batu bata

(63)

2.5.2 Perkuatan Lereng Dengan Tanaman

Tanaman (tumbuhan) yang dipergunakan harus mampu menahan erosi pada lereng secara efektif. Tanaman penutup tanah atau tanaman konservasi tanah tersebut dapat berupa

1) Tanaman Rumput

Perkuatan lereng dengan tanaman rumput dapat dilakukan pada kemiringan 00 - 600. Penanaman rumput ada 2 cara yaitu :

a. Penanaman biji atau tunas rumput dianjurkan untuk daerah dengan kemiringan 00 - 300

b. Penanaman lempengan/ gebalan rumput

a) Penanaman rumput dengan biji atau tunas ("Sprigging")

- bersihkan lereng dari rumput-rumput liar dan kotoran kotoran lainnya, kemudian ratakan kembali permukaan lereng;

- persiapkan media tanam yaitu dengan mencampur tanah yang banyak mengandung bahan organik ("top soil") dengan pupuk kandang dengan perbandingan pupuk = 1 dan tanah = 2 , pupuk : tanah = 1 : 2;

- untuk tanah yang berpasir dapat digunakan pupuk buatan (NPK) sebanyak 450 - 680 kg per hektar dengan perbandingan N : P : K = 4 : 8 : 4 atau 5 : 10 : 5;

- ganti tanah yang tidak memenuhi syarat("subsoil") dengan tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus) di sekitar daerah penanaman;

- buat lubang berselang-seling, untuk menghindari erosi yang terjadi pada lereng tersebut, khususnya sebelum rumput tumbuh menutupi permukaan seluruh permukaan tanah;

(64)

- potong tunas rumput setinggi 5 cm dan tanam biji atau tunas ke dalam lubang.

Gambar 2.17 Jarak dan Posisi penanaman rumput b) Penanaman Lempengan Rumput(Gebalan Rumput/ "Sodding") - siapkan lempengan rumput dengan ukuran 25 cm x 25cm;

- buat lubang dengan ukuran 25 cm x 25 cm dengan kedalaman 20 cm;

- buat jarak antar lubang 45 cm, bila akan dilakukan penanaman dengan cara lempengan berjarak dan bila akan dilakukan penanaman dengan cara lempengan menyeluruh, jarak antar lubang 30 cm;.

(65)

- pasang pasak bambu dengan diameter 1 cm, panjang 30 cm, pada ke empat sudut lempengan untuk menghindari jatuhnya lempengan rumput tersebut selama perakaran belum kuat.

Gambar 2.18 Penanaman Lempengan Rumput

2) Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah dapat dilakukan dengan memperhatikan pola bertanam sebagai berikut :

- tanah dibersihkan dari segala kotoran dan telah digemburkan.

- media tanam telah disesuaikan dengan perbandingan top soil dan pupuk 2 : 1. - menentuan titik tanam.

(66)

Titik tanam dibuat bersilang untuk tanaman dengan pertumbuhan tidak cepat. Contoh : Althernantera amoena – Krokot

Gambar 2.19 Pola Penanaman Rapat

b. Dengan pola penanaman berbaris.

Titik tanam dibuat berjajar untuk tanaman untuk tanaman dengan pertumbuhan cepat.

Contoh :

Widelia trilobata - Widelia /Seruni

Calopogonium mucunoides - Kacang-kacangan

(67)

3) Tanaman Berakar Serabut

Tanaman ini dapat ditanam pada tebing dengan pembuatan teras agar memperkuat tebing dan memberi kesan estetika. Pembuatan teras dapat dilakukan sesuai dengan tanaman yang akan ditanam.

Gambar 2.21 Pola Penanaman Tanaman Berakar Serabut

Tanaman berakar serabut ini dapat ditanam sebagai tanaman pada tebing dengan perlakuan sebagai berikut :

- permukaan tanah yang ditanami harus dalam keadaan bersih dan gembur. Ketebalan lapisan olah cukup untuk perakarannya.

- dibuat guludan yang mendatar untuk penahan longsor tanah. Pada tanah guludan digunakan "top soil".

(68)

- perakaran sebaiknya tidak melebihi batas kemiringan tanah asal.

- pada lubang tanaman dimasukkan campuran "top soil" dan pupuk yaitu dengan perbandingan 2 : 1.

- setelah ditimbun tanah dipadatkan.

4) Tanaman Berakar Dalam dan Panjang

Tanaman berakar dalam dan panjang membutuhkan pembuatan teras (sengkedan) terlebih dahulu yang disesuaikan dengan kemiringan tanah.

Contoh jenis tanaman yang dapat dipergunakan : - Calliandra sp - Caliandra

- Cassia siamea - Johar

- Sesbania grandiflora - Kemlandingan a. Kemiringan 3% - 10%.

Pada kemiringan ini dibuat teras kridit. Pembuatan teras ini dimulai dengan membuat jalur penguat teras sejajar garis tinggi. Jarak antar jalur 5 - 12 m. Kemudian dibuat guludan dengan ukuran dalam lebih kurang 30 cm dan lebar 20 cm.

(69)

b. Kemiringan 10% - 50%.

Pada kemiringan ini dibuat teras pematang/guludan. Jarak antara guludan 2 - 3 m.

Gambar 2.23 Pola Penanaman Dengan Kemiringan 10 -15%

(70)

2.5.3 Perkuatan Lereng Dengan Material Lain 1. Geosintetik

Istilah Geosintetik berasal dari kata geo, yang berarti bumi atau dalam dunia teknik sipil diartikan sebagai tanah pada umumnya, dan kata synthetic yang berarti bahan buatan, dalam hal ini adalah bahan polimer. Bahan dasar geosintetik merupakan hasil polimerisasi dari industri-industri kimia/minyak bumi (Suryolelono, 1988) dengan sifat-sifat yang tahan terhadap senyawa-senyawa kimia, pelapukan, keausan, sinar ultra violet dan mikro organisme. Polimer utama yang digunakan untuk pembuatan geosintetik adalah Polyester (PS), Polyamide (PM), Polypropylene (PP) dan Polyethylene (PE). Jadi istilah geosintetik secara umum didefinisikan sebagai bahan polimer yang diaplikasikan di tanah.

Konsep perkuatan tanah atau tanah bertulang pertama kali diperkenalkan oleh Vidal pada tahun 1969. Hingga saat ini sistem penulangan tanah banyak digunakan untuk pembangunan banyak tipe-tipe konstruksi seperti dinding penahan tanah, penahan galian, pangkal jembatan, timbunan badan jalan dan perbaikan stabilitas lereng alam. Selain itu penulangan tanah telah pula diaplikasikan dalam pembangunan tanggul, bendungan, fondasi rakit, bangunan-bangunan pelengkap pelabuhan dan lain-lain.

Keuntungan yang dapat diperoleh pada penggunaan struktur yang menggunakan system tanah bertulang antara lain:

• Merupakan struktur yang fleksibel.

• Tidak mempunyai resiko besar bila terjadi deformasi struktur.

• Mudah dalam pelaksanaan pembangunannya.

(71)

• Sering biaya pembangunan lebih ekonomis disbanding dengan struktur konvensional.

• Tipe elemen-elemen penutup dinding depan dapat dibuat dalam bentuk yang bermacam-macam, sehingga memungkinkan untuk menciptakan bentuk permukaan dinding yang indah.

Penulangan Tanah Untuk Timbunan Baru

Sistem penulangan tanah untuk struktur yang terbentuk oleh tanah timbunan baru dapat dibedakan menurut jenis tulangan yang dipakai untuk memperkuat tanah. Jenis-jenis tulangan yang dipakai antara lain:

a. Tulangan Lajur (strip reinforcement)

(72)

Gambar 2.25. Dinding tanah bertulang dengan tulangan lajur.

b. Tulangan grid (grid reinforcement).

System tulangan grid terdiri dari rakit batang-batang metal atau polimer yang terdiri atas lembaran yang berlubang-lubang dalam bentuk empat persegi panjang yang diletakkan dalam posisi horizontal. Skema dari tulangan grid dapat dilihat pada gambar 2.26. Grid mentransfer tegangan ke tanah melalui:

• Tahanan tanah pasif yang timbul pada batang-batang transversalnya.

• Gesekan antara tanah dan permukaan tulangan.

(73)

Gambar 2.26 Tulangan Geogrid dan dinding tanah bertulang geogrid

c. Tulangan lembaran (sheet reinforcement).

Tulangan-tulangan yang berbentuk lembaran umumnya berupa bahan geotekstil. Tulangan yang terdiri dari lembaran-lembaran geotekstil diletakkan di antara lapisan-lapisan tanah urug yang keduanya membentuk material komposit.

Pada system penulangan ini, transfer tegangan antara tanah dan lembaran-lembaran geotekstil terutama dari gesekan antara kedua material tersebut.

(74)

Gambar 2.27. Dinding Tanah Bertulangan Geotekstil d. Tulangan batang (rod reinforcement)

Pada system tulangan angker, tulangan-tulangan dari baja dibengkok pada ujungnya membentuk angker pada Gambar 2.28. Transfer tegangan dari tanah ke tulangan terutama melalui tahanan tanah pasif dang angker. Namun demikian, terdapat pula pengaruh tahanan gesek disepanjang batang silindernya. Elemen-elemen penutup dinding bagian depan biasanya dibuat dari beton yang diikatkan pada tulangan-tulangan.

(75)

2. Sheet Pile (Turap)

Tiang-tiang turap sering digunakan untuk membangun sebuah dinding yang berfungsi sebagai penahan tanah, yang bisa berupa konstruksi berskala besar maupun kecil. Dinding turap, oleh karena fungsinya sebagai penahan tanah, maka konstruksi ini digolongkan juga sebagai jenis lain dari dinding penahan tanah (retaining walls).

Perbedaan mendasar antara dinding turap dan dinding penahan tanah terletak pada keuntungan penggunaan dinding turap pada kondisi tidak diperlukannya pengeringan air (dewatering).

Terdapat beberapa jenis tiang turap yang biasa digunakan: (a) tiang turap kayu, (b) tiang turap beton pracetak (precast concrete sheet piles), dan (c) tiang turap baja.

a. Turap Kayu

(76)

b. Turap Beton dan Baja

Tiang turap beton pracetak adalah untuk konstruksi berat yang dirancang dengan tulangan untuk menahan beban permanen setelah konstruksi dan juga untuk menangani tegangan yang dihasilkan selama konstruksi. Penampang tiang-tiang ini adalah sekitar 500 - 800 mm lebar dan tebal 150 - 250 mm. Gambar 2.29(e) memperlihatkan diagram skematik ketinggian dan penampang tiang turap beton bertulang.

Tiang turap baja di USA adalah sekitar 10 - 13 mm tebal. Penampang tiang turap yang berasal dari Eropah bisa lebih tipis tetapi lebih lebar. Penampang tiang bisa berbentuk Z, lengkung dalam (deep arch), lengkung rendah (low arch), atau sayap lurus (straight web). Interlok pada tiang turap dibentuk seperti jempol-telunjuk atau bola-keranjang untuk hubungan yang ketat untuk menahan air. Gambar 2.30(a) memperlihatkan diagram skematik untuk hubungan interlok jempol-telunjuk untuk penampang sayap lurus. Sedangkan tipe interlok bola-keranjang untuk penampang Z diberikan pada Gambar 2.30(b).

(77)

Gambar 2.30 Hubungan tiang turap: (a) jenis jempol-telunjuk

(b) jenis bola-keranjang

Tiang turap baja sangat baik digunakan karena daya tahannya terhadap tegangan yang tinggi selama penyorongan ke dalam tanah yang keras. Tiang ini juga relatif ringan dan dapat digunakan kembali (penggunaan yang berulang-ulang). Oleh karena itu turap baja sering dipakai untuk pemakaian sementara. Turap sementara dipakai ketika dilakukan penggalian, misalnya dalam pembuatan gorong-gorong. Setelah gorong-gorong berada pada kedudukan yang direncanakan, turap dicabut dan penggalian ditimbun kembali. Konstruksi sementara sering juga dipakai pada bendungan elak (cofferdam). Bendungan elak ini dibangun untuk melaksanakan proses dewatering selama konstruksi berlangsung.

Gambar

Gambar 2.3 Garis Keruntuhan Menurut Mohr dan Hukum Keruntuhan dari Mohr
Gambar 2.4. Grafik hubungan pergerakan dinding penahan dan tekanan tanah
Gambar 2.6. Bidang Keruntuhan Pada Tanah Aktif Menurut Rankine
Gambar 2.7. Bidang keruntuhan pada tanah pasif menurut Rankine
+7

Referensi

Dokumen terkait

tanah adalah memadainya sistem drainase karena air yang berada di belakang.. dinding penahan tanah mempunyai pengaruh pada stabilitas struktur. Drainase. berfungsi

Dari gambar 22 terlihat bahwa tanah dengan kondisi tanpa akar memiiki nilai sudut geser dalam yang rendah yaitu 37,95 o , tapi tanah yang mengandung akar tanaman nilai sudut

Kondisi awal sebelum kekuatan geser tanah direduksi, lereng masih dalam kondisi aman SF  ( ) Hasil analisis menunjukkan bahwa pada lokasi studi yang lahannya

Puji dan syukur atas pertolongan Tuhan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai syarat utama dalam memperoleh gelar sarjana Teknik dari

 sudut yang dibentuk dari hubungan antara tegasan normal dengan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan.. Cara analisis kemantapan lereng.. No Analisis Cara

Bila suatu titik pada sembarang bidang dari suatu massa tanah memiliki tegangan geser yang sama dengan kekuatan gesernya, maka keruntuhan akan terjadi pada titik

Bila suatu titik pada sembarang bidang dari suatu massa tanah memiliki tegangan geser yang sama dengan kekuatan gesernya, maka keruntuhan akan terjadi pada titik

Bila suatu titik pada sembarang bidang dari suatu massa tanah memiliki tegangan geser yang sama dengan kekuatan gesernya, maka keruntuhan akan terjadi pada titik tersebut.. Parameter